Pemanfaatan Matriks Nata De Coco Terhadap Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)
PEMANFAATAN MATRIKS NATA DE COCO TERHADAP
EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus
nutans (Burm.f) Lindau)
SKRIPSI
OLEH:
ANI MARIANI Br GINTING 071524003
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PEMANFAATAN MATRIKS NATA DE COCO TERHADAP EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f)
Lindau)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ANI MARIANI Br GINTING 071524003
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMANFAATAN MATRIKS NATA DE COCO TERHADAP EKSTRAK ETANOL DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans (Burm.f.)
Lindau) OLEH :
ANI MARIANI BR GINTING
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : September 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji,
(Dr. Marline Nainggolan, MS. Apt.) (Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.)
NIP 195709091985112001 NIP 195201171980031002
Pembimbing II, (Dr. Marline Nainggolan, MS. Apt.) NIP 195709091985112001
(Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS. Apt.) (Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt) NIP. 195504241983031003 NIP 195304031983032001
(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) NIP 195107231982032001
Medan, September 2010
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 195311281983031002
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan karunia dan rahmat yang tidak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk
memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada ayahanda
G. Ginting (alm), B. Berutu dan ibunda R. Sembiring tercinta, kakanda Nice Ilena
serta adinda Cici Santika terkasih yang telah memberikan dorongan moril maupun
materil serta doa kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini
dapat di selesaikan. Dengan rasa hormat dan kerendahan hati penulis ucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Dan Bapak Dr. Kasmirul Ramlan
Sinaga, M.S., Apt sebagai dosen pembimbing atas segala arahan, ilmu
serta nasehat selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si.,Apt sebagai dosen penasehat akademik
dan seluruh staf pengajar atas nasehat dan bimbingannya selama proses
perkuliahan.
(5)
5. Sahabat-sahabat penulis: Rahma, Suci, Ana dan rekan-rekan mahasiswa
farmasi ekstensi stambuk 2007 serta seluruh pihak yang telah memberikan
kasih sayang, bantuan, motivasi, dan inspirasi bagi penulis selama masa
perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
6. Kepada Kepala Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Sediaan Solid
dan seluruh staf atas seluruh fasilitas yang diberikan selama proses
penelitian .
Semoga Tuhan Yang maha Kuasa memberikan balasan yang berlipatganda
atas jasa besar mereka.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan. Namun demikian, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, September 2010
Penulis
(6)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi simplisia dan ekstrak, serta pemanfaatan matriks nata de coco terhadap ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau). Nata de coco merupakan selulosa bakteri yang mempunyai absorbtivitas tinggi, daya tarik tinggi dan bersifat elastis. Selain sebagai minuman nata de coco juga banyak dimanfaatkan dalam farmasi sebagai perawatan luka dan penghantar obat.
Penelitian ini meliputi karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Pembuatan nata de coco secara fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum dengan penambahan gula, urea dan asam cuka. Kemudian ekstrak diformulasikan menjadi bentuk sediaan kapsul dengan merendam serbuk nata de coco ke dalam larutan ekstrak etanol daun dandang gendis selama 24 jam dan dikeringkan menggunakan freeze dryer. Selanjutnya dilakukan uji preformulasi, uji pelepasan dengan metode dayung dalam medium air pada suhu 37± 0,50C dengan kecepatan putaran 50 rpm dan evaluasi kapsul.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun dandang gendis secara berturut-turut adalah untuk kadar air 7,16% dan 8,78%, kadar sari larut dalam air 10,49% dan 10,91%, kadar sari larut dalam etanol 10,70% dan 18,65% kadar abu total 6,10% dan 4,60%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,64% dan 0,54%. Hasil uji preformulasi diperoleh uji sudut diam 30,65o, waktu alir 7,0 detik dan indeks tap 5,37%. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa matriks nata de coco memberikan persen kumulatif sampai menit ke 480 sebesar 33,95 %. Sedangkan hasil uji evaluasi kapsul diperoleh uji waktu hancur 4,08 menit, uji keseragaman bobot A=0,23% dan B=0,34%.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 4
1.3Hipotesis... 4
1.4Tujuan penelitian... 4
1.5Manfaat penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Uraian Tumbuhan... 6
2.2 Ekstrak ... 7
2.3 Nata De Coco ... 8
2.4 Kapsul ... 10
(8)
2.6 Disolusi ... 16
2.7 Spektrofotometer Uv-Vis ... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19
3.1 Alat-alat... 19
3.2 Bahan-bahan... 19
3.3 Pengumpulan Sampel, Identifikasi dan pengolahan Sampel ... 19
3.3.1 Pengumpulan Sampel... 19
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20
3.3.3 Pengolahan Sampel ... 20
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 20
