Analisis Yuridis Tentang Tanggung Jawab Notaris Kaitannya Dengan Mal Administrasi

(1)

ANALISIS YURIDIS TENTANG TANGGUNG

JAWAB NOTARIS KAITANNYA DENGAN

MAL ADMINISTRASI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Study Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

MASDA NADAPDAP 087011080

PROGRAM STUDY MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

JUDUL TESIS : ANALISIS YURIDIS TENTANG TANGGUNG

JAWAB NOTARIS KAITANNYA DENGAN MAL ADMINISTRASI

Nama Mahasiswa : Masda Nadapdap

Nomor Pokok : 087011080

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Muhammad Abduh, SH.

Ketua

Pembimbing 2 Pembimbing 3

Notaris. Syahril Sofyan, SH, M.Kn. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn.

Ketua Program Study Dekan


(3)

Telah diuji pada

Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Muhammad Abduh, SH.

Anggota : 1. Notaris. Syahril Sofyan, SH, M.Kn.

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN 4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar SH. CN. M.Hum


(4)

ABSTRAK

Jabatan Notaris yang bertugas mengurus kliennya selalu digolongkan sebagai jabatan kepercayaan. Sebagai seorang yang dengan mengakui atau memberikan kekuatan otentik kepada setiap akta yang dibuat dihadapannya sepanjang benar dilakukan sesuai menurut standar etika profesi Notaris serta ketentuan hukum yang ada. Notaris selaku pejabat umum yang berwenang membuat akta dituntut untuk bekerja secara mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tanggung jawab serta secara professional.

Pelanggaran terhadap standar etika profesi Notaris dapat mengarah dan/ atau dapat dikategorikan sebagai tindakan Mal Administrasi yang mengandung unsur bersifat memihak, kelalaian, kurang hati-hati, kelambatan penyelesaian, tidak berkompeten, tidak mampu menyelesaikan, kesewenang-wenangan dan kurang teliti. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori tanggung jawab dari Hans Kelsen, yakni suatu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. Seorang Notaris bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu artinya bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang.

Metode penelitian bersifat deskriptif analistis, metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Lokasi penelitian merupakan tempat memperoleh data dan informasi guna mengungkapkan data primer atau data dasar. Lokasi penelitian yang dipilih yakni di kota medan. Analistis data dalam penelitian ini adalah analistis secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif.

Pelanggaran hukum/ Mal Administrasi yang dilakukan oleh Notaris dapat dipengaruhi beberapa faktor yakni: faktor sumber daya manusia, faktor substansi hukum serta faktor pengawasan Notaris. Hal tersebut dapat terjadi karena moral, integritas rendah serta tuntutan kesejahteraan dari Notaris yang bersangkutan. Dalam pembuatan akta serta pelaksanaan jabatan Notaris sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dan tetap memperhatikan standar etika profesi Notaris. Pertanggung jawaban Notaris terhadap pelanggaran hukum/ Mal Administrasi dapat dikenakan berupa sanksi perdata berupa ganti rugi, sanksi moral serta sanksi pidana berupa kurungan penjara seperti dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 2601/Pid.B/2003/PN Mdn. Hendaknya setiap Notaris tidak melakukan perbuatan melanggar hukum berupa Mal Administrasi, tidak memihak, tidak sewenang-wenang, bersikap seimbang terhadap para pihak. Pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris merupakan upaya atau langkah yang ditempuh dalam hal meminimalisir terjadinya tindakan mal administrasi yang dilakukan oleh notaris. Hendaknya seorang Notaris melakukan tugas dan profesinya senantiasa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang jabatan Notaris dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.


(5)

ABSTRACT

A notary in charge of organizing his client always belongs to a group of persons holding a trustworthy position because he is a person who approves or gives an authentic power for a notarial document (act) truly made before him based on the standard notary’s professional ethics and the existing legal stipulation. As a public officer with an authority to make and issue a notarial document (act), a notary is required to work independently, honestly, not taking sides, full of responsibility, and professionally.

Violation of the standard notary’s professional ethics can lead and/or can be categorized as a mal-administrative action containing the elements of taking sides, carelessness, being less careful, late solution, incompetent, inability to solve problem, and dictatorship. The theory used in this study was the theory of responsibility, a concept related to the concept of legal responsibility developed by Hans Kelsen. A notary is legally responsible to a certain action which means he is responsible for a sanction related to a law-breaking action.

This is an analytical descriptive study with normative juridical approach conducted in Medan. The basic data for this study were primary data. The data obtained were qualititatively analyzed through deductive method.

Violation of law/Mal-administration done by a notary can be influenced by several factors such as the factors of human resources, legal substance, and notary’s control. This condition could happen because of poor moral and integrity and the welfare demand of the notary himself. In the making process of notarial document (act) and the implementation of his position, a notary must have careful attitude and alertness and keep paying attention to the standard notary’s professional ethics. A notary’s responsibility for violation of law/Mal-administration can be charged with a civil sanction in the forms of compensation, moral sanction, and criminal sanction in the forms of imprisonment such as in the case of the decision of the court of first instance No. 2601/Pid.B/2003/PN Mdn. Every notary should not take an action which violates the law such as Mall Administration, without taking sides, not being authoritative, being fair to either party. Controlling the notary is an attempt or step taken in minimizing the incident of mal administration conducted to a notary. A notary should always do his duty and profession based on the stipulation of law on notary professional and the other legislation regulations.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul ”

ANALISIS YURIDIS TENTANG TANGGUNG JAWAB NOTARIS

KAITANNYA DENGAN MAL ADMINISTRASI”.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak/Ibu Pembimbing, Bapak Prof. Muhammad Abduh.SH, Bapak Notaris Syahril

Sofyan, SH, Mkn, Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, Mkn atas kesediaannya

membantu dalam memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Prof. Dr.

Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum yang telah banyak memberikan masukan-masukan terhadap penyempurnaan

tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil dan sampai pada ujian tertutup, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih jelas dan terarah.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & h, MSc (CTM), SPA (K)

Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu. SH. M.hum, selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris

Program Study Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(7)

5. Para Staff Administrasi Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu memberikan saran dalam penulisan tesis ini terutama buat Irfina Rezky Yanti Lubis, Sabtia, Rika

Fitri, Juliana, Devi Meliza dan teman teman Group B lainnya.

7. Secara tulus ucapan terima kasih yang tak terhingga, Penulis sampaikan

kepada kakak tercinta Sarma Nadapdap, adik-adikku Nurmala Nadapdap dan Melpa Nadapdap, Anakku tersayang Chelsea Widjaya Siregar yang penuh kesabaran dan kasih sayang kepada Penulis disertai doa dan dukungannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah S2 (Strata dua) dan khususnya dalam penelitian tesis ini.

Penulis banyak menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari cara pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2010 Penulis,


(8)

RIWAYAT HIDUP I. Identitas Pribadi

Nama : Masda Nadapdap

Tempat tanggal Lahir : Dolok Nagodang, 23 februari 1980

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Nama Anak : Chelsea Widjaya Siregar

Status Perkawinan : Bercerai

II. Orang Tua

Ayah : Saut Nadapdap

Ibu : Alm. Lince Sitorus

III. Riwayat Pendidikan

SD : 1987 – 1993

SMP : 1993 – 1996

SMA : 1996 – 1999


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... . viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori ... 20

2. Konsepsi... 32

G. Metode Penelitian ... 35

BAB II. FAKTOR - FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI SEORANG NOTARIS UNTUK MELAKUKAN MAL ADMINISTRASI ... 39

1 Notaris Sebagai suatu Profesi dan Pejabat ... 39

a. Citra Profesional Notaris... 39

b. Kedudukan Notaris... 43

c. Tugas Notaris Sebagai Pejabat Umum... 48

2 Faktor Intern... ... 53

Faktor Notaris Sebagai Manusia Yang Bersangkutan... 53

3 Faktor Ekstern ... 59

a. Faktor Substansi Hukum yang berkaitan dengan ruang lingkup jabatan Notaris... ... .59

b. Faktor Pengawasan yang dilakukan Terhadap Notaris... 61

BAB III. TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM HAL TERJADINYA MAL ADMINISTRASI ... 68

A. Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam Praktek... 68

1. Hak dan Kewajiban Notaris... 68

2. Tanggung Jawab Notaris Pada Akta Yang Dibuatnya... 81

B. Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal Terjadinya Mal Administrasi ... 87


