Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Pada Mencit

(1)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL

DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau)

PADA MENCIT SKRIPSI

OLEH:

DEWI IRA PUSPITA NIM 091501013

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL

DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)

PADA MENCIT SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

DEWI IRA PUSPITA NIM 091501013

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL

DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)

PADA MENCIT OLEH:

DEWI IRA PUSPITA NIM 091501013

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Agustus 2013 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, M.P.S., Apt. NIP 195709091985112001 NIP 194908111976031001

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.

Pembimbing II, NIP 195709091985112001

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 198005202005012006 NIP 197506102005012003

Dra. Suwarti aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Medan, Oktober 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP. 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Pada Mencit”.

Pada kesempatan ini dengan tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., yang telah membimbing, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, M.P.S., Apt., Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan arahan dan mendidik selama perkuliahan saya ucapkan terima kasih.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Ayahanda, Ngadimin (alm), dan Ibunda, Cen Cik Mei, yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan yang tak ternilai, doa dan


(5)

pengorbanan yang tulus tiada tara. Kepada adikku, Yuliana, serta seluruh keluarga, terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Dewi Ira Puspita NIM 091501013


(6)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) PADA MENCIT

ABSTRAK

Daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) termasuk famili Acanthaceae yang umumnya tumbuh liar di pekarangan dan sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai antiinflamasi, antikanker, antibakteri, antioksidan, antidiabetes dan diuretik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas akut ekstrak etanol daun dandang gendis.

Serbuk simplisia daun dandang gendis dimaserasi dengan pelarut etanol 80% selama 5 (lima) hari sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan etanol 80%. Maserat diuapkan hingga kental dan di freeze dryer.

Ekstrak yang diperoleh diuji toksisitas terhadap mencit dengan fixed dose method. Mencit yang digunakan sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol (K) diberi Na-CMC 0,5%, kelompok perlakuan (P) diberi ekstrak etanol daun dandang gendis dosis 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg bb yang diberikan dalam dosis tunggal satu kali pada hari pertama. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap gejala toksik yang meliputi berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman selama 14 hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA yang dilanjutkan dengan post hoc Tukey.

Hasil penelitian terhadap mencit yang diberi ekstrak etanol daun dandang gendis untuk semua dosis selama pengamatan 14 hari tidak terjadi gejala toksik dan tidak ada hewan yang mati. Hasil uji ANOVA terhadap berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman tidak mempunyai perbedaan yang signifikan antara kontrol dan perlakuan. Hasil uji post hoc tukey terhadap berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman selama 14 hari tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok (p > 0,05). Ekstrak etanol daun dandang gendis merupakan bahan yang tidak toksik.

Kata kunci: ekstrak etanol daun dandang gendis, uji toksisitas akut, fixed dose method


(7)

ACUTE TOXICITY TEST OF THE ETHANOLIC EXTRACT OF DANDANG GENDIS LEAVES (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau)

ON MICE ABSTRACT

Dandang gendis leaves (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) are Acanthaceae family that usual grow in the yard and as a hedge plant. These leaves are used as antiinflammation, anticancer, antibacterial, antioxidan, antidiabetic and diuretic. This research is to determine the acute toxicity of the ethanolic extract of dandang gendis leaves.

Dandang gendis leaves simplex powder was maserated using ethanol 80% as the solvent for 5 days with frequent stirred, filtered and the residu was washed by solvent. Macerate was vaporized until consentrated and freezed dried. Then acute toxicity test of extract adopted laboratory experimental using fixed dose method. There are 25 mice divided into five groups. The control group (K) was given Na CMC 0.5%, treatment groups (P) were given ethanolic extract of dandang gendis leaves with dose 5, 50, 300 and 2000 mg/kg bw. This extract was given once and administered orally to mice. Then observation was done for 14 days of the toxic symptoms such as body weight, relative organ weight, food and water consumption. Then the data were analyzed by using ANOVA one way continued by post hoc Tukey.

The results are there were no toxic symptoms during the observation and there were no mice dead during the treatment. The statistic test using ANOVA to body weight, relative organ weight, food and water consumption showed no significant differences between control group and treatment groups. Post Hoc Tukey test in body weight, relative organ weight, food and water consumption showed no significant differences among the groups (p > 0.05). Ethanolic extract dandang gendis was a practically non toxic substance.

Keywords: ethanolic extract of dandang gendis leaves, acute toxicity test, fixed dose method


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan Dandang Gendis ... 7

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7


(9)

2.1.3 Habitat ... 8

2.1.4 Morfologi ... 8

2.1.5 Kandungan kimia ... 8

2.1.6 Khasiat dan penggunaannya ... 8

2.2 Metode Ekstraksi ... 9

2.3 Toksikologi ... 12

2.4 Paparan Umum Toksikologi ... 12

2.5 Pengujian Toksisitas ... 13

2.5.1 Uji toksisitas akut ... 15

2.5.2 Uji toksisitas subkronik ... 18

2.5.3 Uji toksisitas kronik ... 19

2.6 Pengujian In Vivo ... 20

2.7 Hati ... 22

2.8 Ginjal ... 23

2.9 Jantung ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat dan Bahan ... 25

3.1.1 Alat-Alat ... 25

3.1.2 Bahan-Bahan ... 25

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 26

3.2.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 26

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ... 26


(10)

3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis ... 26

3.4 Pengujian Efek Toksik ... 27

3.5 Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Parameter dasar pengujian toksisitas akut ... 15 Tabel 4.1 Hasil pengamatan gejala toksik kualitatif ... 29 Tabel 4.2 Jumlah mencit yang mati setelah pemberian ekstrak daun

dandang gendis selama 14 hari ... 30 Tabel 4.3 Rata-rata konsumsi makanan dan minuman sesudah

diberi ekstrak etanol daun dandang gendis

minggu I dan II ... 31 Tabel 4.4 Hasil rata-rata berat badan tiap kelompok sesudah diberi

ekstrak etanol daun dandang gendis minggu I dan II ... 32 Tabel 4.5 Nilai berat organ relatif per 100 g berat badan yang


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 6 Gambar 2.1 Prinsip toksikologi ... 14


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman ... 40

Lampiran 2. Gambar daun dandang gendis ... 41

Lampiran 3. Gambar hewan percobaan ... 42

Lampiran 4. Hasil analisis data SPSS ... 43


(14)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) PADA MENCIT

ABSTRAK

Daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) termasuk famili Acanthaceae yang umumnya tumbuh liar di pekarangan dan sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai antiinflamasi, antikanker, antibakteri, antioksidan, antidiabetes dan diuretik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas akut ekstrak etanol daun dandang gendis.

Serbuk simplisia daun dandang gendis dimaserasi dengan pelarut etanol 80% selama 5 (lima) hari sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan etanol 80%. Maserat diuapkan hingga kental dan di freeze dryer.

Ekstrak yang diperoleh diuji toksisitas terhadap mencit dengan fixed dose method. Mencit yang digunakan sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol (K) diberi Na-CMC 0,5%, kelompok perlakuan (P) diberi ekstrak etanol daun dandang gendis dosis 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg bb yang diberikan dalam dosis tunggal satu kali pada hari pertama. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap gejala toksik yang meliputi berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman selama 14 hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA yang dilanjutkan dengan post hoc Tukey.

Hasil penelitian terhadap mencit yang diberi ekstrak etanol daun dandang gendis untuk semua dosis selama pengamatan 14 hari tidak terjadi gejala toksik dan tidak ada hewan yang mati. Hasil uji ANOVA terhadap berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman tidak mempunyai perbedaan yang signifikan antara kontrol dan perlakuan. Hasil uji post hoc tukey terhadap berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman selama 14 hari tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok (p > 0,05). Ekstrak etanol daun dandang gendis merupakan bahan yang tidak toksik.

Kata kunci: ekstrak etanol daun dandang gendis, uji toksisitas akut, fixed dose method


(15)

ACUTE TOXICITY TEST OF THE ETHANOLIC EXTRACT OF DANDANG GENDIS LEAVES (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau)

ON MICE ABSTRACT

Dandang gendis leaves (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) are Acanthaceae family that usual grow in the yard and as a hedge plant. These leaves are used as antiinflammation, anticancer, antibacterial, antioxidan, antidiabetic and diuretic. This research is to determine the acute toxicity of the ethanolic extract of dandang gendis leaves.

Dandang gendis leaves simplex powder was maserated using ethanol 80% as the solvent for 5 days with frequent stirred, filtered and the residu was washed by solvent. Macerate was vaporized until consentrated and freezed dried. Then acute toxicity test of extract adopted laboratory experimental using fixed dose method. There are 25 mice divided into five groups. The control group (K) was given Na CMC 0.5%, treatment groups (P) were given ethanolic extract of dandang gendis leaves with dose 5, 50, 300 and 2000 mg/kg bw. This extract was given once and administered orally to mice. Then observation was done for 14 days of the toxic symptoms such as body weight, relative organ weight, food and water consumption. Then the data were analyzed by using ANOVA one way continued by post hoc Tukey.