3.4.1 Penetapan Kadar Air ... 21
3.4.2 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 21
3.4.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 22
3.4.4 Penetapan kadar Abu Total ... 22
3.4.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam... 22
3.5 Pembuatan Ekstrak... 23
3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak ... 23
3.6.1 Penetapan Kadar Air ... 23
3.6.2 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 24
3.6.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 24
3.6.4 Penetapan kadar Abu Total ... 24
3.6.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam... 24
(9)
3.7.2 Pembuatan Nata de coco ... 25
3.8 Karakterisasi Nata de coco... 25
3.8.1 Susut Pengeringan... 25
3.8.2 Pengujian Daya Serap Air... 26
3.8.3 Berat Jenis ... 26
3.9 Pembuatan Matriks Nata ... 26
3.10 Pembuatan Sediaan ke dalam Kapsul ... 26
3.10.1 Uji Disolusi ... 26
3.10.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku... 26
3.10.1.2 Pembuatan Kurva Serapan ... 27
3.10.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 27
3.10.1.4 Pengujian Disolusi ... 27
3.10.2 Uji Preformulasi ... 28
3.10.2.1 Uji Sudut Diam ... 28
3.10.2.2 Uji Waktu Alir ... 28
3.10.2.3 Uji Indeks Tap... 28
3.10.3 Evaluasi Kapsul... 29
3.10.3.1 Uji Waktu Hancur ... 29
3.10.3.2 Keseragaman Bobot ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 31
4.2 Hasil Pembuatan nata De Coco... 32
4.3 Hasil Pembuatan Matriks Nata De Coco ... 33
(10)
4.5 Hasil Uji Disolusi... 33
4.6 Hasil Uji Preformulasi Sediaaan Kapsul... 36
4.7 Hasil Evaluasi Kapsul ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 39
5.1 Kesimpulan ... 39
5.2 Saran... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Karakterisasi simplisia dan ekstrak ... 31
Tabel 2. Hasil Karakterisasi Nata de coco ... 33
Tabel 3. Hasil kalibrasi ekstrak etanol daun dandang gendis dalam medium Air pada panjang gelombang 671 nm ... 34
Tabel 4. Hasil uji disolusi kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis
dalam medium air pada panjang gelombang 671 nm... 35
tabel 5. Hasil uji preformulasi sediaan kapsul ... 36
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Grafik kurva kalibrasi ekstrak etanol daun dandang gendis ... 34
Gambar 2. Grafik disolusi kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia... 43
Lampiran 2. Hasil identifikasi tumbuhan... 44
Lampiran 3. Bagan Pembuatan Nata de coco ... 45
Lampiran 4. Bagan Penelitian ... 46
Lampiran 5. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik simplisia... 47
Lampiran 6. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik Ekstrak... 52
Lampiran 7. Perhitungan hasil karakteristik nata de coco ... 57
Lampiran 8. Perhitungan Konversi Dosis ... 60
Lampiran 9. Perhitungan Keseragaman Bobot ... 61
Lampiran 10. Hasil Berat dan Tebal Nata de coco ... 62
Lampiran 11. Gambar Nata De Coco dan Serbuk nata DeCoco... 63
Lampiran 12. Serbuk Nata de Coco yang telah Menjerap Ekstrak dan Gambar Sediaan Kapsul Ekstrak Etanol Dandang gendis ... 64
Lampiran 13. Gambar Alat Disolusi ... 65
Lampiran 14. Perhitungan Disolusi Kapsul Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis ... 66
(14)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi simplisia dan ekstrak, serta pemanfaatan matriks nata de coco terhadap ekstrak etanol daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau). Nata de coco merupakan selulosa bakteri yang mempunyai absorbtivitas tinggi, daya tarik tinggi dan bersifat elastis. Selain sebagai minuman nata de coco juga banyak dimanfaatkan dalam farmasi sebagai perawatan luka dan penghantar obat.
Penelitian ini meliputi karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Pembuatan nata de coco secara fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum dengan penambahan gula, urea dan asam cuka. Kemudian ekstrak diformulasikan menjadi bentuk sediaan kapsul dengan merendam serbuk nata de coco ke dalam larutan ekstrak etanol daun dandang gendis selama 24 jam dan dikeringkan menggunakan freeze dryer. Selanjutnya dilakukan uji preformulasi, uji pelepasan dengan metode dayung dalam medium air pada suhu 37± 0,50C dengan kecepatan putaran 50 rpm dan evaluasi kapsul.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun dandang gendis secara berturut-turut adalah untuk kadar air 7,16% dan 8,78%, kadar sari larut dalam air 10,49% dan 10,91%, kadar sari larut dalam etanol 10,70% dan 18,65% kadar abu total 6,10% dan 4,60%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,64% dan 0,54%. Hasil uji preformulasi diperoleh uji sudut diam 30,65o, waktu alir 7,0 detik dan indeks tap 5,37%. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa matriks nata de coco memberikan persen kumulatif sampai menit ke 480 sebesar 33,95 %. Sedangkan hasil uji evaluasi kapsul diperoleh uji waktu hancur 4,08 menit, uji keseragaman bobot A=0,23% dan B=0,34%.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Air kelapa sebagai limbah belum banyak dimanfaatkan dan terbuang
begitu saja, dimana pemanfaatan limbah air kelapa antara lain untuk memperoleh
nilai tambah secara ekonomi (Misgiyarta, 2007). Air kelapa jika diolah dan
dikemas dengan baik akan bermanfaat untuk pembuatan nata de coco, kecap dan
bahkan dapat dijadikan sebagai minuman kesehatan (Anonim, 2010)a.