(10)

BAB IV. UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH DAN MAJELIS

PENGAWAS NOTARIS DALAM HAL MEMINIMALISIR

TERJADINYA MAL ADMINISTRASI DIKALANGAN PROFESI

NOTARIS ... 102

A. Penegakan Hukum Dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 102

B. Tugas dan Wewenang Majelis Pengawas Notaris ... 108

1. Majelis Pengawas Daerah... ... 110

2. Majelis Pengawas Wilayah... 117

3. Majelis Pengawas Pusat... 119

C. Jenis Sanksi Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris... ... 121 1. Sanksi Perdata... 122

2. Batasan Akta Notaris Yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian di Bawah Tangan... ... 124

3. Batasan Akta Notaris Batal Demi Hukum ... 127

D. Sanksi Administrasi ... 130

E. Sanksi Lainnya dan Kumulasi Sanksi Terhadap Notaris... 140

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 143

A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 146 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pendapat Responden serta dari Literatur terhadap Tindakan Mal Administaris Notaris... 55


(12)

ABSTRAK

Jabatan Notaris yang bertugas mengurus kliennya selalu digolongkan sebagai jabatan kepercayaan. Sebagai seorang yang dengan mengakui atau memberikan kekuatan otentik kepada setiap akta yang dibuat dihadapannya sepanjang benar dilakukan sesuai menurut standar etika profesi Notaris serta ketentuan hukum yang ada. Notaris selaku pejabat umum yang berwenang membuat akta dituntut untuk bekerja secara mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tanggung jawab serta secara professional.

Pelanggaran terhadap standar etika profesi Notaris dapat mengarah dan/ atau dapat dikategorikan sebagai tindakan Mal Administrasi yang mengandung unsur bersifat memihak, kelalaian, kurang hati-hati, kelambatan penyelesaian, tidak berkompeten, tidak mampu menyelesaikan, kesewenang-wenangan dan kurang teliti. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori tanggung jawab dari Hans Kelsen, yakni suatu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. Seorang Notaris bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu artinya bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang.

Metode penelitian bersifat deskriptif analistis, metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Lokasi penelitian merupakan tempat memperoleh data dan informasi guna mengungkapkan data primer atau data dasar. Lokasi penelitian yang dipilih yakni di kota medan. Analistis data dalam penelitian ini adalah analistis secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif.

Pelanggaran hukum/ Mal Administrasi yang dilakukan oleh Notaris dapat dipengaruhi beberapa faktor yakni: faktor sumber daya manusia, faktor substansi hukum serta faktor pengawasan Notaris. Hal tersebut dapat terjadi karena moral, integritas rendah serta tuntutan kesejahteraan dari Notaris yang bersangkutan. Dalam pembuatan akta serta pelaksanaan jabatan Notaris sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dan tetap memperhatikan standar etika profesi Notaris. Pertanggung jawaban Notaris terhadap pelanggaran hukum/ Mal Administrasi dapat dikenakan berupa sanksi perdata berupa ganti rugi, sanksi moral serta sanksi pidana berupa kurungan penjara seperti dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 2601/Pid.B/2003/PN Mdn. Hendaknya setiap Notaris tidak melakukan perbuatan melanggar hukum berupa Mal Administrasi, tidak memihak, tidak sewenang-wenang, bersikap seimbang terhadap para pihak. Pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris merupakan upaya atau langkah yang ditempuh dalam hal meminimalisir terjadinya tindakan mal administrasi yang dilakukan oleh notaris. Hendaknya seorang Notaris melakukan tugas dan profesinya senantiasa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang jabatan Notaris dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.


(13)

ABSTRACT

A notary in charge of organizing his client always belongs to a group of persons holding a trustworthy position because he is a person who approves or gives an authentic power for a notarial document (act) truly made before him based on the standard notary’s professional ethics and the existing legal stipulation. As a public officer with an authority to make and issue a notarial document (act), a notary is required to work independently, honestly, not taking sides, full of responsibility, and professionally.

Violation of the standard notary’s professional ethics can lead and/or can be categorized as a mal-administrative action containing the elements of taking sides, carelessness, being less careful, late solution, incompetent, inability to solve problem, and dictatorship. The theory used in this study was the theory of responsibility, a concept related to the concept of legal responsibility developed by Hans Kelsen. A notary is legally responsible to a certain action which means he is responsible for a sanction related to a law-breaking action.

This is an analytical descriptive study with normative juridical approach conducted in Medan. The basic data for this study were primary data. The data obtained were qualititatively analyzed through deductive method.

Violation of law/Mal-administration done by a notary can be influenced by several factors such as the factors of human resources, legal substance, and notary’s control. This condition could happen because of poor moral and integrity and the welfare demand of the notary himself. In the making process of notarial document (act) and the implementation of his position, a notary must have careful attitude and alertness and keep paying attention to the standard notary’s professional ethics. A notary’s responsibility for violation of law/Mal-administration can be charged with a civil sanction in the forms of compensation, moral sanction, and criminal sanction in the forms of imprisonment such as in the case of the decision of the court of first instance No. 2601/Pid.B/2003/PN Mdn. Every notary should not take an action which violates the law such as Mall Administration, without taking sides, not being authoritative, being fair to either party. Controlling the notary is an attempt or step taken in minimizing the incident of mal administration conducted to a notary. A notary should always do his duty and profession based on the stipulation of law on notary professional and the other legislation regulations.


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia secara berkesinambungan bertujuan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat adil, makmur, sejahtera dan sentosa. Semakin dekat kepada tujuan masyarakat yang dicita-citakan tersebut, semakin kuat pula tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan dalam segala keperluan dan kebutuhan . Hal ini termasuk juga mutu pelayanan jasa notaris yang dilakukan oleh mereka yang bukan hanya telah di didik dan menamatkan pelajarannya serta memperoleh ijazah Notaris, tetapi juga sampai sejauh mana para notaris tersebut memiliki kemampuan melayani masyarakat secara professional.

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (selanjutnya disingkat dengan UUJN)1 merupakan produk hukum di bidang kenotariatan yang baru sedang peraturan paradigma lama yang dikenal oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notarisambt Stb. 1860/3), yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860. Jabatan Notaris menurut literatur yang ada dinyatakan jabatan kepercayaan (vertrouwenambt), artinya Undang-undang memberikan kepercayaan yang besar kepada seorang Notaris, sebagai seorang pejabat umum dengan mengakui atau memberikan kekuatan otentik kepada setiap akta yang di buat oleh atau dihadapan seseorang selaku Notaris, sepanjang prosedur serta syarat rukun membuat akta itu benar-benar dilakukan sesuai dengan dan menurut ketentuan hukum yang ada.

1 Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117, mulai berlaku tanggal 6


(15)

Artinya sepanjang akta itu lahir menurut prosedur yang benar dan berdasarkan fakta-fakta yang benar pula.2 Dikatakan membawa konsekwensi yuridis karena Undang-undang Jabatan Notaris itu mengatur hal-hal yang sama sekali baru, yang sebelumnya tidak dikenal oleh Peraturan Jabatan Notaris3 sambil mempertahankan berlakunya lembaga-lembaga yang dulunya dikenal oleh Peraturan Jabatan Notaris. Oleh karena Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk bekerja secara professional dengan menguasai seluk-beluk profesinya menjalankan tugasnya, notaris harus menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak, dan penuh rasa tanggung jawab serta secara profesional.4

Apabila berbicara mengenai kemampuan professional para notaris, maka mau tidak mau hal tersebut berbicara mengenai masalah mutu pelayanan jasa hukum notaris kepada masyarakat. Semakin meningkat kemampuan professional para notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum yang mempunyai fungsi mengatur hubungan hukum di antara para pihak secara tertulis dan otentik, akan semakin baik pula mutu pelayanan jasa hukum yang akan diterima masyarakat. Kemampuan professional seseorang yang menunjuk pada keahlian didukung oleh

2 Ini perlu dikemukakan dan ditekankan karena banyak warga masyarakat berpikir bahwa

apabila suatu surat atau alat bukti telah dibuat aktanya dalam bentuk notariel semuanya sudah menjadi akta otentik, padahal seharusnya dikaji lagi dasar pembuatan akta itu dan prosedur kelahiran suatu akta otentik yang harus memenuhi ketentuan Undang-undang dan Undang-undang Jabatan Notaris. Para pengguna jasa Notaris jangan silau dengan menilai setiap bentuk lahiriah dari akta yang diterbitkan oleh seorang Notaris itu sebagai “otentik”, sebab harus pula dinilai causa kelahiran akta itu serta syarat rukun yang mendahului kelahiran akta itu. Apabila causa serta syarat rukun yang mendahului kelahiran suatu akta dapat diterima menurut Undang-undang dan Undang-undang Jabatan Notaris serta oleh para pihak, demikian juga proses pembuatannya benar-benar memenuhi kehendak Undang-undang Jabatan Notaris, barulah akta itu dapat dikatakan otentik.

