Uji Efek Terapeutik Dari Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Sebagai Diuretik Pada Tikus Putih Jantan

(1)

UJI EFEK TERAPEUTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS ( Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) SEBAGAI DIURETIK

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

OLEH :

TRI SATYANI SEMBIRING MELIALA NIM 071524079

 

   

 

   

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

BAHAN SKRIPSI

UJI EFEK TERAPEUTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS(Clinacanthus nutans(Burm.f.) Lindau) SEBAGAI DIURETIK

PADA TIKUS JANTAN

 

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

TRI SATYANI SEMBIRING MELIALA NIM 071524079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK TERAPEUTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS ( Clinacanthus nutans (Burm.f.)Lindau) SEBAGAI DIURETIK

PADA TIKUS PUTIH JANTAN Oleh:

TRI SATYANI NIM 071524079

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Agustus 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, SU.,Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 130 935 857 NIP 195311281983031002

Pembimbing II,

Dr. Edy Suwarso, SU.,Apt. NIP 130 935 857

Dra. Marline Nainggolan., MS.,Apt

NIP 195709091985112001 Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP

Medan, Agustus 2010 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “UJI EFEK TERAPEUTIK DARI EKSTRAK ETANOL

DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans(Burm.f.) Lindau) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS JANTAN” untuk memenuhi syarat

dalam mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, serta kepada kakakku atas doa, perhatian, dan dorongan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan fasilitas yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Edy Suwarso, SU., Apt., sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, MS., Apt., sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.


(5)

3. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, MSc, Apt. sebagai Dosen Wali yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.

4. Ibu Dr. Marline Nainggolan, MS., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fitokimia beserta seluruh staf, yang telah mengijinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium selama penelitian.

5. Bapak Drs. Saiful Bahri, MS., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakologi beserta seluruh staf, yang telah mengijinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium selama penelitian.

6. Bapak Prof.Dr.Sumadio Hadisahputra,Apt., Ibu Dr. Rosidah, M.Si., Apt. , Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakutas Farmasi yang telah banyak membimbing penulis selama masa pendidikan.

8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Medan, 2010

Penulis


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi serbuk simplisia dan uji diuretik ekstrak etanol 80% daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) terhadap tikus putih jantan, dengan volume urin yang dihasilkan diukur dengan AAS untuk memperoleh kadar natrium dan kalium.

Serbuk daun dandang gendis mula – mula di ekstraksi dengan etanol 80% secara maserasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan percobaan untuk mengetahui efek diuretik dan dibandingkan menggunakan furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan dihitung kadar natrium dan kalium dengan AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) peroleh hasil kadar air 7,07%, kadar abu total 6,07%, kadar abu total tidak larut dalam asam 0,63%, kadar sari larut dalam air 10,60%, kadar sari larut dalam etanol 10,93%.

Ekstrak etanol 80% daun dandang gendis dengan dosis 150 mg/kg BB memberikan efek diuretika, dan pada dosis 300, 450 mg/kg BB memberikan hasil anti diuretika dibandingkan terhadap kontrol (suspensi CMC 5 mg) dan Furosemid (3,6 mg/kg BB) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Hasil pengukuran volume urin dengan AAS setelah pemberian EDG dosis 150 mg/kg BB 8,7 ml, dosis 300 mg/kg BB 4,1 ml, dosis 450 mg/kg BB 1,8 ml dengan pembanding furosemid dosis 3,6 mg/kg BB 6,73 ml secara oral selama 6 jam. Kadar natrium dosis 150 mg/kg BB 46,905 mcg, dosis 300 mg/kg BB 17,965 mcg, dan dosis 450 mg/kg BB 10,376 mcg dibandingkan dengan furosemid 35,92 mcg. Kadar kalium dosis 150 mg/kg BB 104,23 mcg, dosis 300 mg/kg BB 72,461 mcg, dosis 450 mg/kg BB 23,206 mcg dengan pembanding furosemid 146,24 mcg memiliki efek yang sama pada ekstrak etanol pada dosis 150 mg/kg BB sedangkan pada dosis 300 dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid.

Dapat disimpulkan bahwa pada EDG dosis 150 mg/kg BB sudah menunjukkan efek sebagai diuretika, sedangkan pada dosis 300 mg/kg BB dan dosis 450 mg/kg BB menunjukkan efek sebagai anti diuretika. Dan dapat dilihat semakin tinggi dosis EDG yang digunakan maka akan bersifat sebagai anti diuretika.

Kata kunci : Simplisia daun dandang gendis, maserasi, ekstrak etanol, uji diuretik, furosemid, alat AAS


(7)

ABTRACT

The characterization of powder dried and diuretic test 80% ethanol extract of leave of dandang gendis (Clinacanthus nutans(Burm.f.) Lindau) to male rats, with the volume of urine produced was measured by AAS obtain the concentration of sodium and potassium.

The first powder of leaf of dandang gendis in the extraction with 80% ethanol by maceration, evaporated with the aid of rotary evaporator and the extract obtained driyer freez thick. The ethanol extract was tested in animal experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide (3.6 mg/kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of sodium and potassium by AAS.

The characterization of powder of dandang gendis leaf ( Clinacanthus

nutans (Burm.f) Lindau) gave the water content 7.07%, total ash value 6.07%,

acid insoluble ash 0.63%, water soluble extract is 10.60%, and the ethanol soluble extract is 10.93%.

The extract 80% etanol of leave of dandang gendis with a dose of 150 mg/kg BW diuretic effect, and at doses of 300, 450 mg/kg BW give anti-diuretic compared to controls (5 mg) and furosemide (3.6 mg/kg BW) given orally for 6 hours. Results of urine volume measurement by AAS after administration of EDG dose of 150 mg/kg BW 8.7 ml dose of 300 mg/kg BW 4.1 ml, the dose of 450 mg/kg BW 1.8 ml of comparator dose of 3.6 mg/kg BW furosemide 6.73 ml orally for 6 hours. Sodium level dose of 150 mg/kg BW 46.905 mcg, the dose of 300 mg/kg BW 17.965 mcg, and the dose of 450 mg/kg BW 104.23 mcg, the dose of 300 mg/kg BW 72.461 mcg, the dose of 450 mg/kg BW by comparison furosemide 23.206 mcg 146.24 mcg have the same effect on the ethanol extract at dose of 150 mg/kg BW whereas at doses of 300 and 450 mg/kg BW decreased urine volume compared with furosemide.

Can be concluded that at dose EDG 150 mg/kg BW have demonstrated effects as a diuretic, whereas at a doses 300 and 450 mg/kg BW showed as diuretic effect. And can be seen the higher doses used EDG it will be as an anti-diuretic.

Keywords: leaf of dandang gendis crude, maceration, ethanol extrac, diuretics tested, furosemide, AAS instrument


(8)

DAFTAR ISI

halaman

Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II Metodologi Penelitian ... 5


(9)

2.1.1 Alat – Alat ... 5

2.1.2 Bahan – Bahan ... 5

2.2 Karakterisasi Simplisia ... 6

2.2.1 Penetapan Kadar Abu Total ... 6

2.2.2 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 6

2.2.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 6

2.2.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 7

2.2.5 Penetapan Kadar Air ... 7

2.3 Hewan Percobaan ... 8

2.4 Penyiapan Simplisia daun Daun Dandang Gendis ... 8

2.4.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 8

2.4.2 Identifikasi Tumbuhan ... 8

2.4.3 Pembuatan Simplisia ... 8

2.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (EDG) ... 8

2.6 Penyiapan Bahan Uji , Obat Pembanding dan kontrol ... 9


(10)

