Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Bekasi

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA BEKASI

DAMARIA WIDASARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan
Konsep Kota Hijau di Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Damaria Widasari
NIM A44090057

ABSTRAK
DAMARIA WIDASARI. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Bekasi.
Dibimbing oleh ALINDA F.M ZAIN.
Kota Bekasi termasuk salah satu kota besar di Indonesia. Secara umum,
permasalahan yang terdapat pada Kota Bekasi hampir sama dengan permasalahan
kota besar lainnya. Disatu sisi, urbanisasi sangat penting untuk pertumbuhan
ekonomi. Namun, disisi lain, urbanisasi mengakibatkan degradasi kualitas
lingkungan dan menimbulkan dampak negatif seperti banjir, kemacetan, area
kumuh, dan permasalahan infrastruktur kota. Penelitian ini mengenai evaluasi
penerapan konsep kota hijau di Kota Bekasi, dengan menggunakan metode Gap
Analysis. Metode Gap Analysisis digunakan untuk membandingkan antara kondisi
ideal kota hijau dengan kondisi aktual pada Kota Bekasi. Hasil akhir dari
penelitian ini adalah mengkaji penerapan konsep kota hijau di Kota Bekasi.
Kata kunci: gap analysis, kota hijau, perkotaan

ABSTRACT

DAMARIA WIDASARI. Evaluation of Implementation Green City Concept in
Bekasi City. Supervised by ALINDA F M ZAIN.
Bekasi is the one of big city in Indonesia. For general, the issues contained
in Bekasi is same as the other urban problems. Urbanization is important for the
economic growth of the city. However, urbanization makes degradation of
environmental quality followed by negative externalities, such as floods, traffic
jam, slum area, and the infrastructure problems. The study is about evaluation of
implementation green city concept in Bekasi city, which is use Gap Analysis
method. Gap Analysis method is compare between ideal conditions of green city
principle with actual conditions in Bekasi city. The output of the study is about
implementation study green city concept in Bekasi city.
Keywords: gap analysis, green city, urban

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA BEKASI

DAMARIA WIDASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Bekasi
Nama
: Damaria Widasari
NIM
: A44090057

Disetujui oleh

Dr Ir Alinda F M Zain, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
kota hijau, dengan judul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Bekasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Alinda F M Zain, MSi
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
pihak dinas Kota Bekasi yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2014
Damaria Widasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

4


Kawasan Perkotaan

4

Permasalahan Kota dan Lingkungannya

4

Kota Hijau

4

Atribut Kota Hijau

5

Gap Analysis

7


METODOLOGI

8

Waktu dan Lokasi Penelitian

8

Alat dan Bahan

8

Batasan Penelitian

9

Metode Penelitian

9


KONDISI UMUM

22

Sejarah Kota Bekasi

22

Letak, Luas, dan Batas Wilayah

22

Topografi

25

Hidrologi

25


Jenis Tanah

25

Iklim dan Curah Hujan

26

Kependudukan

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

27

Green Planning and Design

27


Green Open Space

38

Green Building

49

Green Waste Management

52

Green Transportation

59

Green Water

66

Green Energy

72

Green Community

76

Penerapan Indikator Kota Hijau di Kota Bekasi

81

PENUTUP

85

Simpulan

85

Saran

85

DAFTAR PUSTAKA

86

LAMPIRAN

88

RIWAYAT HIDUP

89

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Atribut kota hijau yang dikembangkan khusus di Indonesia
Alat dan bahan penelitian
Data yang dibutuhkan
Variabel kota hijau
Batasan skoring indikator green planning and design
Batasan skoring indikator green open space
Batasan skoring indikator green building
Batasan skoring indikator green waste management
Batasan skoring indikator green transportation
Batasan skoring indikator green water
Batasan skoring indikator green energy
Batasan skoring indikator green community
Wilayah administrasi Kota Bekasi
Pembagian sub pusat pelayanan Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green planning and design di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green open space di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green building di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green waste management di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green transportation di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green water di Kota Bekasi
Tingkatan kecepatan angin 10 m di atas permukaan tanah
Evaluasi bentuk penerapan green energy di Kota Bekasi
Evaluasi bentuk penerapan green community di Kota Bekasi

5
8
9
10
12
13
16
17
18
19
19
20
24
30
35
46
51
57
64
71
73
75
79

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka pikir penelitian
Delapan atribut kota hijau dan keterkaitannya
Peta lokasi penelitian
Peta wilayah administratif Kota Bekasi
Jumlah curah hujan dan hari hujan per bulan di Kota Bekasi
Prinsip pengembangan green planning & design
Peta rencana struktur ruang Kota Bekasi
Pola ruang Kota Bekasi
Rencana pengembangan sarana transportasi
Kondisi alun-alun Kota Bekasi
Tempat pemakaman umum Kota Bekasi
Jalur hijau Kota Bekasi
Alokasi RTH Kota Bekasi
Skema manajemen pengolahan sampah
Piramida green transportation
Upaya pengelolaan lingkungan hidup di Kota Bekasi

3
6
8
23
26
28
32
34
37
42
43
44
45
53
60
78

DAFTAR LAMPIRAN
1 Volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Bekasi pertahun
2 Data angkutan umum bidang angkutan tahun 2010

88
88

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada umumnya, kota-kota besar di Indonesia sedang mengalami
pertumbuhan pembangunan. Pertumbuhan tersebut ada yang berdampak positif
dan ada juga yang berdampak negatif. Dampak positif dari pertumbuhan
pembangunan adalah meningkatnya pendapatan asli daerah, munculnya sentrasentra ekonomi, kesejahteraan masyarakat meningkat, serta indeks kualitas
pendidikan meningkat. Pada sisi lain pertumbuhan dan pembangunan juga
berdampak negatif diantaranya beban ekologis kota yang semakin berat seiring
dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan, kualitas lingkungan
perkotaan makin rendah, ruang terbuka hijau makin berkurang akibat
perkembangan kawasan perumahan dan kawasan industri.
Kota Bekasi termasuk salah satu kota besar yang sedang berkembang di
Indonesia dan termasuk kawasan kota satelit untuk daerah Jabodetabek.
Permasalahan yang terdapat pada Kota Bekasi hampir sama dengan permasalahan
kota besar lainnya, diantaranya meningkatnya jumlah penduduk akibat urbanisasi,
meningkatnya sampah di perkotaan, banjir, polusi, kemacetan lalu lintas,
fenomena pemanasan bumi, dan degradasi kualitas lingkungan. Selain menjadi
wilayah permukiman, Kota Bekasi juga berkembang sebagai kota
perdagangan,jasa, dan industri. Untuk menunjang perkembangannya, pemerintah
Kota Bekasi terus mengembangkan fasilitas-fasilitas yang mendukung aktifitas
masyarakat, seperti pasar tradisional dan modern, permukiman, tempat ibadah,
sarana pendidikan, dan kesehatan.
Sektor industri dan perdagangan merupakan sektor yang diunggulkan di
Kota Bekasi. Selain itu, banyak juga industri kecil yang berkembang dan telah
dapat membuka pasa internasional. Perdagangan ikan hias yang ada di Kota
Bekasi merupakan komoditi terbesar di Asia Tenggara yang kemudian diekspor
ke berbagai negara, seperti Australia, Belanda, dan Selandia Baru. Sektor industri
besar juga telah menetapkan Kota Bekasi sebagai kawasan perindustrian yang
dapat memberikan keuntungan bagi pengusaha lokal maupun internasional.
Berkembangnya industri di Kota Bekasi merupakan salah satu alasan karena
masih tersedianya cukup lahan untuk kegiatan industri dan letak Kota Bekasi yang
strategis. Selain itu, dalam visi Kota Bekasi ingin menjadi kota kreatif. Kota
kreatif yang dimaksud adalah kota yang berbasis pada ekonomi kreatif (industri
kreatif).
Pemerintah Kota Bekasi bekerja sama dengan pihak Kementrian PU dalam
mengembangkan kota hijau di Kota Bekasi. Dengan adanya program P2KH yang
direncanakan oleh Kementrian PU, diharapkan dapat membuat Kota Bekasi
berkembang lebih baik dan berkelanjutan. Penelitian ini pada dasarnya
menganalisis indikator kota hijau yang dapat diterapkan di Kota Bekasi dengan
menyesuaikan kondisi dari Kota Bekasi itu sendiri. Disamping itu juga dapat
memberikan pemahaman kepada masyarakat umum untuk menjaga dan
melestarikan kota agar tetap berkelanjutan.