3Misalnya diatur lebih tegas tentang keberadaan dan peran Organisasi Notaris balam Bab-X

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 (Undang-Undang Jabatan Notaris)

4

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H & Chistine S.T. Kansil, S.H., M.H, Pokok-pokok Etika Profesi


(16)

penguasaan ilmu, pengalaman dan keterampilan yang tinggi. Walaupun seorang notaris dalam menjalankan jabatannya telah memiliki kemampuan professional yang tinggi, namun demikian apabila dalam melaksanakan jabatannya tidak dilandasi integritas moral, keluhuran martabat dan etika profesi maka notaris tersebut bukan saja merugikan kepentingan masyarakat luas, tetapi juga akan merusak nama baik Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) sebagai organisasi profesi.

Etika dapat menghubungkan penggunaan akal budi perseorangan dengan tujuan untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku sesorang terhadap orang lain.5 Etika dalam suatu profesi dan dalam dunia pendidikan juga sangat penting.

Mochtar Kusumaatmadja, mengemukakan:

Bahwa suatu pendidikan professional tanpa pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika professional tidak lengkap.6

Pernyataan Mochtar tersebut didalami dengan memberi contoh di bidang hukum, bahwa keterampilan teknis dibidang hukum yang mengabaikan segi yang menyangkut tanggung jawab seseorang terhadap orang yang dipercayakan kepadanya dan profesinya pada umumnya, serta nilai-nilai dan ukuran etika yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya hanya akan menghasilkan tukang-tukang yang terampil belaka dibidang hukum dan profesinya. Etika penegakan hukum yang berkeadilan, dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,

5Budi Susanto, Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Yogyakarta, Kanisius, 1992, hal, 1. 6 Mochtar Kusumaatmadja, Pembaharuan Pendidikan Hukum dan Pembinaan Profesi. Majalah dan pengetahuan Masyarakat. Padjajaran, jilid V Nomor 3-4, 1975, hal, 18.


(17)

ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan

terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan.7

Menurut Bismar Nasution dkk menyatakan bahwa: Pada hakekatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang berarti meliputi pembangunan material dan spiritual. Didalam pembangunan spiritual termasuk pula pembangunan moral yang sangat berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk pembangunan

spiritual yang lain, misalnya di dalam pembangunan hukum nasional.8

Pada era globalisasi 9seperti saat ini, salah satu bagian dari usaha guna mencapai tujuan pembangunan ialah diperlukan penegakan disiplin dan penegakan hukum dilingkungan profesi. Hal demikian disebabkan karena pengaruh sosial terhadap profesi tidak hanya merugikan Notaris itu sendiri dan organisasi profesi, akan tetapi juga merugikan masyarakat, Negara dan pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hubungannya ini, maka peranan, fungsi dan tanggung jawab aparat hukum serta penyandang profesi dibidang hukum teramat besar dan penting guna menjaga dan menegakkan citra Negara hukum10. Atas dasar pertimbangan tersebut maka hendaklah ditumbuh kembangkan disiplin dan ketaatan hukum dalam menjalankan

7 Bismar Nasution dkk, Perilaku Hukum dan Moral Di Indonesia, kumpulan tulisan

memperingati 70 tahun Prof. Muhammad Abduh, SH, USU Press, 2004, hal. 47.

8

Ibid, hal. 35.

9Paradigma Globalisasi secara lengkap dan akurat tidak mudah untuk diuraikan, banyak para

ahli yang sudah mencoba menguraikan/membuat suatu pengertian akan tetapi tidak selalu memuaskan. Menurut Ida Susanti Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas, menelaah kesiapan hukum Indonesia dalam melaksanakan perdagangan bebas, penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 2. Globalisasi berasal dari kata “globe” yang bermakna “dunia” dan “sasi” yang bermakna “proses” perkembangan sesuatu kearah terjadinya sesuatu yang bersifat global atau mengarah kearah terciptanya atau terjadinya yang bersifat mendunia, proses atau perkembangan atas sesuatu objek atau fenomena kehidupan yang semula bersifat lokal atau regional dengan kata itu digambarkan sudah mencapai sesuatu yang sifatnya global, menurut W.J.S Poer Wadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, berada dalam situasi perubahan dan segala aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum dan sebagainya.

10R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, PT. Raja


(18)

tugas profesi sehingga terwujud peningkatan penegakan hukum, khususnya dilingkungan profesi terkait. Profesi notaris harus dibekali pengetahuan yang mendalam, karena notaris tidak hanya berkewajiban mengesahkan tanda tangan belaka, melainkan menyusun aktanya dan memberikan saran dimana perlu, sebelum sesuatu akta dibuat. 11

Notaris sebagai pejabat umum12 yang tugasnya melayani masyarakat di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Dengan adanya moral yang tinggi tersebut notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah. Notaris juga diharapkan agar membekali diri dengan mempunyai pengetahuan yang cukup luas dan mendalam serta keterampilan, sehingga merupakan andalan masyarakat dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai akta otentik, sehingga susunan bahasa, teknis yuridisnya rapi, baik dan

11

Ibid, hal .4.

12Istilah “pejabat umum” merupakan terjemahan dari teks asli Stb. 1860 No.3 dalam bahasa

Belanda: “Openbare ambtenaren”, lihat W.A Engelbrecht, Kitab-kitab Undang,

Undang-Undang dan Peraturan peraturan republik Indonesia, bewerkt door E.M.L Engelbrecht. NV.

Uitgeverij W. Van Hoeve’s Gravenhage, 1971, hal.2573. istilah” pejabat umum” ini ternyata diadopsi oleh pembuat PP No 37 tahun 1998 Tentang Peraturan Pembuat Akta Tanah. pasal 1 angka 1 dari PP No 37 tahun 1998 (mulai berlaku tanggal 5 maret 1998) menyatakan bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PPAT, adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”, lebih lanjut dapat di lihat dalam Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, di terbitkan oleh koperasi Pegawai Badan Pertanahan Nasional “Bumi Bhakti” 1998, hal 3. Penyebutan istilah “Pejabat Umum” dalam PP 37 Tahun 1998 sekaligus menyiratkan makna bahwa lingkup tugas NOtaris menurut pasal 1 jo pasal 15 UUJN sudah semakin sempit karena kewenangan sebagai pejabat umum mengenai bidang pertanahan sudah diserahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)


(19)

benar, karena disamping keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran atau ketulusan dan sifat atau pandangan objektifnya13.

Pasal 1868 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat K.U.H Perdata) menentukan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, di buat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuatnya. Pegawai atau pejabat umum ini tidak diberikan maknanya atau batasannya atau penunjukannya oleh K.U.H Perdata, tetapi jelas disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 UUJN, yang menyebutkan “akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.”14

Selanjutnya sejak di perkenalkannya jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai realisasi pelaksanaan dari pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah yang telah disempurnakan dengan PP 24 tahun 1997, maka diperkenalkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam dunia hukum perdata dan hukum tanah di Indonesia. Sejak terbitnya Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merubah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, kemudian diikuti dengan terbitnya aturan pelaksanaannya dalam pasal 1 angka (1) Peraturan pemerintah Nomor 37/1998 tentang Peraturan jabatan Pejabat pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT), dunia hukum

13 Komar Andasasmita, Notaris dengan sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia Jabatannya dl, Sumur, Bandung, 1981, hal, 14.

14Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Jakarta, Harvarindo, 2006, hal.36.


(20)

Indonesia juga sudah mengenal pejabat umum lain di luar Notaris yang disebut dengan PPAT.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 mengatakan bahwa pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak milik atas satuan Rumah Susun.

Dengan adanya arus modernisasi dan globalisasi yang melanda Negara Indonesia akan membawa serta lembaga-lembaga hukum baru dibidang perekonomian dan perdagangan, sehingga para notaris diharapkan dapat mengantisipasi situasi tersebut dan mampu membuat akta-akta yang memenuhi atau mengikuti kebutuhan dan perkembangan zaman. Diharapkan dalam menjalankan tugasnya para notaris selalu berpegang teguh dan menjungjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat. Sebagai pejabat umum yang terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di pengadilan. Sangatlah disayangkan bilamana terdapat akta-akta notaris yang isinya dipermasalahkan, diragukan kebenarannya, dianggap bertentangan dengan hukum dan keadilan dan dirasakan merugikan kliennya, akibat ulah oknum-oknum notaris yang kurang bertanggungjawab dan di dalam melaksanakan tugasnya bertentangan dengan etika profesi notaris dimana hal itu dapat menjurus kepada tindakan mal administrasi yang dilakukan oleh notaris. Menurut Tan Thong Kie15

15Tan Thong Kie, Study Notariat (Serba-serbi Praktek Notaris) Buku II, P.T. Ichtiar Baru


(21)

bahwa pembacaan akta16 di Jakarta sudah umum tidak dilakukan lagi oleh notaris, tetapi dibacakan oleh asisten notaris, bahkan sama sekali tidak dibacakan.

Salah satu contoh bahwa diperkenalkannya paradigma baru dalam praktek hukum kenotariatan kepada para Notaris Indonesia adalah dengan berlakunya atau dibukanya peluang kepada Notaris Indonesia untuk tidak membacakan aktanya kepada para pihak menurut maksud pasal 16 angka (7), asalkan setiap halaman aktanya diparaf oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris; padahal pasal 28 angka (1) Peraturan Jabatan Notaris yang berlaku sampai tanggal 5 Oktober 2004 tegas menyatakan bahwa setiap minuta akta Notaris itu wajib dibacakan oleh Notaris atau orang yang menjalankan jabatan Notaris. Dibukanya peluang kepada Notaris Indonesia untuk tidak membacakan aktanya dengan memenuhi syarat yang ditentukan oleh UUJN adalah karena pembuat Undang-undang (wetgever) Indonesia beranggapan sudah semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia sejalan dengan dan sebagai hasil dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya dibidang pendidikan hukum sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia.

16Dalam PJN pasal 28 secara tegas menyatakan bahwa Notaris harus membacakan akta itu

kepada para penghadap dan para saksi. Sedangkan dalam UUJN menegaskan bahwa pembacaan akta itu merupakan suatu kewajiban dari Notaris, hal ini dituangkan dalam pasal 16 angka 1(L) : membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. Akan tetapi dalam Pasal 16 angka 7 menyatakan bahwa Pembacaan akta tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi dan Notaris. Sedangkan dalam pasal 16 angka 8 menegaskan bahwa jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada pasal angka 1 huruf L dan angka 7 tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, namun hal ini tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.


(22)

Dalam pasal 17 huruf (i) dikatakan melanggar itu adalah karena Notaris harus berpikir, berkata dan berbuat serta berjanji dengan sebenar-benarnya dan tidak lain daripada yang benar. Diluar yang benar maka notaris itu dapat dinilai sebagai telah melakukan perbuatan yang “bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Akhir-akhir ini profesi notaris sering disorot oleh masyarakat, sering terdengar adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan UUJN maupun pelanggaran-pelanggaran terhadap etika profesi notaris (Kode Etik Notaris) dan juga peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai contoh Pada tanggal 18 desember 2003 Pengadilan Negeri Medan yang mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan nomor putusan 2601/Pid.B/2003/PN-Mdn, kepada seorang notaris IDG, SH dimana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP17. Dalam putusan tersebut menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penggelapan (sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP) dimana terdakwa terbukti membuat surat setoran BPHTB fiktif atas nama korban S dan H sebesar Rp. 159.831.500 ( Seratus lima puluh Sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah),-, SSP Final fiktif dengan nilai Rp. 161.331.500 (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh ribu lima ratus rupiah) dan SPPT PBB tahun 2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,- (Tiga milyar dua ratus dua puluh enam juta enam ratus tiga puluh

17Dalam isi pasal tersebut menyatakan: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang

menguasai barang itu karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun


(23)

ribu rupiah). Bahwa dalam putusan tersebut terdakwa di jatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun yang mana penahanan dimulai pada tanggal 23 juli 2003. Oleh karena ulah notaris tersebut korban S dan H telah mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 600.000.000,-. (enam ratus juta rupiah) Dalam berkas perkara tersebut juga dinyatakan bahwa pihak pembeli dan pihak penjual atas sebidang tanah tersebut telah menandatangani Akta Jual Beli yang mana pada saat penandatanganan akta tersebut belum bernomor dan bertanggal. Hal ini jelas bahwa Notaris/PPAT yang bersangkutan tidak bekerja sesuai dengan standart profesi yang ditentukan oleh UUJN, maka hal ini dapat dinyatakan sebagai tindakan Mal administrasi.

Banyak Notaris yang dipanggil ke kantor polisi, baik dalam kapasitasnya sebagai saksi atau diindikasikan menjadi tersangka, maupun yang sudah berstatus sebagai tahanan POLRI.18 Jumlah kasus tindak pidana yang melibatkan notaris, sejak tahun 2005 sampai 2007 di Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak 153 kasus. Dimana 10 (sepuluh) orang Notaris sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang Notaris sebagai saksi.19 Dalam pelaksanaan pemanggilan dan pemeriksaan notaris/PPAT telah ada suatu kesepakatan antara POLRI dengan Ikatan Notaris Indonesia yang tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia yaitu No. Pol:B/1056/V/2006 dan Nomor: 01/MOU/PP-INI/V/2006, Nota kesepahaman antara Kepolisian Negara

18 Muchlis Patahna, “Apa Akar Masalahnya Bayak Notaris tersandung Kasus”, Renvoi,

Nomor 1.37. IV, Juni 2006, hal. 14.

19 Waspada Online, Notaris terlibat 153 Kasus Tindak Pidana,

http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6025, dipublikasikan 29 Oktober 2007 diakses tanggal 9 November 2009


(24)

Republik Indonesia dengan Ikatan- Pejabat Pembuat Akta Tanah No.Pol: B/1055/V/2006 dan Nomor: 05/PP-IPPAT/V/2006 tanggal 9 Mei 2006 tentang Pembinaan dan peningkatan Professionalisme di Bidang Penegakan Hukum.

Notaris yang melakukan mal administrasi dalam tugas dan profesinya baik sengaja maupun karena kelalaian kini tidak bisa tenang lagi. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat membuat pengaduan ke pihak Majelis Pengawas Daerah dan Kepolisian. Apabila Notaris mengabaikan tugas jabatannya dan keluhuran dari martabatnya dan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya maka Majelis Pengawas dapat bertindak tegas memberikan sanksi. Bahkan dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia untuk mencabut izin operasionalnya. Kepada notaris yang bersangkutan tidak tertutup kemungkinan untuk dituntut ke pengadilan, baik dalam perkara pidana maupun perdata.