2.6.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol daun

Dandang gendis ... 9

2.7 Penyiapan Hewan Percobaan ... 10

2.8 Pengujian efek diuretik daun dandang gendis ... 10

2.8.1 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom ... 10

BAB III Hasil dan Pembahasan ... 12

BAB IV Kesimpulan dan Saran ... 23

4.1 Kesimpulan ... 23

4.2 Saran ... 24


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Dandang Gendis

(Clinacnthus nutans (Burm.f.) Lindau) ………. 12

3.2 Hasil pengukuran Volume Urin Tikus (ml), Kontrol (CMC),

setelah pemberian Furosemid dan EDG ……… 13 3.3 Hasil perhitungan ANAVA dari volume urin ………... 15 3.4 Hasil volume urin dengan menggunakan

perhitungan Duncan ……….. 15 3.5 Kadar Natrium (mcg), control CMC, setelah pemberian

furosemid dan EDG ……….. 16 3.6 Hasil Kadar Natrium dari urin dengan menggunakan

perhitungan ANAVA ... 18 3.7 Hasil Kadar Natrium dari urin dengan menggunakan

perhitungan Duncan ... 18 3.8 Kadar Kalium (mcg), kontrol (CMC), setelah pemberian

furosemid EDG ... 19

3.9 Hasil perhitungan kadar Kalium secara ANAVA ... 20 3.10 Hasil perhitungan kadar Kalium secara Duncan ... 21


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

3.1. Nilai volume urin total tikus putih jantan rata–rata ± Sd

dengan pengulangan 6 ekor hewan uji ... 14

3.2. Nilai kadar Natrium urin total tikus putih jantan rata–rata

± Sd dengan pengulangan 6 ekor hewan uji... 17

3.3. Nilai kadar Kalium urin total tikus putih jantan rata–rata


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1. Identifikasi tumbuhan ... 26

2. Tumbuhan dan daun segar Dandang Gendis(Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) ... 27

3. Simplisia dan serbuk simplista daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) ... 28

4. Perhitungan karakterisasi simplisia ... 29

5. Modifikasi seperangkat alat penampung urin tikus ... 34

6. Alat yang digunakan... 35

7. Alat AAS ………... 36

8. Data volume urin, kadar natrium dan kalium setelah Pemberianekstrakdanpembanding………. 37

9. Grafik hasil penelitian ………... 38

10. Hasil pengujian AAS dari volume total urin untuk kalium ... 41

Hasil pengujian AAS dari volume total urin untuk natrium ………. 43

11. Pemeriksaan AAS ... 45

12. Contoh perhitungan dosis ……… 46

13. Contoh perhitungan kadar ………... 47 14. Bagan pembuatan Ekstrak Etanol daun


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi serbuk simplisia dan uji diuretik ekstrak etanol 80% daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) terhadap tikus putih jantan, dengan volume urin yang dihasilkan diukur dengan AAS untuk memperoleh kadar natrium dan kalium.

Serbuk daun dandang gendis mula – mula di ekstraksi dengan etanol 80% secara maserasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan percobaan untuk mengetahui efek diuretik dan dibandingkan menggunakan furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan dihitung kadar natrium dan kalium dengan AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) peroleh hasil kadar air 7,07%, kadar abu total 6,07%, kadar abu total tidak larut dalam asam 0,63%, kadar sari larut dalam air 10,60%, kadar sari larut dalam etanol 10,93%.

Ekstrak etanol 80% daun dandang gendis dengan dosis 150 mg/kg BB memberikan efek diuretika, dan pada dosis 300, 450 mg/kg BB memberikan hasil anti diuretika dibandingkan terhadap kontrol (suspensi CMC 5 mg) dan Furosemid (3,6 mg/kg BB) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Hasil pengukuran volume urin dengan AAS setelah pemberian EDG dosis 150 mg/kg BB 8,7 ml, dosis 300 mg/kg BB 4,1 ml, dosis 450 mg/kg BB 1,8 ml dengan pembanding furosemid dosis 3,6 mg/kg BB 6,73 ml secara oral selama 6 jam. Kadar natrium dosis 150 mg/kg BB 46,905 mcg, dosis 300 mg/kg BB 17,965 mcg, dan dosis 450 mg/kg BB 10,376 mcg dibandingkan dengan furosemid 35,92 mcg. Kadar kalium dosis 150 mg/kg BB 104,23 mcg, dosis 300 mg/kg BB 72,461 mcg, dosis 450 mg/kg BB 23,206 mcg dengan pembanding furosemid 146,24 mcg memiliki efek yang sama pada ekstrak etanol pada dosis 150 mg/kg BB sedangkan pada dosis 300 dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid.

Dapat disimpulkan bahwa pada EDG dosis 150 mg/kg BB sudah menunjukkan efek sebagai diuretika, sedangkan pada dosis 300 mg/kg BB dan dosis 450 mg/kg BB menunjukkan efek sebagai anti diuretika. Dan dapat dilihat semakin tinggi dosis EDG yang digunakan maka akan bersifat sebagai anti diuretika.

Kata kunci : Simplisia daun dandang gendis, maserasi, ekstrak etanol, uji diuretik, furosemid, alat AAS


(15)

ABTRACT

The characterization of powder dried and diuretic test 80% ethanol extract of leave of dandang gendis (Clinacanthus nutans(Burm.f.) Lindau) to male rats, with the volume of urine produced was measured by AAS obtain the concentration of sodium and potassium.

The first powder of leaf of dandang gendis in the extraction with 80% ethanol by maceration, evaporated with the aid of rotary evaporator and the extract obtained driyer freez thick. The ethanol extract was tested in animal experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide (3.6 mg/kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of sodium and potassium by AAS.

The characterization of powder of dandang gendis leaf ( Clinacanthus

nutans (Burm.f) Lindau) gave the water content 7.07%, total ash value 6.07%,

acid insoluble ash 0.63%, water soluble extract is 10.60%, and the ethanol soluble extract is 10.93%.

The extract 80% etanol of leave of dandang gendis with a dose of 150 mg/kg BW diuretic effect, and at doses of 300, 450 mg/kg BW give anti-diuretic compared to controls (5 mg) and furosemide (3.6 mg/kg BW) given orally for 6 hours. Results of urine volume measurement by AAS after administration of EDG dose of 150 mg/kg BW 8.7 ml dose of 300 mg/kg BW 4.1 ml, the dose of 450 mg/kg BW 1.8 ml of comparator dose of 3.6 mg/kg BW furosemide 6.73 ml orally for 6 hours. Sodium level dose of 150 mg/kg BW 46.905 mcg, the dose of 300 mg/kg BW 17.965 mcg, and the dose of 450 mg/kg BW 104.23 mcg, the dose of 300 mg/kg BW 72.461 mcg, the dose of 450 mg/kg BW by comparison furosemide 23.206 mcg 146.24 mcg have the same effect on the ethanol extract at dose of 150 mg/kg BW whereas at doses of 300 and 450 mg/kg BW decreased urine volume compared with furosemide.

Can be concluded that at dose EDG 150 mg/kg BW have demonstrated effects as a diuretic, whereas at a doses 300 and 450 mg/kg BW showed as diuretic effect. And can be seen the higher doses used EDG it will be as an anti-diuretic.

Keywords: leaf of dandang gendis crude, maceration, ethanol extrac, diuretics tested, furosemide, AAS instrument


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora yaitu dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di dunia, sekitar 30.000 tumbuh di Indonesia. Ada yang dibudidayakan dan ada yang masih tumbuh liar di hutan, dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional. Tumbuhan berkhasiat obat yang banyak dijumpai disekitar masyarakat, ada yang berupa bumbu dapur , tanaman hias, tanaman sayuran, dan tanaman obat. Selain itu berupa tanaman liar dan tumbuh di sembarang tempat tanpa ada yang memperhatikan (Anonim,2005).