Nata de coco merupakan jenis makanan yang sudah lama dikenal di
Filipina dan saat ini menjadi makanan atau minuman yang disukai oleh
masyarakat Indonesia, sehingga menyebabkan industri nata menjadi cukup
berkembang. Nata de coco yang diproduksi oleh industri kecil dapat juga
dipasarkan untuk memenuhi bahan baku minuman kemasan yang lain serta bahan
baku farmasi dan sebagai bahan baku industri, biasanya dipasarkan dalam bentuk
lembaran. Jika diproses menjadi minuman, nata de coco dipasarkan dalam
kemasan cup plastik atau kaleng (Suryani dkk., 2005). Nata adalah selulosa
bakteri yang merupakan hasil fermentasi mikroba Acetobacter xylinum,
mempunyai beberapa keunggulan antara lain kemurnian tinggi, mempunyai daya
tarik tinggi, elastis dan terbiodegradasi (Piluharto, 2003). Disamping itu selulosa
bakteri mempunyai absorbtivitas yang besar terhadap air, dan juga digunakan
untuk perawatan luka serta penghantar obat yang baik (Brown, 1989).
Obat tradisional merupakan obat-obatan yang diolah secara tradisional
(16)
obat tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan
penggunaannya karena lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, baik harga
maupun ketersediaannya. Beberapa perusahaan mengolah dan mengembangkan
obat-obat tradisional menjadi obat-obat herbal dan fitofarmaka, yang dapat berasal
dari akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga yang telah diuji khasiatnya.
Bentuk obat tradisional yang dijual dipasar yaitu dalam bentuk simplisia, serbuk,
cair, kapsul dan tablet (Anonim, 2009).
Perkembangan teknologi dalam bentuk pemanfaatan tumbuhan obat
Indonesia dalam pelayanan kesehatan sudah mengenal serta menggunakan konsep
ekstrak. Ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian telah berkembang termasuk
bidang ekstraksi, analisa dan teknologi proses sehingga dapat menerima ekstrak
sebagai bentuk bahan yang dapat dipertanggungjawabkan mutu dan keseragaman
kandungan kimianya. Oleh sebab itu setiap ekstrak harus distandarisasi, dan
terpenuhinya standar mutu produk/bahan ekstrak tidak terlepas dari pengendalian
proses, artinya bahwa proses yang terstandar dapat menjamin produk terstandar
(Ditjen POM, 2000).
Salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang sedang dikembangkan
akhir-akhir ini adalah tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f)
Lindau), famili Acanthaceae, juga dikenal dengan nama ki tajam (Sunda),
gendis/dandang gendis (Jawa). Di luar negeri dikenal dengan istilah pa ya yor
(Thailand), bi phaya yow (Cina).
Hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan oleh Wirasty (2004), daun
(17)
menyebutkan bahwa daun segar dandang gendis telah lama digunakan di Thailand
oleh dokter tradisional untuk mengobati ruam kulit, gigitan serangga dan ular.
Ekstrak dari daun dilaporkan memiliki efek analgesik dan antiinflamasi. Linda,
(2007) meneliti efek antiradang ekstrak etanol daun dandang gendis terhadap kaki
tikus yang diinduksi dengan karagenan 1%, dimana dosis 50 mg/kgBB
memberikan efek antiradang yang sama besar dengan indometasin 10 mg/kgBB.
Radang atau inflamasi adalah serangkaian perubahan yang kompleks
dalam jaringan akibat cedera (Guyton,1995). Gejala proses radang yaitu kalor,
rubor, tumor, dolor dan function laesa. Obat-obat antiinflamasi merupakan
kelompok obat yang heterogen, selain memiliki persamaan dalam efek terapi juga
memiliki persamaan pada efek sampingnya. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah tukak lambung (Wilmana, 1995).
Berdasarkan informasi diatas, maka peneliti tertarik melakukan
pengembangan ekstrak etanol daun dandang gendis yang diperangkapkan dalam
matriks nata de coco, dan dibuat menjadi sediaan kapsul dengan kerja pelepasan
yang diperpanjang.
1.2Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah hasil karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun
dandang gendis?
2. Apakah nata de coco dapat digunakan sebagai matriks dalam pembuatan
kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis?
3. Apakah sediaan obat kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis yang
dihasilkan memenuhi persyaratan uji kapsul (yaitu waktu hancur dan
(18)
1.3Hipotesis
1. Diperoleh hasil karakterisasi dari serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun
dandang gendis.
2. Nata de coco dapat digunakan sebagai matriks pembawa dalam pembuatan
kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis.
3. Sediaan obat kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis yang dihasilkan
memenuhi persyaratan uji kapsul (yaitu waktu hancur dan keseragaman
bobot).
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun
dandang gendis.
2. Memanfaatkan nata de coco sebagai matriks pembawa dalam pembuatan
kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis.
3. Mengetahui sediaan obat kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis
memenuhi persyaratan evaluasi kapsul (yaitu waktu hancur dan
keseragaman bobot)
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk pengembangan obat tradisional
khususnya daun dandang gendis sebagai obat antiinflamasi. Selain itu nata de
coco dapat digunakan sebagai matriks pembawa obat dalam pembuatan kapsul
sehingga penggunaannya lebih praktis bahkan menjadi sediaan dengan pelepasan
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat
Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)
merupakan perdu tahunan, tinggi lebih kurang 2,5 m. Tumbuh liar di pekarangan
rumah dan sebagai tanaman pagar (Anonim, 2007).