Sebagai bukti dari pernyataan tersebut diatas ada beberapa kasus yang dikemukakan antara lain:

1. Notaris ARM SH, yang divonis Pengadilan Negeri medan dengan hukuman

dua tahun penjara karena telah membuat akta palsu.20

2. Notaris Sop Sib yang dimana terjadi pembatalan akta oleh Pengadilan Negeri

Medan dan dikuatkan dengan keputusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara

dengan menyatakan akta tersebut melakukan perbuatan melawan hukum.21


(25)

Adapun pasal-pasal tindak pidana yang sering muncul dalam pelaksanaan tugas notaris yaitu pasal 263 KUHP jo pasal 264 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan

surat. Dalam pasal 263 KUHP tersebut ada dua macam pemalsuan surat yaitu:22

1. Membuat surat palsu (Valsheid in geschrift) yaitu perbuatan membuat surat yang isinya bukan semestinya atau isinya tidak benar. Dalam hal ini dibuat suatu surat yang isinya tidak benar namun suratnya sendiri asli atau sering disebut aspal (asli tapi palsu) karena tidak ada sesuatu yang dirubah, ditambah ataupun dikurangi.

2. Memalsukan surat (Vervalsen) yaitu memalsukan surat-surat dengan cara

merubah, menambah, mengurangi atau menghapus sebagian tulisan yang ada dalam suatu surat. Jadi suratnya sudah ada tetapi surat itu kemudian dilakukan perubahan sehingga bunyi dan maksudnya berbeda dari aslinya.

3. Sedangkan pasal 264 KUHP hanyalah merupakan pemberatan dari tindak

pidana yang diatur dalam pasal 263 KUHP.

Oleh karena itu kepada notaris hendaknya dalam melaksanakan tugasnya secara cermat, obyektif dan benar, selalu mengingat sumpah jabatan dan etika profesinya, selalu bertindak sesuai dengan keluhuran profesinya yang merupakan jabatan terhormat dan jabatan kepercayaan serta sebagai profesi yang mandiri harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab. Notaris adalah sesorang yang karena

21 Rikha Anggraini Dewi, Tinjauan Yuridis Pemberian sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris yang melakukan Pelanggaran Oleh Majelis Pengawas Notaris setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tesis Magister Kenotariatan Pascasarjana 2009, hal 69.

22 Soegeng Santosa, Doddy Radjasa Waluyo, Zulkifli Harahap, Aspek Pidana dalam Pelaksanaan Tugas Notaris, Renvoi No. 22, Maret, th, 02/2005, hlm 30.


(26)

keberadaan profesi yang ditekuninya sangat dekat dengan unsur kepercayaan sehingga di butuhkan persyaratan yang tidak saja menyangkut aspek intelektualitas23, melainkan harus pula memiliki integritas24 moral yang tinggi. Kesadaran eksistensial seperti ini semakin dibutuhkan ketika fenomena perubahan sosial yang berlangsung dewasa ini membawa pula perubahan pada pola hubungan notaris dengan kliennya. Untuk itulah integritas moral seorang notaris harus mencakup muatan kejujuran dan tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan materi seperti uang saja.

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas dan jabatannya mengemban amanat yang berasal dari 2 (dua) sumber, seperti yang dinyatakan oleh Rachmat Setiawan, yaitu:25

1. Anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris

membuatkan akta otentik yang berkepentingan:

2. Amanat berupa perintah dari undang-undang secara tidak langsung kepada

notaris, agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik

Fungsi notaris bukan hanya sekedar mencatat dan membuat alat pembuktian mengenai perbuatan hukum pihak-pihak tertentu saja, melainkan juga mengupayakan agar urusan yang dipercayakan kepadanya dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Walaupun dalam satu dan lain hal dapat saja di jumpai adanya seorang

23Intelektualitas menggambarkan akses informasi yang bagus, akrab dengan nuansa global.

Kepribadian yang meniupkan aroma kemandirian dengan mengedepankan gaya hidup mengikuti perkembangan zaman, memiliki pandangan luas, percaya diri, spontan dan praktis.

24Integritas didefininisikan sebagai kualitas yang membuat dipercayai. Kepercayaan adalah

yang terpenting dalam semua bentuk hubungan pribadi. Integritas secara harafiah berarti keseluruhan pribadi, mengungkapkan rasa kesetiaan terhadap standar-standar nilai-nilai diluar terutama kebenaran. H. Budi Untung, SH, MM, Visi Global Notaris , ANDI Yogyakarta, 2001, hal 19

25 R Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya


(27)

notaris yang melakukan suatu pelanggaran di dalam menjalankan tugas profesinya. Oleh karena itu notaris dituntut untuk selalu memelihara martabat dan kehormatannya, melaksanakan Kode Etik Profesi yang telah ditetapkan, selalu meningkatkan kemampuan dan selalu menguasai produk-produk hukum yang baru guna peningkatan jasa kenotariatannya. Terkadang notaris lupa bahwa jabatan yang diembannya adalah jabatan profesi yang berbeda dengan pekerjaan biasa lainnya dimana disamping diatur oleh peraturan perundangan notaris juga harus menegakkan standar etika profesinya.

Sistem notariat di Belanda disebut sistem notariat latin, dimana Notaris memangku jabatan publik, dan kerena itu menjalankan sebagian dari tugas kenegaraan. Ia diangkat oleh pemerintah, dan diberi tempat dimana ia berparktek. Ia tidak dapat menentukan sendiri lokasi dimana ia akan berpraktek. Hal yang aneh adalah bahwa pejabat ini tidak berada dibawah Undang-undang kepegawaian Negeri dan ia dipandang sebagai pengusaha dalam Undang-undang Penghasilan 1964.

Dalam sistem hukum yang berasal dari hukum Romawi, Notaris mempunyai wewenang untuk mengeluarkan akta-akta yang mempunyai nilai pembuktian yang spesifik. Notaris yang selalu bersedia memberikan informasi yang jelas kepada pihak yang membutuhkan jasanya, maka hal ini dapat menghindarkan terjadinya konflik yang dapat memperbesar sengketa yang menjurus kepada perkara di Pengadilan yang dapat berlangsung bertahun-tahun.

Notaris dalam Negara yang menganut civil law, seperti Negara Inggris yang mempunyai ciri mandiri dan tidak berpihak, maka Notaris harus memperhatikan


(28)

kepentingan semua pihak yang terlibat dalamsuatu kasus. Sebelum terjadinya gejolak reformasi pada tahun 1997 yang lalu, sebenarnya kita banyak berharap pada kemajuan bangsa karena stabilitas keamanan dan ekonomi pada waktu itu cukup menjanjikan terlaksananya pembangunan disegala bidang. Ditambah lagi program pemerintah waktu itu guna menghadapi dunia perdagangan bebas.

Namun sejak krisis moneter yang melanda pada tahun 1998, membuat kita pada titik terbelakang, yang seolah-olah membuat pemerintah kita harus membangun lagi dari awal. Pemerintah selalu berupaya mengatasi masalah yang dialami Negara kita. Pada tahun 2003 banyak diajukan draft Rancangan Undang-Undang ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diprioritaskan pembahasannya termasuk juga Rancangan Undang-undang Jabatan Notaris. Akhirnya pada tahun 2004 dikeluarkanlah Undang-undang Jabatan Notaris.

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka akan dilakukan penelitian tesis dengan judul “Analisis Yuridis Tentang Tanggung

Jawab Notaris Kaitannya Dengan Mal Administrasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:

1. Faktor–faktor apakah yang dapat mempengaruhi seorang Notaris untuk

melakukan mal administrasi?


(29)

3. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dan Majelis Pengawas Notaris dalam hal meminimalisir terjadinya mal administrasi di kalangan profesi notaris?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor - faktor yang dapat mempengaruhi notaris untuk

melakukan mal administrasi

2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban notaris dalam hal

terjadinya mal administrasi

3. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dan Majelis

Pengawas Notaris dalam meminimalisir terjadinya mal administrasi dikalangan Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara praktis maupun teoritis

a. Secara Praktis

Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:


(30)

Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya dalam kajian hukum keperdataan tentang tanggung jawab seorang notaris dalam hal menjalankan jabatannya

2. Pemerintah / Badan Pengawas Notaris Daerah dan Pusat

Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi instansi pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya agar dapat mengontrol notaris, khususnya bagi notaris yang bersangkutan di dalam menjalankan jabatannya.