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Ditjen POM,2000).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman obat untuk mengobati berbagai penyakit sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan sebelum pelayanan kesehatan formal menyentuh masyarakat. Pelayanan kesehatan formal biasanya menggunakan obat – obatan kimia, dan ketika obat kimia ditemukan, maka bahan obat alami (obat tradisional) tersebut mulai tersisih. Padahal bahan alami mengandung berbagai


(17)

kelebihan diantaranya mudah diperoleh, harganya murah karena bisa ditanam sendiri dan relatif tanpa efek samping dibanding obat modern. Hal ini disebabkan oleh efek dari obat tradisional yang bersifat alamiah, tidak sekeras dari obat – obatan kimia (Wijayakusuma,1996).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat yang sedang dikembangkan akhir – akhir ini adalah tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau), famili Acanthaceae, yang dikenal dengan nama ki tajam (Sunda), gendis/dandang gendis (Jawa). Diluar negeri tanaman ini dikenal dengan istilah pha ya yor (Thailand), bi phaya yow (Cina). Khasiat dari tanaman ini sebagai diuretik, antiinflamasi, antidiabetik dan antibakteri. Adapun famili yang sama dengan tumbuhan ini antara lain gandarusa dan sambiloto, dimana keduanya digunaakan masyarakat luas untuk mengobati diuretik. Diuretik merupakan obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin atau dikenal dengan istilah diuresis. Diuresis merupakan penambah volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat – zat terlarut air. Diuretik dapat meningkatkan aliran urin dengan menghambat reabsorbsi natrium dan air dari tubulus ginjal (Anonim,2005).

Hasil skrining yang telah dilakukan Wirasty (2004), daun dandang gendis mengandung senyawa golongan alkaloid, triterpenoid/steroid, glikosida, tanin, saponin, flavonoid dan minyak atsiri. Disamping itu mengandung senyawa lupeol, betulin, dan sitosterol (Anonim,2005).


(18)

sebagai pembanding digunakan furosemid. Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) dapat berkhasiat sebagai diuretik.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakteristik serbuk simplisia daun dandang gendis ?

2. Apakah kadar natrium dan kalium hasil ekskresi secara AAS pada ekstrak etanol daun dandang gendis mempunyai efek diuretik yang diuji terhadap tikus putih jantan dengan menggunakan pembanding furosemid ?

3. Berapa besar peranan eksktrak etanol daun dandang gendis untuk diuretik dibanding furosemid ?

1.3 Hipotesis

1. Karakteristik simplisia daun dandang gendis dapat diperoleh dengan memakai prosedur pada Materia Medika Indonesia.

2. Ekstrak etanol daun dandang gendis mempunyai efek diuretik terhadap kadar natrium dan kalium hasil ekskresi secara AAS pada urin tikus putih jantan.

3. Ekstrak etanol daun dandang gendis memberikan efek yang berbeda jika diberikan secara oral pada tikus putih jantan dibanding furosemid.


(19)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik serbuk simplisia daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau).

2. Untuk mengetahui efek diuretik dari ekstrak etanol daun dandang gendis dibanding furosemid terhadap kadar natrium dan kalium hasil ekskresi yang di uji secara AAS pada urin tikus putih jantan.

3. Untuk mengetahui perbedaan efek ekstrak etanol daun dandang gendis dan furosemid yang diberikan secara oral pada tikus putih jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ekstrak etanol daun dandang gendis ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengobatan diuretik (peluruh air seni) dan dapat digunakan sebagai bahan obat fitofarmaka.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Dandang Gendis 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Tumbuhan dandang gendis memilki sistematika sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Solanales

Suku : Acanthaceae

Marga : Clinacanthus

Spesies : Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) (Anonim, 2005).

2.1.2 Nama Lain

Tumbuhan dandang gendis memiliki nama lain yaitu :

Sinonim : Beleperone futgina Hassk., Clinacanthus burmani Nees.

Nama daerah : Daun Thailand, Lidah ular, seribu bias (Sumatera),


(21)

Nama asing : Pha ya yor (Thailand), Bi phaya yow (Cina) (Anonim, 2005)

2.1.3 Habitat

Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau)

umumnya tumbuh liar di pekarangan dan sebagai tanaman pagar pada ketinggian 1-900 m dpl (Anonim, 2008).

2.1.4 Morfologi

Tumbuhan clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau memiliki akar

tunggang berwarna putih kotor. Batang berkayu, beruas, silindris dan berwarna hijau. Daun berwarna hijau, tunggal, berhadapan, berbentuk lanset, panjang 8 – 12 mm, lebar 4 – 6 mm, tulang daun menyirip, ujung runcing, pangkal membulat, tepi beringgit, permukaan daun tidak berbulu, permukaan atas lebih tua dan lebih mengkilap.

Bunga tumbuhan dandang gendis merupakan Bunga majemuk, kelopak bunga berbulu, panjang ± 1 cm, mahkota bunga berbentuk tabung memanjang, warna bunga berwarna merah muda, benang sari berwarna coklat (Anonim, 2008).

2.1.5 Khasiat dan Penggunaannya

Dalam system pengobatan cinadan pengobatan tradisional lain disebutkan

bahwa tanaman ini memiliki sifat seperti mengefektifkan fungsi kelenjar tubuh, meningkatkan sirkulasi, peluruh seni, penurun panas karena demam, mengobati disentri (Anonim, 2008).


(22)

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara (Depkes, 2000) yaitu :

a. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat

adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah penarikan cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006) dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes, 2007).

b. Perkolasi

Percolare berasal dari kata ”colare”, artinya menyerkai dan ”per” =

through, artinya menembus (Syamsuni, 2006). Dengan demikian, perkolasi adalah

suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan


(23)

menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000).

Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal (Agoes, 2007).

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

d. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana

pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

e. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati


(24)

2.3 Diuretik

Dalam istilah diuresis ada dua pengertian yaitu adanya penambahan

volume urin dan pengeluaran keseluruhan dari pada zat terlarut dalam air. Kegunaan terpenting diuretik adalah untuk memobilisasi air dan elektrolit dalam tubuh. Indikasi utama diuretik adalah pada oedema akut/kronis, hipertensi dan insufisiensi jantung. Tempat kerja diuretik umumnya terletak pada sepanjang nefron yaitu pada tubulus proksimal, jerat henle, tubulus distal atau pada tubulus penampung. Nefron merupakan suatu kesatuan fungsional yang membentuk ginjal. Mengetahui tempat kerja diuretik sangat bermanfaat karena yang menentukan potensi kerja dan efek samping diuretik adalah tempat kerja.

Diuretik selain memperbanyak pengeluaran air juga dapat menambah pengeluaran elektrolit. Maka diuretik dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat transport elektrolit di tubuli ginjal (Ganong, 1989).


(25)

Gambar 1 : Diagram nefron yang membentuk bagian tubulus renalis 2.4 Mekanisme Pembentukan Urin

Darah yang mengalir ke ginjal difiltrasi di glomeruli. Dalam filtrasi ini

lebih kurang 13% cairan saja yang dapat melalui glomeruli dan masuk ke dalam tubulus proksimal. Sewaktu filtrat glomerulus menuruni tubulus, maka volumenya berkurang dan komposisinya diubah oleh proses reabsorbsi tubulus (penyingkiran air dan solut dari cairan tubulus) dalam bentuk urin yang memasuki pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urin berjalan ke dalam vesica urinaria dan dikeluarkan ke


(26)

Gambar 2 : Organ – organ yang membentuk saluran urinari 2.5 Furosemid

Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform, larut dalam 75 bagian etanol(95%) dan dalam 850 bagian eter, larut dalam larutan alkali hidroksida (Depkes, 1979).

Turunan sulfonamida ini berdaya diuretik kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru – paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5 – 1 jam dan bertahan 4 – 6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya.

Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%, plasma t1/2-nya 30 – 60 menit, ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi

juga lewat empedu.

Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v terlalu cepat dan terjadi ketulian (reversibel) dan hipotensi. Hipokalemia reversibel dapat terjadi pula.


(27)

Dosis pada udema: oral 40 – 80 mg pagi p.c., jika perlu atau insufisiensi ginjal jarang sampai 250 – 4000 mg sehari dalam 2 – 3 dosis. Injeksi i.v (perlahan) 20 – 40 mg, pada keadaan kemelut hipertensi sampai 500 mg.

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu spektrofotometri serapan

yang dugunakan untuk mendeteksi uap atom logam. Cara kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda ( hallow cathode lamp ) yang mengandung unsure yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya.