2.1.2 Morfologi
Tumbuhan Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau memiliki batang
berkayu, tegak, beruas dan berwarna hijau. Daun tunggal, berhadapan, bentuk
lanset, panjang 8–12 mm, lebar 4–6 mm, bertulang menyirip, berwarna hijau.
Bunga majemuk, bentuk malai, di ketiak daun dan di ujung batang, mahkota
bunga berbentuk tabung, panjang 2–3 cm berwarna merah muda. Buah bulat
memanjang berwarna coklat. Bagian yang digunakan adalah daun.
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan dandang gendis adalah sebagai berikut (Estil, 2007)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Acanthaceae
Marga : Clinacanthus
(20)
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau mengandung senyawa
alkaloid, triterpenoid/steroid, glikosida, tanin, saponin, flavonoid dan minyak
atsiri (Wirasty, 2004). Selain itu juga mengandung sulfur (Akbar, 2010).
Hasil Penelitian Lebih Lanjut
Wanikiat P, dkk, (2007) menyatakan bahwa ekstrak dandang gendis
memiliki daya hambat yang kuat terhadap radang pada tikus yang diinduksi
dengan karagenan. Eunike, (2008) dan Mimi, (2009) menyatakan bahwa
pemerangkapan ekstrak etanol daun dandang gendis ke dalam matriks nata de
coco dan pemerangkapan fraksi n-heksan daun dandang gendis dalam matriks
nata de coco menghasilkan efek antiinflamasi yang diperpanjang. Audrey (2009)
juga mengatakan bahwa pemerangkapan teofilin ke dalam nata de coco yang
mirip kapsul juga memberikan pelepasan yang diperpanjang.
2.2 Ekstrak
Menurut Ditjen POM, (1995) ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan
kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat
(21)
a. Maserasi
Maserasi yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
b. Perkolasi
Perkolasi yaitu ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dalam wadah silindris kerucut
(perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai (Voight, 1994).
c. Refluks
Refluks yaitu ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
d. Sokslet
Sokslet yaitu ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
e. Digestasi
Digesti yaitu maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
(22)
e. Infus
Infus yaitu ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96o-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
f. Dekok
Dekok yaitu infus pada waktu yang lebih lama (> 30oC) dan temperatur
sampai titik didih air.
2.3 Nata De Coco
Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobakter
xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah
air tahu, limbah industri nanas. Nata de coco adalah nata yang dibuat dengan
bahan baku air kelapa, sebenarnya tidak memiliki rasa, namun karena diolah
menjadi minuman dengan tambahan bahan-bahan perasa maka produk yang
dihasilkan mempunyai rasa yang enak (Suryani dkk, 2005). Nata de coco berasal
dari Filipina, kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa.
Sementara nama nata diambil dari nama tuan Nata yang telah berhasil
menciptakan nata de coco. Nata de coco memiliki bentuk padat, berwarna putih
seperti kolang-kaling dan terasa kenyal. Nata de coco mengandung air cukup
banyak (80%), tetapi dapat disimpan lama. Nata de coco mengandung nilai nutrisi
(23)
Tabel 1. Kandungan nutrisi nata de coco
No. Nutrisi Kandungan Nutrisi (per 100 gram bahan)
1 Kalori 146 kal 2 Lemak 0,2 % 3 Karbohidrat 36,1 mg 4 Kalsium 12 mg 5 Fosfor 2 mg 6 Fe (zat besi) 0,5 mg
Nata de coco adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesa dari
gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobakter xylinum (Wahyudi, 2003).
Bakteri Acetobakter xylinum akan merubah gula pada medium menjadi selulosa.
Acetobakter xylinum dapat merubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang
terbentuk dalam media tersebut berupa benang-benang yang membentuk jalinan
terus menerus menebal menjadi lapisan nata. Aktivitas pembuatan nata hanya
terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Sedangkan pH optimum untuk
pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata
adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam, 2009).
Beberapa industri telah menggunakan selulosa bakteri, misalnya Sony
Corporation mengembangkan audio pembicara (Headphone) dengan
menggunakan selulosa bakteri. Pada awal 1980-an Johnson & Johnson
menggunakan selulosa bakteri sebagai pembawa obat dan perawatan luka.
Ajinomoto Co bersama dengan Mitsubishi Paper Mills di Jepang
mengembangkan selulosa bakteri untuk produk kertas (Brown, 1989).
2.4 Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
(24)
formulasi kapsul dari gelatin bisa lunak dan bisa juga keras. Cangkang kapsul
kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada
dasarnya tidak mempunyai rasa. Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam
keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila
menjadi lembab atau disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin
lunak mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras, pada
pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur
dalam cangkang (Ansel, 1989).
