Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Jakarta

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA JAKARTA

AMIRA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan
Konsep Kota Hijau di Kota Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Amira
NIM A44090086

ABSTRAK
AMIRA. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Jakarta. Dibimbing oleh
ALINDA FM ZAIN.
Kota hijau merupakan suatu konsep pembangunan kota berkelanjutan.
Terdapat delapan indikator pembentuk kota hijau di Indonesia, yaitu; green
planning and design, green open space, green building, green waste, green
transportation, green water, green energy, dan green community. Kota Jakarta
merupakan salah satu kota besar di Indonesia, saat ini memiliki berbagai
permasalahan kota seperti; urbanisasi, permasalahan lalu lintas, bencana banjir,
dan persampahan yang membuat kota menjadi tidak nyaman untuk dihuni.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan konsep kota hijau
menggunakan analisis gap, dan mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di
Kota Jakarta menggunakan metode skoring. Hasil identifikasi di lapang
menunjukkan bahwa Kota Jakarta saat ini memiliki permasalahan kota terkait
delapan indikator kota hijau. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi aktual penerapan kota hijau di

Kota Jakarta. Kesenjangan terjadi akibat penerapan indikator kota hijau masih
pada tahap awal pengembangan. Hasil evaluasi menunjukkan penerapan
indikator green transportation memiliki nilai tertinggi sebesar 50%, disusul
indikator green open space sebesar 45.83% dan green planning and design
sebesar 43.75%, green community (25%), green building (25%), green waste
(25%), green water (12.50%), dan green energy (10%).
Kata kunci: analisis gap, evaluasi, kota hijau, Jakarta

ABSTRACT
AMIRA. The Evaluation of Green City Concept Implemmentation in Jakarta.
Supervised by ALINDA FM. ZAIN.
Green city is one of the concept for urban development towards the
sustainable city. There are eight ideal indicators into a green city concept in
Indonesia; green planning and design, green open space, green building, green
waste, green transportation, green water, green energy, and green community.
Jakarta is one of the major cities in Indonesia who have some urban problems
such as; urbanization, traffic problem, flood, and also waste problem. The
purpose of this study is to identify the application of the green city concept using
gap analysis and evaluate the application of the concept using scoring method.
The results from the formulation showed that Jakarta have related problems to

eight green city indicators. The analysis showed that there is a gap between the
ideal with actual condition in the green city immpelementation. Gaps caused by
the application of green city concept is still in the early stages. The evaluation
phase resulted that green transportation has the highest value of 50%, followed
by green open space (45.83%), green planning and design (43.75%) green

community (25%), green building (25%), green waste (25%), green water
(12.50%), and green energy (10%).
Keywords: evaluation, gap analysis, green city, Jakarta

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA JAKARTA

AMIRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap


DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Jakarta
Nama
: Amira
NIM
: A44090086

Disetujui oleh

Dr Ir Alinda FM Zain, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Bambang Sulistyantara M, Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 hingga
Desember 2013 ini adalah kota hijau, dengan judul Evaluasi Penerapan Konsep
Kota Hijau di Kota Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Alinda FM Zain MSi, selaku
pembimbing karya ilmiah dan Vera Dian Damayanti SP MLA, selaku
pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Dinas Kota Jakarta yang telah
memberi izin penulis untuk mengambil data, Bapak Pandita dari Dinas
Perumahan dan Pemerintahan Daerah, Bapak Dito dan Bapak Nikita dari Dinas
Perhubungan, Bapak Fahmi dari Dinas Kebersihan, Bapak Amos dari Dinas Tata
Kota, Ibu Tona dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Ibu Imas dari
Dinas Pekerjaan Umum, Bapak Dimas dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman,

serta Bapak Amin dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada adik–adik tercinta Ar Rasyid Rizki dan Akram
Muharam serta seluruh keluarga besar yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih juga disampaikan kepada
Andrian Saputra, teman–teman ARL 46 (khususnya teman satu bimbingan; Nurul
Anisyah, Elsya Bagea, dan Damaria Widasari), serta sahabat–sahabat Harmony 2
(khususnya Mariska Nadya, Nurul Fajriyah, Dyah Ayu, dan Rizka Zahra) atas
bantuan doa dan semangatnya. Skripsi ini saya persembahkan untuk Almarhum
kedua orangtua saya Alm Wajeli Abuyazid dan Almh. Lenda Siti Rahmah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Amira

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL


x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Kerangka Pikir Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Kota

4

Kota Hijau dan Delapan Indikatornya

5

METODE


11

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

11

Alat dan Bahan Penelitian

11

Batasan Penelitian

12

Metode Penelitian

12

HASIL DAN PEMBAHASAN


29

Kondisi Umum Kota Jakarta

29

Green Planning and Design

31

Green Open Space

45

Green Building

57

Green Waste


61

Green Transportation

73

Green Water

83

Green Energy

87

Green Community

90

Hasil Evaluasi Penerapan Indikator Kota Hijau di Kota Jakarta

92

PENUTUP

95

SIMPULAN

95

SARAN

95

DAFTAR PUSTAKA

96

LAMPIRAN

99

RIWAYAT HIDUP

100

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Alat dan bahan penelitian
Jenis dan sumber data
Indikator dan variabel Kota Hijau
Kriteria skoring untuk mengetahui pencapaian bentuk penerapan pada
kota
Batasan penilaian penerapan konsep Green Planning and Design
Batasan penilaian penerapan konsep Green Open Space
Batasan penilaian penerapan konsep Green Building
Batasan penilaian penerapan konsep Green Waste
Batasan penilaian penerapan konsep Green Transportation
Batasan penilaian penerapan konsep Green Water
Batasan penilaian penerapan konsep Green Energy
Batasan penilaian penerapan konsep Green Community
Penggunaan lahan Kota Jakarta 2008
Jenis dan lokasi mixed used di Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Planning and
Design di Kota Jakarta
Kriteria ideal pengadaan taman kota dan taman lingkungan
Jenis dan jumlah RTH di Kota Jakarta
Jumlah dan luas taman lingkungan di Kota Jakarta
Jumlah dan luas taman kota di Kota Jakarta
Jumlah dan luas hutan kota di Kota Jakarta
Jumlah dan luas jalur hijau jalan dan tepian Air di Kota Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Open Space di
Kota Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Building di Kota
Jakarta
Jenis dan komposisi sampah Kota Jakarta
Rencana target pengurangan sampah Kota Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Waste di Kota
Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Transportation di
Kota Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Water di Kota
Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Energy di Kota
Jakarta
Evaluasi kriteria penilaian penerapan program Green Community di
Kota Jakarta