The results are there were no toxic symptoms during the observation and there were no mice dead during the treatment. The statistic test using ANOVA to body weight, relative organ weight, food and water consumption showed no significant differences between control group and treatment groups. Post Hoc Tukey test in body weight, relative organ weight, food and water consumption showed no significant differences among the groups (p > 0.05). Ethanolic extract dandang gendis was a practically non toxic substance.

Keywords: ethanolic extract of dandang gendis leaves, acute toxicity test, fixed dose method


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat telah lama kita ketahui, bahkan sampai saat ini menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih tergantung pada pengobatan tradisional (Iwuanyanwu, et al., 2012). Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat yang sedang dikembangkan akhir–akhir ini adalah daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau), famili Acanthaceae, yang dikenal dengan nama ki tajam (Sunda), gendis/dandang gendis (Jawa). Diluar negeri daun ini dikenal dengan istilah

pha ya yor (Thailand), bi phaya yow (Cina) (Nainggolan, 2004). Daun dandang gendis mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid/steroid, glikosida, tanin, saponin dan flavonoid (Linda, 2007).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat dari daun dandang gendis, antara lain antiinflamasi (Linda, 2007), antikanker (Sofyan, 2008), antibakteri (Eska, 2010), antioksidan (Akbar, 2010), antidiabetes yang


(17)

diinduksi aloksan (Perangin-angin, 2011) dan diuretik (Meliala, 2011). Karakterisasi dari simplisia dan ekstrak etanol daun dandang gendis berturut-turut adalah untuk kadar air 7,16% dan 8,78%, kadar sari larut dalam air 10,49% dan 10,91%, kadar sari larut dalam etanol 10,70% dan 18,65%, kadar abu total 6,10% dan 4,60%, kadar abu tidak larut asam 0,64% dan 0,54% (Ginting, 2010).

Uji toksisitas akut adalah salah satu uji praklinik penting untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi pada waktu yang singkat setelah pemberiannya dalam takaran tertentu (Utomo, 2008). Terdapat dua prinsip utama yang mendasari pengujian toksisitas pada hewan. Pertama yaitu efek yang dihasilkan oleh senyawa terhadap hewan uji, bila memenuhi syarat yang benar, dapat diaplikasikan pada manusia. Kedua yaitu paparan hewan uji terhadap bahan kimia dalam dosis tinggi merupakan metode yang dibutuhkan dan valid untuk menemukan kemungkinan bahaya pada manusia (Casarret, 2008).

Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian (Lu, 1994). Uji toksisitas tidak dirancang untuk menunjukkan bahwa bahan kimia itu aman akan tetapi untuk mengkarakterisasi efek racun kimia yang dapat dihasilkan (Casarret, 2008).

Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaan spesies dan untuk


(18)

memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan dan penentuan penggolongannya

dalam pelabelan (Lu, 1994). Tujuan lain dilakukannya uji toksisitas akut yaitu untuk mengetahui hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan perilaku, koma, dan kematian, mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat untuk membantu diagnosis adanya kasus keracunan dan untuk memenuhi persyaratan regulasi jika zat uji akan dikembangkan menjadi obat (Priyanto, 2009).

Pengujian toksisitas akut ada beberapa cara antara lain dengan metode konvensional, toxic class method dan fixed dose method, yaitu menggunakan dosis 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg bb (OECD, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan uji toksisitas akut terhadap daun dandang gendis. Daun dandang gendis mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan sebagai obat fitofarmaka. Oleh karena itu, penggunaan daun ini harus melalui serangkaian uji, selain uji khasiat harus dilakukan pengujian toksisitas dan uji klinik.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. apakah ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans

(Burm.f.) Lindau) mempunyai potensi ketoksikan akut pada hewan uji (mencit)?


(19)

b. apakah ekstrak etanol daun dandang gendis berpengaruh terhadap perilaku fisik hewan uji?

c. apakah ekstrak etanol daun dandang gendis berpengaruh terhadap konsumsi makanan dan minuman hewan uji?

d. apakah ekstrak etanol daun dandang gendis berpengaruh terhadap berat badan dan organ hewan uji?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. ekstrak etanol daun dandang gendis tidak mempunyai potensi ketoksikan akut.

b. ekstrak etanol daun dandang gendis tidak berpengaruh terhadap perilaku fisik hewan uji.

c. ekstrak etanol daun dandang gendis tidak berpengaruh terhadap konsumsi makanan dan minuman hewan uji.

d. ekstrak etanol daun dandang gendis tidak berpengaruh terhadap berat badan dan organ hewan uji.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui potensi toksisitas akut ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau).


(20)

b. untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun dandang gendis terhadap perilaku fisik, konsumsi makanan dan minuman, berat badan dan organ. c. untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun dandang gendis terhadap

konsumsi makanan dan minuman.

d. untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun dandang gendis terhadap berat badan dan organ.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang keamanan dari ekstrak etanol daun dandang gendis serta dapat memberi informasi tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun dandang gendis terhadap perilaku, konsumsi makanan dan minuman, berat badan dan organ.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu ekstrak etanol daun dandang gendis dan Na-CMC 0,5% sebagai variabel bebas. Potensi ketoksikan akut yang meliputi perilaku fisik, kematian, konsumsi makanan dan minuman, berat badan dan berat organ relatif sebagai variabel terikat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.


(21)

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian

perilaku fisik, kematian, konsumsi makanan dan minuman, berat badan, berat organ relatif Na-CMC

0,5%

Potensi ketoksikan akut Mencit

jantan Ekstrak etanol

daun dandang gendis dosis (EEDDG) 5 mg/kg bb

EEDDG 50 mg/kg bb

EEDDG 300 mg/kg bb

EEDDG 2000 mg/kg bb


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Dandang Gendis 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Tumbuhan dandang gendis memilki sistematika sebagai berikut (Akbar, 2010):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Solanales Suku : Acanthaceae Marga : Clinacanthus

Spesies : Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) 2.1.2 Nama lain

Tumbuhan dandang gendis memiliki sinonim Beleperone futgina

Hassk., dan Clinacanthus burmani Nees. Nama daerah, yaitu daun thailand, lidah ular, seribu bias (Sumatera), ki tajam (Jawa Barat), gendis (Jawa Tengah). Nama asing, yaitu pha ya yor (Thailand), bi phaya yow (Cina) (Anonim, 2005a).


(23)

2.1.3 Habitat

Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) tumbuh pada daerah dataran rendah dan dapat digunakan sebagai pagar hidup (Nainggolan, 2004).

2.1.4 Morfologi

Tumbuhan Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau memiliki batang berkayu, tegak lurus slindris, beruas dan berwarna hijau. Akar tunggang berwarna putih dan kotor. Daun tunggal berhadapan, bentuk lanset, ujung runcing, pangkal membulat, tepi beringgit, panjang 8-12 mm, lebar 4-6 cm, pertulangan menyirip berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, panjang ± 1 cm, mahkota bunga berbentuk tabung, memanjang melebar, panjang ± 3,5 cm, berwarna merah muda. Benang sari coklat, putih berbentuk tabung, bakal buah pipih, tiap ruas berisi 2 biji berwarna merah. Buah kotak, bulat memanjang berwrna coklat. Biji kecil berwarna hitam (Anonim, 2005b).

2.1.5 Kandungan kimia

Daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid/steroid, glikosida, tanin, saponin dan flavonoid (Linda, 2007; Wirasty, 2004).

2.1.6 Khasiat dan penggunaannya

Pada sistem pengobatan Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan bahwa tanaman ini memiliki sifat seperti mengefektifkan fungsi kelenjar tubuh, meningkatkan sirkulasi, peluruh air seni, penurun panas karena demam, mengobati disentri (Anonim, 2005a). Khasiat lain diantaranya sebagai


(24)

antivirus (herpes dan zoster), antiinflamasi, antioksidan, antitoksin binatang berbisa, obat luka bakar dan eksim (Nainggolan, 2004).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga dipreoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup,


(25)

biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan dan saring (Ditjen POM, 1979).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).

Prosedur perkolasi yaitu basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari di tempat yang sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979).


(26)

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Ditjen POM, 2000).

d. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000).

e. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40º-50ºC (Ditjen POM, 2000).

f. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Ditjen POM, 2000).

g. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).


(27)

2.3 Toksikologi

Secara sederhana dan ringkas, Lu (1994) mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan tubuh bila dikonsumsi baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

2.4 Paparan Umum Toksikologi

Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup mengalami paparan dengan toksikan. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat tertentu. Ada dua kemungkinan toksikan masuk ke dalam tubuh, yakni secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial, dan intraarteri dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan ekstravaskuler

meliputi peroral, intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana toksikan tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk


(28)

secara ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui tahap absorpsi terlebih dahulu. Setelah toksikan berada dalam sirkulasi darah maka toksikan akan mengalami distribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) (Retnomurti, 2008).