Alat – alat Spektrofotometri Serapa Atom

1. Sumber sinar ( hallow cathode lamp )

Fungsi dari hallow cathode lamp adalah sebagai sumber energi radiasi. Energi radiasi merupakan karakterisasi dari elemen katoda dan neon. Ion – ion neon yang dipercepat mempengaruhi permukaan katoda yang menyebabkan atom – atom logam mendidih pada permukaan katoda. Banyak dari atom – atom dihamburkan ke fase gas yakni pada tingkat pertama tereksitasi.

2. Burner dan nyala

Nyala, burner dan nebulizer pada alat AAS menyebabkan kation – kation logam dalam larutan menghasilkan atom – atom logam. Alat AAS membuat


(28)

3. Monokromator

Monokromator menghamburkan radiasi yang berasal dari nyala pada panjang gelombang tertentu ke detector.

4. Detektor

Detector digunakan untuk mengukur intensitas sinar dari sumber sinar. Intensitas sinar sebanding dengan jumlah atom dalam sampel.

5. Alat penunjuk ( Readout Device )

Alat penunjuk berupa rekorder. Hasil diubah dalam absorbansi atau konsentrasi.

Bagan alat Spektrofotometer Serapan Atom dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini (Basset et al., 1994).


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental yang terdiri dari beberapa tahapan meliputi : pembuatan ekstrak daun dandang gendis, karakterisasi simplisia dan pengujian efek diuretik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh di analisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata duncan menggunakan program statistical and product service solution (SPSS).

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat–alat gelas laboratorium, neraca listrik (Chyo JP 2-6000), neraca hewan (Presica, Geniweight GW-1500 ), timbangan hewan (Chyo JP2-6000), rotary evaporator (Heidolph vv-2000), freeze dryer (Modulyo, Edwards serial no: 3985), mortir dan stamfer, oral sonde, seperangkat alat pengujian diuresis berupa modifikasi kandang metabolik, AAS (Shimadzu AA 6200).

3.1.2 Bahan–bahan

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dandang gendis, etanol (hasil destilasi), karboksi metil selulosa (CMC), akuades


(30)

3.2 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi serbuk simplisia daun dandang gendis dilihat menurut Materia Medika Indonesia edisi VI.

3.2.1. Penetapan Kadar Abu Total

Lebih kurang 2-3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan – lahan hingga arang habis, dinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.2. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.3. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam akuades sampai 1 liter) dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok salama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring, sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap.


(31)

Kadar sari yang larut dalam air di hitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.4. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.5. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar sari dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena). Cara penetapan : ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml akuades, didestilasi selama 2 jam. Setelah toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati – hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur,kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah jenuh. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume dibaca. Selisih kedua volume air dibaca


(32)

3.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar dengan berat badan 180–220 g. tikus telah dikondisikan selama 7 hari dalam kandang yang bersih dan diberi makanan dan minuman.

3.4 Penyiapan simplisia daun dandang gendis

Penyiapan serbuk daun dandang gendis meliputi pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, pengolahan simplisia.

3.4.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Bahan yang digunakan adalah daun dandang gendis yang masih segar, dan dewasa yang diambil dari lingkungan di sekitar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor (Junius, 2007). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 10.

3.4.3 Pembuatan simplisia

Daun dandang gendis yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian dikeringkan di udara terbuka terlindung dari cahaya matahari. Setelah kering, daun diserbuk kemudian disimpan dalam wadah yang kering.


(33)

3.5 Pembuatan ekstrak etanol daun dandang gendis (EDG)

Sebanyak 550 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap ditambahkan pelarut etanol 80% sampai serbuk simplisia terendam sempurna. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya matahari sambil sesekali diaduk, kemudian disaring. Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40° C sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu ± 40 ° C selama ± 24 jam. (Ditjen POM, 1974 ).

3.6 Penyiapan Bahan Uji, Obat Pembanding dan Kontrol

Ekstrak etanol 80% simplista daun dandang gendis dibuat dalam bentuk suspensi menggunakan CMC 0,5%. Obat pembanding furosemid dibuat dalam bentuk suspensi CMC 0,5%. Kontrol negatif yang digunakan adalah suspensi CMC 5 mg.

3.6.1 Pembuatan Suspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi aquadest yang panas sebanyak 10 ml gerus cepat hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian setelah kembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit air, kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, volumenya dicukupkan hingga 100 ml.

3.6.2 Pembuatan Suspensi Furosemid


(34)

dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, volumenya dicukupkan dengan akuades hingga 10 ml.

3.6.3 Larutan Induk Dosis Suspensi Ekstrak Etanol daun Dandang Gendis

Dalam lumpang yang berisi ekstrak etanol daun dandang gendis 5 g ditambahkan suspensi CMC 0,5 % sedikit demi sedikit sambil terus digerus lalu masukkan kedalam labu tentukur 100 ml, kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml.

3.7 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih yang sehat. Sebelum percobaan dimulai, dilakukan pra perlakuan untuk menentukan tikus yang memenuhi syarat untuk mengikuti penapisan terarah. Tikus yang sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan gerakan yang lincah.

3.8 Pengujian efek diuretik daun dandang gendis

Tikus dipuasakan tidak diberi makan selama 18 jam dengan tetap diberi minum, kemudian bobot tikus ditimbang. Masing – masing tikus diberi perlakuan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (pemberian CMC 5 mg), kontrol positif (suspensi furosemid 3,6 mg/kg BB), dan pemberian bahan obat EDG dosis 150, 300, dan 450 mg/kg BB.

Tikus diletakkan di dalam kandang metabolik yang dimodifikasi terbuat dari silinder plastik yang dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung


(35)

dibawahnya untuk menampung urin. Volume urin yang diekskresikan dicatat selama 6 jam sebagai urin total (Ditjen POM, 1993).

3.8.1 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom

Sebanyak 1 ml volume urin dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml kemudian dicukupkan dengan akuades sampai 50 ml. Pindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 ml HNO3 p dan beberapa batu didih. Didihkan

secara perlahan-lahan kemudian diuapkan pada waterbath hingga volume urin total tinggal 20 ml, saring. Filtrat dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml cukupkan dengan akuades sampai garis tanda, selanjutnya diukur menggunakan alat AAS (SNI, 2004).


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk simplisia daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Dandang Gendis

(Clinacnthus nutans (Burm.f.) Lindau)

No Parameter Hasil

%

MMI VI %

1 Kadar air 7,07 Tidak kurang dari 10 2 Kadar abu total 6,07 Tidak lebih dari 8 3 Kadar abu tidak larut asam 0,63 Tidak kurang dari 1 4 Kadar sari larut dalam air 10,60 Tidak lebih dari 24 5 Kadar sari larut dalam etanol 10,93 Tidak kurang dari 6

Hasil karakterisasi simplisia daun dandang gendis tidak tercantum pada Materia Medika Indonesia, sehingga sebagai standard diambil perbandingan berdasarkan suku yang sama yaitu Acanthaceae tetapi berbeda tumbuhan, hasilnya memenuhi syarat, dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian.

Pemeriksaan karakterisasi pada simplisia daun dandang gendis yaitu menentukan kandungan air simplisia, karena air merupakan media yang baik untuk ditumbuhi bakteri. Batas maksimal kandungan air dalam simplisia adalah 10 %. Kadar abu total dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa anorganik pada simplisia daun tersebut. Sedangkan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui bahan–bahan yang tidak larut dalam asam. Kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui senyawa polar yang terlarut dalam air misalnya flavonoid, tanin dan glikosida. Kadar sari larut dalam etanol untuk


(37)

mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, yaitu disamping senyawa di atas juga tersari senyawa triterpenoid/steroid, lemak dan klorofil (Wirasty, 2004).