11
13
13
15
16
18
20
21
23
25
26
27
31
40
43
47
50
51
52
53
54
56
60
64
65
71
82
87
89
91

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Peta lokasi Kota Jakarta

3
11

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

Kondisi topografis Kota Jakarta
Grafik kelembaban udara rata–rata Kota Jakarta
Grafik suhu udara rata–rata Kota Jakarta Tahun 2002-2011
Prinsip pengembangan green planning and design
Peta rencana pola ruang Kota Jakarta
Peta rencana struktur ruang Kota Jakarta
Ilustrasi Kawasan Mixed-Used Kota Jakarta,
Ilustrasi rencana kawasan TOD Kota Jakarta
Kawasan pejalan kaki Jalan Jenderal Sudirman,Jakarta Pusat
Gambar struktur RTH dalam wilayah kota
Hierarki bentuk dan cakupan wilayah RTH
Peta rencana kawasan terbuka hijau Kota Jakarta
Peta lokasi kawasan ruang terbuka hijau Kota Jakarta
Taman lingkungan Kelurahan Cibubur, Jakarta Timur
Taman Kota Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur
Ilustrasi hutan kota di Kota Jakarta,
Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur
Bangunan Hijau di Kota Jakarta,
Skema manajemen pengelolaan sampah berkelanjutan
Sumber sampah Kota Jakarta
Skema pengelolaan sampah Kota Jakarta
Titik lokasi sentra 3R di Kota Jakarta
Lokasi sentra 3R kawasan hunian Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Program bersih lingkungan skala rumah tangga
Program bersih lingkungan skala komunal
Pola pengangkutan sampah Kota Jakarta
Paradigma pengurangan sampah dari sumber
Skema kerja bank sampah
Kegiatan bank sampah Kelurahan Rawajati
Prinsip pengembangan green transportation
Tipologi angkutan umum Kota Jakarta
Single dan articulated busway
Integrasi APTB dengan busway Kota Jakarta
Lokasi park and ride Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur
Ilustrasi rencana jaringan 6 ruas jalan tol Kota Jakarta
Ilustrasi rencana pembangunan jalan tol
Ilustrasi rencana jalan tol terintegrasi fasilitas penghentian transpotasi
lain
Peta lajur sepeda di Kota DKI Jakarta
Jalur sepeda di Kawasan Jalan Mahakam, Jakarta Selatan
Kondisi jalur sepeda Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur
Tahapan dan langkah rinci perumusan green water
Tahapan pengembangan green energy

29
30
30
32
38
39
41
42
42
45
46
49
50
51
52
53
54
60
62
63
64
67
67
68
68
69
70
70
71
73
74
77
77
78
78
79
79
80
80
81
84
88

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil penerapan indikator kota hijau berdasarkan nilai tertinggi

99

PENDAHULUAN
Kota Hijau atau Green City merupakan suatu konsep pembangunan kota
yang berpihak pada prinsip pembangunan kota berkelanjutan. Definisi kota
berkelanjutan berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012) adalah kota
yang memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi,
mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi secara terpadu, menjamin
kesehatan lingkungan kawasan kota, serta mensinergikan kawasan alami dengan
kawasan buatan. Definisi kota berkelanjutan menurut Widiantono (2012)
merupakan konsep kota yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial–budaya,
dan lingkungan hidup. Widiantono (2012) menambahkan bahwa keseimbangan
pada konsep keberlanjutan suatu kota merupakan hal yang penting bagi upaya
pemanfaatan sumberdaya yang ada, tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini
melainkan kebutuhan dimasa yang akan datang. Lovins (2007) dalam Karlenzig
et.al (2007) menyatakan, kota hijau merupakan konsep kota yang memanfaatkan
sumber energi terbarui, meningkatkan produksi pangan lokal, memproteksi iklim
mikro, menggunakan bahan bakar alternatif dan transportasi umum, serta
membentuk kehidupan yang lebih baik dengan mengembangkan sistem ekonomi
yang berkelanjutan.
Perwujudan konsep kota hijau merupakan salah satu cara untuk mengatasi
permasalahan kota menuju kota yang berkelanjutan dari sisi ekonomi, ekologi,
dan sosial–budaya. Terdapat berbagai konsep dan tata cara pencapaian dalam
perwujudan suatu kota hijau yang dapat berbeda pada suatu kota atau negara.
Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012) menjelaskan, terdapat delapan indikator
dalam mewujudkan Kota Hijau yaitu; 1) perencanaan dan perancangan kota yang
berkelanjutan (green planning and design), 2) pengadaan ruang terbuka hijau
(green open space), 3) penerapan bangunan hijau yang ramah energi (green
building), 4) pengolahan sampah secara terpadu (green waste), 5) penggunaan
transportasi ramah lingkungan (green transportation), 6) peningkatan kualitas air
perkotaan (green water), 7) pemanfaatan sumber energi efisien dan ramah
lingkungan (green energy), serta 8) pengembangan jaringan kerjasama antara
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang sehat atau dikenal dengan
komunitas hijau (green community). Delapan indikator tersebut, memiliki
keterkaitan antar satu sama lain di dalam perwujudan konsep Kota Hijau.
Salah satu aspek legal mengenai pengembangan Kota Hijau di Indonesia
telah tertera pada Undang–Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang penataan
ruang. Peraturan dan perangkat hukum lain yang menjadi dasar perwujudan
pengembangan Kota Hijau di Indonesia juga tertera pada UU No 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU No 7 Tahun 2004
tentang pengelolaan sumberdaya air, dan UU No 28 Tahun 2002 tentang
bangunan gedung.
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan Ibukota Negara Republik
Indonesia dengan Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahannya, yang merupakan
salah satu kota besar di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya suatu kota,
Kota Jakarta memiliki berbagai permasalahan kota, salah satunya adalah