3. Mahasiswa Kenotariatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai seorang Notaris, agar dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih bertanggung jawab dan jujur serta memegang teguh pada peraturan yang berlaku.

b. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbang saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum kenotariatan khususnya pengawasan Notaris dalam menjalankan profesinya serta menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik sesuai UU no 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khusus pada


(31)

Magister Kenotariatan Sekolah pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Notaris Dalam

Kaitannya Dengan Mal Administrasi belum pernah ditemukan judul atau

penelitian terhadap masalah tersebut diatas, penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Namun demikian terdapat penelitian yang berjudul:

1. Perbandingan Dewan Kehormatanan Dengan Majelis Pengawas Notaris

dalam melakukan Pengawasan Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 30. Tahun 2004 oleh T. Muzakkar Nim: 067011095. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimanakah pengawas melakukan pengawasan bagi Notaris dalam

pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya UU no 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris?

b. Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya.?

c. Bagaimanakan perbandingan peranan dewan kehormatan dengan majelis

pengawas Notaris dalam melaksanakan pengawasan setelah keluarnya UU no 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris.?

2. Pengawasan terhadap Notaris dan Tugas jabatannya Guna Menjamin

Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum oleh Mohandas Sheriwidya Nim: 067011056. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:


(32)

b. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas dewan kehormatan Notaris.?

c. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah

menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan umum?

3. Kewenangan Notaris dalam status tersangka menjalankan tugas sebagai

pejabat umum membuat akta otentik oleh Edi Natasari Sembiring Nim: 067011124. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana prosedur untuk melakukan penyidikan terhadap Notaris yang dilaporkan telah melakukan perbuatan pidana?

b. Bagaimana kewenangan Notaris yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelaku tindak pidana menjalankan tugas jabatannya membuat akta otentik?

c. Bagaimana prosedur untuk menetapkan pemberhentian sementara

terhadap Notaris yang telah ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana?

4. Tanggung jawab Notaris terhadap akta otentiknya yang berindikasi perbuatan

pidana oleh Agustining Nim: 077011016. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana?

b. Bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentiknya yang berindikasi perbuatan pidana?


(33)

c. Bagaimana fungsi dan peranan majelis pengawas daerah dalam menghadirkan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kelangsungan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.26 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,27 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.28

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.29

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis.30

Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sitematis

26Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 1986, hal. 6

27 J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI,

Jakarta, 1996, hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27. Menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

28Ibid, hal. 16.

29Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1993,

hal 35.


(34)

dengan cara merumuskan kosep.31 Menurut Snelbecker yang mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat diamati dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.32

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan33

Menurut Hans Kelsen:34

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum di sebut “kekhilapan” (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari “kesalahan” (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.

Kelalaian/kekhilapan terhadap tugas profesi seperti secara alpa dapat menyalahgunakan kewenangannya antara lain dengan cara menyelenggarakan industri akta tidak sesuai menurut ketentuan pasal 38 UUJN35 setiap akta notaris telah

31Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1996), hal.

19

32Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi, Penelitian Kualitatif, (Bandung:

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 1990).

33Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,

Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal, 81.

34Ibid, hal. 83


(35)

ditentukan bentuk dan sifat akta yang dibuatnya. Jika hal yang telah terkandung dalam pasal tersebut tidak diterapkan maka akan kerap sekali cenderung menumbuhkan terjadinya mal administrasi Notaris. Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi yang keduanya merupakan petunjuk umum saja, melainkan hubungan positif akan berkesempatan besar untuk tampil mengambil alih perannya guna mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya.36

Profesi dengan etika merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan, seseorang melaksanakan profesi dengan mengabaikan etika profesinya akan menumbuhkan dampak yang tidak baik bagi profesi tersebut. Beberapa aspek etika profesi notaris

(1) setiap akta Notaris terdiri atas: a.awal akta atau kepala akta b.Badan akta; dan

c.Akhir atau penutup akta

(2). Awal akta atau kepala akta memuat: a. Judul akta;

b. Nomor akta;

c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris (3). Badan Akta Memuat:

a. Nama Lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan atau orang yang mewakili

b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan

d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal

(4). Akhir atau penutup akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf I atau pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada; c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari

tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam perubahan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.

(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris pengganti khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.


(36)

ada yang diberi dalam bentuk hukum yang pasti seperti yang terdapat dalam UUJN, sehingga seorang notaris diharuskan melaksanakan etika profesinya seperti yang terdapat dalam peraturan tersebut. Jika notaris melanggar Undang-Undang tersebut, ia harus dijatuhi sanksi berupa teguran, denda, penggantian kerugian, pemberhentian sementara, pemberhentian tidak hormat atau bahkan pemecatan dari jabatannya.37 Aspek lain dari etika profesi notaris juga ada yang diatur dalam Kode Etik Notaris, misalnya tentang hubungan antar notaris, penentuan besarnya tarif, kegiatan notaris dalam mencari klien.

Etika adalah istilah yang diturunkan dari kata dalam bahasa Yunani Ethos yang berarti adat istiadat. Kata Ethos mempunyai makna yang setara dengan kata mos dalam bahasa Latin yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan baik.38 Dengan kata lain, etika bertalian dengan sesuatu yang terdapat dalam jasmani dan rohani manusia sehingga merupakan suatu hal atau bidang yang berkaitan erat baik dengan falsafah atau filsafat maupun pada praktek kehidupan manusia sehari-hari. Bertolak dari pengertian ini etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan-kebiasaan manusia, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam konvensi atau kesepakatan, misalnya kesepakatan nilai dalam tata boga, dalam berbusana, bentuk-bentuk etiket dalam berbicara dan bergaul dengan orang lain.39

Kata etika dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Dalam arti luas, etika adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana seharusnya

37

Ibid , hal 20

38 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum. Norma-norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius,

Yogyakarta, 1995, hal. 11

39


(37)

sesorang berbuat agar dapat memenuhi norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat. Dalam arti sempit, etika adalah sistem norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Selanjutnya etika dapat dipersempit lagi menurut masing-masing bidang, sehingga ada yang disebut sebagai etika pergaulan, etika profesi dan sebagainya.40 Etika itu bukanlah hukum dan sebaliknya hukum itu bukanlah etika, walaupun dimaklumi bahwa tidak sedikit eksistensi hukum itu berlatar belakang atau berdasarkan etika. Oleh karena itu, terhadap pelanggaran etika tidak ada sanksinya, lain halnya terhadap hukum yang jika dilanggar akan ada sanksinya dengan jelas diatur.41

Etik/etika itu hanya berguna bagi manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Etika itu bisa berdasarkan agama dan non agama (intuisi manusia). Etika diperlukan karena jiwa raga yang dimiliki oleh manusia di dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat perlu adanya keserasian antara sesama anggota kelompok dimaksud.42

Menurut J. Spillane S.J sebagaimana dikutip oleh Suhrawardi K. Lubis mengungkapkan bahwa Etika atau ethis memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk

40Ibid, hal 15.

41 Komar Andasasmita, Sepintas Informasi tentang Pendidikan dan Praktek Notaris di Indonesia, Ikatan Mahasiswa Notariat Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 1994, hal.1.

42 Rochmat Soemitro, dalam Komar Andasasmita, Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris, Ikatan Notaris Indonesia daerah Jawa barat, Bandung, 1994, hal. 253.


(38)

menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang tehadap orang lain43

Seorang pengemban profesi harus dapat memutuskan apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembangan profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya adalah hubungan personal, hubungan antar subjek pendukung nilai, karena itu secara pribadi ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang di jalankannya. Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dan sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi.44

Menurut Suhrawardi K. Lubis mengemukakan pendapatnya bahwa:45

bahwa dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos, sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral. Namun demikian apabila perkataan etika dibandingkan dalam pemakaian yang lebih luas maka hal tersebut dipandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah sesorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya nyata. Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah sesorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan sesorang tersebut.