Pengujian efek diuretik ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus

nutans (Burm.f.) Lindau) yang dibandingkan dengan obat diuretik furosemid

dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.1. Pengujian efek diuretik ini menggunakan tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol (CMC 5 mg), kelompok pembanding (Furosemid dosis 3,6 mg/kg BB) dan kelompok uji EDG dosis 150, 300, dan 450 mg/kg BB.

Tabel 4.2 : Hasil pengukuran Volume Urin Tikus (ml), Kontrol (CMC), setelah

pemberian Furosemid dan EDG

No Perlakuan Volume Urin Rata-rata ± sd  1 Kontrol CMC 4,2 2,4 3,6 2,6 2,8 2,8 3,06 ± 0,688

2 Furosemid 6,4 6,8 10,6 8,4 4,2 4,0 6,73 ± 2,519

3 EDG dosis 150 mg/kgBB

10,2 10,6 9,4 9,8 6,2 6,0 8,7 ± 2,054

4 EDG dosis 300 mg/kgBB

2,2 2,2 6,0 5,2 5,4 3,6 4,1 ± 1,672

5 EDG dosis 450 mg/kgBB


(38)

volume total urin 1.8 ± 0.657 4.1 ± 1.672 8.7 ± 2.054 6.73 ± 2.519 3.06 ± 0.688 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

K F D1 D2 D3

perlakuan rat a-rat a vo lu m e ur in ( m l)

Gambar 4.1 : Nilai volume urin tikus putih jantan rata – rata ± sd

Keterangan : K(kontrol), F(Furosemid), D1(Dosis 150mg), D2(Dosis 300mg) D3(Dosis 450mg)

Pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa volume urin rata – rata untuk kontrol (CMC) 3,06 ± 0,688 ml, furosemid 3,6 mg/kg BB 6,73 ± 2,519 ml, EDG dosis 150 mg/kg BB 8,7 ± 2,054 ml, dosis 300 mg/kg BB 4,1 ± 1,672 ml, dan dosis 450 mg/kg BB 1,8 ± 0,657 ml. Hasil uji statistik dari EDG bila dibandingkan dengan furosemid diperoleh bahwa dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang sama dengan furosemid. Sedangkan pada dosis 300, dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid. Selanjutnya dilakukan uji dengan ANAVA yaitu rancangan acak lengkap (RAL) hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(39)

Tabel 4.3 : Hasil perhitungan ANAVA dari volume urin Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups

188.461 4 47.115 16.509 .000

Within Groups

71.347 25 2.854

Total 259.808 29

Hasil perhitungan dengan ANAVA didapat bahwa nilai signifikan 0.00, tidak melebihi dari persyaratan signifikan yaitu 0.05. Artinya masing – masing perlakuan memberikan perbedaan yang bermakna, untuk hal ini maka perlu dilanjutkan dengan pengujian beda rata – rata dari masing – masing perlakuan dengan uji Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 : Hasil volume urin dengan menggunakan perhitungan Duncan Signifikansi = 0.05

Perlakuan N 1 2 3

EDG dosis 450 mg/kg BB

6 1.8000

Kontrol 6 3.0667 3.0667

EDG dosis 300 mg/kg BB

6 4.1000

Furosemid 6 6.7333

EDG dosis 150 mg/kgBB

6 8.7000


(40)

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa EDG dosis 150 mg/kg BB dan furosemid 3,6 mg/kg BB mempunyai efek yang sama dengan nilai signifikansinya adalah 0,055 yang masih lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil uji Duncan terhadap kontrol negatif (CMC) dengan signifikansinya 0,300 yaitu dengan EDG 300 mg/kg BB signifikansinya 0,300 lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ). Selain itu makin bertambah besar dosis EDG yaitu 450 mg/kg BB juga memberikan nilai yang sama dengan kontrol negatif (CMC) dengan nilai signifikansinya 0,206 yang ternyata juga lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ).

Tabel 4.5 : Kadar Natrium (mcg), control CMC, setelah pemberian Furosemid

dan EDG

 

No Perlakuan Kadar Natrium Rata-rata ± sd  1 Kontrol CMC 34,51 8,18 15,41 13,04 12,60 13,36 16,18 ± 9,286

2 Furosemid 18,56 45,12 35,94 71,55 22,06 22,29 35,92 ± 20,166

3 EDG dosis 150 mg/kgBB

47,01 80,84 23,58 91,85 17,75 20,40 46,905 ± 32,459

4 EDG dosis 300 mg/kgBB

6,02 7,26 26,07 18,01 30,73 19,70 17,965 ± 9,888

5 EDG dosis 450 mg/kgBB


(41)

kadar natrium dari urin 10.37 ± 4.967 17.96 ± 9.888 46.91 ± 32.459 35.92 ± 20.166 16.18 ± 9.286 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

K F D1 D2 D3

perlakuan ra ta -r at a kad ar n a tr iu m ( m c g )

Gambar 4.2 : Nilai kadar Natrium urin tikus putih jantan rata – rata ± sd

Keterangan : K(kontrol), F(Furosemid), D1(Dosis 150mg), D2(Dosis 300mg) D3(Dosis 450mg)

Pada Tabel 3.5 dan Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa dari hasil rata – rata yang diperoleh untuk kontrol CMC 16,18 ± 9,286 mcg; furosemid 3,6 mg/kg BB 35,92 ± 20,166 mcg; EDG dosis 150 mg/kg BB 46,905 ± 32,459 mcg; dosis 300 mg/kg BB 17,965 ± 9,888 mcg; dan dosis 450 mg/kg BB 10,376 ± 4,967 mcg. Hasil uji statistik dari EDG bila dibandingkan dengan furosemid diperoleh pada dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang sama dengan furosemid. Sedangkan pada dosis 300, dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid dan dosis 150 mg/kg BB. Selanjutnya dilakukan uji dengan ANAVA yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(42)

Tabel 4.6 : Hasil Kadar Natrium dari urin dengan menggunakan perhitungan

ANAVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups

5634.226 4 1408.556 4.220 .010

Within Groups

8345.156 25 333.806

Total 13979.382 29

Hasil perhitungan ANAVA menunjukkan bahwa nilai signifikan 0.010, tidak melebihi dari persyaratan signifikan yaitu 0.05. Artinya masing–masing perlakuan memberikan perbedaan yang bermakna, untuk hal ini maka perlu dilanjutkan dengan pengujian beda rata–rata dari masing–masing perlakuan dengan uji Duncan, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 : Hasil Kadar Natrium dari urin dengan menggunakan perhitungan

Duncan

Signifikansi = 0.05

Perlakuan N 1 2 3

EDG dosis 450 mg/kg BB 6 10.3767

Kontrol 6 16.1833 16.1833

EDG dosis 300 mg/kg BB 6 17.9650 17.9650

Furosemid 6 35.9200 35.9200

EDG dosis 150 mg/kg BB 6 46.9050 Duncana


(43)

Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pada EDG dosis 150 mg/kg BB dibandingkan dengan kontrol dengan nilai signifikansinya adalah 0,308 yang masih lebih besar dari 0,05 (p>0,05) dan pada dosis 300 mg/kg BB dengan nilai signifikansinya 0,504 dimana masih lebih besar dari 0,05 ( p>0,05), begitu juga untuk dosis 450 mg/kg BB menunjukkan nilai signifikansinya 0,504, yaitu mempunyai nilai yang lebih besar dari 0,05 ( p>0,05). Penurunan kadar natrium urin tikus pada pemberian EDG dosis 300 dan 450 mg/kg BB menunjukkan efek antidiuretik dengan nilai yang sama pada uji kontrol. Hasil uji Duncan menunjukkan kontrol negatif (CMC) dengan signifikansinya 0,088 lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ). Semakin bertambah besarnya dosis EDG yaitu 450 mg/kg BB juga memberikan nilai yang sama dengan kontrol negatif (CMC), dimana nilai signifikansinya 0,504 yang ternyata juga lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ). Jadi dapat dikatakan bahwa dengan pemberian EDG dosis yang lebih besar dari 150 mg/kg BB menunjukkan efeknya sebagai antidiuretik.