2
meningkatnya laju pertambahan penduduk, baik dari segi kelahiran maupun
migrasi yang tinggi. Akibat dari meningkatnya pertambahan penduduk yang
tinggi, menimbulkan semakin pesatnya pertumbuhan pembangunan kota baik
secara vertikal maupun horizontal. Pertumbuhan pembangunan kota yang terjadi
saat ini berlangsung secara tidak terkendali baik dari segi pemanfaatan ruang
terbuka menjadi ruang terbangun. Selain pemanfaatan ruang yang tidak
terkendali, masalah lain yang terjadi adalah kurangnya sarana transportasi massal,
area resapan air yang semakin berkurang, serta penggunaan energi yang
meningkat. Berdasarkan permasalahan tersebut, berbagai macam masalah
perkotaan lain timbul dan mengganggu kehidupan masyarakat yang berada di
dalamnya seperti; kemacetan lalu lintas, bencana banjir, ruang terbuka umum
yang berkurang, kualitas udara kota semakin menurun, kehidupan masyarakat
kota yang tidak nyaman, serta krisis sumberdaya air dan energi.
Sebagai salah satu solusi pemecahan permasalahan kota, khususnya di Kota
Jakarta, pengembangan konsep Kota Hijau merupakan suatu langkah yang
diharapkan mampu mengatasi permasalahan kota demi terwujudnya kehidupan
kota yang ekonomis, ekologis, dan kehidupan sosial–budaya yang berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk;
1) mengidentifikasi penerapan indikator Kota Hijau di Kota Jakarta dengan
menggunakan metode analisis gap; dan
2) mengevaluasi hasil penerapan Kota Jakarta terhadap konsep Kota Hijau,
menggunakan metode skoring.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pihak pemerintah Kota Jakarta, pihak swasta, komunitas, dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dalam mewujudkan konsep pengembangan Kota Jakarta
menuju Kota Hijau. Penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan pembelajaran
bagi peneliti dan bahan masukan bagi masyarakat Kota Jakarta secara umum
dalam penambahan wawasan tentang perwujudan Kota Jakarta menuju konsep
Kota Hijau.

3

Kerangka Pikir Penelitian

Kota Jakarta

Permasalahan Kota

Green
Planning and
Design

Green
Open
Space

Perencanaan
kota tidak
berbasis
lingkungan.

Luas RTH
menurun

Green
Building
Kurangnya
penerapan
teknologi
bangunan
hijau

Green Waste

Pengelolaan
sampah
konvensional

Green
Transportation

Green
Water

Green
Energy

Green
Community

Kurangnya
fasilitas
transportasi
massal

Area
resapan air
berkurang

Konsumsi
energi
meningkat

Kurangnya
kesadaran
masyarakat
akan hidup
hijau

Mengidentifikasi penerapan delapan
indikator Kota Hijau di Kota Jakarta
Gap Analysis
Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di
Kota Jakarta

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Definisi kota menurut Branch (1995) adalah suatu tempat yang dipandang
dan dirasakan dari berbagai sudut pandang yang menggambarkan keaktifan,
keberagaman, serta kompleksitas suatu kota, selain itu kota juga disebut sebagai
suatu area tempat tinggal dengan penduduk yang padat. Berdasarkan Undang–
Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, definisi kawasan perkotaan
merupakan suatu wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dengan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi. Pendapat
lain mengemukakan, menurut Tarigan (2005), terdapat beberapa pandangan
tentang kota sebagai sebuah pusat di antaranya sebagai berikut:
1 kota adalah pusat pemerintahan;
2 kota merupakan sebuah pusat perdagangan (kegiatan ekonomi dan industri
yang berkembang);
3 kota merupakan pusat pelayanan jasa (administrasi bagi warga kota itu
sendiri);
4 kota merupakan pusat prasarana perkotaan yang meliputi jalan, listrik, dan
persampahan;
5 kota merupakan sebuah fasilitas sosial yang meliputi fasilitas pendidikan,
olah raga, dan rekreasi;
6 kota merupakan pusat komunikasi dan pangkalan transportasi, artinya dari
kota tersebut masyarakat dapat berhubungan dengan banyak tujuan dengan
berbagai pilihan alat penghubung; dan
7 kota merupakan pusat lokasi dimana permukiman tertata dengan baik.
Menurut Irwan (2008), kota merupakan suatu pusat permukiman penduduk
yang besar dan luas dimana didalamnya terdapat berbagai ragam kegiatan sosial,
ekonomi, dan budaya dari banyak dimensi. Kota juga merupakan sebuah sistem
terbuka, baik secara fisik maupun sosial–ekonomi yang bersifat tidak statis dan
dinamis atau bersifat sementara. Kota dalam perkembangannya, dapat menjadi
sukar untuk dikontrol dan sewaktu–waktu dapat menjadi tidak beraturan.
Pembangunan yang terus meningkat di perkotaan sering tidak menghiraukan
kehadiran lahan hijau. Bukan saja yang ada di dalam kota, bahkan berkembang
ke daerah pinggir kota atau daerah perbatasan kota (suburban). Akibat
pembangunan tersebut, ruang bagi tumbuh tumbuhan semakin berkurang yang
berdampak pada menurunnya jumlah maupun keanekaragaman sumberdaya pada
area perkotaan. Akibat yang ditimbulkan adalah berkuranganya tumbuhan
sebagai penghasil oksigen yang sangat diperlukan oleh kehidupan manusia
khususnya bagi masyarakat perkotaan. Hal tersebut merupakan salah satu pemicu
kota menjadi tindak nyaman untuk dihuni.