2
Perumusan Masalah
Permasalahan pada Kota Bekasi umumnya hampir sama seperti kota-kota
besar lainnya, seperti meningkatnya urbanisasi dan kawasan permukiman, jumlah
RTH perkotaan menurun, belum tersedianya bangunan yang ramah lingkungan,
pengelolaan sampah belum menggunakan konsep zero waste, kemacetan dan
polusi, kualitas air tanah menurun, meningkatnya penggunaan energi fosil, serta
partisipasi masyarakat masih rendah. Permasalahan tersebut akan disesuaikan
dengan kedelapan indikator kota hijau kemudian dilakukan evaluasi penerapan
dari kedelapan indikator kota hijau di Kota Bekasi dengan menggunakan Gap
Analysis .

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. mengidentifikasi pengembangan dan penataan Kota Bekasi; dan
b. mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Bekasi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang dapat
menjadi bahan masukan bagi pihak pemerintah Kota Bekasi, masyarakat Kota
Bekasi, serta komunitas Kota Bekasi dalam mewujudkan konsep pengembangan
kota hijau. Dengan menerapkan konsep kota hijau diharapkan pengembangan dan
perbaikan kualitas lingkungan di Kota Bekasi menjadi lebih baik.

3
Kerangka Pikir Penelitian

Kota Bekasi

Masalah Perkotaan yang ada
di Kota Bekasi

Mening
katnya
urbanisasi,
permukiman,
dan
industri

Menurunnya
jumlah
RTH di
perkota
an

Belum
ada
penerapan
bangunan
yang
ramah
lingkun
gan

Mening
katnya
jumlah
sampah
di
perkotaan

Mening
katnya
jumlah
kendaraan
pribadi,
kemacetan,
dan
polusi

Menuru
nnya
kualitas
air
tanah
dan
banjir

Green
planning and
design

Green
open
space

Green
building

Green
waste
management

Green
transportation

Green
water

Mening
katnya
penggunaan
energi
fosil

Green
energy

Kurang
nya
kerjasama
antara
pemerin
tah dan
masyarakat
terhadap
lingkungan

Green
community

Gap Analysis
Evaluasi

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Perkotaan
Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang dicirikan oleh
batasan administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta didominasi
oleh kegiatan produktif bukan pertanian. Suatu kawasan disebut kota jika telah
memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawasan lainnya (Branch 1995). Sedangkan menurut
Inoguchi, Newman, dan Paoletto (2003), kota merupakan sebuah tempat yang
berfokus kepada pekerjaan, budaya, kreatifitas, politik, dan ekonomi, serta
didukung oleh fasilitas publik, seperti pelayanan kesehatan dan kesejahteraan,
objek rekreasi, pendidikan, perkantoran, dan partisipasi demokrasi yang dinikmati
oleh jutaan bahkan miliaran orang di perkotaan. Kawasan perkotaan merupakan
bentuk lanskap buatan manusia akibat aktifitas manusia mengelola kepentingan
hidup manusianya (Simonds 1983). Hal ini dapat dilihat dari adanya
pembangunan kawasan Central Business Distric (CBD), permukiman, serta
fasilitas rekreasi. Pembangunan yang diimbangi dengan penataan lingkungan yang
estetis akan dapat menperindah kawasan perkotaan sekaligus membentuk kota
yang bersih dan sehat.

Permasalahan Perkotaan dan Lingkungannya
Suatu perkotaan terdapat pusat permukiman penduduk dan berbagai macam
kegiatan ekonomi, budaya, dan pusat pemerintahan setempat. Perkembangan
kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka
berebut kesempatan untuk dapat memperoleh penghidupan di kota tersebut.
Perkembangan perkotaan juga dapat menimbulkan permasalahan, seperti
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, kemacetan lalu lintas, pencemaran
udara, krisis air bersih, banjir, serta kualitas lingkungan menurun.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan perkotaan
adalah mengembangkan RTH. Menurut Joga dan Ismaun (2011), RTH dapat
menjadi penyeimbang ekosistem kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi,
keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya. Selain itu pengembangan
RTH juga bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota,
kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat perkotaan.

Kota Hijau (Green City)
Kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan
keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta dimensi tata

5
kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap. Kota
hijau (green city) adalah kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam
segala aspek kehidupan dan penunjangnya bagi warganya, maupun unsur lainnya
baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan satwa liar, hingga tanah, air, dan udara.
Semuanya saling terkait sehingga memberikan fungsi-fungsi kenyamanan,
keamanan, dan keindahan (Departemen Arsitektur Lanskap Faperta IPB 2008).
Kota hijau merupakan suatu konsep dari upaya untuk meletarikan
lingkungan dengan cara mengembangkan sebagian lingkungan dari suatu kota
menjadi lahan-lahan hijau yang alami agar menciptakan kekompakan antara
kehidupan alami dari lingkungan dengan manusia yang tinggal didalamnya
(Ernawi 2012). Kota hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan
dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi,
mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan
lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan
perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Kota hijau ini perlu dibangun dengan menjaga dan
memupuk aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang
terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas
dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas
prasarana kota.