Lebih lanjut Suhrawardi K.Lubis menyatakan, bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan demikian karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syariah.46

43Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, Hal.1

44Lili rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya bakti,

bandung, 2001, hal. 91-92

45Suhrawardi K. Lubis, Op Cit, hal .1. 46Ibid, Hal.3.


(39)

Selaras dengan pendapat Suhrawardi tersebut, Abdullah Salim mengatakan, karena itu akhlak islam cakupannya sangat luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral dan estetika.

a. Etos, mengatur hubungan seseorang dengan Khaliknya, al-ma’bud bi haq

serta kelengkapan uluhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-rasul Allah, Kitab-nya dan sebagainya

b. Etis, mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya

dalam kegiatan kehidupan sehari-hari

c. Moral, mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan/atau

yang menyangkut kehormatan tiap pribadi

d. Estetika, rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan

keadaan dirinya serta lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan

Etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam sistem situasi konkrit, situasi tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.47 Untuk menegakkan etika, setiap profesi memiliki prinsip-prinsip yang wajib ditegakkan. Prinsip-prinsip ini umumnya dicantumkan dalam kode etik profesi yang bersangkutan.48

Profesi pada hakikatnya adalah suatu lapangan pekerjaan yang berkualifikasi sebagai pekerjaan yang menuntut syarat keahlian tinggi kepada pengemban dan pelaksanaanya.49 Pada dasarnya ada tiga kriteria utama untuk mengkualifikasi apakah suatu pekerjaan itu dapat dikatakan suatu profesi atau tidak yaitu:

47A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta, 2002, Hal. 4-5

48 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokoks Etika Profesi Hukum, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1977, hal. 5.

49 Soetandyo Wignjosoebroto, EtikaProfesi Dikaitkan dengan Profesi Notaris, Ceramah

umum pada temu Ilmiah Mahasiswa Notariat se-Indonesia, Pandaan Jawa Timur, 1989, hal. 1. Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab, sepsialis, bersifat terus menerus, lebih mendahulukan pelayanan daripada pendapatan, bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat, terkelompok dalam suatu


(40)

Pertama, bahwa profesi itu berbeda dengan pekerjaan biasa yang dilaksanakan atas dasar keahlian yang tinggi, dan karena itu hanya dapat dijalani oleh mereka yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis lebih lanjut. Sehubungan dengan hal tersebut setiap profesi selalu mengembangkan pranata dan lembaga untuk menetapkan standar keahlian yang diperlukan untuk mengefektifkan jasa profesi sekaligus juga menilai kemampuan individu-individu yang menjalani profesi tersebut guna menjaga agar standar keahlian tetap terjaga. Kedua ialah, bahwa profesi mensyaratkan agar keahlian yang digunakan selalu berkembang secara baik dan dikembangkan secara teratur seiring dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani, dengan demikian standar keahlian yang dituntut oleh profesi tidaklah akan statis dan konsenvatif, melainkan selalu dinamik dan progresif sejalan dengan perkembangan masyarakat yang dilayaninya tersebut. Ketiga, profesi selalu mengembangkan pranata dan lembaga untuk mengontrol agar keahlian-keahlian professional didayagunakan secara bertanggung jawab, bertolak dari itikad pengabdian yang tulus dan tak

berpamrih guna kemaslahatan sesama.50

Profesi adalah sebagai jabatan sesorang, dimana profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian dan sebagainnya. Secara tradisional ada empat profesi yaitu: kedokteran, hukum, pendidikan dan kependetaan.51

Teori yang dominan dari profesi-profesi menekankan pada dua karasteristik sebagai strategi untuk memberikan penjelasan dari posisi dan fungsinya di dalam masyarakat yaitu52:

The professions are conceived of as service occupation that (1) apply a systematic body of knowledge to problem which (2) are highly relevant to central value of the society.

Diterjemahkan:

organisasi, dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan profesi disebut professional.

50Ibid, hal. 2. 51 Ibid, hal. 10.

52Pendapat Dietrich Rueschemeyer, sebagaimana di kutip Vilhelm Aubert, Sosiology of law,


(41)

Profesi terdiri dari pekerjaan pelayanan yang (1) mengaplikasikan kumpulan pengetahuan secara sistematis terhadap masalah yang (2) sangat relevan dengan nilai sentral masyarakat

Lebih jauh Dietrich Rueschemeyer menyatakan mengenai perbedaan para profesi hukum dan medik yaitu53:

First, the lawyer’s knowledge is not scientific, second, a good deal of the lawyer’s competence is connected with his legal knowledge only indirectly or not at all, finally it may be suggested that non-rationalized interpersonal skills play, at least manifestly a greater role in the lawyer’s work than the physician’s.

Terjemahan:

Pertama, pengetahuan pengacara tidak bersifat ilmiah, yang kedua, bentuk deal/janji yang baik dari kompetensi pengacaranya adalah berhubungan dengan pengetahuan hukumnya baik secara langsung atau tidak, yang akhirnya dapat dikemukakan bahwa keterampilan interpersonal yang bersifat non rasional, setidaknya memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan pengacara dari dokter.

Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan dalam bidang tertentu, mengtamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan memperoleh pendapatan54. Adapun kriteria dari profesi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Meliputi bidang tertentu saja (spesialisasi);

b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus;

53Op Cit, hal 270-271

54 Muhammad Abdulkadir, Etika Profesi Hukum, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti,


(42)

c. Bersifat tetap atau terus-menerus;

d. Lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan (pendapatan);

e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat;

f. Terkelompok dalam satu organisasi.

Berdasarkan kriteria tersebut, profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan serta bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan profesi disebut professional.

Profesi menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Menurut Franz magnis Suseno55 ada tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi yaitu:

a. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi

b. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi

c. Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing56 :

Kode etik adalah norma-norma atau peraturan–peraturan mengenai etika, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Ikatan Notaris Indonesia ( I.N.I ) yang merupakan suatu organisasi profesi mempunyai kode etik yang ditetapkan dan disahkan oleh kongres I.N.I yang diadakan

55Abdulkdir Muhammad yang mengutip pendapat Franz Magnis Suseno (1975) dalam buku Etika Profesi Hukum, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, bandung, 1997, hal, 61.


(43)

di Surabaya pada tahun 1972 kemudian diubah dan disusun kembali dalam kongres I.N.I ke-XIII pada tahun 1987 di Bandung. Saat itu para notaris Indonesia terus menerus berusaha menyempurnakan kode etik tersebut. Hal ini terbukti bahwa masalah kode etik dalam kongres I.N.I. selanjutnya hampir selalu dibicarakan dan diputuskan. Upaya para notaris tersebut dapat dipahami, mengingat meningkatnya jumlah notaris dari tahun ketahun, sehingga kondisi “dunia notaris” menjadi jauh berbeda bila dibandingkan dengan keadaan ditahun-tahun sebelumnya. Setelah lahirnya Peraturan Jabatan Notaris yang kemudian di ubah menjadi Undang-Undang Jabatan Notaris No 30 Tahun 2004 maka pada tanggal 28 January 2005 ditetapkanlah kode etik notaris yang didalamnya lebih rinci diatur mengenai sanksi jika kode etik tersebut dilanggar, tentang kepribadian notaris, notaris dalam menjalankan tugasnya, hubungan notaris dengan klien, notaris dengan sesama rekan notaris, pengawasan, dengan disertai penjelasan setiap pasal dan ayat-ayatnya.

Pengaturan mengenai etika telah diatur dalam UUJN, maupun untuk mengetahui ketentuan-ketentuan mana yang ada dalam UUJN yang termasuk dalam ruang lingkup kode etik, kiranya perlu adanya pemahaman mengenai prinsip-prinsip hukum, dengan kata lain agar dapat diketahui dengan jelas hukuman-hukuman mana yang terdapat dalam UUJN dalam arti teknis merupakan hukuman pidana dan yang mana merupakan hukuman disiplinair.