5
Kota Hijau dan Delapan Indikatornya
Kota Hijau atau disebut dengan kota berkelanjutan, adalah kota yang
mengedepankan adanya keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial–budaya, dan
lingkungan hidup. Suatu keseimbangan merupakan hal penting untuk menjamin
adanya keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, tanpa
mengurangi peluang generasi yang akan datang untuk menikmati kondisi yang
sama. Pengembangan kota berkelanjutan, menurut Wunas (2011), adalah kota
yang memiliki perencanaan dengan mengutamakan peningkatan kualitas
lingkungan hidup, efisiensi penggunaan energi, pengembangan sumberdaya
manusia, dan memberi manfaat ekonomi. Menurut Joga (2013) pendekatan
pembangunan kota hijau dilaksanakan dengan mengombinasikan pertumbuhan
ekonomi yang sehat dan ramah lingkungan (pro green growth), meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (pro poor), menyediakan lapangan kerja yang ramah
lingkungan (pro green jobs), dan disatukan dalam bingkai menjaga kelestarian
lingkungan (pro environment).
Definisi kota hijau berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012)
adalah kota ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan keseimbangan dimensi
sosial, ekonomi, lingkungan, serta tata kelola kepemimpinan dan kelembagaan
kota. Konsep kota hijau sendiri merupakan suatu konsep pelestarian lingkungan
dengan cara mengembangkan suatu kota menjadi kawasan hijau yang alami agar
terciptanya kekompakan, kenyamanan, keseimbangan antara kehidupan alami
lingkungan dengan manusia yang menghuninya. Terdapat berbagai rumusan
dalam mewujudkan konsep kota hijau pada suatu kota. Rumusan tersebut dapat
berbeda pada masing–masing kota bahkan pada suatu negara, yang idealnya
disesuaikan dengan kondisi fisik dan lingkungan masing–masing wilayah
tersebut. Joga (2013), menjelaskan bahwa pengembangan Kota Hijau di
Indonesia dibangun dengan memanfaatkan keunggulan Indonesia, yaitu iklim
tropis beserta keunikan ekosistem dan budaya yang dimilikinya.
Indonesia sendiri telah memiliki konsep Kota Hijau yang tertera pada
Panduan Kota Hijau di Indonesia tahun 2012. Terdapat delapan indikator untuk
mewujudkan Kota Hijau yang dikembangkan di Indonesia yaitu; Green Planning
and Design (perencanaan dan perancangan yang beradaptasi pada biofisik
kawasan), Green Open Space (peningkatan kualitas dan kuantitas RTH sesuai
karakteristik kota dan kabupaten dengan target 30%), Green Building
(pengembangan bangunan hemat energi), Green Waste (usaha mengurangi
limbah dengan mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai
tambah), Green Transportation (pengembangan sistem transportasi
berkelanjutan), Green Water (efisiensi pemanfaatan sumberdaya air), Green
Energy (pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan), serta
Green Community (kepekaan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat
dalam pengembangan atribut kota hijau).
Green Planning and Design
Green planning and design merupakan suatu konsep perencanaan dan
perancangan wilayah kota atau kawasan yang memperhatikan efisiensi kapasitas
daya dukung lingkungan. Konsep green planning and design mengutamakan
keseimbangan lingkungan alami dan terbangun dalam pengalokasian sumberdaya

6
dan ruang untuk mewujudkan kualitas ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Konsep green planning and design bertujuan untuk mengarahkan
pengalokasian ruang kota agar tercapai keseimbangan antara ruang sosial,
ekonomi, dan lingkungan (alami dan terbangun). Manfaat yang dapat diambil dari
penerapan green planning and design antara lain adalah;
1. efisiensi pemanfaatan sumberdaya dan ruang;
2. mencegah pengembangan kota yang ekspansif dan horizontal;
3. mampu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan
oleh perkembangan kota;
4. penyedia ruang publik yang multi fungsi baik untuk lingkungan,
ekonomi, maupun sosial; serta
5. pengembangan jejaring ruang terbuka hijau kota (ecological corridor)
dapat lebih terintegrasi.
Didalam merumuskan konsep green planning and design berdasarkan
Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012), terdapat beberapa tahapan, yaitu; 1)
membangun pengertian dan kesepahaman tentang konsep green planning and
design, 2) mengidentifikasi dan menganalisis kondisi eksternal dan internal
terkait dengan kota atau kawasan yang akan direncanakan, 3) membuat formulasi
visi, misi, dan tujuan serta isu utama terkait green planning and design, 4)
merumuskan wujud rencana dan rancangan ruang kota yang akan datang beserta
alternatif pencapaiannya, 5) melakukan penilaian terhadap alternatif yang dibuat
dari perspektif lingkungan, sosial–budaya, ekonomi, dan keruangan, 6) memilih
alternatif yang terbaik, 7) implementasi terhadap alternatif yang terpilih, dan 8)
melakukan pengawasan serta pengendalian. Bentuk dari model green planning
and design adalah menekankan pada usaha untuk mengurangi atau
mengendalikan perluasan area kota dan melakukan simbiosis antara alam dan
populasi yang tinggi atau disebut sebagai compact city.
Green Open Space
Pengertian ruang terbuka hijau (RTH) menurut Purnomohadi (1995) adalah
sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang memiliki ukuran, bentuk, dan
batas geografis tertentu, yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan
tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rumput, serta penutup tanah) sebagai tumbuhan
pelengkap, serta benda–benda lain sebagai bahan penunjang fungsi RTH yang
bersangkutan. Secara hukum (hak atas tanah), RTH dapat berstatus sebagai lahan
milik pribadi atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta. Bentuk RTH
juga tidak hanya terpaku pada sebidang lahan melainkan dapat memiliki beragam
bentuk, seperti; jalur hijau, tepian badan air, taman pemakaman, kebun binatang,
dan saluran utama tegangan ekstra tinggi (SUTET).
Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro,
Brazil (1992) dan dipertegas pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan (2002)
dalam Ismaun dan Joga (2011), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya
memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota serta harus berdasar
pada studi eksistensi sumberdaya alam dan manusia penghuninya. Untuk
memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan, rumusan penentuan luas
RTH kota berdasarkan pada faktor; geografis, iklim, jumlah dan kepadatan

7
penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen, iklim, serta peraturan penegakan
hukum.
Dalam mewujudkan suatu ruang terbuka hijau di perkotaan, perencanaan
RTH tersebut harus menjadi bagian integral dari rencana tata ruang wilayah,
sesuai dengan tingkatan dan skala perencanaan baik pada tingkat Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang Wilayah
(RDTRW) agar keberadaan ruang terbuka hijau dapat berfungsi secara efektif,
baik secara ekologis maupun planologis. Keberadaan ruang terbuka hijau,
berdasarkan proses diatas, dapat menjadi pembentuk struktur ruang kota. Bentuk
dan struktur ruang terbuka hijau disesuaikan dengan hierarki wilayah yang
dilayaninya mulai dari unit perumahan terkecil Rukun Tetangga (RT), Rukun
Warga (RW), kelurahan, hingga tingkat wilayah kota.
Terdapat tiga tahapan utama dalam perwujudan ruang terbuka hijau kota
dalam Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012) yaitu; penyusunan masterplan
RTH, penyusunan Detail Engineering Design (DED) ruang dan pembangunan
RTH, serta melakukan pengendalian dan pemanfaatan terhadap ruang terbuka
hijau. Bentuk ruang terbuka hijau berdasarkan hierarki diatas secara garis besar
terbagi menjadi dua yaitu taman lingkungan dan taman kota. Bentuk lain dari
ruang terbuka hijau adalah hutan kota, taman pemakaman umum, jalur hijau,
serta pertanian perkotaan.
Green Building
Definisi green building berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia
(2012) adalah upaya peningkatan performa dan kualitas desain dan konstruksi
pada bangunan agar memiliki daya tahan lebih lama, hemat biaya operasional,
serta memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerja maupun penduduk yang
tinggal di sekitarnya. Konsep utama green building merupakan upaya untuk
melindungi sumber daya alam serta meningkatkan lingkungan binaan agar
ekosistem dan manusia di dalamnya dapat berkembang secara berkelanjutan.
Penerapan konsep green building merupakan suatu perubahan paradigma penting
tentang memahami, merancang dan membangun bangunan atau perumahan di
dunia saat ini. Mewujudkan konsep green building memerlukan perencanaan dan
desain yang menyeluruh serta kualitas konstruksi yang baik. Penerapan green
building di perumahan atau pada suatu bangunan akan bermanfaat baik bagi
masyarakat kota maupun lingkungan di sekitarnya. Penerapan green building
tidak hanya menghasilkan bangunan yang lebih baik tetapi juga menghasilkan
nilai ekonomi dan lingkungan yang lebih baik.
Pengembangan konsep green building adalah dilakukan melalui
pendekatan sistem secara menyeluruh meliputi konstruksi, desain, dan
pengoperasian bangunan dari tahap awal hingga akhir pembangunan. Pendekatan
ini memberi manfaat lebih bagi industri bangunan, penghuni, dan masyarakat
melalui peningkatan kualitas konstruksi, umur bangunan yang lebih panjang,
mengurangi sistem jaringan utilitas, mengurangi biaya pemeliharaan, dan
meningkatkan kenyamanan penggunanya. Penerapan bentuk green building
menurut Green Building Council Indonesia (GBCI) (2009), dapat berbentuk
bangunan baru ataupun bangunan lama, yang pembangunannya direncanakan dan
dioperasikan dengan memperhatikan faktor–faktor keberlanjutan lingkungan.
Terdapat tiga tujuan dasar dalam perwujudan green building yaitu; melestarikan