Atribut Kota Hijau
Menurut Kurokawa (2004), terdapat lima atribut yang dapat dijadikan
sebagai indikator kota hijau, diantaranya:
1. menciptakan suatu jejaring Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota/wilayah;
2. menghindari/mengendalikan urban sprawl (ekspansi penduduk kota beserta
aktivitasnya ke kawasan pinggiran yang mengakibatkan peralihan fungsi lahan
dari pertanian ke perkotaan);
3. pengembangan usaha untuk mengurangi sampah dan limbah serta
pengembangan proses daur ulang (reduce, reuse, recycle);
4. Pengembangan sumber energi alternatif, misalnya dengan menggunakan energi
biomas, matahari, angin, ombak;
5. Pengembangan sistem transportasi berkelanjutan, misalnya pembangunan
fasilitas pedestrian dan jalur sepeda.
Menurut Kementrian PU dalam bukunya Panduan Kota Hijau (2013),
terdapat delapan kota hijau yang khusus dikembangkan untuk Indonesia. Kedelapan atribut kota hijau tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Atribut kota hijau yang dikembangkan khusus di Indonesia
No
Atribut
Keterangan
Green Planning and
Perencanaan dan perancangan yang
1
Design
beradaptasi pada biofisik kawasan.
Peningkatan kuantitas dan kualitas RTH
2 Green Open Space
dengan target 30%.

6

Tabel 1 Atribut kota hijau yang dikembangkan di Indonesia (lanjutan)
3

Green Waste

4

Green Transportation

5

Green Water

6

Green Energy

7

Green Building

8

Green Community

Usaha untuk zero waste dengan melaksanakan
prinsip 3R yaitu mengurangi sampah/limbah,
mengembangkan proses daur ulang, dan
meningkatkan nilai tambah.
Pengembangan sistem transportasi yang
berkelanjutan.
Efisiensi pemanfaatan sumberdaya air.
Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan
ramah lingkungan.
Bangunan hemat energi.
Kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif
masyarakat dalam pengembangan atributatribut kota hijau.

Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum 2013

Gambar 2 Delapan atribut kota hijau dan keterkaitannya
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum 2013

Dengan pengembangan kedelapan atribut tersebut, maka kota di Indonesia
dapat menjadi kota yang berkelanjutan. Kedelapan atribut tersebut memang saling
berkaitan satu sama lain. Misalnya, air buangan yang dihasilkan sebagai limbah
dari rumah tangga atau dari suatu bangunan/gedung dapat diolah kembali menjadi
air bersih. Selain itu, penggunaan sumur resapan dapat membantu menjaga
ketersediaan air tanah yang nantinya air tersebut akan dapat digunakan oleh
masyarakat kota, sehingga terjadilah efisiensi pemanfaatan air. Demikian halnya
dengan sampah yang dihasilkan dari suatu kota. Sampah tersebut dapat didaur
ulang menjadi pupuk atau bentuk kerajinan yang dapat digunakan kembali oleh
masyarakat. Hal ini akan membangkitkan kota yang kreatif, melalui pengunaan

7
ulang (reuse) dan daur ulang sampah (recycle). Kemudian sampah yang tidak
dapat didaur ulang diolah di TPA dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) untuk memenuhi
kebutuhan energi suatu kawasan/kota maupun gedung. Selain energi sampah,
masih banyak energi alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, seperti
energi matahari, angin, air, dan tumbuhan. Energi matahari dapat dimanfaatkan
sebagai penerangan pada lampu PJU di jalan-jalan kota serta energi air dan angin
dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Pengembangan ruang terbuka hijau pada suatu kawasan/kota, salah satunya
akan memberikan dampak yang positif terhadap kondisi iklim mikro
kawasan/kota tersebut. Artinya semakin banyak ruang terbuka hijau, maka kondisi
iklim mikro kawasan kota akan semakin sejuk. Dengan demikian penggunaan AC
(air conditioner) pada bangunan gedung dapat diminimalkan yang tentunya akan
menciptakan efisiensi energi. Juga kaitannya dengan pengembangan sistem
transportasi hijau yang berprinsip pada efisiensi penggunaan bahan bakar, ramah
lingkungan, dan berorientasi pada manusia (pengembangan jalur pejalan kaki,
jalur sepeda, dan angkutan umum massal), memberikan dampak terhadap
penghematan energi dan lingkungan udara yang bebas polusi.
Enam atribut tersebut (green open space, green transportation, green
building, green energy, green water, dan green waste) merupakan komponen
yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya dan merupakan bagian yang harus
terintegrasi dalam perencanaan dan perancangan suatu kota (green planning and
design). Cita-cita kota hijau ini akan terwujud jika adanya kepekaan dan
kepedulian yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat kota dalam mewujudkan
kota hijau (green community).

Gap Analysis
Secara harfiah “gap” merupakan identifikasi adanya suatu perbedaan
(disparity) antara satu hal dengan hal lainnya. Suatu konsep dan organisasi pada
dasarnya diperlukan dalam mengembangkan prinsip utama metode Gap analysis
(Jennings, 1999). Gap analysis umumnya digunakan oleh pemerintah untuk
mengevaluasi kinerja dari instansi pemerintahan, khususnya dalam upaya
penyediaan pelayanan bagi masyarakat. Hasil analisis tersebut dapat menjadi
input yang berguna bagi perencanaan dan penentuan anggaran di masa yang akan
datang. Namun dalam penelitian ini, gap analysis digunakan untuk
mengidentifikasi kesenjangan antara kondisi ideal kota hijau dengan kondisi
aktual suatu perkotaan. Selain itu Gap analysis juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam merencanakan dan mengembangkan
sarana dan fasilitas kota untuk menuju pengembangan kota hijau di suatu
perkotaan. Gap analysis bermanfaat untuk menilai seberapa besar kesenjangan
antara kondisi aktual suatu perkotaan dengan kondisi ideal kota hijau, dapat
mengetahui permasalahan utama pada suatu perkotaan terkait dengan indikator
kota hijau, dan mencari solusi yang diperlukan untuk menutupi kesenjangan
tersebut.

8

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di Kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat dengan
mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Bekasi. Waktu penelitian di
lapang dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan Maret 2013, sedangakan untuk
pengolahan data dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian
Sumber: RTRW Kota Bekasi 2011-2031

Alat dan Bahan
Penelitian konsep kota hijau ini menggunakan peralatan baik berupa
perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Sedangkan
bahan yang digunakan mencakup data primer dan sekunder. Berikut adalah alat
dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yang meliputi:
Tabel 2 Alat dan bahan penelitian
Alat
Kegunaan
Kamera
Pengambilan gambar
Bahan
Kegunaan
Panduan pengambilan dan pengolahan
Peta Kota Bekasi
data
RTRW Kota Bekasi
Analisis perkembangan kota
Bahan Pustaka
Studi literatur

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan
dengan perencanaan kota hijau kota yang bersumber dari Badan Perencana dan
Pembangunan Daerah Kota Bekasi, Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota

9
Bekasi 2011-2031, survey lapang, dan data sekunder yang bersumber dari buku
dan media lainnya. Berikut ini jenis data yang digunakan :
Tabel 3 Data yang dibutuhkan
Jenis Data