2.4.1 Bobot dan Ukuran Kapsul
Bobot dan volume obat yang dapat diisikan ke dalam kapsul tergantung
pada sifat bahan obat itu sendiri. Ketepatan dan kecepatan dalam pemilihan
ukuran kapsul biasanya berdasarkan pengalaman atau pengerjaan secara
eksperimental. Sebagai pedomannya dapat digunakan Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Bobot dan Ukuran Kapsul No. No. Ukuran Asetosal
(gram)
Na-bikarbonat (gram)
Nitras bismuthi basa (gram)
1 000 1 1,4 1,7 2 00 0,6 0,9 1,2 3 0 0,5 0,7 0,9 4 1 0,3 0,5 0,6 5 2 0,25 0,4 0,5 6 3 0,2 0,3 0,4 7 4 0,15 0,25 0,25 8 5 0,1 0,12 0,12
(25)
Tabel 3. Volume dan Ukuran Kapsul
Untuk Manusia Untuk Hewan
No. No. Ukuran Volume (ml) No. No. Ukuran Volume (ml) 1 000 1,7 1 10 30
2 00 1,2 2 11 15
3 0 0.85 3 12 7,5
4 1 0,62
5 2 0,52
6 3 0,36
7 4 0,27
8 5 0,19
2.4.2 Cara Pembuatan Kapsul Cara pengisian kapsul
Ada tiga cara pengisian kapsul yaitu dengan:
1. Tangan
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan tangan
tanpa bantuan alat lain. Cara ini sering dikerjakan di apotek untuk melayani
resep dokter. Untuk memasukkan obat ke dalam kapsul, dapat dilakukan
dengan cara membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang diminta. Selanjutnya
tiap bagian serbuk dimasukkan ke dalam badan kapsul lalu ditutup.
2. Alat bukan mesin
Alat yang dimaksud disini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.
Dengan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan pengerjaan
yang dapat lebih cepat karena dalam satu kali pembuatan dapat dihasilkan
berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang tetap
dan yang bergerak. Cara pengisiannya yaitu:
(26)
2. badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang pada bagian alat yang tidak
bergerak/tetap.
3. taburkan serbuk yang akan dimasukkan ke dalam kapsul
4. ratakan dengan bantuan alat kertas film
5. tutup kapsul dengan cara merapatkan atau menggerakkan bagian alat yang
bergerak.
3. Alat Mesin
Untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga keseragaman
kapsul, perlu digunakan alat otomatis mulai dari membuka, mengisi sampai
menutup kapsul.
2.4.3 Cara Penyimpanan Kapsul
Cangkang kapsul keras kelihatannya keras tetapi sebenarnya masih
mengandung air dengan kadar 10-15%. Bila disimpan di tempat yang lembab,
cangkang kapsul akan menjadi lunak dan lengket satu sama lain serta sukar
dibuka karena kapsul tersebut dapat menyerap air dari udara yang lembab.
Sebaliknya, bila disimpan di tempat terlalu kering menjadi rapuh dan mudah
pecah. Oleh karena itu kapsul sebaiknya disimpan di dalam tempat atau ruangan:
a. tidak terlalu lembab atau dingin dan kering
b. terbuat dari botol gelas, tertutup rapat dan diberi bahan pengering (silica
gel)
c. terbuat dari wadah botol plastik, tertutup rapat dan juga diberi bahan
pengering
(27)
2.4.4 Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Kapsul
Keuntungan pemberian bentuk sediaan kapsul, antara lain:
1. bentuknya menarik dan praktis
2. cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang memiliki
rasa dan bau tidak enak
3. mudah ditelan dan cepat hancur/larut dalam perut sehingga obat cepat
diabsorpsi
4. dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang
berbeda-beda sesuai kebutuhan pasien.
5. kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan
tambahan/pembantu seperti pada pembuatan pil dan tablet.
Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul, antara lain:
1. tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori
kapsul tidak dapat menahan penguapan.
2. tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis.
3. tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul
4. tidak dapat diberikan untuk balita
5. tidak bisa dibagi-bagi (Syamsuni, 2006).
2.5 Sediaan Lepas Lambat
Pengembangan teknologi formulasi baru pada dua dekade terakhir banyak
ditekankan pada pengembangan bentuk sediaan obat yang dapat melepaskan obat
secara terkontrol. Salah satu diantaranya adalah pengembangan bentuk sediaan
(28)
dalamnya. Beberapa jenis bentuk sediaan obat yang di kembangkan untuk maksud
ini adalah:
• Sediaan pelepasan lambat
• Sediaan aksi diperpanjang
• Sediaan aksi berulang
Sediaan pelepasan lambat didesain untuk memberikan kadar obat dalam
darah selama periode waktu tertentu untk mendapatkan keuntungan-keuntungan
klinik, yaitu:
1. meningkatkan hasil terapi obat, berupa peningkatan efektivitas dan
penurunan efek samping serta efek toksik
2. meningkatkan kepatuhan penderita dengan aturan dosis yang lebih
menyenangkan
3. untuk obat tertentu, dari segi ekonomi dapat diperoleh penghematan biaya
pengobatan.
Tetapi disamping keuntungan-keuntungan di atas, ada pula
kerugian-kerugian dalam pemakaian sediaan pelepasan lambat yaitu:
1. tidak adanya fleksibilitas aturan dosis
2. untuk beberapa obat harganya semakin mahal oleh karena penerapan
teknologi yang tinggi
3. adanya resiko over dosis (Ringoringo, 1985).
2.5.1 Pelepasan Obat Dari Matriks
Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat inert yang di
(29)
matriks bersama-sama. Umumnya obat ada dalam persen yang lebih kecil agar
matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan berdifusi
keluar secara lambat. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air
meskipun ada beberapa bahan yang mengembang secara lambat dalam air. Jenis
matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu tablet atau butir-butir
kecil bergantung pada komposisi formulasinya.