Tabel 4.8 : Kadar Kalium (mcg), kontrol (CMC), setelah pemberian Furosemid,

EDG

No Perlakuan Kadar Kalium Rata-rata ± sd 

1 Kontrol CMC 120,76 38,33 54,45 58,35 54,44 46,20 62,088 ±

29,631

2 Furosemid 106,58 172,04 273,86 184,49 77,58 62,94 146,24 ±

79,55

3 EDG dosis

150 mg/kgBB

206,13 95,88 168,51 55,05 51,40 48,43 104,23 ±

67,688

4 EDG dosis

300 mg/kgBB

14,24 14,52 125,61 90,95 116,83 72,62 72,461 ±


(44)

kadar kalium dari urin 23.21 ± 10.986 72.46 ± 48.748 104.23 ± 67.688 146.24 ± 79.55 62.08 ± 29.631 0 20 40 60 80 100 120 140 160

K F D1 D2 D3

perlakuan rat a-ra ta kad ar kal iu m ( m cg)

Gambar 4.3 : Nilai kadar Kalium urin total tikus putih jantan rata – rata ±sd

Keterangan : K(kontrol), F(Furosemid), D1(Dosis 150mg), D2(Dosis 300mg) D3(Dosis 450mg)

Pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dari perolehan hasil rata – rata untuk kontrol (CMC) 62,088 ± 29,631 mcg, furosemid 3,6 mg/kg BB 146,24 ± 79,55 mcg, EDG dosis 150 mg/kg BB 140,23 ± 67,688 mcg, dosis 300 mg/kg BB 72,461 ± 48,748 mcg, dan dosis 450 mg/kg BB 23,206 ± 10,986 mcg. Hasil uji statistik bila dibandingkan dengan furosemid terhadap EDG maka diperoleh pada dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang sama dengan furosemid. Sedangkan pada dosis 300 mg/kg BB, dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid. Data dari Tabel 3.8 selanjutnya dilakukan uji dengan ANAVA yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada Tabel 4.9.


(45)

Tabel 4.9 : Hasil perhitungan kadar Kalium secara ANAVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

51393.954 4 12848.489 4.497 .007

Within Groups

71425.880 25 2857.035

Total 122819.835 29

Hasil dari perhitungan dengan ANAVA didapat bahwa nilai signifikan 0.007, tidak melebihi dari persyaratan signifikan yaitu 0.05. Artinya masing – masing perlakuan memberikan perbedaan yang bermakna, untuk hal ini maka perlu dilanjutkan dengan pengujian beda rata – rata dari masing – masing perlakuan dengan uji Duncan.

Tabel 4.10 : Hasil perhitungan kadar Kalium secara Duncan

Signifikansi = 0.05

Perlakuan N 1 2 3

EDG dosis 450 mg/kg BB 6 23.2067

Kontrol 6 62.0883 62.0883

EDG dosis 300 mg/kg BB 6 72.4617 72.4617

EDG dosis 150 mg/kg BB 6 104.2333 104.2333

Furosemid 6 146.2483

Duncana


(46)

Pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa pada EDG dosis 150 mg/kg BB sudah menunjukkan efek sebagai antidiuretik jika dibandingkan dengan furosemid 3,6 mg/kg BB. Maka dapat dikatakan pada dosis 150 mg/kg BB EDG sudah menunjukkan efek sebagai antidiuretik dan menbandingkannya dengan kontrol dengan nilai signifikansinya adalah 0,186 yang masih lebih besar dari 0,05 (p>0,05) dan pada dosis 300 mg/kg BB dengan nilai signifikansinya 0,143 dimana masih lebih besar dari 0,05 ( p>0,05), begitu juga untuk dosis 450 mg/kg BB menunjukkan nilai signifikansinya yaitu 0,143 mempunyai nilai yang lebih besar dari 0,05 ( p>0,05). Penurunan kadar kalium urin tikus putih jantan pada pemberian EDG dengan dosis 300 dan 450 mg/kg BB menunjukkan efek antidiuretik. Jadi pada dosis kecil dari EDG yaitu dosis 150 mg/kg BB sudah bisa menunjukkan efek sebagai antidiuretik jika dibandingkan dengan kontrol.

Hasil uji Duncan menunjukkan kontrol negatif (CMC) dengan signifikansinya 0,143 yang lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ). Selain itu makin bertambah besarnya dosis EDG yaitu 450 mg/kg BB juga memberikan nilai yang sama dengan kontrol negatif (CMC) dengan nilai signifikansinya 0,209 yang ternyata juga lebih besar dari 0,05 ( p>0,05 ). Jadi dapat dikatakan bahwa dengan pemberian EDG dosis yang lebih besar dari 150 mg/kg BB menunjukkan efeknya sebagai antidiuretik.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun dandang gendis (Clinacanthus

nutans (Burm.f) Lindau) diperoleh kadar air 7,07%, kadar abu total 6,07%,

kadar abu total tidak larut asam 0,63%, kadar sari larut dalam air 10,60%, kadar sari larut dalam etanol 10,93%.

2. Volume total urin rata-rata yang diperoleh seteleh pemberian EDG dosis 150 mg/kg BB 8,7±2,054 ml, dosis 300 mg/kg BB 4,1±1,672 ml, dan dosis 450 mg/kg BB 1,8±0,657 ml dengan furosemid 3,6 mg/kg BB 6,73±2,519 ml, diperoleh bahwa dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang sama dengan furosemid, sedang pada dosis 300 dan 450 mg/kg BB volume urinnya menurun dibandingkan dengan furosemid. Kadar natrium dosis 150 mg/kg BB 46,905±32,459 mcg dengan nilai signifikansinya 0,308 (p>0,05), dosis 300 mg/kg BB 17,965±9,888 mcg, dan dosis 450 mg/kg BB 10,376±4,967 mcg menunjukkan efek antidiuretik dengan nilai yang sama pada uji kontrol dengan nilai signifikansinya 0,504 (p>0,05). Kadar kalium dosis 150 mg/kg BB 140,23±67,688 mcg dengan signifikansinya 0,186, dosis 300 mg/kg BB 72,461±48,748 mcg, dan 450 mg/kg BB 23,206±10,986 mcg nilai signifikansinya 0,143 (p>0,05).


(48)

dibandingkan dengan furosemid, sedang dosis 300 dan 450 mg/kg BB menunjukkan efek sebagai antidiuretik. Dimana semakin tinggi dosis maka jumlah volume urin akan semakin sedikit.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti kandungan senyawa kimia yang lain yang terdapat dalam sampel Clinacanthus nutans Lindau.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ‘Clinacanthus nutans’. Online 2005

http://www.idionline.org/obat/tradisional/d.htm

http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku/I-077.pdf

Departemen Kesehatan RI. (1974). Ekstra Farmakope Indonesia. Jilid I. Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V Jakarta : Depkes RI.

Direktorat jenderal POM, (1993). Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia

dan Pengujian Klinik. Jakarta : Balai Pengembangan dan Pemanfaatan

Obat Bahan Alam. Departemen Kesehatan RI.

Direktorat jenderal POM, (2000). Parameter Standar umum Ekstrak tumbuhan

Obat. Cetakan Pertama, Jakarta : Depkes RI.

Harborne, JB. (1987). Metode Fitokimia : Penuntun cara modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi II. Bandung ITB Press.

Robinson, T.(1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: penebit ITB.

SPSS for windows (2001). Anova One way (Computer Program). Version 17.0 : Computerized system.

Wijayakusuma, H. M., dkk (1996). Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid I. Cetakan II. Jakarta:Pustaka Kartini.