2.5 Pengujian Toksisitas

Penelitian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori:

1. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (dikenal dengan subkronik) dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun untuk anjing. 3. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia

berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet (Lu, 1994).

Uji toksisitas tidak dirancang untuk menunjukkan bahwa bahan kimia itu aman akan tetapi untuk mengkarakterisasi efek racun kimia yang dapat


(29)

dihasilkan. FDA (Food and Drug Administration), EPA (Environmental Protection Agency), dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah menuliskan standar cara bekerja yang baik di laboratorium (GLP) dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pedoman ini diharapkan dapat mendukung pengenalan keamanan bahan kimia ke masyarakat ketika uji toksisitas dilakukan (Casarett, 2008).

Prinsip pengujian toksikologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Prinsip toksikologi (Casarett, 2008) Identifikasi bahan uji

Karakterisasi kimia

Tinjauan pustaka

Pengujian struktur / aktivitas

Pengujian hewan jangka pendek

Toksikologi genetik

in vitro

Toksisitas subkronik

Metabolisme

Oncogenesitas Toksisitas kronik

Reproduktif /Teratologi


(30)

Suatu kerangka kerja umum bagaimana suatu bahan kimia baru dievaluasi toksisitasnya ditunjukkan pada Gambar 2.1. Studi awal membutuhkan evaluasi senyawa kimia untuk mengetahui kemurnian, stabilitas, kelarutan, dan faktor-faktor fisikokimia lainnya yang dapat mempengaruhi efektivitas senyawa uji. Kemudian struktur senyawa uji dibandingkan dengan struktur senyawa yang telah ada untuk mengetahui informasi toksisitasnya. Hubungan struktur aktivitas dapat ditinjau dari literatur toksikologi yang ada. Setelah informasi dasar telah dievaluasi, senyawa uji dapat diberikan kepada hewan untuk studi dosis toksisitas akut dan berulang (Casarett, 2008).

2.5.1 Uji toksisitas akut

Uji toksisitas akut secara umum merupakan uji yang pertama dilakukan. Uji ini memberikan data pada toksisitas relatif yang meningkat dari dosis tunggal hingga dosis berganda. Uji standar tersedia dalam pemberian secara oral, dermal dan inhalasi (Gupta, et al., 2012). Parameter-parameter dasar dalam pengujian toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter dasar pengujian toksisitas akut

Spesies Tikus lebih disukai pada uji secara oral dan inhalasi, kelinci lebih disukai pada uji secara dermal

Umur Dewasa

Jumlah Hewan 5 setiap jenis kelamin per level dosis

Dosis Tiga level dosis yang direkomendasi, pemberian secara dosis tunggal selama 24 jam untuk uji oral dan dermal dan 4 jam untuk uji inhalasi

Waktu Pengamatan

14 hari (Gupta, et al., 2012)

Penelitian uji toksisitas akut sebagian besar dirancang untuk menentukan dosis letal median (LD50) toksikan. LD50 didefenisikan sebagai


(31)

“dosis tunggal suatu bahan yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba”. Pengujian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Lu, 1994). LD50 adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun itu diberikan

langsung kepada hewan uji, menghasilkan kematian 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes atau LC50 merupakan konsentrasi

perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan membunuh 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes (Hodgson dan Levi, 2000).

Nilai LD50 sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Klasifikasi lazim zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya adalah sebagai berikut:

Kategori LD50

Supertoksik 5 mg/kg atau kurang Amat sangat toksik 5-50 mg/kg

Sangat toksik 50-500 mg/kg Toksik sedang 0,5-5 g/kg Toksik ringan 5-15 g/kg Praktis tidak toksik >15 g/kg

2. Evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja; perencanaan penelitian toksisitas subkronik dan kronik pada hewan, memberikan informasi tentang mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor penjamu dan faktor lingkungan lainnya dan variasi respons antarspesies dan antarstrain hewan; memberikan informasi tentang reaktivitas suatu populasi hewan


(32)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD50 sangat bervariasi antara

jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain (Retnomurti, 2008):

a. Spesies, strain dan keragaman individu

Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan bioaktivasi dan toksikasi suatu zat.

b. Perbedaan jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan.

c. Umur

Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal belum sempurna. Pada hewan yang tua kepekaan individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun.

d. Berat badan

Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat memberikan nilai LD50 yang berbeda pula, semakin besar berat badan maka


(33)

e. Cara pemberian

Lethal dosis juga dapat dipengaruhi oleh cara pemberian. Pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh.

f. Faktor lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan. g. Kesehatan hewan

Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD50 yang

berbeda dibandingkan dengan nilai LD50 yang didapatkan dari hewan sehat.

h. Diet

Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD50.

Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan. 2.5.2 Uji toksisitas subkronik

Uji toksisitas subkronik dilakukan dengan memberikan bahan berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima hari seminggu, selama jangka waktu 10% dari masa hidup hewan (Retnomurti, 2008). Uji toksisitas subkronis meneliti toksisitas yang disebabkan oleh dosis berulang dalam jangka waktu tertentu


(34)

(Hodgson dan Levi, 2000). Paparan subkronis dapat bertahan selama periode waktu yang berbeda, tapi 90 hari adalah durasi uji yang paling umum. Tujuan utama uji subkronik adalah untuk mencapai NOAEL (no-observed-adverse effect level) dan untuk mengidentifikasi lebih lanjut ciri organ tertentu atau organ yang terpapar senyawa uji setelah pemberian secara berulang. Studi subkronik dapat dilakukan pada dua spesies (biasanya tikus dan anjing untuk FDA; dan mencit untuk EPA) dengan rute pemberian yang lazim yaitu oral. Setidaknya ada tiga dosis yang diberikan (dosis tinggi yang menghasilkan toksisitas tetapi tidak menyebabkan lebih dari 10% korban jiwa, dosis rendah yang tidak menghasilkan efek beracun jelas, dan dosis intermediate) dengan 10 sampai 20 tikus dan 4 sampai 6 anjing dari masing-masing jenis kelamin per dosis (Casarett, 2008). Lama penelitian pada tikus biasanya 90 hari. Pada anjing masa itu sering diperpanjang sampai enam bulan atau bahkan satu atau dua tahun (Lu, 1994).

Pengamatan yang dilakukan dalam pengujian toksisitas subkronis adalah pengamatan pada awal pemberian senyawa meliputi penampakan fisik (kematian, membran mucus, kulit, dan lain sebagainya), konsumsi makanan, berat badan, respon neurologi, kelakuan yang tidak normal, pernafasan, ECG, EEG, hematologi, pemeriksaan darah, urin. Pengamatan pada akhir pengujian meliputi nekropsi dan histologi (Hogson dan Levi, 2000).

2.5.3 Uji toksisitas kronik

Uji toksisitas kronis menentukan toksisitas dari keberadaan bahan yang sebagian besar terdapat dalam kehidupan. Mereka mirip dengan tes subkronis


(35)

tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan melibatkan kelompok yang lebih besar dari hewan (Gupta, et al., 2012). Pada tikus, paparan kronik biasanya 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk hewan selain tikus biasanya selama satu tahun tetapi mungkin lebih lama (Casarett, 2008).

Tujuan uji toksisitas kronik adalah menentukan sifat toksisitas zat kimia dan menentukan NOAELnya. Protokol yang biasa digunakan pada pengujian subkronik dan kronik melibatkan kelompok hewan mengandung jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin (jantan dan betina) menerima setidaknya tiga tingkat dosis obat dan satu kelompok kontrol. Hewan-hewan ini diobservasi setiap hari terhadap tanda-tanda klinis toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan diukur secara berkala. Ada tiga parameter, yaitu tanda-tanda klinis, berat badan, dan konsumsi makanan. Profil kimia hematologi dan serum lengkap diukur setidaknya pada akhir pengujian (Gupta, et al., 2012).

2.6 Pengujian In Vivo

Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak (Retnomurti, 2008).


(36)

Mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis digunakan untuk penelitian yang bersifat kuantitatif karena sifatnya yang mudah berkembangbiak. Selain itu, dalam bidang peternakan mencit tidak membutuhkan biaya yang mahal, efisien dalam waktu, dan kemampuan reproduksi tinggi dengan waktu yang singkat (Hadriyanah, 2008). Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut (Pribadi, 2008).

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya (Retnomurti, 2008): Lama hidup : 1-2 tahun

Lama produksi ekonomis : 9 bulan Lama hamil : 19-21 hari

Umur dewasa : 35 hari Umur dikawinkan : 8 minggu


(37)

2.7 Hati

Hati adalah organ terbesar yang terdapat di dalam tubuh kita, letaknya di rongga perut di sebelah kanan bawah diafragma. Hati berwarna merah tua dan beratnya ± 1,5 kg. hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan yang disebut fisura tranversus (Irianto, 2004). Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di bagian atas hati. Selanjutnya hati dibagi empat belahan, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata dan lobus kuadratus. Hati mempunyai dua jenis peredaran darah, yaitu arteri hepatica dan vena porta (Syaifuddin, 2006).