Didasarkan pada ketentuan bahwa hukuman (dalam arti teknis dari KUH Pidana) hanya dapat diperlakukan terhadap hal-hal yang diuraikan dengan jelas, maka yang dianggap sebagai hukuman disiplinair dalam UUJN adalah:


(44)

1. Peneguran

2. Usul untuk dipecat dan diberhentikan;

3. Pemberhentian yang dimaksud dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN

Hukuman dalam arti teknis adalah semua denda, demikian juga pemecatan yang dimaksud dalam pasal 7, 16, 17, 27, 32, 37, 54, 58, 59,63 UUJN. Hukuman disiplinair pasal 84 UUJN yang dapat diberlakukan terhadap notaris, misalnya apabila notaris yang bersangkutan :

a. Melakukan perbuatan tercela atau melanggar kesusilaan;

b. Mengabaikan tugas jabatan;

Melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan keluhuran martabat jabatannya, sepanjang untuk itu berdasarkan ketentuan-ketentuan UUJN tidak dikenakan hukuman pidana, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk juga dikenakan hukuman berdasarkan perundang-undangan lain.

2. Konsepsi

Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara abstraksi dan realita57. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi


(45)

operasional.58. Pentingnya operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.59

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum60, guna menghindari

perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga dipergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:

1. Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya ( kalau

ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan dan sebagainya).61 Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggungjawab atas perbuatannya sehubungan dengan profesinya dalam membuat akta. Tanggungjawab notaris dapat dibedakan dalam 4 poin yakni:62

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil

terhadap akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam

akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

58Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja garfindo, 1998, hal. 307. 59Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung,

Alumni, 2004, hal 31.

60Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1996) hal.

28

61Jhon Surjadi Hartanto, Kamus Bahasa Indonesia 1998, Surabaya, hal. 328.

62Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia (Prespektif Hukum dan Etika,


(1)

Andasasmita Komar, Notaris dengan sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia

Jabatannya dl, Sumur, Bandung, 1981.

Anshori Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika, cetakan Pertama, Yogyakarta, UII Press, 2009.

Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, 1996. Aubert Vilhelm, Sosiology of law, C. Nicholls & Company Ltd, Great Britain, 1969. Budi Untung H, Visi Global Notaris , ANDI Yogyakarta, 2001.

Erickson dan Nosanchuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, Jakarta, LP3ES, 1996

Engelbrecht W A, Kitab-Kitab Undang-Undang, Undang-undang dan Peraturan

peraturan republik Indonesia, Uitgeverij W. Van Hoeve’s Gravenhage, 1971.

Friedman Law rence M, The Legal System A Social Science Perpective, Russel Sage Foundation, New York, 1975.

Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum (Pendeketan Kontemporer) PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002.

Hadjon Philipus M, “Penegakan Hukum Administrasi dalam Kaitannya dengan

Ketentuan Pasal 20 ayat (3) dan (4) UU No 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketantuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Yuridika,

Fakultas Universitas Airlangga, No 1 Tahun XI, Januari-February 1996. Hartanto Jhon Surjadi, Kamus Bahasa Indonesia 1998, Surabaya.

Ida Susanti Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas, menelaah kesiapan hukum

Indonesia dalam melaksanakan perdagangan bebas, penerbit PT Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2003.

Kamelo Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung, Alumni, 2004.


(2)

Kansil C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977.

Kanter E.Y, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, 2001, Jakarta.

Kelsen Hans, General Theory Of law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,

Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,

Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007.

Kie Tan Thong, Study Notariat (Serba-serbi Praktek Notaris) Buku II, P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Kohar A, Notaris Dalam Praktek, Penerbit Alumni, Bandung, 1983.

Kusumaatmadja Mochtar, Pembaharuan Pendidikan Hukum dan Pembinaan Profesi.

Majalah dan pengetahuan Masyarakat. Padjajaran, jilid V Nomor 3-4, 1975.

Lubis Suhrawardi K, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994.

Lubis. M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. Lumban Tobing G.H.S, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1980 _____________ G.H.S, Peraturan jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983.

_____________G.H.S, Peraturan jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1988. _____________ G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta 1999.

Marmosudjono Sukarton, Penegakan Hukum di Negara Pancasila, Pustaka Kartini, 1989.

Moleong Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990

______________, Metodologi, Penelitian Kualitatif, Bandung, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 1993.

Nasution Bismar dkk, Perilaku Hukum dan Moral Di Indonesia, kumpulan tulisan memperingati 70 tahun Prof. Muhammad Abduh, SH, USU Press, 2004.


(3)

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation And Studies Of Bussiness Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003.

Notodisoerjo R. Soegondo , Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), PT. Raja Grafindo Persada, 1982.

____________________, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu penjelasan), Cetakan kedua, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (Anke Dwi Saputro), Jati Diri Notaris

Indonesia, Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2008.

Prodjodikoro Wirjono , Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari sudut Hukum

Perdata, Mandar Maju Bandung, 2000.

Raharjo Satjipto, Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologi hukum, Sinar Baru, Bandung

Rasjidi Lili dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya bakti, bandung, 2001.

Saleh Ismail, Membangun Citra Profesional Notaris Indonesia, pengarahan /ceramah Umum Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada Upgrading/Refresing Course Notaris se-Indonesia Bandung, 1993.

Singarimbun Masri dkk, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989.

Soekanto Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983.

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995.

Soekanto Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada Jakarta, 1983.


(4)

Soemitro Rochmat Soemitro , Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi

Notaris, Ikatan Notaris Indonesia daerah Jawa barat, Bandung, 1994.

Soemitro Roni Hantijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Semarang, Ghalia Indonesia, 1998.

Sofyan Syahril , Intisari Kuliah TPA I, 2006.

Sumaryono E, Etika Profesi Hukum. Norma-norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997.

Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja garfindo, 1998.

Susanto Budi, Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Yogyakarta, Kanisius, 1992. Tedjosaputro Liliana, Tinjauan Malpraktek di Kalangan Notaris dan Pejabat

Pembuat Akta Tanah dari sudut hukum pidana, Tesis, Fakultas Pascasarjana KPK-UI, Universitas Diponegoro, Semarang, 1990.

Tunggal Hadi Setia, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang jabatan Notaris

dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris,

Jakarta, Harvarindo, 2006.

Wigjosoebroto Sutandyo, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, 1996.

Wignjosoebroto Soetandyo, EtikaProfesi Dikaitkan dengan Profesi Notaris, Ceramah umum pada temu Ilmiah Mahasiswa Notariat se-Indonesia, Pandaan Jawa Timur, 1989.

Wuisman J.J.J. M, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996.


(5)

Undang-Undang

R Subekti dan R Tjitsudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 2008

Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 Kitab Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Himpunan Peraturan perundang-undangan jabatan Notaris, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 & Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang PPAT, dilengkapi: Peraturan menteri, Peraturan Kepala Badan Pertanahan dan Surat Edaran Dirjen Pajak.

Lain-lain

Dewi Rikha Anggraini, Tinjauan Yuridis Pemberian sanksi Perdata dan

Administratif Terhadap Notaris yang melakukan Pelanggaran Oleh Majelis Pengawas Notaris setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004,

tesis Magister Kenotariatan Pascasarjana 2009. Harian Analisa Medan Tanggal 20 February 2009.

http://els.bappenas.go.id/upload/other/, diakses pada tanggal 26 Maret 2010

http://en.wikipedia.org/wiki/Criminal_justice di akses pada tanggal 27 Maret 2010 http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, dipublikasikan pada tahun 2008,

diakses pada tanggal 28 Maret 2010

http://www.duniaesai.com/hukum/hukum22.html diakses tgl 26 Maret 2010

Jurnal renvoi, Nomor 2. 14. II, tanggal 3 Juli 2004.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan dan kebudayaan – Balai Pustaka, Jakarta, 1994.


(6)

Keraf A. Sonny , Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta, 2002.

Muchlis Patahna, “Apa Akar Masalahnya Banyak Notaris tersandung Kasus”, Renvoi, Nomor 1.37. IV, Juni 2006.

Santosa Soegeng, Doddy Radjasa Waluyo, Zulkifli Harahap, Aspek Pidana dalam

Pelaksanaan Tugas Notaris, Renvoi No. 22, Maret, th, 02/2005.

Waspada Online, Notaris terlibat 153 Kasus Tindak Pidana, dipublikasikan 29 Oktober 2007 diakses tanggal 9 November 2009