Aspek fisik

Letak, luas,
batas kota
Tanah
Topografi
Hidrologi

Bentuk
data

Sumber

Cara
Pengambilan

Sekunder

Profil Kota Bekasi

Studi pustaka

Sekunder
Sekunder
Sekunder

Profil Kota Bekasi
Profil Kota Bekasi
Profil Kota Bekasi
Profil Kota Bekasi
dan BMKG

Studi pustaka
Studi pustaka
Studi pustaka

Iklim

Sekunder

Studi pustaka

Aspek sosial

Jumlah
penduduk

Sekunder

Profil Kota Bekasi

Studi pustaka

Aspek
indikator
kota hijau

Indikator
kota hijau

Primer dan
sekunder

Survey dan dinas
terkait

Pengamatan
dan studi
pustaka

Batasan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi penerapan kota hijau di Kota Bekasi. Batasan
penelitian ini adalah mengetahui kondisi aktual Kota Bekasi dalam menerapkan
konsep kota hijau berdasarkan kedelapan indikator kota hijau dan mengevaluasi
implementasi konsep kota hijau di Kota Bekasi dengan menggunakan Gap
Analysis.

Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan metode yang
memusatkan pada survey lapang. Metode tersebut dilakukan untuk mengetahui
seperti apa penerapan dari kedelapan indikator kota hijau yang sudah dilakukan di
Kota Bekasi. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam empat tahap. Tahapan
penelitian dimulai dari kegiatan:
a. Persiapan penelitian
Pada tahap ini dilakukan dengan membuat usulan penelitian, perumusan
masalah, penetapan tujuan penelitian, dan perijinan kepada pihak terkait.
Tahapan persiapan menghasilkan proposal penelitian.
b. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahapan awal dari pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer

10
dilakukan dengan survey lapang dan wawancara pihak terkait, sedangkan untuk
data sekunder dilakukan dengan studi pustaka. Berikut adalah data-data yang
dibutuhkan terkait dengan indikator kota hijau.

No
1

Indikator
Green
planning
and design

2

Green open
space

3

Green
building

4

Green
waste
management

5

6

7

8

Green
transportation

Green
water

Green
energy

Green
community

Tabel 4 Variabel kota hijau
Variabel
Unit
Sumber
RTRW RDTR,
Dinas tata
dan Masterplan
kota
Kota Bekasi
Bekasi
Jumlah RTH
Luas (m2)
Dinas
pertamana
Baik,
n Kota
Kualitas RTH
sedang,
Bekasi
dan buruk
Dinas
bangunan
Jumlah
Buah
Kota
bangunan hijau
Bekasi
Volume
m3
Dinas
sampah
Kebersiha
Sistem
n Kota
pengelolaan
Bekasi
sampah
Jenis angkutan
umum

Buah

Infrastruktur
jalur pejalan
kaki dan sepeda

Buah

Metode
pengolahan air

Jenis

Jumlah
penggunaan
energi

Buah

Sumber energi
yang digunakan

Jenis

Jumlah
komunitas hijau
dan kegiatan
yang dilakukan

Buah

Dinas
perhubung
an Kota
Bekasi
BPLH
Kota
Bekasi
BPLH
Kota
Bekasi

BPLH
Kota
Bekasi

Evaluasi
Mengetahui
penataan ruang
Kota Bekasi
Mengetahui
luas dan
kondisi RTH
di Kota Bekasi
Mengetahui
jumlah
bangunan hijau
di Kota Bekasi
Mengetahui
volume
sampah dan
sistem
pengelolaan
sampah
Mengetahui
kondisi
transportasi
umum serta
infrastruktur
yang ada
Mengetahui
sistem
pengelolaan air
Mengetahui
jumlah dan
jenis energi
alternatif yang
digunakan di
Kota Bekasi
Mengetahui
jumlah
komunitas
hijau dan
kegiatan yang
dilakukan

11
c. Analisis
Tahapan analisis dimulai dari merumuskan konsep ideal kota hijau melalui
desk study dengan pendekatan delapan indikator kota hijau. Kemudian,
melakukan analisis potensi dan kendala pada setiap indikator menggunakan
Gap Analysis secara desktiptif. Gap Analysis dilakukan untuk membandingkan
kondisi aktual pada Kota Bekasi terhadap kondisi ideal kota hijau. Selain itu
untuk mengetahui implementasi kota hijau yang sudah dicapai Kota Bekasi.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu evaluasi terhadap
kondisi penerapan konsep kota hijau di Kota Bekasi. Pada tahap ini dilakukan
penilaian atau skoring untuk mengetahui pencapaian penerapan tiap indikator
kota hijau. Skoring dilakukan dengan memberi skor 0 hingga skor 4 pada
setiap model penerapan dari kedelapan indikator kota hijau dan mengacu pada
batasan penilaian setiap indikator (Tabel 5 – 12). Setelah dilakukan skoring
untuk mengetahui pencapaian bentuk penerapan di Kota Bekasi, maka tahap
selanjutnya adalah menetukan nilai penerapan dari setiap indikator dengan
rumusan:
Nilai penerapan total (Xt) = x1+x2+...+xn
Dimana:

Xt = persentase total bentuk penerapan setiap indikator
x1= persentase bentuk penerapan indikator 1
xn = persentase bentuk penerapan indikator ke-n

Selanjutnya, dilakukan perhitungan nilai maksimal dari setiap indikator
serta menghitung persentase dari penerapan setiap indikator dengan rumusan
sebagai berikut:
Nilai maksimal (Xmax) = jumlah model penerapan x poin skoring maksimal
% bentuk penerapan =

nilai penerapan total (Xt)
x 100%
nilai maksimal (Xmax)

Setelah dilakukan skoring, maka dapat diketahui indikator kota hijau yang
sudah diterapkan dengan baik dan yang belum diterapkan dengan baik di Kota
Bekasi. Sehingga dapat diketahui perlakuan atau rencana yang akan dilakukan
untuk menciptakan kota hijau yang ideal di Kota Bekasi. Berikut adalah batasanbatasan pada setiap indikator yang dapat menjadi acuan untuk menentukan skor
dari setiap model penerapan.

12
Tabel 5 Batasan skoring indikator green planning and design
Bentuk
Compact city

0
a. Tidak ada
rencana
untuk
pengembang
an kota
dengan
menggunaka
n compact
city dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Mixed use
development

a.

1
a. Sudah ada
arahan untuk
pengembang
an compact
city namun
belum tertera
dalam
RTRW
b. Sudah ada
penerapan
pada
beberapa
komponen
pembentuk
compact city
(bangunan
vertikal,
penentuan
KDH)
namun
belum
membentuk
kawasan

a. Tidak ada
a.
rencana untuk
pengembanga
n kota dengan
menggunakan
kawasan
pejalan kaki
dan tidak
tertera dalam
RTRW
b.
b. Tidak ada
penerapan

Sudah ada
arahan untuk
pengembanga
n kawasan
pejalan kaki
dan belum
tertera dalam
RTRW
Tidak ada
penerapan

3
Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
compact city
yang tertera
dalam RTRW

4
a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
compact city yang
tertera dalam
RTRW

b.