A Membran (salut) yang larut
Matriks
Membran yang tidak larut
B
Matriks
C
Membran yang tidak larut dengan celah yang dibuat melalui pelarutan bagian yang larut dalam air
Matriks
Gambar 1. contoh tiga tipe modifikasi matriks dengan mekanisme pelepasan yang berbeda
Gambar A : obat disalut dengan suatu penyalut yang larut sehingga pelepasan
obat semata-mata mengandalkan pada pengaturan bahan matriks.
(30)
akan berdifusi keluar secara cepat. Suatu matriks dengan pori-pori
yang kecil dapat memberikan waktu pelepasan obat yang lebih
panjang.
Gambar B : menyatakan suatu matriks yang dilindungi oleh suatu membran yang
tidak larut, sehingga laju pelepasan obat diatur oleh permeabilitas
membran maupun matriks.
Gambar C : menyatakan suatu matriks tablet yang dilindungi dengan suatu film
kombinasi. Film ini menjadi pori-pori setelah pelarutan dari bagian
film yang tidak larut. (Shargel dan Andrew, 1988).
2.6 Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan yang
tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul. Disolusi
adalah proses larutnya zat aktif dari sediaan dalam pelarut. Saat sekarang ini
disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting di
lakukan pada sediaan farmasi.
Alat uji disolusi yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah alat
yang tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 yaitu :
a. Metode keranjang berputar
Metode keranjang berputar terdiri atas keranjang berbentuk silindrik yang
ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam
suatu labu bulat yang berisi medium pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam
(31)
b. Metode dayung berputar
Metode dayung berputar terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus,
yang berfungsi memperkecil turbelensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikal ke motor yang berputar dengan suatu kecepatan
yang terkendali. Sampel diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang
berfungsi untuk memperkecil turbelensi dari medium disolusi. Alat ditempatkan
dalam suatu penangas air yang bersuhu konstan (37±0,5ºC).
2.7 Spektrofotometer Ultraviolet-Visible
Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak
merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam
bentuk gelombang. Beberapa istilah dan hubungan digunakan untuk
menggambarkan gelombang ini. Panjang gelombang merupakan jarak linier dari
suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada panjang
gelombang yang berdekatan. Huruf latin lambda (λ) merupakan simbol yang umum digunakan untuk panjang gelombang. Sinar ultraviolet mempunyai panjang
gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang
gelombang 400-750 nm.
Sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar
putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar
tampak. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang
gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, yang semuanya itu dapat
diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
(32)
panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan pada
(33)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
di laboratorium, meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan,
identifikasi tumbuhan, pembuatan ekstrak, pemeriksaan karakterisasi serbuk
simplisia dan ekstrak, pembuatan dan pengeringan nata de coco, penjerapan
ekstrak ke dalam nata de coco, pengisian bahan ke dalam kapsul dan dilanjutkan
dengan evaluasi kapsul (uji waktu hancur dan keseragaman bobot) dan disolusi.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, alat
disolusi, alat waktu hancur, blender (Miyako), freeze dryer (Modulyo), inkubator
(Gallenkamp), laminar air flow, neraca analitik (Sartorius), neraca kasar (Ohaus),
oven listrik (Fisher Scientific), penangas air (Yenaco), pH indikator, rotary
evaporator (Buchi, RE 111), spektrofotometer visible (Dynamica).
3.2 Bahan-bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau), akuades, air kelapa,
cangkang kapsul, etanol (hasil destilasi), gula pasir, stater ( Acetobacter xylinum),
urea, asam asetat 25 % dan NaOH (E.Merck).
3.3 Pengumpulan sampel, Identifikasi dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun dandang gendis (Clinacanthus nutans
(34)
Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara
purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah
lain. Gambar tumbuhan dan simplisia daun dandang gendis dapat dilihat pada
lampiran 1, halaman 43.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor yang telah
dilakukan oleh Junius (2007). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
lampiran 2, halaman 44.
3.3.3 Pengolahan Sampel
Daun dandang gendis yang telah dikumpulkan sebanyak 5 Kg, dicuci
bersih dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian dikeringkan di lemari pengering.
Setelah kering, daun diserbuk dan diperoleh serbuk daun dandang gendis
sebanyak 518,75 g. Serbuk daun dandang gendis disimpan di dalam wadah kering
dan terlindung dari cahaya matahari. Bagan penelitian dapat dilihat pada lampiran
4, halaman 46.
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air,
penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan
kadar sari larut dalam air dan penetapan kadar sari larut dalam etanol (Ditjen
(35)
3.4.1 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat tediri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung dan tabung penerima 5 ml.
Cara kerja :
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suing dimasukkan kedalam labu alas
bulat. Kemudian didestilasi selama 2 jam, setelah itu didinginkan selam 30 menit
dan dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml (volume l). Ke dalam labu alas
bulat tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang dengan
seksama. Setelah toluen mulai mendidih, destilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap
detik hingga sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bilas bagian
dalam pendingin dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
labu penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar dan dibersihkan tetesan air
yang mungkin masih terdapat pada dinding tabung penerima. Setelah air dan
toluene memisah sempurna, baca volume air (volume II). Hitung kadar dalam
persen (WHO, 1992). Perhitungan kadar air dapat dilihat pada lampiran 5,
halaman 47.
3.4.2 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml
air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) menggunakan
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selam 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selam 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam
(36)
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang arut dalam air (Ditjen
POM, 1989). Perhitungan kadar sari larut dalam air dapat dilihat pada lampiran 5,
halaman 48.
