Berdasarkan indeks glikemiknya, Milleret al mengklasifikasi makanan menjadi 3 seperti yang tercantum pada tabel 2.3
16
Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Glikemik
16
Kategori Makanan Rentang IG
Rendah 55
Sedang 55
– 69 Tinggi
70 Penggunaan IG dapat memprediksi efek terhadap kadar glukosa darah dan juga
dapat membantu pemilihan nutrisi pada pasien dengan diabetes dan hiperlipidemia. Pada pasien hiperlipidemia yang mengkonsumsi makanan dengan
indeks glikemik rendah menunjukan penurunan kadar kolesterol HDL dan konsentrasi triasilgliserol. Diet makanan dengan indeks glikemik rendah juga
secara potensial mampu menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
5
2.7 Beban Glikemik
Beban glikemik BG adalah hasil dari respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan yang mengandung karbohidrat. Beban
glikemik didapatkan dengan mengalikan nilai IG dengan jumlah karbohidrat dalam satu porsi makanan kemudian dikali dengan 100. Klasifikasi beban
glikemik dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Klasifikasi Beban Glikemik
16
Klasifikasi Nilai beban glikemik
Beban glikemik rendah ≤ 10
Beban glikemik sedang 10 sampai 20
Beban glikemik tinggi ≥ 20
Hubungan IG dengan BG tidak selalu berbanding lurus. Makanan dengan IG tinggi dapat memiliki BG yang rendah jika di konsumsi dalam jumlah sedikit.
Sebaliknya makanan dengan IG rendah dapat memiliki BG yang sedang hingga tinggi jika porsi yang di konsumsi dalam jumlah besar.
16
Makanan dengan IG dan BG yang tinggi dapat menyebabkan berbagai penyakit kronik yang berkaitan dengan pola hidup. Konsep pemeriksaan IG dan BG dapat
digunakan sebagai salah satu sarana dalam mengidentifikasi makanan yang dapat mengurangi risiko penyakit-penyakit kronik atau dapat pula berguna untuk
managemen penyakit.
4,16
Dengan mengganti makanan IG tinggi dengan makanan IG rendah pada pasien diabetes dapat meningkatkan kontrol glikemik sedangkan untuk pasien DM yang
menggunakan insulin, akan mengurangi episode hipoglikemik .
17
Makanan dengan GL yang tinggi memiliki peran terhadap terjadinya DM tipe 2. Makanan dengan GL yang tinggi akan meningkatkan kebutuhan insulin dan
meningkatkan resistensi insulin sehingga meningkatkan risiko DM tipe 2.
17
2.8 Makanan Cepat Saji
Makanan cepat saji sangat diminati pada masa globalisasi sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh menjamurnya restoran cepat saji di indonesia serta pelayanan
yang cepat dan rasa yang sesuai dengan selera masyarakat indonesia. Namun begitu makanan cepat saji umumnya mengandung zat gizi yang rendah dan kaya
akan kandungan lemak serta natrium.
18
Menurut Poti , anak-anak yang mengkonsumsi makanan cepat saji memiliki total asupan lemak yang lebih tinggi serta asupan serat yang rendah dibandingkan
dengan anak-anak yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji.
19
Individu yang mengkonsumsi makanan cepat saji dua kali seminggu berat badannya akan meningkat hingga 4,5 kg dan memiliki risiko 104 lebih tinggi
dibanding dengan individu yang hanya mengkonsumsi kurang dari satu makanan seminggu.
20
2.10. Kerangka teori
Beban glikemik
Faktor yang mempengaruhi
Indeks glikemik
metabolisme Glukosa darah
Absopsi mikronutrien
Glukosa Monosakarida
Disakarida makronutrien
serat Polisakarida
Protein lemak
Karbohidrat Kandungan nutrisi
Faktor dalam makanan makanan
Kandungan dalam satu
porsi Proses
pengolahan
2.11 Kerangka Konsep
2.7 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Alat Ukur Cara
Ukur Skala
Ukur Hasil Ukur
1 Glukosa
Darah Hasil
absopsi karbohidrat
dari saluran pencernaan
yang bersirkulasi
dalam darah dan
dihitung kadarnya
dengan pemeriksaa
n darah Blood
Glucose meter
merek Easy
Touch Penganbi
lan darah kapiler
kemudia n
diujikan pada test
strip blood
glucose meter
mgdL Numerik
2 Indeks
Glikemik Respon
kenaikan kadar
glukosa darah
terhadap sejumlah
karbohidrat dalam
makanan Timbanga
n Memban
dingkan area
di bawah
kurva antara
makanan standar
dengan makanan
Numerik
uji 3
Beban Glikemik
respon glukosa
darah setelah
mengkonsu msi
satu porsi
makanan yang
mengandun g
karbohidrat Timbanga
n Mengali
kan indeks
glikemik dengan
kandung an
karbohid rat dalam
satu porsi
Numerik
BAB III METODE PENELITIAN