Sudah ada
penerapan pada
beberapa
komponen
pembentuk
compact city
(bangunan
vertikal,
penentuan
KDH) dan
sudah
membentuk
kawasan

b. Sudah ada
penerapan yang
membentuk
compact city serta
dapat mengatasi
masalah
perkotaan terkait
urban sprawl

Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
mixed use
development
yang tertera
dalam RTRW

a.

Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
mixed use
development
yang tertera
dalam RTRW

a.

Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
mixed use
development yang
tertera dalam
RTRW

Sudah ada usaha
pengembangan
produk properti
(perkantoran,
hotel, tempat
tinggal)

b.

Sudah ada
b.
usaha
pengembangan
produk properti
(perkantoran,
hotel, tempat
tinggal) dan
pengembangan
jalur pejalan
kaki di
sekitarnya

Sudah ada usaha
pengembangan
produk properti
(perkantoran,
hotel, tempat
tinggal) dan
pengembangan
jalur pejalan kaki
di sekitarnya serta
terintegrasi
dengan jaringan
transportasi
umum

b. Sudah ada
penerapan pada
beberapa
komponen
pembentuk
compact city
(bangunan
vertikal,
penentuan KDH)
namun belum
membentuk
kawasan

Tidak ada
a. Sudah ada
a.
rencana
arahan untuk
untuk
pengembang
pengembanga
an mixed use
n kota
development
dengan
namun
menggunaka
belum tertera
n mixed use
dalam
development
RTRW
b.
dan tidak
tertera dalam b. Tidak ada
RTRW
penerapan

b. Tidak ada
penerapan

Kawasan
pejalan kaki

Skoring
2
a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
compact city
yang tertera
dalam RTRW

a.

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
kawasan pejalan
kaki yang
tertera dalam
RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
kawasan
pejalan kaki
yang tertera
dalam RTRW

b. Sudah ada jalur
pejalan kaki
tanpa disertai
dengan fasilitas
pendukung
yang memadai

b. Terdapat di
pusat kota
dengan
kegiatan
intensitas
tinggi
c. Tersedia
fasilitas
pendukung
untuk pejalan
kaki

a. Sudah ada rencana
untuk
pengembangan
kawasan pejalan
kaki yang tertera
dalam RTRW
b. Terdapat di pusat
kota dengan
kegiatan intensitas
tinggi
c. Sudah membentuk
kawasan yang
terintegrasi dengan
tempat lain, serta
tersedianya fasilitas
pendukung untuk
pejalan kaki

13
Tabel 5 Batasan skoring indikator green planning and design (lanjutan)
Transit
a.
Oriented
Development
(TOD)

Tidak ada
a. Sudah ada
rencana untuk
arahan untuk
pengembanga
pengembang
n kota dengan
an TOD dan
menggunakan
belum tertera
TOD dan
dalam
tidak tertera
RTRW
dalam RTRW
b. Tidak ada
b. Tidak ada
penerapan
penerapan

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
TOD yang tertera
dalam RTRW
b. Pengembangan
sebatas pada
pemanfaatan
angkutan massal
perkotaan

a.

Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
TOD yang
tertera dalam
RTRW

a.

Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
TOD yang
tertera dalam
RTRW

b.

Sudah ada
penggunaan
angkutan
massal dan
pejalan kaki
serta sepeda,
namun belum
terintegrasi
seluruhnya

b. Memaksimalkan
penggunaan
angkutan massal
(BRT, MRT,
angkutan kota)
serta dilengkapi
dengan jaringan
pejalan kaki dan
sepeda yang
saling terintegrasi
c. Jaringan
angkutan massal
menghubungkan
tempat-tempat
fungsional

Tabel 6 Batasan skoring indikator green open space
Bentuk
Taman
lingkungan

0
a. Tidak ada
rencana untuk
pengembanga
n kota dengan
implementasi
taman
lingkungan
dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

1
a. Sudah ada
arahan untuk
pengembangan
taman
lingkungan
namun belum
tertera dalam
RTRW
b. Sudah ada
penerapan,
namun belum
memenuhi
standar yang
baik

Skoring
2
a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
taman
lingkungan
yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah ada
penerapan,
namun ukuran
taman
lingkungan
belum
memenuhi
standar minimal
250 m2
c. Hanya memiliki
satu fungsi
RTH yaitu
sebagai sarana
sosial budaya
(interaksi
sosial)

Taman kota

a. Tidak ada
a. Sudah ada arahan
a. Sudah ada
rencana untuk
untuk
rencana untuk
pengembanga
pengembangan
pengembangan
n kota dengan
taman kota,
taman kota
implementasi
namun belum
yang tertera
taman kota
tertera dalam
dalam RTRW
dan tidak
RTRW
tertera dalam
b. Sudah ada
RTRW
b. Sudah ada
penerapan dan
penerapan terhadap
ukuran taman
b. Tidak ada
taman kota, namun
kota belum
penerapan
belum memenuhi
memenuhi
standar yang baik
standar, yaitu
kurang dari

3
a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
taman
lingkungan
yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah ada
penerapan dan
ukuran taman
lingkungan
sudah
memenuhi
standar minimal
250 m2
c. Hanya memiliki
satu fungsi
RTH yaitu
sebagai sarana
sosial budaya
(interaksi
sosial)

4
a. Sudah ada rencana
untuk
pengembanagn
taman lingkungan
yang tertera dalam
RTRW
b. Sudah ada
penerapan dan
ukuran taman
lingkungan sudah
memenuhi standar
minimal 250 m2
c. Memiliki lebih
dari satu fungsi
RTH (ekologis,
estetika,
planologis,
ekonomi, dan
sosial budaya)
d. Lokasi sudah
menyebar dengan
baik di sekitar
perumahan

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
taman kota
yang tertera
dalam RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
taman kota yang
tertera dalam
RTRW

b. Sudah ada
penerapan dan
ukuran taman
kota sudah
memenuhi
standar sekitar
9000 m2 –

b. Sudah ada
penerapan dan
ukuran taman
kota sudah
memenuhi
standar sekitar
9000 m2 – 24000

14

Tabel 6 Batasan skoring indikator green open space (lanjutan)
9000 m2
c. Lokasi belum
menyebar
dengan baik
dan tidak
berada di pusat
wilayah
pelayanan kota