(50)

Lampiran 1


(51)

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun segar Dandang Gendis (Clinacanthus nutans

(Burm.f.) Lindau)

Tumbuhan Dandang Gendis


(52)

Lampiran 3. Simplisia dan serbuk simplisia daun Dandang Gendis (Clinacanthus

nutans) Burm.f.) Lindau)

Simplisia Daun Dandang Gendis


(53)

Lampiran 4. Perhitungan Karakterisasi Simplisia

1. Penetapan Kadar Abu Total Simplisia Berat sampel I : 2,034 g Berat sampel II : 2,069 g Berat sampel III : 2,057 g

Berat kadar abu total I : 0,1234 g Berat kadar abu total II : 0,1264 g Berat kadar abut total III : 0,1236 g

% Kadar abu = berat abu x 100 % berat sampel

‐ % Kadar abu sampel I 0,1234 x 100 % = 6,06 % 2,034

‐ % Kadar abu sampel II 0,1264 x 100 % = 6,10 % 2,069

‐ % Kadar abu sampel III 0,1236 x 100 % = 6,06 % 2,057

% Kadar rata-rata abu total :

6,06 % + 6,10 % + 6,06 % = 6,07 % 3


(54)

2. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam Berat abu total I : 2,001 g

Berat abu total II : 2,003 g Berat abu total III : 2,004 g

Berat abu yang tidak larut dalam asam I : 0,0124 g Berat abu yang tidak larut dalam asam II : 0,0127 g Berat abu yang tidak larut dalam asam III : 0,0131 g

‐ % Kadar abu tidak larut dalam asam I 0,0124 x 100 % = 0,61 %

2,001

‐ % Kadar abu tidak larut dalam asam II 0,0127 x 100 % = 0,63 %

2,003

‐ % Kadar abu tidak larut dalam asam III 0,0131 x 100 % = 0,65 %

2,004

% Kadar rata - rata abu yang tidak larut dalam asam : 0,61 % + 0,63 % + 0,65 % = 0,63 %

3


(55)

Hasil penjenuhan toluen : 1,90 ml Berat sampel I : 4,961 g Berat sampel II : 5,062 g Berat sampel III : 4,944 g

Volume air sampel I : 2,25 ml Volume air sampel II : 2,61 ml Volume air sampel III : 2,96 ml

% Kadar air = volume air x 100 % berat sampel

‐ % Kadar air sampel I

2,25 – 1,90 x 100 % = 7,05 % 4,961

‐ % Kadar air sampel II

2,61 – 2,25 x 100 % = 7,11 % 5,062

‐ % Kadar air sampel III

2,96 – 2,61 x 100 % = 7,07 % 4,944

% Kadar air rata – rata dalam sampel : 7,05 % + 7,11 % + 7,07 % = 7,07 %


(56)

Berat sampel I : 5,023 g Berat sampel II : 5,006 g Berat sampel III : 5,103 g

Berat cawan kosong I : 40,512 g Berat cawan kosong II : 52,342 g Berat cawan kosong III : 52,543 g

Berat cawan + sari I : 40,616 g Berat cawan + sari II : 52,448 g Berat cawan + sari III : 52,654 g

% Kadar sari larut dalam air :

( berat cawan + sari ) – ( berat cawan kosong ) x 100 x 100% berat sampel 20

‐ Sampel I

40,616 – 40,512 x 100 x 100 % = 10,35 % 5,023 20

‐ Sampel II

52,448 – 52,342 x 100 x 100 % = 10,58 % 5,006 20

‐ Sampel III

52,654 – 52,543 x 100 x 100 % = 10,88 % 5,103 20

% Kadar rata – rata sari larut dalam air :

10,35 % + 10,58 % + 10,88 % = 10,60 % 3


(57)

Berat sampel I : 5,069 g Berat sampel II : 5,047 g Berat sampel III : 5,018 g

Berat cawan kosong I : 47,354 g Berat cawan kosong II : 48,431 g Berat cawan kosong III : 47,502 g

Berat cawan + sari I : 47,465 g Berat cawan + sari II : 48,542 g Berat cawan + sari III : 47,611 g

% Kadar sari larut dalam air :

( berat cawan + sari ) – ( berat cawan kosong ) x 100 x 100% berat sampel 20

‐ Sampel I

47,465 – 47,354 x 100 x 100 % = 10,94 % 5,069 20

‐ Sampel II

48,542 - 48,431 x 100 x 100 % = 10,99 % 5,047 20

‐ Sampel III

47,611 - 47,502 x 100 x 100 % = 10,86 % 5,018 20

% Rata – rata Kadar sari larut dalam etanol : 10,94 % + 10,99 % + 10,86 % = 10,93 %


(58)

(59)

   

Alat Metabolic Cag

 

 

Timbangan Elektrik

   


(60)

 

Timbangan Tikus

 

 


(61)

(62)

Lampiran 8. Data volume urin (ml), kadar natrium, dan kalium (ppm), setelah

pemberian ekstrak dan furosemid (pembanding)

Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis

NO Kontrol

(CMC 1 mg/kg BB) Furosemid 3,6 mg/kgBB Dosis 150 mg/kg BB Dosis 300 mg/kg BB Dosis 450 mg/kg BB

4,2 6,4 10,2 2,2 2,4

2,4 6,8 10,6 2,2 2,4

3,6 10,6 9,4 6,0 1,2

2,6 8,4 9,8 5,2 1,2

2,8 4,2 6,2 5,4 2,4

1 Volume Urin

2,8 4,0 6,0 3,6 1,2

34,51 18,56 47,01 6,02 5,14

8,18 45,12 80,84 7,26 18,34

15,41 35,94 23,58 26,07 5,71

13,04 71,55 91,85 18,01 11,24

12,6 22,06 17,75 30,73 13,09 2 Kadar Natrium

13,36 22,29 20,4 19,70 8,74

120,76 106,58 206,13 14,24 29,62

38,33 172,04 95,88 14,52 26,55

54,45 273,86 168,51 125,61 9,63

58,35 184,49 55,05 90,95 12,86

54,44 77,58 51,40 116,83 39,22 3 Kadar Kalium

46,2 62,94 48,43 72,62 21,36


(63)

Lampiran 9. Grafik Hasil Penelitian

volume total urin

0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4 5 6

perlakuan v o lu m e u rin ( m l) K F D1 D2 D3  

Grafik volume urin pada pemberian ekstrak etanol, furosemid, dan CMC (kontrol) secara oral

Keterangan : K(kontrol), F(furosemid), D1(dosis 150 mg), D2(dosis 300 mg), D3(dosis 450 mg)


(64)

Lampiran 9 (sambungan)

kadar natrium dari urin

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6

perlakuan k a da r na tr ium ( m c g) K F D1 D2 D3  

Grafik Kadar Natrium pada pemberian ekstrak etanol, furosemid, dan CMC (kontrol) secara oral

Keterangan : K(kontrol), F(furosemid), D1(dosis 150 mg), D2(dosis 300 mg), D3(dosis 450 mg)


(65)

Lampiran 9 (sambungan)

kadar kalium dari urin

0 50 100 150 200 250 300

1 2 3 4 5 6

perlakuan ra ta -ra ta k a d a r k a li u m (mc g ) K F D1 D2 D3  

Grafik Kadar Kalium pada pemberian ekstrak etanol, furosemid, dan CMC (kontrol) secara oral

Keterangan : K(kontrol), F(furosemid), D1(dosis 150 mg), D2(dosis 300 mg), D3(dosis 450 mg)

   


(66)

Lampiran 10. Penentuan kadar kalium dan natrium dengan alat uji AAS

Hasil pengujian AAS dari volume total urin untuk kalium

Sample conc. %RSD Mean

Label (ppm) Abs

Sampel Blank --- --- -0.0002 Kontrol 1 x 50 3.163 --- 0.2891

Furosemid 1 x 50 1.832 --- 0.1694 D. 150 mg 1 x 50 2.223 --- 0.2046 D. 300 mg 1 x 50 0.712 --- 0.0687 D. 450 mg 1 x 50 1.358 --- 0.1268 Kontrol 2 x 50 1.757 --- 0.1627 Furosemid 2 x 50 2.783 --- 0.2549 D. 150 mg 2 x 50 0.995 --- 0.0942 D. 300 mg 2 x 50 0.726 --- 0.0700 D. 450 mg 2 x 50 1.217 --- 0.1142 Kontrol 3 x 50 1.664 --- 0.1543 Furosemid 3 x 50 2.842 --- 0.2602