Fungsi hati adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2006):

1. Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dan yang di simpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.

2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin.

3. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.

4. Sekresi empedu, garam empedu di buat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium, dialirkan ke empedu.

5. Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin.


(38)

2.8 Ginjal

Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri rongga perut. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah (Irianto, 2004). Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus renal, tubulus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus distal. Tubulus dan duktus koligens, menampung urin yang dihasilkan oleh nefron dan menghantarnya ke pelvis ranalis. Nefron dan duktus koligens merupakan tubulus uriniferus sebagai satuan fungsional ginjal (Anggraini, 2008).

Fungsi ginjal adalah (Syaifuddin, 2006): 1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.

2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit).

3. Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing. 4. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh. 5. Fungsi hormonal dan metabolisme.

2.9 Jantung

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks), di atas paru-paru (Irianto, 2004). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) disebut basis kordis, di sebelah bawah


(39)

agak runcing disebut apeks kordis. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram (Syaifuddin, 2006). Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan terluar disebut epikardium, lapisan tengah disebut miokardium, lapisan terdalam disebut endokardium (Irianto, 2004).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental meliputi pengumpulan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun dandang gendis, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek toksisitas. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode One WayAnalysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, blender (National), freeze dryer (Edward), rotary evaporator

(Buchi), kandang mencit, lemari pengering, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Chyo JP2-600), neraca hewan (Presica Geniweigher GW-1500), oral sonde. 3.1.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tumbuhan, yaitu daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau). Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, etanol 80%, Na-CMC ( sodium-carboxy methyl cellulose).


(41)

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.2.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan (daun) dilakukan secara purposif yang diambil dari halaman Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain.

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor (Junius, 2007). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 39. 3.2.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan

Daun dicuci sampai bersih, ditiriskan, dianginkan, dan dikeringkan, kemudian diblender dan disimpan dalam wadah plastik.

3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis

Pembuatan ekstrak etanol daun dandang gendis (EEDDG) dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%. Sebanyak 400 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana yang berwarna gelap kemudian ditambah dengan etanol 80% sebanyak 3 L, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan etanol 80% sebanyak 1 L. Pindahkan ke bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian disaring (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary


(42)

evaporator pada temperatur tidak lebih dari 50ºC sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -40ºC.

3.4 Pengujian Efek Toksik

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan berumur 3 bulan dengan berat 33 – 36 g sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam lima kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor. Pengujian toksisitas dilakukan berdasarkan pada Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) guidelines for Testing of Chemicals number 423 (OECD, 2001) menggunakan metode fixed dose method. Hewan uji dipuasakan selama 4 jam kemudian ditimbang. Kelompok kontrol diberi suspensi Na-CMC 0,5%. Kelompok perlakuan I diberikan EEDDG sebanyak 5 mg/kg bb. Kelompok perlakuan II diberikan EEDDG sebanyak 50 mg/kg bb. Kelompok perlakuan III diberikan EEDDG sebanyak 300 mg/kg bb. Kelompok perlakuan IV diberikan EEDDG sebanyak 2000 mg/kg bb. Sediaan uji diberikan dalam dosis tunggal dengan menggunakan oral sonde, satu kali selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengamatan hewan uji terhadap gejala toksik yang muncul.

Pengamatan dilakukan tiap hari selama 14 hari. Perhatian khusus diberikan akan adanya tremor, salivasi, diare, lemas, gerak-gerik hewan seperti berjalan mundur dan jalan menggunakan perut. Pengamatan meliputi waktu timbul dan hilangnya gejala toksik serta saat terjadinya kematian. Mencit yang sekarat dikorbankan dan dimasukkan dalam perhitungan sebagai hewan yang mati. Mencit ditimbang 2 kali dalam 1 minggu.


(43)

3.5 Analisis Data

Data jumlah hewan uji yang mati dianalisa secara statistik menggunakan SPSS dengan metode One Way Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan signifikan berat badan, berat organ relatif, konsumsi makanan dan minuman antar kelompok uji dengan p < 0,05.


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian efek toksik ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau), dilakukan terhadap mencit jantan berdasarkan pada Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) guidelines for Testing of Chemicals number 423 dengan fixed dose method (OECD, 2001). Pada penelitian ini, dosis ekstrak etanol daun dandang gendis yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg bb. Pengamatan dilakukan selama 14 hari terhadap gejala toksik yang terjadi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil pengamatan secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil pengamatan gejala toksik secara kualitatif

Kelompok Tremor Diare Salivasi Lemas Jalan mundur

Jalan dengan

perut

K - - - -

P1 - - - -

P2 - - - -

P3 - - - -

P4 - - - -

Keterangan: K = kontrol; P1 = dosis 5 mg/kg bb; P2 = dosis 50 mg/kg bb; P3 = dosis 300 mg/kg bb; P4 = dosis 2000 mg/kg bb; bb = berat badan; (-) = tidak menunjukkan gejala


(45)

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa pemberian ekstrak etanol daun dandang gendis tidak ditemukan gejala toksik yang menyerang sistem saraf pusat dan sistem pencernaan, ditandai dengan tidak terjadinya tremor dan diare. Evaluasi toksisitas akut tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap

kelainan tingkah laku, stimulasi dan aktivitas motorik hewan uji untuk mendapatkan gambaran tentang sebab kematian (Retnomurti, 2008). Hasil pengamatan uji kuantitatif selama 14 hari, berupa jumlah mencit yang mati ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah mencit yang mati setelah pemberian ekstrak daun dandang gendis selama 14 hari

Kelompok Jumlah Mencit Jumlah Mencit Mati

K 5 0

P1 5 0

P2 5 0

P3 5 0

P4 5 0

Keterangan: K = kontrol; P1 = dosis 5 mg/kg bb; P2 = dosis 50 mg/kg bb; P3 = dosis 300 mg/kg bb; P4 = dosis 2000 mg/kg bb; bb = berat badan

Pada Tabel 4.2 di atas, ternyata dari hasil uji toksisitas yang dilakukan, tidak ada satu mencit pun yang mati setelah pemberian ekstrak etanol daun dandang gendis. Menurut Jenova (2009), jika dosis maksimal tidak menimbulkan kematian hewan coba, maka LD50 dinyatakan LD50 ‘semu’ yaitu


(46)

dengan mengambil dosis maksimal, sehingga dalam penelitian ini LD50

diketahui sebagai LD50 semu, yaitu 2000 mg/kg bb.

Nilai LD50 bukan suatu tetapan biologi yang mutlak, melainkan hanya

merupakan salah satu petunjuk toksisitas akut. Bila toksisitas akutnya rendah LD50 tidak perlu ditentukan secara tepat dan suatu angka perkiraan sudah dapat

memberi manfaat (Retnomurti, 2008). Dosis 2000 mg/kg bb merupakan konversi dosis maksimal pada manusia ke mencit berdasarkan ratio luas permukaan tubuh. Berdasarkan kesepakatan para ahli, bila pada dosis maksimal tidak ada kematian pada hewan coba, maka jelas senyawa tersebut termasuk dalam kriteria “praktis tidak toksik” (Jenova, 2009; Iwuanyanwu, et al., 2012).

Hasil analisa statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi makanan dan minuman antara kelompok kontrol dengan perlakuan yang ditunjukkan dengan nilai p > 0,05. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi makanan 3-5 g/hari dan konsumsi air minum setiap hari berkisar antara 4-8 ml. Hasil pengamatan konsumsi makanan dan minuman yang diberikan pada mencit sesudah perlakuan ditunjukkan pada Tabel 4.3.


(47)

Tabel 4.3 Rata-rata konsumsi makanan dan minuman sesudah diberi ekstrak etanol daun dandang gendis minggu I dan II

Minggu

Rata-rata konsumsi makanan (g) ± SD

K P1 p P2 p P3 p P4 p

I 3,10 ± 0,65 2,75 ± 0,93 0,91 2,84 ± 0,79 0,97 2,75 ± 0,64 0,91 2,75 ± 0,80 0,91

II 2,99 ± 0,64 2,81 ± 1,21 0,99 2,88 ± 0,31 0,99 2,80 ± 0,34 0,98 2,77 ± 0,26 0,97 Minggu

Rata-rata konsumsi minuman (ml) ± SD

K P1 p P2 p P3 p P4 p

I 4,94 ± 0,42 5,01 ± 0,79 1,00 4,91 ± 0,32 1,00 5,19 ± 0,73 0,97 5,65 ± 1,02 0,35

II 5,07 ± 0,57 5,39 ± 0,68 0,87 5,20 ± 0,54 0,99 5,29 ± 0,88 0,96 5,57 ± 0,24 0,56

Keterangan : K = kontrol; P1 = dosis 5 mg/kg bb; P2 = dosis 50 mg/kg bb; P3 = dosis 300 mg/kg bb; P4 = dosis 2000 mg/kg bb; bb = berat badan; SD = standar deviasi; g = gram; p = angka kebermaknaan Hasil rata-rata berat badan tiap kelompok sesudah diberi ekstrak etanol daun dandang gendis ditunjukkan pada Tabel 4.4. Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol, dan perlakuan (P1, P2, P3, P4) dimana p > 0,05, untuk mengetahui toksisitas, ada tiga parameter yang merupakan indikator sensitif, yaitu tanda-tanda klinis, berat badan dan konsumsi makanan. Hewan uji diamati setiap hari untuk tanda-tanda klinis toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan diukur secara berkala (Gupta, et al., 2012). Hasil analisis statistik terhadap pengamatan perbandingan berat badan sesudah diberi ekstrak etanol daun


(48)

dandang gendis antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p > 0,05). Hasil konsumsi makanan dan minuman antar kelompok juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan tidak adanya gejala toksik yang timbul.