Hutan kota

a. Tidak ada
rencana untuk
pengembangan
kota dengan
implementasi
hutan kota dan
tidak tertera
dalam RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Taman
Pemakaman
Umum
(TPU)

a. Tidak ada
rencana untuk
pengembangan
kota dengan
implementasi
TPU dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

a. Sudah ada arahan a. Sudah ada
untuk
rencana untuk
pengembangan
pengembangan
hutan kota,
hutan kota yang
namun belum
tertera dalam
tertera dalam
RTRW
RTRW
b. Sudah ada
b. Sudah ada
penerapan hutan
penerapan hutan
kota namun
kota, namun
fungsi dan luasan
fungsi dan luasan
dari taman kota
dari taman kota
belum memenuhi
belum memenuhi
standar
standar

a. Sudah ada arahan a. Sudah ada
untuk
rencana untuk
pengembangan
pengembangan
TPU, namun
TPU yang tertera
belum tertera
dala RTRW
dalam RTRW
b. Sudah ada
penerapan RTH
b. Sudah ada
TPU, namun
penerapan,
belum memenuhi
namun belum
standar yang
memenuhi
sesuai dan belum
standar yang
dikelola dengan
sesuai dan belum
baik oleh
dikelola dengan
pemerintah
baik oleh
pemerintah

24000 m2
c. Lokasi belum
menyebar
dengan baik
dan tidak
berada di pusat
wilayah
pelayanan kota

m2
c. Lokasi berada di
pusat wilayah
pelayanan kota
d. Memenuhi fungsi
taman kota
sebagai
penyumbang
RTH perkotaan

a.Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
hutan kota yang
tertera dalam
RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
hutan kota yang
tertera dalam
RTRW

b. Luasan sudah
memenuhi
standar yaitu 10%
dari luas kota

b. Luasan sudah
memenuhi
standar yaitu 10%
dari luas kota

c. Fungsi hutan kota
belum
dikembangkan
secara maksimal

c. Memiliki fungsi
yang maksimal
dari hutan kota,
seperti fungsi
ekologis
(penghasil
oksegen di
perkotaan,
peredam suara,
perbaikan iklim,
konservasi, dan
habitat satwa),
fungsi lanskap,
dan fungsi
estetika

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
TPU yang tertera
dalam RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
TPU yang tertera
dalam RTRW

b. Fungsi utama
TPU, seperti daya
tampung harus
terpenuhi dengan
baik, fungsi RTH
dikembangkan
dengan cara
pengurangan
penggunaan
beton pada desain
makam sehingga
akan
memaksimalkan
area hijau untuk
daerah resapan air

b. Fungsi utama
TPU, seperti daya
tampung harus
terpenuhi dengan
baik, fungsi RTH
dikembangkan
dengan cara
pengurangan
penggunaan
beton pada desain
makam sehingga
akan
memaksimalkan
area hijau untuk
daerah resapan air

c. Belum dikelola
dengan baik oleh
pihak pemerintah

c. Sudah dikelola
dengan baik oleh
pemerintah

15
Tabel 6 Batasan skoring indikator green open space (lanjutan)
Jalur hijau
(sungai dan
jalan)

Pertanian
perkotaan

a. Tidak ada
a. Sudah ada arahan a. Sudah ada
a. Sudah ada
rencana untuk
untuk
rencana untuk
rencana untuk
pengembangan
pengembangan
pengembangan
pengembangan
kota dengan
RTH jalur hijau,
RTH jalur hijau
RTH jalur hijau
implementasi
namun belum
yang tertera
yang tertera
RTH jalur hijau
tertera dalam
dalam RTRW
dalam RTRW
dan tidak
RTRW
tertera dalam
b. Keberadaan RTH b. Keberadaan RTH
RTRW
b. Sudah ada
jalur hijau belum
jalur hijau belum
penerapan
saling terhubung
saling terhubung
b. Tidak ada
terhadap RTH
satu sama lain
satu sama lain
penerapan
jalur hijau namun
(terputus)
(terputus)
belum memenuhi
standar yang baik c. Fungsi RTH jalur c. Memiliki fungsi
bagi RTH jalur
hijau yang ada
RTH, seperti
hijau
hanya sebatas
fungsi ekologis
pada fungsi
(menyerap
estetika, namun
polutan,
belum memenuhi
pembentuk iklim
fungsi ekkologis
mikro, dan
pembentuk RTH
utama di kawasan
tersebut) dan
fungsi estetika
(pengarah jalan,
kenyamanan
user)
a. Tidak ada
rencana untuk
pengembangan
kota dengan
implementasi
pertanian
perkotaan dan
tidak tertera
pada RTRW
b. Tidak ada
penerapan

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
RTH jalur hijau
yang tertera
dalam RTRW
b. Keberadaan RTH
jalur hijau sudah
menghubungkan
satu sama lain
(tidak terputus)
c. Memiliki fungsi
RTH, seperti
fungsi ekologis
(menyerap
polutan,
pembentuk iklim
mikro, dan
pembentuk RTH
utama di kawasan
tersebut) dan
fungsi estetika
(pengarah jalan,
kenyamanan
user)

a. Sudah ada arahan a. Sudah ada
untuk
rencana untuk
pengembangan
pengembangan
pertanian
pertanian
perkotaan, namun
perkotaan yang
belum tertera
tertera dalam
dalam RTRW
RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
pertanian
perkotaan yang
tertera dalam
RTRW

a. Sudah ada
rencana untuk
pengembangan
pertanian
perkotaan yang
tertera dalam
RTRW

b. Penerapan
pertanian
perkotaan baru
sebatas pada
pertanian
perkotaan berupa
persawahan

b. Penerapan
pertanian
perkotaan berupa
sawah maupun
kebun dengan
kegiatan
pertanian yang
produktif, namun
belum adanya
kerjasama yang
baik antara
pemerintah
dengan
masyarakat dalam
mengelola
pertanian
perkotaan

b. Penerapan
pertanian
perkotaan berupa
sawah maupun
kebun dengan
kegiatan
pertanian yang
produktif dan
sudah ada
kerjasama yang
baik antara
pemerintah
dengan
masyarakat dalam
mengelola
pertanian
perkotaan

b. Penerapan
pertanian
perkotaan berupa
sawah maupun
kebun

c. Adanya
pemanfaatan
lahan terbuka
pada area
terbangun untuk
dijadikan urban
farming seperti
kegiatan
berkebun organik

16
Tabel 7 Batasan skoring indikator green building
Bentuk
Penerapan
green
building

0
a. Tidak ada
rencana untuk
pengembangan
kota dengan
pembangunan
green building
dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

1
a. Sudah ada
arahan untuk
pembangunan
green building
namun belum
tertera dalam
RTRW
b. Sudah ada
penerapan,
namun belum
memenuhi
standar yang
baik dari green
building (baru
diterapkan pada
beberapa aspek
pembentuk
green building

Skoring
2
a. Sudah ada
rencana untuk
pembangunan
green building
yang tertera
dalam RTRW