8
sumberdaya alam, meningkatkan efisiensi energi, dan meningkatkan kualitas
udara dalam ruangan. Dalam mewujudkan suatu green building terdapat enam
tahapan yaitu;
1. perencanaan dan perancangan: pemilihan lokasi, pengembangan desain,
pengembangan lanskap, manajemen perubahan cuaca, adaptasi
bangunan dan sistem daur ulang;
2. pengerjaan tapak: rekomendasi dalam pengerjaan tapak, keselamatan
kerja, efisiensi penggunaan bahan, dan pengurangan limbah;
3. struktur bangunan: jenis, penempatan, dan pembangunan struktur
bangunan;
4. sistem: pemanas, ventilasi, pendingin ruangan, pencahayaan dan
penerangan, sumber energi setempat, dan sistem pemipaan;
5. bahan dan perabotan: perabot ramah lingkungan dan daur ulang; serta
6. pemanfaatan dan pemeliharaan: manajemen operasional, peningkatan
pengetahuan dan pemahaman dari pengelola bangunan.
Green Waste
Green waste merupakan suatu konsep pengelolaan sampah sebagai upaya
untuk mengurangi dan mencegah terjadinya masalah yang disebabkan oleh
adanya sampah dan limbah. Upaya ini dikenal sebagai pendekatan 3R meliputi
pengurangan (reduce), pemanfaatan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle).
Terdapat lima tahapan sosialisasi green waste khususnya bagi masyaakat
perkotaan;
1. sosialisasi pengertian dan pemahaman masyarakat kota tentang konsep
green waste;
2. pembentukan komunitas baik antar warga, swasta maupun pemerintah
dalam hal pengolahan sampah;
3. peningkatan pemahaman melalui pelatihan dan praktik; dan
4. penerapan 3R dalam kehidupan masyarakat dan dunia industri.
Green Transportation
Menurut OECD Environmental Indicators (2001), definisi transportasi
berkelanjutan adalah suatu konsep pengembangan transportasi yang tidak
menimbulkan dampak yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat atau
ekosistem lingkungan. Suatu transportasi yang berkelanjutan harus dapat
memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan
memperhatikan; penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih
rendah dari tingkat regenerasinya dan penggunaan sumberdaya tidak terbarukan
pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif
yang terbarukan. Konsep transportasi berkelanjutan secara umum merupakan
gerakan yang mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam upaya
memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Dalam konteks perencanaan kota,
konsep ini diterjemahkan sebagai upaya peningkatan fasilitas atau penyediaan
transportasi umum massal yang terjangkau, penyediaan fasilitas atau jalur
sepeda, maupun jalur pejalan kaki.
Secara garis besar terdapat tiga langkah utama yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan green transportation yaitu; identifikasi dan analisis kondisi
sistem transportasi yang ada, merumuskan sasaran untuk pengurangan

9
penggunaan kendaraan bermotor pada kadar maupun pada tingkat emisi, dan
memilih kombinasi yang sesuai dari berbagai pilihan transportasi. Komponen
dari pengembangan green transportation secara hierarki terdapat tujuh tingkatan,
berdasarkan urutan prioritasnya, yaitu; jalur pejalan kaki, jalur sepeda, angkutan
umum massal, angkutan kota, dan high occupancy vehicle (HOV) atau kendaraan
berokupansi tinggi) seperti pengembangan car sharing.
Green Water
Green water merupakan suatu konsep penyediaan area resapan air untuk
mengurangi puncak limpasan agar tercapai efisiensi pemanfaatan sumberdaya air
di perkotaan. Konsep green water dilakukan untuk meminimalkan efek yang
terjadi pada lingkungan dan memaksimalkan efisiensi penggunaan sumberdaya
yang ada. Tujuan konsep green water adalah untuk mengatasi masalah air dan
sanitasi dalam lingkungan rumah, komersial, dan industri pada suatu kota. Dalam
skala yang lebih luas, green water dapat menawarkan solusi lingkungan pada
tingkat perkotaan. Secara garis besar terdapat tiga langkah utama dalam
mengembangkan suatu konsep green water yaitu;
1. mengidentifikasi dan analisis kondisi sumberdaya air yang ada;
2. merumuskan sasaran untuk efisiensi pemanfaatan sumberdaya air; dan
3. memilih jenis efisiensi sumberdaya air sesuai dengan kondisi wilayah
setempat.
Terdapat beberapa bentuk dan program penerapan konsep green water
berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012), diantaranya; biopori,
pengelolaan air hujan perkotaan, pengelolaan air bersih sistem perpipaan,
pengelolaan air di lingkungan industri, dan pengelolaan air untuk pertanian. Pada
penelitian ini difokuskan pada konsep biopori dan pengelolaan air hujan
perkotaan.
Green Energy
Green energy merupakan pemanfaatan energi yang dihasilkan dari
sumber yang ramah lingkungan atau tidak menimbulkan dapat negatif bagi
ekosistem lingkungan secara efisien dan berkelanjutan. Berdasarkan definisi
WWF (2012), konsep green energy merupakan pemanfaatan sumber energi yang
mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengesampingkan kebutuhan
generasi mendatang. Sasaran dari pengembangan konsep green energy pada
suatu kota adalah menyediakan energi alternatif yang mampu berperan sebagai
sumber energi terbarukan, mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, dan
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Manfaat dari penerapan
konsep green energy adalah sebagai energi alternatif yang mampu memenuhi
ketersediaan energi, terjaganya kelestarian lingkungan hidup, terciptanya
lapangan kerja bagi masyarakat, serta terwujudnya kesadaran akan keberlanjutan
energi. Peraturan terkait energi berkelanjutan tercantum di dalam Undang–
Undang No 30 Tahun 2007 tentang Energi. Peraturan tersebut diantaranya;
1. tersedianya energi alternatif yang mampu memenuhi ketersediaan
energi nasional;
2. terjaganya kelestarian lingkungan hidup; dan
3. pemanfaatan energi dan energi terbarukan untuk kemakmuran
masyarakat.