3.4.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam degan 100 ml
etanol (95 %), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama
6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Disaring dengan menghindarkan
penguapan etanol, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara, dipanaskan pada suhu 1050 C hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95 % (Ditjen POM, 1989).
Perhitungan kadar sari larut dalam air dapat dilihat pada lampiran 5, halaman 49.
3.4.4 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar
perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilkukan pada suhu 5000c selama 2
jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap (Ditjen
POM, 1989). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada lampiran 5, halaman
50.
3.4.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring cuci dengan air panas, dipijarkan
(37)
tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989). Perhitungan kadar abu yang tidak
larut dalam asam dapat dilihat pada lampiran 5, halaman 51.
3.5 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 80 %.
Cara kerja :
Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana, di
tambahkan dengan pelarut etanol 80 % sampai serbuk terendam sempurna.
Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering
diaduk, kemudian diperas dan disaring. Ampas ditambahkan cairan penyari
sampai terendam, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari sambil sering diaduk
kemudian diperas dan disaring. Dilakukan perlakuan yang sama sampai pelarut
tidak berwarna. Seluruh maserat digabungkan dan diuapkan dengan bantuan
rotary evaporator pada temperatur 400 C sampai diperoleh ekstrak yang agak kental, kemudian dipekatkan dengan freeze dryer pada suhu -400 C selama 24 jam.
3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak
Pemeriksaan karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan
kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar abu tidak
larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam air dan penetapan kadar sari larut
dalam etanol.
3.6.1 Penetapan Kadar Air
Prosedur kerja sesuai dengan penetapan kadar air pada simplisia (lihat
(38)
3.6.2 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Prosedur kerja sesuai dengan penetapan kadar sari larut dalam air pada
simplisia (lihat 2.4.2). Perhitungan kadar sari larut dalam air dapat dilihat pada
lampiran 6, halaman 53.
3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Prosedur kerja sesuai dengan penetapan kadar sari larut dalam etanol pada
simplisia (lihat 2.4.3). Perhitungan kadar sari larut dalam etanol dapat dilihat pada
lampiran 6, halaman 54.
3.6.4 Penetapan Kadar Abu Total
Prosedur kerja sesuai dengan penetapan kadar abu total pada simplisia
(lihat 2.4.4). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada lampiran 6, halaman
55.
3.6.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Prosedur kerja sesuai dengan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam
asam pada simplisia (lihat 2.4.5). Perhitungan kadar yang tidak larut asam dapat
dilihat pada lampiran 6, halaman 56.
3.7 Pembuatan Nata De Coco 3.7.1 Pembuatan Bibit atau Stater
Sebanyak 2 liter air kelapa dibiarkan hingga kotorannya mengendap dan
disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa ditambahkan urea sebanyak 10 g dan
gula pasir 400 g direbus di atas api yang besar hingga mendidih. Selama
perebusan, air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama 15 menit, diangkat dan didinginkan kemudian ditambahkan asam cuka 25 % hingga larutan ini memiliki
(39)
dalam wadah yang steril, ditambahkan biakan murni sebanyak 400 ml. Ditutup
wadah dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di ruang inkubasi dan
dibiarkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, di permukaan media akan
terbentuk lapisan berwarna putih. Berarti stater sudah jadi dan siap digunakan
(Warisno, 2004).
3.7.2 Pembuatan Nata De Coco
Sebanyak 1 liter air kelapa yang telah disaring dari pengotoran ditambahkan urea sebanyak 5 g dan gula pasir 100 g kemudian direbus di atas api
yang besar hingga mendidih. Selama perebusan air kelapa diaduk. Setelah
mendidih selama 15 menit diangkat dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan asam cuka 25 % hingga larutan ini memiliki pH 4. Masukkan lautan
ke dalam wadah yang telah disterilkan kemudian tambahkan biakan murni
sebanyak 100 ml. Ditutup wadah dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di
ruang inkubasi selama 2 minggu (Warisno, 2004). Nata de coco di cuci dengan
NaOH 0,2 N kemudian dibilas dengan akuades hingga bersih dan ditiriskan.
3.8 Karakterisasi Nata De Coco 3.8.1 Susut Pengeringan
Pengujian susut pengeringan dengan cara nata de coco dipotong-potong
dengan ukuran 1x1 cm, timbang berat basah kemudian dikeringkan di freeze dryer
pada suhu -400C selama ±24 jam, kemudian dikeringkan di oven pada suhu
1050C, dinginkan, ditimbang sampai berat konstan. Perhitungan susut pengeringan
(40)
3.8.2 Pengujian daya serap air
Pengujian daya serap air dengan cara nata de coco yang telah
dipotong-potong dan dikeringkan direndam dalam air pada suhu kamar hingga tercapai
kesetimbangan penyerapan air. Perhitungan daya serap air dapat dilihat pada
lampiran 7, halaman 58.
3.8.3 Uji berat jenis
Pengujian berat jenis dilakukan dengan cara menimbang lapisan nata de
coco yang telah dipotong-potong dan dikeringkan kemudian hasilnya dibagi
dengan volume. Perhitungan berat jenis dapat dilihat pada lampiran 7, halaman
59.