(67)

D. 150 mg 3 x 50 1.972 --- 0.1820 D. 300 mg 3 x 50 2.303 --- 0.2118 D.450 mg 3 x 50 0.883 --- 0.0841 Kontrol 4 x 50 2.469 --- 0.0706

Furosemid 4 x 50 2.416 --- 0.2220 D. 150 mg 4 x 50 0.618 --- 0.0603 D. 300 mg 4 x 50 1.924 --- 0.1777 D. 450 mg 4 x 50 1.179 --- 0.1107 Kontrol 5 x 50 2.139 --- 0.0610 Furosemid 5 x 50 2.032 --- 0.0578

D. 150 mg 5 x 50 0.912 --- 0.0253 D. 300 mg 5x 50 2.380 --- 0.0680

D. 450 mg 5 x 50 1.798 --- 0.0511 Kontrol 6 x 50 1.815 --- 0.0515 Furosemid 6 x 50 1.731 --- 0.0491

D. 150 mg 6 x 50 0.888 --- 0.0246 D. 300 mg 6 x 50 2.219 --- 0.0633 D. 450 mg 6 x 50 1.958 --- 0.0557


(68)

Lampiran 10 (sambungan)

Hasil pengujian AAS dari volume total urin untuk natrium

Sample conc. %RSD Mean

Label (ppm) Abs

Sampel Blank --- --- -0.0066 Kontrol 1 x 500 0.904 --- 0.0963

Furosemid 1 x 500 0.319 --- 0.0338 D. 150 mg 1 x 500 0.507 --- 0.0539 D. 300 mg 1 x 500 0.301 --- 0.0319 D. 450 mg 1 x 500 0.236 --- 0.0250 Kontrol 2 x 500 0.375 --- 0.0398 Furosemid 2 x 500 0.730 --- 0.0778 D. 150 mg 2 x 500 0.839 --- 0.0895 D. 300 mg 2 x 500 0.363 --- 0.0385


(69)

D. 450 mg 2 x 500 0.841 --- 0.0897 Kontrol 3 x 500 0.471 --- 0.0500 Furosemid 3 x 500 0.373 --- 0.0396

D. 150 mg 3 x 500 0.276 --- 0.0293 D. 300 mg 3 x 500 0.478 --- 0.0508 D.450 mg 3 x 500 0.524 --- 0.0557 Kontrol 4 x 500 0.552 --- 0.1466 Furosemid 4 x 500 0.937 --- 0.0999

D. 150 mg 4 x 500 1.031 --- 0.1099 D. 300 mg 4 x 500 0.381 --- 0.0404 D. 450 mg 4 x 500 1.031 --- 0.1099 Kontrol 5 x 500 0.495 --- 0.1344 Furosemid 5 x 500 0.578 --- 0.1522

D. 150 mg 5 x 500 0.315 --- 0.0960 D. 300 mg 5x 500 0.626 --- 0.1625

D. 450 mg 5 x 500 0.600 --- 0.1569 Kontrol 6 x 500 0.525 --- 0.1408 Furosemid 6 x 500 0.613 --- 0.1596

D. 150 mg 6 x 500 0.374 --- 0.1086 D. 300 mg 6 x 500 0.602 --- 0.1573 D. 450 mg 6 x 500 0.802 --- 0.2000


(70)

(71)

Lampiran 12 Contoh perhitungan dosis

- Pembuatan CMC 0,5%

= 500 mg / 100 ml

= 5 mg /ml

- Pembuatan Larutan Induk Dosis dari ekstrak

LID = 5 g / 100 ml

= 50 mg / ml

1. Untuk dosis 150 mg/kg BB pada tikus 200 g

= 200 x 150 mg 1000

= 30 mg

Dosis yang diberikan diambil dari LID

= 30 x 1 ml = 0,6 ml 50

2. Untuk dosis 300 mg/kg BB pada tikus 200 g

= 200 x 300 mg 1000

= 60 mg

Dosis yang diambil dari LID


(72)

3. Untuk dosis 450 mg/kg BB pada tikus 200 g

= 200 x 450 mg 1000

= 90 mg

Dosis yang diambil dari LID

= 90 x 1 ml = 1,8 ml 50


(73)

Lampiran 12. (lanjutan) Contoh Perhitungan dosis konversi antara hewan

dengan manusia Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g

1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g

0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmot 400 g

0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,2 kg

0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg

0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

Contoh perhitungan dosis furosemid

Dosis penggunaan furosemid pada manusia (berat 70 kg) = 40 mg

Korelasi dosis manusia ke hewan tikus = 0,018

Korelasi dosis tikus X dosis lazim pada manusia


(74)

200

Untuk BB 180 g = 180 x 3,6 mg/kg BB 1000

= 0,648 mg

Furosemid yang diberikan = 0,648 mg x 10 ml 40 mg


(75)

Lampiran 13. Skema pembuatan ekstrak etanol daun dandang gendis

(Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)

Maserasi dengan etanol 80% selama 5 hari

Serbuk simplisia dandang gendis 

Ampas  Maserat 

Diuapkan dengan Rotary Evaporator

Dikeringkan dengan Freeze Dry

Ekstrak kental etanol 

Ekstrak etanol kental 


(76)

Lampiran 14. Prosedur Kerja Perlakuan Terhadap Tikus

Tikus   

Dikondisikan selama 2 minggu Dipuasakan selama ± 18 jam

Diberi ekstrak etanol daun andong hijau (EDG) dengan dosis yang berbeda

Urin    

Diukur volume urin

Dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS

Volume Urin    ( l)

Kadar Na dan K  (mcg)


(1)

Lampiran 12 Contoh perhitungan dosis - Pembuatan CMC 0,5%

= 500 mg / 100 ml = 5 mg /ml

- Pembuatan Larutan Induk Dosis dari ekstrak LID = 5 g / 100 ml

= 50 mg / ml

1. Untuk dosis 150 mg/kg BB pada tikus 200 g = 200 x 150 mg

1000 = 30 mg

Dosis yang diberikan diambil dari LID = 30 x 1 ml = 0,6 ml

50

2. Untuk dosis 300 mg/kg BB pada tikus 200 g = 200 x 300 mg

1000 = 60 mg

Dosis yang diambil dari LID = 60 x 1 ml = 1,2 ml


(2)

3. Untuk dosis 450 mg/kg BB pada tikus 200 g = 200 x 450 mg

1000 = 90 mg

Dosis yang diambil dari LID = 90 x 1 ml = 1,8 ml


(3)

Lampiran 12. (lanjutan) Contoh Perhitungan dosis konversi antara hewan dengan manusia

Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g

1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g

0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmot 400 g

0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,2 kg

0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg

0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

Contoh perhitungan dosis furosemid

Dosis penggunaan furosemid pada manusia (berat 70 kg) = 40 mg

Korelasi dosis manusia ke hewan tikus = 0,018

Korelasi dosis tikus X dosis lazim pada manusia

0,018 x 40 mg = 0,72 mg (untuk 200 g tikus)


(4)

200

Untuk BB 180 g = 180 x 3,6 mg/kg BB 1000

= 0,648 mg

Furosemid yang diberikan = 0,648 mg x 10 ml 40 mg


(5)

Lampiran 13. Skema pembuatan ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)

Maserasi dengan etanol 80% selama 5 hari

Serbuk simplisia dandang gendis 

Ampas  Maserat 

Diuapkan dengan Rotary Evaporator

Dikeringkan dengan Freeze Dry

Ekstrak kental etanol 

Ekstrak etanol kental 


(6)

Lampiran 14. Prosedur Kerja Perlakuan Terhadap Tikus

Tikus   

Dikondisikan selama 2 minggu Dipuasakan selama ± 18 jam

Diberi ekstrak etanol daun andong hijau (EDG) dengan dosis yang berbeda Urin    

Diukur volume urin

Dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS

Volume Urin    ( l)

Kadar Na dan K  (mcg)