10

Green Community
Green community merupakan suatu komunitas atau sekelompok warga
yang peduli terhadap masalah lingkungan dan sosial–budaya. Komunitas hijau
tumbuh berdasarkan kesadaran bahwa tanggung jawab untuk menjaga
lingkungan dan alam terletak pada individu, komunitas masyarakat, pemerintah,
juga swasta. Pengembangan konsep green community juga merupakan salah satu
atribut penting dalam perwujudan kota hijau, karena dengan partisipasi
masyarakat diharapkan dapat menjadi motor penggerak gerakan hijau pada suatu
kota serta menjamin keberlanjutan lingkungan hidup dan sosial–budaya dimasa
mendatang. Konsep green community diperlukan untuk mengupayakan
perubahan perilaku warga menjadi lebih peduli dan peka terhadap lingkungan
dan perubahan yang terjadi. Green community dapat dibentuk melalui partisipasi
masyarakat dan komunitas warga.
Gap Analysis
Analisis Gap atau Gap Analysis menurut Jennings (2000) dan Muchsam et
al (2011) merupakan identifikasi adanya suatu perbedaan (disparity) antara satu
hal dengan hal lainnya. Suatu konsep dan organisasi pada dasarnya diperlukan
dalam mengembangkan prinsip utama menggunakan metode Gap analysis.
Menurut Barry et al(1985), Gap analysis (analisis kesenjangan atau analisis gap)
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari
instansi pemerintahan, khususnya dalam upaya penyediaan pelayanan terhadap
masyarakat umum. Hasil analisis dapat menjadi input yang berguna bagi
perencanaan maupun penentuan prioritas anggaran di masa yang akan datang.
Gap analysis merupakan salah satu langkah yang sangat penting dilakukan dalam
tahapan perencanaan maupun tahapan evaluasi kinerja.
Gap analysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
kinerja dari suatu program yang sedang berjalan dengan sistem standar. Gap
analysis tidak hanya diterapkan dalam suatu instansi atau lembaga, namun dapat
diterapkan dalam evaluasi kinerja dari pemerintah. Gap analysis merupakan
metode analisis yang mempunyai pendekatan bottom up yang dapat memberikan
masukan berharga bagi pemerintah, terutama dalam perbaikan dan peningkatan
kinerja pelayanan kepada masyarakat. Dalam penelitian ini, Gap analysis
digunakan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara kondisi ideal
konsep Kota Hijau dengan kondisi aktual Kota Jakarta. Gap analysis dilakukan
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan
kota
dalam mewujudkan konsep kota hijau, sehingga dapat diketahui
permasalahan terkait pengembangan konsep kota hijau dan solusi pengembangan
untuk mengatasi permasalahan tersebut.

11

METODE
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta. Kota Jakarta memiliki luas darat
sebesar 65 363 ha (BPLHD 2013) dengan jumlah penduduk 10 187 595 jiwa
(BPS Kota Jakarta 2012). Kota Jakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena
saat ini Kota Jakarta memiliki perkembangan pembangunan yang pesat dan
memiliki berbagai macam permasalahan kota. Pelaksanaan kegiatan penelitian
ini dimulai pada Bulan Februari 2013 hingga Desember 2013. Peta lokasi
kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi Kota Jakarta
(Sumber: http://maps.google.com)
Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang didapatkan secara langsung di lapang dan data sekunder
adalah data–data pendukung lain yang sesuai dan valid berdasarkan wawancara
terhadap dinas terkait, observasi lapang, maupun data pendukung lain yang valid
dan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun alat dan bahan yang digunakan
selama penelitian berlangsung tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Alat
Alat Tulis
Alat Perekam Suara (Voice Recorder)
Kamera Digital
Software Ms Office 2007
Software Ms Excel 2007
Software Adobe Photoshop
Bahan
Peta Kota Jakarta
RTRW Kota Jakarta
Bahan Pustaka

Kegunaan
Pengumpulan data wawancara
Pengumpulan data wawancara
Pengambilan gambar di tapak
Mengolah data
Mengolah data
Mengolah data
Kegunaan
Mengetahui kondisi aktual Kota Jakarta
Mengetahui rencana pengembangan kota
Studi literatur

12
Batasan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi evaluasi terhadap penerapan konsep Kota
Hijau di Kota Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mendukung penerapan
konsep Kota Hijau di Kota Jakarta dan mengetahui sejauh mana Kota Jakarta
melakukan penerapan dan kebijakan kota berbasis konsep Kota Hijau. Penelitian
ini dibatasi pada;
a. lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Kota Jakarta, Provinsi DKI
Jakarta, tidak termasuk Kabupaten Kepulauan Seribu;
b. pengamatan terhadap kondisi aktual Kota Jakarta saat ini. Aspek yang
diamati berdasarkan delapan indikator Kota Hijau yaitu; green planning
and design, green open space, green building, green waste, green
transportation, green water, green energy, dan green community; dan
c. analisis dilakukan dengan menggunakan gap analysis. Analisis gap atau
gap analysis lebih menekankan pada perbandingan kondisi ideal Kota
Hijau terhadap kondisi aktual Kota Jakarta untuk menghasilkan evaluasi.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode
survei lapang mengenai penerapan indikator Kota Hijau di Kota Jakarta. Metode
survei lapang merupakan metode yang memusatkan pada survei langsung pada
tapak untuk mengetahui pencapaian penerapan indikator Kota Hijau di Kota
Jakarta. Tahapan penelitian yang dilakukan di mulai dari persiapan, inventarisasi,
analisis, dan evaluasi.
Persiapan
Persiapan penelitian merupakan tahap pertama yang dilakukan di dalam
pelaksanaan penelitian. Tahap yang dilakukan merupakan persiapan administrasi
dan perizinan terhadap dinas yang dituju di dalam melakukan penelitian.
Persiapan administrasi dilakukan adalah pembuatan surat izin penelitian yang
ditujukan kepada dinas terkait penanganan delapan indikator Kota Hijau di Kota
Jakarta.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data berupa data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh
peneliti pada lokasi penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang
dikumpulkan dari literatur yang membantu peneliti dalam mengolah data. Data
primer yang dikumpulkan merupakan data visual berupa dokumentasi eksisting
kondisi tapak dan wawancara terhadap pihak dinas terkait penerapan konsep
Kota Hijau di Kota Jakarta. Data sekunder merupakan data yang didapat dari
pihak dinas terkait penerapan delapan indikator Kota Hijau serta literatur
pendukung. Tabel jenis dan sumber data primer dan sekunder yang dikumpulkan
tersaji pada Tabel 2.