Tabel 4.4 Hasil rata-rata berat badan tiap kelompok sesudah diberi ekstrak etanol daun dandang gendis minggu I dan II

Mi-ngg u

Rata-rata berat badan (g) ± SD

K P1 p P2 p P3 p P4 p

I 34,02 ± 1,04 35,13 ± 0,84 0,70 35,48 ± 1,23 0,46 36,18 ± 2,33 0,13 36,28 ± 0,73 0,10 II 35,30 ± 0,92 35,14 ± 0,78 1,00 35,78 ± 0,87 0,90 36,54 ± 0,56 0,20 36,60 ± 0,36 0,17

Keterangan : K = kontrol; P1 = dosis 5 mg/kg bb; P2 = dosis 50 mg/kg bb; P3 = dosis 300 mg/kg bb; P4 = dosis 2000 mg/kg bb; bb = berat badan; SD = standar deviasi; g = gram; p = angka kebermaknaan

Hasil berat organ relatif yang didata pada akhir perlakuan ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada parameter rasio berat organ tidak ada perbedaan yang signifikan berat organ hati, ginjal dan jantung antara kelompok kontrol dengan perlakuan (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dandang gendis tidak berpengaruh besar terhadap perbandingan berat organ dengan berat badan dan warna organ.


(49)

Tabel 4.5 Nilai berat organ relatif per 100 g berat badan yang didata pada akhir perlakuan

Organ

Rata-rata berat organ per 100 g ± SD

K P1 p P2 P P3 p P4 p

Hati 6,51 ± 0,66

5,65 ± 0,74

0,80 5,75 ± 0,02

0,86 5,35 ± 0,34

0,61 6,15 ± 1,40

0,99

Jantung 0,43 ± 0,01

0,47 ± 0,07

0,92 0,50 ± 0,04

0,60 0,51 ± 0,06

0,54 0,56 ± 0,01 0,18 Ginjal kanan 0,83 ± 0,01 0,86 ± 0,11

0,99 0,76 ± 0,01

0,93 0,67 ± 0,28

0,50 0,64 ± 0,16 0,34 Ginjal kiri 0,76 ± 0,05 0,75 ± 0,13

1,00 0,83 ± 0,05

0,95 0,71 ± 0,12

0,97 0,69 ± 0,08

0,92

Keterangan : K = kontrol; P1 = dosis 5 mg/kg BB; P2 = dosis 50 mg/kg BB; P3 = dosis 300 mg/kg BB; P4 = dosis 2000 mg/kg BB; BB = berat badan; SD = standar deviasi; g = gram; p = angka kebermaknaan

Adanya perubahan warna organ menjadi salah satu parameter terjadinya suatu efek toksik pada organ (Lu, 1994). Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Hal ini dapat disebabkan lebih pekanya suatu organ, atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya di organ (Lu, 1994). Hati dan ginjal yang normal berwarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal. Kriteria normal pada organ hati dan ginjal bila tidak ditemukan perubahan warna, perubahan struktur permukaan dan perubahan konsistensi (Anggraini, 2008).

Hasil pengamatan makroskopik, warna organ hati mencit tidak terjadi perubahan, struktur permukaan hati terlihat licin dan konsistensi hati kenyal pada semua kelompok (dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 52). Hati


(50)

terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan (Retnomurti, 2008). Zat makanan, sebagian besar obat-obatan serta toksikan yang masuk melalui saluran cerna setelah diserap oleh epitel usus akan dibawa oleh vena porta ke hati. Oleh sebab itu, hati menjadi organ yang sangat potensial menderita keracunan lebih dahulu sebelum organ lain (Santoso, et al., 2006).

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang berwarna merah kecoklatan (Irianto, 2004). Hasil pengamatan makroskopis, tidak terjadi perubahan warna pada organ ginjal mencit jika dibandingkan dengan kontrol, permukaan ginjal tampak licin dan konsistensinya kenyal pada semua kelompok (dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 54). Fungsi utama ginjal adalah organ eliminasi bagi tubuh, yaitu memusnahkan zat toksik tertentu. Beberapa obat atau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistemik akan dibawa ke ginjal dalam kadar yang cukup tinggi, akan terjadi proses perubahan struktur dari ginjal itu sendiri terutama di tubulus ginjal (Manggarwati, 2010). Oleh karena fungsi ginjal yang strategis, sehingga menjadikan ginjal sebagai sasaran utama dari efek toksik (Retnomurti, 2008).

Pemeriksaan makroskopik terhadap organ jantung meliputi warna, bentuk, konsistensi dan besarnya (mengecil, normal atau membesar). Hasil pengamatan pada organ jantung mencit, tidak terjadi perubahan warna dibandingkan dengan kontrol, bentuk dan konsistensi organ jantung mencit tampak normal (dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 53). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun dandang gendis tidak


(51)

berpengaruh terhadap organ jantung. Jantung mudah dirusak oleh berbagai jenis zat kimia karena merupakan salah satu organ sasaran. Zat kimia bekerja secara langsung pada otot jantung atau secara tidak langsung melalui susunan saraf atau pembuluh darah. Suatu toksikan dapat mempengaruhi salah satu dari pembuluh darah dan akibat yang ditimbulkan tergantung dari seberapa penting organ yang disuplai darah oleh pembuluh darah yang terkena (Retnomurti, 2008).


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji toksisitas akut yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak etanol daun dandang gendis adalah bahan yang praktis tidak toksik pada pemberian oral dosis tunggal dengan nilai LD50 lebih besar dari 2000

mg/kg bb.

2. Ekstrak etanol daun dandang gendis sampai dengan dosis 2000 mg/kg bb tidak berpengaruh terhadap perilaku fisik.

3. Ekstrak etanol daun dandang gendis sampai dengan dosis 2000 mg/kg bb tidak mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman.

4. Ekstrak etanol daun dandang gendis sampai dengan dosis 2000 mg/kg bb tidak mempengaruhi berat badan dan organ.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti potensi toksisitas subkronis dan kronis dari ekstrak etanol daun dandang gendis dengan rentang dosis yang lebih bervariasi.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2005a). Clinacanthus nutans. Tanggal diakses 22 Februari 2013.

Anonim. (2005b). Clinachanthus nutans. Tanggal diakses 3 September 2013

Akbar, H.R. (2010). Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi Sebagai Antioksidan. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Anggraini, D.R. (2008). Gambaran Makroskopik dan Mikroskopik Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Casarett, L.J., dan Doull, J. (2008). Toxicology the Basic Science of Poisons. Editor: Curtis D. Klaassen. Edisi Ketujuh. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 28, 31, 32.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Halaman 3-5, 10-11.

Eska, U.S. (2010). Karakterisasi Simpilisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksan, Etil asetat Serta Fraksi air Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ginting, A.M. (2010). Pemanfaatan Matriks Nata de Coco Terhadap Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau).

Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Gupta, D., dan Bhardwaj, S. (2012). Study of Acute, Subacute and Chronic Toxicity Test. International Journal of Advanced Research in Pharmaceutical and Bio Sciences (IJARPB). 1(2): 103-129.

Hadriyanah. (2008). Respon Konsumsi dan Efisiensi Penggunaan Ransum pada Mencit (Mus musculus) Terhadap Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Didetoksifikasi. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.


(54)

Hodgson, E., dan Levi, P.E. (2000). A Textbook of Modern Toxicology. Edisi Kedua. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 292, 298, 301, 302.

Irianto, K. (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung: Yrama Widya. Halaman 225.

Iwuanyanwu K.C.P., Amadi, U., Charles, I.A., dan Ayalogu, E.O. (2012). Evaluation of Acute and Subchronic Oral Toxicity Studi of Baker Cleanser Bitters A Polyherbal Drug On Experimental Rat. EXCLI Journal 11(1): 632-640.