3
a. Sudah ada
rencana untuk
pembanguann
green building
yang tertera
daalm RTRW

b. Sudah ada
b. Minimum luas
penerapan,
bangunan
namun belum
adalah 2 500
memenuhi
m2
standar yang baik
dari green
c. Fungsi gedung
building (baru
sesuai dengan
diterapkan pada
peruntukan
beberapa aspek
lahan
pembentuk green
berdasarkan
building)
RTRW
setempat
d. Diterapkan
pada bangunan
perkantoran
maupun
perumahan
e. Berorientasi
pada manusia
sebagai
pengguna
utama
bangunan
seperti harus
tahan gempa,
standar
keselamatan
bagi bahayabahaya, adanya
standarisasi
aksesibilitas
bagi
penyandang
cacat dan
berorientasi
pula bagi
lingkungan
untuk menjaga
kelestarian
lingkungan
sekitarnya
f. Belum
tersertifikasi
oleh Green
Building
Council
Indonesia
(GBCI)

4
a. Sudah ada rencana
untuk pembangunan
green building yang
tertera dalam
RTRW
b. Minimum luas
bangunan adalah 2
500 m2
c. Fungsi gedung
sesuai dengan
peruntukan lahan
berdasarkan RTRW
setempat
d. Diterapkan pada
bangunan
perkantoran
maupun perumahan
e. Berorientasi pada
manusia sebagai
pengguna utama
bangunan seperti
harus tahan gempa,
standar keselamatan
bagi bahayabahaya, adanya
standarisasi
aksesibilitas bagi
penyandang cacat
dan berorientasi
pada lingkungan
untuk menjaga
kelestarian
lingkungan
sekitarnya
f. Sudah tersertifikasi
oleh Green Building
Council Indonesia
(GBCI)

17
Tabel 8 Batasan skoring indikator green waste management
Bentuk
Penerapan
konsep 3R

0
a. Tidak ada
rencana untuk
penerapan 3R
dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Skoring
1
2
a. Sudah ada
a. Sudah ada rencana
arahan
penerapan 3R yang
menerapkan 3R
tertera dalam
namun belum
RTRW
tertera dalam
RTRW
b. Sudah ada
penerapan pada
b. Sudah ada
RT/TPS/TPA
penerapan pada
beberapa
rumah tangga
aja

Bank sampah a. Tidak ada
a. Sudah ada
rencana untuk
arahan
penerapan bank
menerapkan
sampah dan
bank sampah
tidak tertera
namun belum
dalam RTRW
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
b. Sudah terdapat
penerapan
pada sumber
sampah dan
belum
menyebar
Pengolahan a. Tidak ada
limbah cair
rencana untuk
rumah tangga
penerapan
pengolahan
limbah cair
rumah tangga
dan tidak
tertera dalam
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Pengolahan
sampah di
TPA
(sanitary
landfill)

a. Sudah ada
arahan
pengolahan
limbah cair
rumah tangga
namun belum
tertera dalam
RTRW
b. Sudah
dilakukan
dalam skala
rumah tangga
namun belum
dilakukan
menyebar pada
tiap rumah
tangga

a. Tidak ada
rencana untuk
pengolahan
sampah akhir
dengan
sanitary
landfill dan
tidak tertera
dalam RTRW

a. Sudah ada
arahan
pengolahan
sampah akhir
dengan
sanitary
landfill namun
belum tertera
dalam RTRW

b. Tidak ada
penerapan

b. Sudah
dilakukan
dengan
controlled
landfill

3
a. Sudah ada
rencana untuk
penerapan 3R
yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah
dilakukan pada
RT dan TPS

4
a. Sudah ada rencana
untuk penerapan 3R
yang tertera dalam
RTRW
b. Sudah dilakukan
secara mandiri oleh
masyarakat serta
terdapat juga
penerapan pada tiap
TPS dan TPA yang
ada

a. Sudah ada rencana a. Sudah ada
a. Sudah ada rencana
penerapan bank
rencana
penerapan bank
sampah yang tertera
penerapan bank
sampah yang tertera
dalam RTRW
sampah yang
dalam RTRW
b. Sudah terdapat di
tertera dalam
b. Sudah terdapat pada
setiap sumber sampah
RTRW
sumber sampah
(pasar dan industri)
(pasar atau
dan menyebar
b. Sudah terdapat
industri), namun
pada sumber
keberadaannya
sampah (pasar
belum menyebar
atau industri)

a. Sudah ada rencana
penerapan
pengolahan limbah
cair rumah tangga
yang tertera dalam
RTRW
b. Sudah dilakukan
secara komunal,
tetapi hanya
dilakukan beberapa
tempat saja

a. Sudah ada
rencana
penerapan
pengolahan
limbah cair
rumah tangga
yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah
dilakukan
dalam skala
rumah tangga
dan sudah
diterapkan pada
seluruh rumah
tangga

a. Sudah ada rencana a. Sudah ada
pengolahan sampah
rencana
akhir dengan
pengolahan
sanitary landfill
sampah akhir
yang tertera dalam
dengan
RTRW
sanitary
landfill yang
tertera dalam
b. Sudah dilakukan
RTRW
dengan konsep
sanitary landfill
dengan pemilahan
b. Sudah
sampah sebelum
dilakukan
penimbunan
dengan konsep
sanitary
landfill serta
terdapat
pengumpulan
air lindi

a. Sudah ada rencana
penerapan pengolahan
limbah cair rumah
angga yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah dilakukan
secara komunal dan
sudah diterapkan pada
setiap kawasan
permukiman

a. Sudah ada rencana
pengolahan sampah
akhir dengan sanitary
landfill yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah dilakukan
dengan konsep
sanitary landfill serta
terdapat pula kegiatan
pemilahan
pengumpulan air lindi
dan terdapat usaha
pengolahan

18
Tabel 9 Batasan skoring indikator green transportation
Bentuk
Jalur pejalan
kaki

0
a. Tidak ada
rencana
pengembangan
jalur pejalan
kaki yang
tertera pada
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Jalur sepeda

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
jalur sepeda
yang tertera
pada RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Angkutan
umum massal

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
angkutan
umum yang
tertera pada
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Skoring
1
2
3
a. Sudah ada
a. Sudah ada
a. Sudah ada
arahan
rencana
rencana jalur
pengembang
pengembangan
pejalan kaki yang
an jalur
jalur pejalan
tertera pada
pejalan kaki,
kaki yang
RTRW
namun belum
tertera pada
tertera pada
RTRW
b. Memiliki dimensi
RTRW
ideal
b. Memiliki
b. Tidak ada
dimensi jalur
c. Menghubungkan
penerapan
pejalan kaki
satu tempat
yang ideal
dengan tempat
lain
a. Sudah ada
a. Sudah ada
arahan
rencana
pengembang
pengembangan
an jalur
jalur sepeda
sepeda,
yang tertera
namun belum
pada RTRW
tertera pada
RTRW
b. Memiliki
dimensi jalur
b. Memiliki
sepeda yang
dimensi jalur
ideal
sepeda yang
ideal

a. Sudah ada
a. Sudah ada
arahan
rencana
pengembang
pengembangan
an angkutan
angkutan
umum,
umum yang
namun belum
tertera pada
tertera pada
RTRW
RTRW
b. Angkutan
umum belum
b. Tidak ada
saling
penerapan
terintegrasi
c. Belum ada
arahan
penggunaan
bahan bakar
alternatif