13

Tabel 2 Jenis dan sumber data
No

1

Kondisi
Umum
Kota
Jakarta

2

Indikator
Kota
Hijau

3

Aspek
Sosial

Data

Jenis Data

Sumber Data

Letak, luas, batas
tapak
Tata guna lahan
Iklim

Sekunder

RTRW dan BPS
Kota Jakarta

Cara Pengambilan

Studi Pustaka

BMKG

Visual

Primer dan
sekunder

Dokumentasi
Dokumentasi
Lapang dan pihak
Pribadi, Pihak Dinas
dinas

Green planning
and design
Green open space
Green building
Green waste
Green
transportation
Green water
Green energy
Green community

Primer dan
sekunder

Survei, dokumentasi
pribadi, dan
Pihak Dinas Kota
Jakarta

Survei
lapang,wawancara
dinas terkait

BPLHD dan Dinas
Kota Jakarta

Wawancara dinas
terkait

Sekunder

Analisis
Analisis dilakukan untuk mengolah data hasil pengamatan selama penelitian
yang berasal dari studi lapang dan studi pustaka. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis gap untuk mengetahui karakteristik dan kriteria pencapaian
kondisi ideal kota hijau dengan aspek legal Kota Jakarta, serta membandingkan
dan mengukur kriteria pencapaian kinerja aktual Kota Jakarta dalam menuju
konsep ideal kota hijau. Rincian variabel yang dikumpulkan dan di analisis tersaji
pada Tabel 3.
Tabel 3 Indikator dan variabel Kota Hijau
No

Indikator
Kota Hijau

Green
1 Planning and
design

Unit

Jenis data

a. Program penerapan
Green Planning
and Design
b. Compact City
a. Spasial
c. Mixed Used
b. Deskriptif
Development
d. Kawasan Pejalan
Kaki
e. TOD

Analisis

Sumber

Mengetahui
penerapan
a. Bappeda
konsep Green b. Dinas Tata
Planning and
Kota DKI
Design di
Jakarta
Kota Jakarta

14

Lanjutan Tabel 3 Indikator dan variabel Kota Hijau
No

Indikator
Kota Hijau

Variabel

2

a. Program
penerapan Green
Open Space
b. Taman Kota
Green Open c. Taman
Space
Lingkungan
d. Hutan Kota
e. Jalur Hijau
f. Pertanian
Perkotaan

3

a. Program
penerapan Green
Building

4

5

6

Green
Building

a. Program
penerapan Green
Waste
b. Sistem
pengelolaan
sampah
terintegrasi
c. Penerapan konsep
3R
Green Waste
d. Bank Sampah
e. Pengolahan
limbah rumah
tangga dengan
fitoremediasi
f. Pengolahan
sampah akhir
pada TPA
a. Program
penerapan Green
Transportation
b. Penerapan jalur
pejalan kaki
Green
Transporta- c. Penerapan jalur
sepeda
tion
d. Penerapan
angkutan umum
massal
e. Ride sharing
a. Program
penerapan Green
Water
b. Penerapan konsep
Green Water
Biopori
c. Pengelolaan air
hujan dengan
konsep LID

Jenis Data

Analisis

Sumber

a. Spasial
b. Deskriptif
c. Kuantitatif

a. Dinas
Mengetahui
Pertamanan dan
penerapan
Pemakaman
konsep Green
Kota Jakarta
Open Space di
b. BPLHD Kota
Kota Jakarta
Jakarta

a. Deskriptif
b. Kuantitatif

Mengetahui
penerapan
konsep Green
Building di
Kota Jakarta

a. Spasial
b. Deskriptif
c. Kuantitatif

Mengetahui
a. Dinas
penerapan
Kebersihan
konsep Green
Kota Jakarta
Waste di Kota b. BPLHD Kota
Jakarta
Jakarta

Mengetahui
penerapan
a. Spasial
b. Deskriptif konsep Green
c. Kuantitatif Transportation
di Kota Jakarta

a. Spasial
b. Deskriptif
c. Kuantitatif

Mengetahui
penerapan
konsep Green
Water di Kota
Jakarta

a. Dinas
Perumahan dan
Bangunan Kota
Jakarta
b. GBC Indonesia

Dinas
Perhubungan
Kota Jakarta

Dinas Pekerjaan
Umum Kota
Jakarta

15
Lanjutan Tabel 3 Indikator dan variabel Kota Hijau
No

7

8

Indikator
Kota Hijau

Unit

a. Program
penerapan Green
Energy
b. Pemanfaatan
tenaga angin
c. Pemanfaatan
tenaga matahari
Green Energy
d. Pemanfaatan
tenaga air
e. Pemanfaatan
energi tumbuhan
f. Pemanfaatan
energi sampah
a. Penerapan
program Green
Community
Green
b. Partisipasi
Community
masyarakat
c. Pembentukan
komunitas warga

Jenis data

Analisis

Mengetahui
penerapan
a. Deskriptif
konsep Green
b. Kuantitatif
Energy di Kota
Jakarta