Jenova, R. (2009). Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50

Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) Terhadap Mencit BALB/C. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Linda, S. (2007). Pengujian Efek Antiradang Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis Pada Tikus. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Lu, F.C. (1994). Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi II. Jakarta: UIP. Halaman 85-86.

Manggarwati, A.F. (2010). Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Valerian pada Tikus Wistar: Studi Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal dan Kadar Kreatinin. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Halaman 9.

Meliala, T.S.S. (2011). Uji Anti Diuretik dari Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.)) Dibandingkan dengan Furosemid pada Tikus Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Nainggolan, M. (2004). Pemeriksaan Mikroskopik dan Analisis Kandungan Senyawa Kimia Daun Thailand (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau). Jurnal Komunikasi Penelitian 16(5): 40-44.

OECD. (2001). Acute Oral Toxicity – Acute Toxic Class Method. OECD Guidelines for Testing Chemicals. 423(1): 1-6.

Perangin-angin, M. (2011). Uji Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Terhadap Tikus yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(55)

Pribadi, G.A. (2008). Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan Model Penelitian Nikotin. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Priyanto. (2009). Toksikologi: Mekanisme, Terapi Antidotum dan Penilaian Resiko. Depok: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Halaman 55-56, 151-152.

Retnomurti, H.R. (2008). Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Secara In Vivo. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Halaman 30-31.

Santoso, H.B., dan Nurliani, A. (2006). Efek Doksisiklin Selama Masa Organogenesis pada Struktur Histologi Organ Hati dan Ginjal Fetus Mencit. Bioscientiae.3(1): 15-27.

Smith, J.B., dan Mangkoewidjojo, S. (1988). Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 23.

Sofyan, D. (2008). Inhibisi Fraksi Aktif Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans) Pada Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Sebagai Uji Potensi Antikanker. Skripsi. Bogor: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 122, 178, 235.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 23, 32.

Utomo, A.W. (2008). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Akohol Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Pada Tikus Wistar. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wirasty, P.A. (2004). Pemeriksaan Fitokimia dan Isolasi Senyawa Triterpenoid/Steroida dari Daun Thailand. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(56)

(57)

Lampiran 2. Gambar daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau)


(58)

(59)

Lampiran 4. Hasil analisis data SPSS Berat organ hati

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 2 6.5100 .66468 .47000 .5381 12.4819 6.04 6.98

5 mg/kg BB 2 5.6450 .74246 .52500 -1.0258 12.3158 5.12 6.17

50 mg/kg BB 2 5.7550 .02121 .01500 5.5644 5.9456 5.74 5.77

300 mg/kg BB 2 5.3500 .33941 .24000 2.3005 8.3995 5.11 5.59

2000 mg/kg BB

2 6.1500 1.40007 .99000 -6.4291 18.7291 5.16 7.14

Total 10 5.8820 .72357 .22881 5.3644 6.3996 5.11 7.14

(I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 5 mg/kg BB .86500 .78344 .799 -2.2778 4.0078

50 mg/kg BB .75500 .78344 .861 -2.3878 3.8978

300 mg/kg BB 1.16000 .78344 .612 -1.9828 4.3028

2000 mg/kg BB .36000 .78344 .988 -2.7828 3.5028

5 mg/kg BB kontrol -.86500 .78344 .799 -4.0078 2.2778

50 mg/kg BB -.11000 .78344 1.000 -3.2528 3.0328

300 mg/kg BB .29500 .78344 .994 -2.8478 3.4378

2000 mg/kg BB -.50500 .78344 .960 -3.6478 2.6378

50 mg/kg BB kontrol -.75500 .78344 .861 -3.8978 2.3878

5 mg/kg BB .11000 .78344 1.000 -3.0328 3.2528

300 mg/kg BB .40500 .78344 .982 -2.7378 3.5478

2000 mg/kg BB -.39500 .78344 .983 -3.5378 2.7478

300 mg/kg BB

kontrol -1.16000 .78344 .612 -4.3028 1.9828

5 mg/kg BB -.29500 .78344 .994 -3.4378 2.8478

50 mg/kg BB -.40500 .78344 .982 -3.5478 2.7378

2000 mg/kg BB -.80000 .78344 .837 -3.9428 2.3428

2000 mg/kg BB

kontrol -.36000 .78344 .988 -3.5028 2.7828

5 mg/kg BB .50500 .78344 .960 -2.6378 3.6478


(60)

Berat organ jantung

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound

kontrol 2 .4250 .00707 .00500 .3615 .4885 .42 .43

5 mg/kg BB 2 .4650 .07778 .05500 -.2338 1.1638 .41 .52

50 mg/kg BB 2 .5000 .04243 .03000 .1188 .8812 .47 .53

300 mg/kg BB 2 .5050 .06364 .04500 -.0668 1.0768 .46 .55

2000 mg/kg BB

2 .5600 .01414 .01000 .4329 .6871 .55 .57

Total 10 .4910 .05990 .01894 .4482 .5338 .41 .57

(I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kg BB -.04000 .04930 .916 -.2377 .1577

50 mg/kg BB -.07500 .04930 .592 -.2727 .1227

300 mg/kg BB -.08000 .04930 .542 -.2777 .1177

2000 mg/kg BB -.13500 .04930 .178 -.3327 .0627

5 mg/kg BB kontrol .04000 .04930 .916 -.1577 .2377

50 mg/kg BB -.03500 .04930 .945 -.2327 .1627

300 mg/kg BB -.04000 .04930 .916 -.2377 .1577

2000 mg/kg BB -.09500 .04930 .408 -.2927 .1027

50 mg/kg BB kontrol .07500 .04930 .592 -.1227 .2727

5 mg/kg BB .03500 .04930 .945 -.1627 .2327

300 mg/kg BB -.00500 .04930 1.000 -.2027 .1927

2000 mg/kg BB -.06000 .04930 .745 -.2577 .1377

300 mg/kg BB kontrol .08000 .04930 .542 -.1177 .2777

5 mg/kg BB .04000 .04930 .916 -.1577 .2377

50 mg/kg BB .00500 .04930 1.000 -.1927 .2027

2000 mg/kg BB -.05500 .04930 .794 -.2527 .1427

2000 mg/kg BB

kontrol .13500 .04930 .178 -.0627 .3327

5 mg/kg BB .09500 .04930 .408 -.1027 .2927

50 mg/kg BB .06000 .04930 .745 -.1377 .2577


(61)

Berat organ ginjal kanan

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 2 .8250 .00707 .00500 .7615 .8885 .82 .83

5 mg/kg BB 2 .8600 .11314 .08000 -.1565 1.8765 .78 .94

50 mg/kg BB

2 .7550 .00707 .00500 .6915 .8185 .75 .76

300 mg/kg BB

2 .6700 .02828 .02000 .4159 .9241 .65 .69

2000 mg/kg BB

2 .6350 .16263 .11500 -.8262 2.0962 .52 .75

Total 10 .7490 .11298 .03573 .6682 .8298 .52 .94

(I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kg BB -.03500 .08961 .993 -.3945 .3245

50 mg/kg BB .07000 .08961 .926 -.2895 .4295

300 mg/kg BB .15500 .08961 .493 -.2045 .5145

2000 mg/kg BB .19000 .08961 .337 -.1695 .5495

5 mg/kg BB kontrol .03500 .08961 .993 -.3245 .3945

50 mg/kg BB .10500 .08961 .767 -.2545 .4645

300 mg/kg BB .19000 .08961 .337 -.1695 .5495

2000 mg/kg BB .22500 .08961 .225 -.1345 .5845

50 mg/kg BB kontrol -.07000 .08961 .926 -.4295 .2895

5 mg/kg BB -.10500 .08961 .767 -.4645 .2545

300 mg/kg BB .08500 .08961 .867 -.2745 .4445

2000 mg/kg BB .12000 .08961 .684 -.2395 .4795

300 mg/kg BB kontrol -.15500 .08961 .493 -.5145 .2045

5 mg/kg BB -.19000 .08961 .337 -.5495 .1695

50 mg/kg BB -.08500 .08961 .867 -.4445 .2745

2000 mg/kg BB .03500 .08961 .993 -.3245 .3945

2000 mg/kg BB kontrol -.19000 .08961 .337 -.5495 .1695

5 mg/kg BB -.22500 .08961 .225 -.5845 .1345

50 mg/kg BB -.12000 .08961 .684 -.4795 .2395


(62)

Berat organ ginjal kiri

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 2 .7600 .05657 .04000 .2518 1.2682 .72 .80

5 mg/kg BB 2 .7450 .13435 .09500 -.4621 1.9521 .65 .84

50 mg/kg BB 2 .8250 .04950 .03500 .3803 1.2697 .79 .86

300 mg/kg BB 2 .7050 .12021 .08500 -.3750 1.7850 .62 .79

2000 mg/kg BB

2 .6850 .07778 .05500 -.0138 1.3838 .63 .74

Total 10 .7440 .08682 .02746 .6819 .8061 .62 .86

(I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kg BB .01500 .09402 1.000 -.3622 .3922