Car sharing

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
car sharing
yang tertera
pada RTRW
b. Tidak ada
penerapan

a. Tidak ada
a. Sudah ada
arahan
arahan
pengembang
pengembangan
an car
car sharing,
sharing,
namun belum
namun belum
tertera pada
tertera pada
RTRW
RTRW
b. Terdapat 1
b. Terdapat 1
penerapan car
penerapan
sharing (mis:
car sharing
lingkup
(mis: lingkup
instansi)
instansi)

a. Sudah ada
rencana
pengembangan
jalur sepeda yang
tertera pada
RTRW

4
a. Sudah ada rencana jalur
pejalan kaki yang tertera
pada RTRW
b. Memiliki dimensi ideal
c. Menghubungkan satu
tempat dengan tempat
lainnya
d. Penempatan site
furniture yang tepat

a. Sudah ada rencana
pengembangan jalur
sepeda yang tertera pada
RTRW
b. Memiliki dimensi ideal

b. Memiliki dimensi c. Jalur terpisah dengan
ideal
kendaraan bermotor
c. Jalur sepeda
terpisah dengan
kendaraan
bermotor

d. Terdapat fasilitas shelter
sepeda

a. Sudah ada
rencana
pengembangan
angkutan umum
yang tertera pada
RTRW

a. Sudah ada rencana
pengembangan
angkutan umum yang
tertera pada RTRW
b. angkutan umum saling
terintegrasi

b. Memiliki
integrasi antar
angkutan umum
(min. 2 jenis)

c. Memiliki integrasi
disetiap zona strategis
kota

c. Memiliki
integrasi zona
stategis kota

d. Penggunaan bahan
bakar alternatif pada
setiap angkutan umum

d. Penggunaan
bahan bakar
alternatif pada
(min. 2 jenis)
angkutan umum
a. Sudah ada
rencana
pengembangan
car sharing yang
tertera pada
RTRW
b. Terdapat 2
penerapan car
sharing

a. Sudah ada rencana
pengembangan car
sharing yang tertera
pada RTRW
b. Terdapat >2 penerapan
car sharing
c. Memiliki integrasi
dengan sistem angkutan
umum

19
Tabel 10 Batasan skoring indikator green water
Bentuk
Penerapan
biopori

Pengelolaan
air hujan
perkotaan
dengan
konsep LID

0
a. Tidak ada
rencana
pengembangan
biopori yang
tertera dalam
RTRW

1
a. Sudah ada
arahan
pengembangan
biopori, namun
belum tertera
dalam RTRW

b. Tidak ada
penerapan
pengembangan
biopori

b. Sudah ada
penerapan
pengembangan
biopori pada 1
kawasan
(rumah
tangga/CBD/
industri)

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
konsep LID
yang tertera
dalam RTRW

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
konsep LID
yang tertera
dalam RTRW

b. Tidak ada
penerapan

b. Sudah ada
penerapan
konsep LID
pada
situ/waduk/bad
an air

Skoring
2
a. Sudah ada rencana
pengembangan
biopori yang tertera
dalam RTRW
b. Sudah ada
penerapan
pengembangan
biopori pada 1
kawasan (rumah
tangga/CBD/
industri)

a. Sudah ada rencana
pengembangan
konsep LID yang
tertera pada RTRW
b. Sudah ada
penerapan konsep
LID pada
situ/waduk/badan
air dengan
menggunakan
konsep filtration
atau penggunaan
permeable paving
untuk membantu
penyerapan air

3
a. Sudah ada
rencana
pengembangan
biopori yang
tertera pada
RTRW

4
a. Sudah ada
rencana
pengembangan
biopori yang
tertera pada
RTRW

b. Sudah ada
penerapan
pengembangan
biopori pada 2
kawasan
(rumah tangga
dan CBD)

b. Sudah ada
penerapan
pengembangan
biopori pada >2
kawasan
(rumah tangga,
CBD, dan
industri)

a. Sudah ada
rencana
pengembangan
konsep LID yang
tertera pada
RTRW

a. Sudah ada rencana
pengembangan
konsep LID yang
tertera pada RTRW

b. Sudah ada
penerapan konsep
b. Sudah ada
LID pada
penerapan konsep
situ/waduk/badan
LID pada
air dengan
situ/waduk/badan
menggunakan
air dengan
konsep treatment,
menggunakan
penggunaan
konsep
permeable paving,
infiltration dan
serta lebih
penggunaan
menggunakan soft
permeable paving
engineering pada
untuk membantu
infrastruktur air
penyerapan air
kota

Tabel 11 Batasan skoring indikator green energy
Bentuk
Energi
matahari

Energi
sampah

Skoring
0
1
2
a. Tidak ada
a. Tidak ada
a. Sudah ada rencana
rencana
rencana
pengembangan
pengembangan
pengembangan
energi matahari
energi matahari
energi matahari
yang tertera pada
yang tertera
yang tertera
RTRW
pada RTRW
pada RTRW
b. Terdapat 1
b. Tidak ada
penerapan energi
b. Terdapat 1
penerapan
matahari (mis:
penerapan
hanya pada PJU)
energi matahari
(mis: hanya
pada PJU)

a. Tidak ada
rencana
pengembangan
energi sampah
yang tertera
pada RTRW
b. Tidak ada
penerapan

a. Sudah ada
rencana
pengembangan
energi sampah,
namun belum
tertera pada
RTRW
b. Tidak ada
penerapan

3
4
a. Sudah ada
a. Sudah ada rencana
rencana
pengembangan energi
pengembangan
matahari yang tertera
energi matahari
pada RTRW
yang tertera
pada RTRW
b. Terdapat > 2
penerapan energi
b. Terdapat 2
matahari (PJU, panel
penerapan
surya RT, dan
energi matahari
transportasi)
(mis: PJU dan
panel surya di
RT)

a. Sudah ada rencana a. Sudah ada
pengembangan
rencana
energi sampah yang
pengembangan
tertera pada RTRW
energi sampah
yang tertera
b. Terdapat 1
pada RTRW
penerapan energi
sampah (mis:
memanfaatkan gas
metan menjadi
energi listrik)

b. Terdapat 2
penerapan
energi sampah

a. Sudah ada rencana
pengembangan energi
sampah yang tertera
pada RTRW
Terdapat > 2 penerapan
energi sampah

20
Tabel 11 Batasan skoring indikator green energy (lanjutan)
Energi
tumbuhan

a. Tidak ada
a. Sudah ada
rencana
rencana
pengembangan
pengembangan
energi
energi
tumbuhan yang
tumbuhan,nam
tertera pada
un belum
RTRW
tertera pada
RTRW
b. Tidak ada
penerapan
b. Tidak ada
penerapan

Energi angin a. Tidak ada
rencana
pengembangan
energi angin
yang tertera
pada RTRW
b. Tidak ada
penerapan

Energi air

a. Tidak ada
renca