Deskriptif

Mengetahui
penerapan
konsep Green
Community di
Kota Jakarta

Sumber

Dinas
Perindustrian
dan Energi
Kota Jakarta

a. NGO Kota
Jakarta
b. BPLHD Kota
Jakarta

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan untuk mengetahui nilai pencapaian Kota
Jakarta dalam upaya perwujudan konsep kota hijau berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan. Dalam pengukuran penilaian evaluasi, dilakukan penyusunan
kriteria penilaian dengan teknik pembobotan nilai atau skoring. Teknik
pembobotan nilai atau skoring dilakukan berdasarkan jenis data yang didapat
selama penelitian. Terdapat dua kriteria dari jenis data yang didapatkan, yaitu
data yang belum diterapkan dan sudah diterapkan, baik dalam bentuk rencana
maupun implementasi. Kriteria skoring untuk mengetahui pencapaian bentuk
penerapan pada kota selanjutnya dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria skoring untuk mengetahui pencapaian bentuk penerapan pada
kota
Deskripsi
Belum ada rencana dalam bentuk undang-undang maupun peraturan lain dan
belum ada penerapan di lapang
Sudah ada rencana dalam bentuk undang-undang maupun peraturan lain,
belum diterapkan di lapang atau sudah ada penerapan tetapi belum ada
rencana dalam bentuk undang-udang maupun peraturan lain
Sudah ada rencana dalam bentuk undang-undang maupun peraturan lain,
sudah diterapkan di lapang, belum mampu mengatasi permasalahan kota
Sudah ada rencana dalam bentuk undang-undang maupun peraturan lain,
sudah diterapkan di lapang, belum/sudah mampu menanggulangi masalah
kota sebesar 50 %
Sudah ada rencana dalam bentuk undang-undang maupun peraturan lain,
sudah diterapkan di lapang, sudah mampu menanggulangi permasalahan kota

Skor
0
1
2
3
4

16
Penilaian pencapaian program pada suatu indikator dibutuhkan batasan
penilaian untuk mengetahui nilai implementasi atau pelaksanaan program Kota
Hijau di Kota Jakarta. Nilai pelaksanaan program berada pada rentang 0, 1, 2, 3,
hingga 4. Batasan penilaian program yang dibuat berdasarkan Program
Pengembangan Kota Hijau di Indonesia (2012) serta literatur pendukung lain
yang disesuaikan dengan kondisi fisik Kota Jakarta dan literatur konsep ideal
Kota Hijau. Batasan penilaian penerapan konsep Kota Hijau di Kota Jakarta
tersaji pada Tabel 5 hingga Tabel 12.
Tabel 5 Batasan penilaian penerapan konsep Green Planning and Design
Program

Skor
0

1

2

3

a. Ada rencana
pengembangan
a. Tidak ada
a. Ada rencana
compact city yang
rencana
pengembang
tertera pada RTRW
pengembangan
an compact
b. Ada rencana rinci
compact city
city yang
pengembangan
dalam bentuk
tertera pada
compact city yang
RTRW
RTRW/Perda/
tertera dalam
b. Belum ada
Pergub
Perda/ Pergub
rencana rinci
b. atau Ada
pengembang c. Sudah ada
rencana rinci
penerapan 1
an compact
Compact
pengembangan
aplikasi compact
city yang
City
compact city
city, contoh: arahan
tertera
yang tertera
bangunan vertikal
dalam
dalam Perda/
d. Persyaratan konsep
Perda/
Pergub tetapi
compact city belum
Pergub
belum tertera
terpenuhi
c. Belum ada
pada RTRW
e. Belum memenuhi
c. Belum ada
penerapan
fungsi
penerapan
pengembang
pengurangan
konsep
an compact
perluasan urban
compact city
city
sprawl

a. Ada rencana
pengembangan
compact city yang
tertera pada RTRW
b. Ada rencana rinci
pengembangan
compact city yang
tertera dalam
Perda/ Pergub
c. Sudah ada
penerapan 2
aplikasi compact
city, contoh: arahan
bangunan vertikal,
area terbuka hijau
belum terpenuhi
d. Persyaratan konsep
compact city belum
terpenuhi
e. Belum memenuhi
fungsi pengurangan
perluasan urban
sprawl

a. Ada rencana
pengembangan
mixed used yang
tertera pada RTRW
b. dan/atau ada
rencana rinci
pengembangan
mixed used yang
tertera dalam
Perda/ Pergub
c. Sudah ada
penerapan konsep
mixed used:
memiliki min 2
fungsi properti
pada suatu
kawasan
d. Belum memenuhi
syarat RTH
e. Integrasi tidak
langsung dengan
transportasi umum
f. Persyaratan konsep
mixed used belum
terpenuhi
g. Belum memenuhi
fungsi
pengurangan
perluasan urban
sprawl

a. Ada rencana
pengembangan
mixed used yang
tertera pada RTRW
b. dan/atau ada
rencana rinci
pengembangan
mixed used yang
tertera dalam
Perda/ Pergub
c. Sudah ada
penerapan konsep
mixed used:
memiliki min 2
fungsi properti
d. Syarat RTH
terpenuhi setengah
dari jumlah standar
e. integrasi langsung
transportasi umum
f. Persyaratan konsep
mixed used belum
terpenuhi
g. Belum memenuhi
fungsi
pengurangan
perluasan urban
sprawl

Mixed
Used
Development

a. Tidak ada
a. Ada rencana
rencana
pengembang
pengembangan
an mixed
mixed used
used yang
dalam bentuk
tertera pada
RTRW/Perda/
RTRW
Pergub
b. Belum ada
b. atau Ada
rencana rinci
rencana rinci
pengembang
pengembangan
an mixed
mixed used
used yang
yang tertera
tertera
dalam Perda/
dalam
Pergub tetapi
Perda/
belum tertera
Pergub
pada RTRW
c. Belum ada
c. Belum ada
penerapan
penerapan
pengembang
konsep mixed
an mixed
used
used

4
a. Ada rencana
pengembangan
compact city yang
tertera pada
RTRW
b. Ada rencana rinci
pengembangan
compact city yang
tertera dalam
Perda/ Pergub
c. Sudah ada
penerapan compact
city >2 aplikasi,
contoh: arahan
bangunan vertikal,
area terbuka hijau
terpenuhi, dan
integrasi
transportasi
d. Persyaratan konsep
compact city
terpenuhi
e. sudah mengurangi
permasalahan
urban sprawl

a. Ada rencana
pengembangan
mixed used yang
tertera pada
RTRW
b. Ada rencana rinci
pengembangan
mixed used yang
tertera dalam
Perda/ Pergub
c. Sudah ada
penerapan konsep
mixed used:
memiliki min 2
fungsi properti
d. RTH memenuhi
standar
e. integrasi langsung
transportasi umum
f. Persyaratan
konsep mixed used
terpenuhi
g. Memenuhi fungsi
pengurangan
perluasa