50 mg/kg BB -.06500 .09402 .950 -.4422 .3122

300 mg/kg BB .05500 .09402 .972 -.3222 .4322

2000 mg/kg BB

.07500 .09402 .921 -.3022 .4522

5 mg/kg BB kontrol -.01500 .09402 1.000 -.3922 .3622

50 mg/kg BB -.08000 .09402 .903 -.4572 .2972

300 mg/kg BB .04000 .09402 .991 -.3372 .4172

2000 mg/kg BB

.06000 .09402 .962 -.3172 .4372

50 mg/kg BB kontrol .06500 .09402 .950 -.3122 .4422

5 mg/kg BB .08000 .09402 .903 -.2972 .4572

300 mg/kg BB .12000 .09402 .715 -.2572 .4972

2000 mg/kg BB

.14000 .09402 .608 -.2372 .5172

300 mg/kg BB kontrol -.05500 .09402 .972 -.4322 .3222

5 mg/kg BB -.04000 .09402 .991 -.4172 .3372

50 mg/kg BB -.12000 .09402 .715 -.4972 .2572

2000 mg/kg BB

.02000 .09402 .999 -.3572 .3972

2000 mg/kg BB kontrol -.07500 .09402 .921 -.4522 .3022

5 mg/kg BB -.06000 .09402 .962 -.4372 .3172

50 mg/kg BB -.14000 .09402 .608 -.5172 .2372


(63)

Berat Badan Sesudah Perlakuan Minggu I Dependent Variable (I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound berat badan sesudah perlakuan minggu I

kontrol 5 mg/kg BB -1.11000 .86052 .700 -3.6850 1.4650

50 mg/kg BB -1.46000 .86052 .458 -4.0350 1.1150

300 mg/kg BB -2.16000 .86052 .128 -4.7350 .4150

2000 mg/kg BB -2.26000 .86052 .103 -4.8350 .3150

5 mg/kg BB kontrol 1.11000 .86052 .700 -1.4650 3.6850

50 mg/kg BB -.35000 .86052 .994 -2.9250 2.2250

300 mg/kg BB -1.05000 .86052 .740 -3.6250 1.5250

2000 mg/kg BB -1.15000 .86052 .673 -3.7250 1.4250

50 mg/kg BB

kontrol 1.46000 .86052 .458 -1.1150 4.0350

5 mg/kg BB .35000 .86052 .994 -2.2250 2.9250

300 mg/kg BB -.70000 .86052 .923 -3.2750 1.8750

2000 mg/kg BB -.80000 .86052 .882 -3.3750 1.7750

300 mg/kg BB

kontrol 2.16000 .86052 .128 -.4150 4.7350

5 mg/kg BB 1.05000 .86052 .740 -1.5250 3.6250

50 mg/kg BB .70000 .86052 .923 -1.8750 3.2750

2000 mg/kg BB -.10000 .86052 1.000 -2.6750 2.4750

2000 mg/kg BB

kontrol 2.26000 .86052 .103 -.3150 4.8350

5 mg/kg BB 1.15000 .86052 .673 -1.4250 3.7250

50 mg/kg BB .80000 .86052 .882 -1.7750 3.3750


(64)

Berat Badan Sesudah Perlakuan Minggu II Dependent Variable (I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound berat badan sesudah perlakuan minggu II

kontrol 5 mg/kg BB .14000 .55946 .999 -1.5341 1.8141

50 mg/kg BB -.50000 .55946 .896 -2.1741 1.1741

300 mg/kg BB -1.26000 .55946 .202 -2.9341 .4141

2000 mg/kg BB

-1.32000 .55946 .168 -2.9941 .3541

5 mg/kg BB kontrol -.14000 .55946 .999 -1.8141 1.5341

50 mg/kg BB -.64000 .55946 .782 -2.3141 1.0341

300 mg/kg BB -1.40000 .55946 .130 -3.0741 .2741

2000 mg/kg BB

-1.46000 .55946 .106 -3.1341 .2141

50 mg/kg BB

kontrol .50000 .55946 .896 -1.1741 2.1741

5 mg/kg BB .64000 .55946 .782 -1.0341 2.3141

300 mg/kg BB -.76000 .55946 .660 -2.4341 .9141

2000 mg/kg BB

-.82000 .55946 .595 -2.4941 .8541

300 mg/kg BB

kontrol 1.26000 .55946 .202 -.4141 2.9341

5 mg/kg BB 1.40000 .55946 .130 -.2741 3.0741

50 mg/kg BB .76000 .55946 .660 -.9141 2.4341

2000 mg/kg BB

-.06000 .55946 1.000 -1.7341 1.6141

2000 mg/kg BB

kontrol 1.32000 .55946 .168 -.3541 2.9941

5 mg/kg BB 1.46000 .55946 .106 -.2141 3.1341

50 mg/kg BB .82000 .55946 .595 -.8541 2.4941


(65)

Konsumsi makan minggu I

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound

kontrol 7 3.10314

3

.6537225 .2470839 2.498550 3.707735 2.4990 3.9020

5 mg/kgBB 7 2.74655

7

.9288451 .3510705 1.887519 3.605596 1.6647 3.9154

50 mg/kgBB 7 2.84490

0

.7898564 .2985376 2.114405 3.575395 1.7670 3.5600

300 mg/kgBB 7 2.74528

6

.6378135 .2410708 2.155407 3.335165 1.7090 3.4590

2000 mg/kgBB

7 2.75405 7

.8021373 .3031794 2.012204 3.495910 1.8724 3.9628

Total 35 2.83878

9

.7365601 .1245014 2.585771 3.091806 1.6647 3.9628

(I) dosis

perlakuan (J) dosis perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kgBB .3565857 .4115622 .907 -.837195 1.550366

50 mg/kgBB .2582429 .4115622 .969 -.935538 1.452023

300 mg/kgBB .3578571 .4115622 .906 -.835923 1.551638

2000 mg/kgBB .3490857 .4115622 .913 -.844695 1.542866

5 mg/kgBB kontrol -.3565857 .4115622 .907 -1.550366 .837195

50 mg/kgBB -.0983429 .4115622 .999 -1.292123 1.095438

300 mg/kgBB .0012714 .4115622 1.000 -1.192509 1.195052

2000 mg/kgBB -.0075000 .4115622 1.000 -1.201280 1.186280

50 mg/kgBB kontrol -.2582429 .4115622 .969 -1.452023 .935538

5 mg/kgBB .0983429 .4115622 .999 -1.095438 1.292123

300 mg/kgBB .0996143 .4115622 .999 -1.094166 1.293395

2000 mg/kgBB .0908429 .4115622 .999 -1.102938 1.284623

300 mg/kgBB kontrol -.3578571 .4115622 .906 -1.551638 .835923

5 mg/kgBB -.0012714 .4115622 1.000 -1.195052 1.192509

50 mg/kgBB -.0996143 .4115622 .999 -1.293395 1.094166


(66)

2000 mg/kgBB kontrol -.3490857 .4115622 .913 -1.542866 .844695

5 mg/kgBB .0075000 .4115622 1.000 -1.186280 1.201280

50 mg/kgBB -.0908429 .4115622 .999 -1.284623 1.102938

300 mg/kgBB .0087714 .4115622 1.000 -1.185009 1.202552

Konsumsi makan minggu II

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound

kontrol 7 2.98557

1

.6365866 .2406071 2.396827 3.574316 2.2500 4.1266

5 mg/kgBB 7 2.80842

9

1.2082296 .4566679 1.691003 3.925855 1.4758 4.3340

50 mg/kgBB

7 2.88285 7

.3076640 .1162861 2.598315 3.167399 2.4500 3.4300

300 mg/kgBB

7 2.79538 6

.3402338 .1285963 2.480722 3.110049 2.1140 3.0920

2000 mg/kgBB

7 2.77154 3

.2598045 .0981969 2.531264 3.011822 2.3960 3.0924

Total 35 2.84875

7

.6200114 .1048011 2.635776 3.061739 1.4758 4.3340

(I) dosis perlakuan (J) dosis perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kgBB .1771429 .3499368 .986 -.837887 1.192172

50 mg/kgBB .1027143 .3499368 .998 -.912315 1.117744

300 mg/kgBB .1901857 .3499368 .982 -.824844 1.205215

2000 mg/kgBB .2140286 .3499368 .972 -.801001 1.229058

5 mg/kgBB kontrol -.1771429 .3499368 .986 -1.192172 .837887

50 mg/kgBB -.0744286 .3499368 1.000 -1.089458 .940601

300 mg/kgBB .0130429 .3499368 1.000 -1.001987 1.028072

2000 mg/kgBB .0368857 .3499368 1.000 -.978144 1.051915

50 mg/kgBB kontrol -.1027143 .3499368 .998 -1.117744 .912315

5 mg/kgBB .0744286 .3499368 1.000 -.940601 1.089458

300 mg/kgBB .0874714 .3499368 .999 -.927558 1.102501


(67)

300 mg/kgBB kontrol -.1901857 .3499368 .982 -1.205215 .824844

5 mg/kgBB -.0130429 .3499368 1.000 -1.028072 1.001987

50 mg/kgBB -.0874714 .3499368 .999 -1.102501 .927558

2000 mg/kgBB .0238429 .3499368 1.000 -.991187 1.038872

2000 mg/kgBB kontrol -.2140286 .3499368 .972 -1.229058 .801001

5 mg/kgBB -.0368857 .3499368 1.000 -1.051915 .978144

50 mg/kgBB -.1113143 .3499368 .998 -1.126344 .903715

300 mg/kgBB -.0238429 .3499368 1.000 -1.038872 .991187

Konsumsi minum minggu I

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimu m

Maximu m Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 7 4.9443 .41733 .15773 4.5583 5.3302 4.40 5.67

5 mg/kgBB 7 5.0143 .78712 .29750 4.2863 5.7423 4.00 5.98

50 mg/kgBB 7 4.9071 .31616 .11950 4.6147 5.1995 4.30 5.20

300 mg/kgBB

7 5.1857 .73478 .27772 4.5062 5.8653 4.00 5.98

2000 mg/kgBB

7 5.6543 1.02370 .38692 4.7075 6.6011 4.24 6.90


(68)

(I) dosis perlakuan

(J) dosis perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kgBB -.07000 .37657 1.000 -1.1623 1.0223

50 mg/kgBB .03714 .37657 1.000 -1.0551 1.1294

300 mg/kgBB -.24143 .37657 .967 -1.3337 .8508

2000 mg/kgBB -.71000 .37657 .347 -1.8023 .3823

5 mg/kgBB kontrol .07000 .37657 1.000 -1.0223 1.1623

50 mg/kgBB .10714 .37657 .998 -.9851 1.1994

300 mg/kgBB -.17143 .37657 .991 -1.2637 .9208

2000 mg/kgBB -.64000 .37657 .449 -1.7323 .4523

50 mg/kgBB kontrol -.03714 .37657 1.000 -1.1294 1.0551

5 mg/kgBB -.10714 .37657 .998 -1.1994 .9851

300 mg/kgBB -.27857 .37657 .945 -1.3708 .8137

2000 mg/kgBB -.74714 .37657 .298 -1.8394 .3451

300 mg/kgBB kontrol .24143 .37657 .967 -.8508 1.3337

5 mg/kgBB .17143 .37657 .991 -.9208 1.2637

50 mg/kgBB .27857 .37657 .945 -.8137 1.3708

2000 mg/kgBB -.46857 .37657 .726 -1.5608 .6237

2000 mg/kgBB kontrol .71000 .37657 .347 -.3823 1.8023

5 mg/kgBB .64000 .37657 .449 -.4523 1.7323

50 mg/kgBB .74714 .37657 .298 -.3451 1.8394


(1)

300 mg/kgBB kontrol -.1901857 .3499368 .982 -1.205215 .824844 5 mg/kgBB -.0130429 .3499368 1.000 -1.028072 1.001987 50 mg/kgBB -.0874714 .3499368 .999 -1.102501 .927558 2000 mg/kgBB .0238429 .3499368 1.000 -.991187 1.038872 2000 mg/kgBB kontrol -.2140286 .3499368 .972 -1.229058 .801001 5 mg/kgBB -.0368857 .3499368 1.000 -1.051915 .978144 50 mg/kgBB -.1113143 .3499368 .998 -1.126344 .903715 300 mg/kgBB -.0238429 .3499368 1.000 -1.038872 .991187

Konsumsi minum minggu I

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimu m

Maximu m Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 7 4.9443 .41733 .15773 4.5583 5.3302 4.40 5.67 5 mg/kgBB 7 5.0143 .78712 .29750 4.2863 5.7423 4.00 5.98 50 mg/kgBB 7 4.9071 .31616 .11950 4.6147 5.1995 4.30 5.20 300

mg/kgBB

7 5.1857 .73478 .27772 4.5062 5.8653 4.00 5.98 2000

mg/kgBB

7 5.6543 1.02370 .38692 4.7075 6.6011 4.24 6.90 Total 35 5.1411 .71771 .12131 4.8946 5.3877 4.00 6.90


(2)

(I) dosis perlakuan

(J) dosis perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound kontrol 5 mg/kgBB -.07000 .37657 1.000 -1.1623 1.0223 50 mg/kgBB .03714 .37657 1.000 -1.0551 1.1294 300 mg/kgBB -.24143 .37657 .967 -1.3337 .8508 2000 mg/kgBB -.71000 .37657 .347 -1.8023 .3823 5 mg/kgBB kontrol .07000 .37657 1.000 -1.0223 1.1623 50 mg/kgBB .10714 .37657 .998 -.9851 1.1994 300 mg/kgBB -.17143 .37657 .991 -1.2637 .9208 2000 mg/kgBB -.64000 .37657 .449 -1.7323 .4523 50 mg/kgBB kontrol -.03714 .37657 1.000 -1.1294 1.0551 5 mg/kgBB -.10714 .37657 .998 -1.1994 .9851 300 mg/kgBB -.27857 .37657 .945 -1.3708 .8137 2000 mg/kgBB -.74714 .37657 .298 -1.8394 .3451 300 mg/kgBB kontrol .24143 .37657 .967 -.8508 1.3337

5 mg/kgBB .17143 .37657 .991 -.9208 1.2637

50 mg/kgBB .27857 .37657 .945 -.8137 1.3708 2000 mg/kgBB -.46857 .37657 .726 -1.5608 .6237 2000 mg/kgBB kontrol .71000 .37657 .347 -.3823 1.8023

5 mg/kgBB .64000 .37657 .449 -.4523 1.7323

50 mg/kgBB .74714 .37657 .298 -.3451 1.8394 300 mg/kgBB .46857 .37657 .726 -.6237 1.5608


(3)

Konsumsi minum minggu II

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound

kontrol 7 5.0714 .57071 .21571 4.5436 5.5993 4.00 5.60 5 mg/kgBB 7 5.3857 .67621 .25558 4.7603 6.0111 4.70 6.60 50 mg/kgBB 7 5.1971 .53718 .20303 4.7003 5.6939 4.33 5.70 300

mg/kgBB

7 5.2914 .88313 .33379 4.4747 6.1082 4.00 6.67 2000

mg/kgBB

7 5.5743 .23677 .08949 5.3553 5.7933 5.08 5.76 Total 35 5.3040 .60544 .10234 5.0960 5.5120 4.00 6.67

(I) dosis perlakuan

(J) dosis perlakuan

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kontrol 5 mg/kgBB -.31429 .33015 .874 -1.2719 .6434

50 mg/kgBB -.12571 .33015 .995 -1.0834 .8319

300 mg/kgBB -.22000 .33015 .962 -1.1776 .7376

2000 mg/kgBB -.50286 .33015 .556 -1.4605 .4548

5 mg/kgBB kontrol .31429 .33015 .874 -.6434 1.2719

50 mg/kgBB .18857 .33015 .978 -.7691 1.1462

300 mg/kgBB .09429 .33015 .998 -.8634 1.0519

2000 mg/kgBB -.18857 .33015 .978 -1.1462 .7691

50 mg/kgBB kontrol .12571 .33015 .995 -.8319 1.0834

5 mg/kgBB -.18857 .33015 .978 -1.1462 .7691

300 mg/kgBB -.09429 .33015 .998 -1.0519 .8634

2000 mg/kgBB -.37714 .33015 .783 -1.3348 .5805

300 mg/kgBB kontrol .22000 .33015 .962 -.7376 1.1776

5 mg/kgBB -.09429 .33015 .998 -1.0519 .8634

50 mg/kgBB .09429 .33015 .998 -.8634 1.0519

2000 mg/kgBB -.28286 .33015 .910 -1.2405 .6748

2000 mg/kgBB kontrol .50286 .33015 .556 -.4548 1.4605

5 mg/kgBB .18857 .33015 .978 -.7691 1.1462

50 mg/kgBB .37714 .33015 .783 -.5805 1.3348


(4)

Lampiran 5. Gambar perbandingan organ antar kelompok

Gambar organ hati

a.

b.

c.

d.

e.

Keterangan: a. kontrol

b. 5 mg/kg bb

c. 50 mg/kg bb

d. 300 mg/kg bb

e. 2000 mg/kg bb


(5)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar organ jantung

a.

b.

c.

d.

e.

Keterangan: a. kontrol

d. 300 mg/kg bb

b. 5 mg/kg bb

e. 2000 mg/kg bb


(6)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar organ ginjal

a.

b.

c.

d.

e.

Keterangan : a. kontrol

d. 300 mg/kg bb

b. 5 mg/kg bb

e. 2000 mg/kg bb