3.9 Pembuatan Matriks Nata
Nata de coco dipotong kecil-kecil kemudian di freeze dryer sampai kering
pada suhu -40oC selama ±24 jam selanjutnya diblender dan ditimbang.
3.10 Pembuatan Sediaan ke dalam Kapsul
Ekstrak etanol daun dandang gendis diperangkapkan pada matriks sampai
jenuh atau tidak menyerap lagi kemudian di freeze dryer sampai kering pada suhu
-40oC selama ± 24 jam. Kemudian dihitung dosisnya berdasarkan dosis yang
mempunyai efek antiinflamasi terhadap tikus yaitu 50 mg/kgBB, kemudian
dikonversikan ke dosis manusia. Selanjutnya dimasukkan dalam kapsul.
Perhitungan konversi dosis dapat dilihat pada lampiran 8, halaman 60.
3.10.1 Uji Disolusi
3.10.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku
Ditimbang sebanyak 250 mg ekstrak etanol daun dandang gendis,
(41)
sampai larut dan ditambahkan akuades sampai garis tanda, konsentrasi teoritis
adalah 25000 mcg/ml.
3.10.1.2 Pembuatan Kurva Serapan
Larutan induk baku dipipet 0,6 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml,
dan dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, kemudian dikocok homogen
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi teoritis 1500 mcg/ml. Serapan
diukur pada panjang gelombang 560 – 720 nm, dan diperoleh panjang gelombang
maksimum.
3.10.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan dibuat berbagai konsentrasi yakni dengan mengambil larutan baku
induk masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,2 ml ke dalam labu tentukur 10 ml,
kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang
gelombang maksimum 671 nm.
3.10.1.4 Pengujian Disolusi
Cara kerja :
Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 300 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5oC dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Kemudian ke dalam wadah tersebut dimasukkan sediaan obat. Setiap interval waktu 5, 10,15, 20, 30, 60, 90, 120,150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, 390, 420, 450 dan 480 menit, larutan diambil sebanyak 5 ml. Volume medium dijaga tetap 300 ml dengan menambahkan cairan medium dalam jumlah yang sama. Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM 1995). Larutan cuplikan diukur pada panjang gelombang 671 nm. Pengujian ini dilakukan sebanyak enam kali perlakuan.
(42)
3.10.2 Uji Preformulasi
Uji preformulasi meliputi uji sudut diam, uji waktu alir dan uji indeks tap
menurut Cartensen (1977).
3.10.2.1 Uji Sudut Diam
Sebanyak 100 gram esktrak etanol daun dandang gendis yang telah
diperangkapkan ke dalam nata de coco dituang perlahan-lahan ke dalam corong
yang tertutup bagian bawahnya. Buka tutup corong secara perlahan biarkan granul
mengalir sampai habis. Tinggi dan diameter tumpukan granul yang terbentuk
diukur. Granul yang bersifat free flowing mempunyai sudut diam antara 20o-40o.
Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Tg θ = 2H/D Dimana : θ = sudut diam
H = tinggi tumpukan granul (cm)
D = Diameter tumpukan granul (cm)
3.10.2.2 Uji Waktu Alir
Sebanyak 100 gram esktrak etanol daun dandang gendis yang telah
diperangkapkan ke dalam nata de coco dituang perlahan-lahan ke dalam corong
yang tertutup bagian bawahnya. Buka tutup corong bersamaan dengan
dihidupkannya stopwatch, sampai semua granul mengalir habis. Dicatat waktu alir
yang dibutuhkan granul. Syarat waktu alir granul lebih kecil dari 10 detik.
3.10.2.3 Uji Indeks Tap
Sejumlah granul esktrak etanol daun dandang gendis yang telah
(43)
(dihentakkan) dengan alat yang telah dimodifikasi dan diperoleh volume akhir
(V). Syarat dari indeks tap yaitu lebih kecil dari 20 %. Indeks tap dapat dihitung
dengan rumus :
I = 1- V0 x 100 % V
3.10.3 Evaluasi Kapsul 3.10.3.1 Uji Waktu Hancur
Pengujian waktu hancur dipakai alat desintegration Tester (Erweka), ke dalam
alat tersebut dimasukkan 6 sediaan kapsul kedalam keranjang, turun naikkan
keranjang secara teratur 30 kali tiap menit, digunakan air bersuhu 37º±1ºC sebagai
media. Kapsul dinyatakan hancur jika cangkang telah larut atau pecah menjadi
bagian yang halus. Bila 1 kapsul atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 kapsul lainnya, tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji
harus hancur sempurna (Ditjen POM, 1995).
3.10.3.2 Keseragaman Bobot
Timbang 20 kapsul, kemudian kapsul ditimbang lagi satu persatu.
Keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul, hitung
bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perhitungan keseragaman
bobot dapat dilihat pada lampiran 9, halaman 48. Perbedaan dalam persen bobot
isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang
ditetapkan kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan
(44)
Perbedaan bobot isi kapsul dalam % Bobot rata-rata isi
kapsul A B
120 mg atau lebih ± 10 % ± 20 % Lebih dari 120 mg ± 7,5 % ± 15 %
Keterangan : A = nilai deviasi tertinggi kedua B = nilai deviasi tertinggi
(45)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan
bahwa tumbuhan yang diuji adalah tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus
nutans (Burm.f.) Lindau) dari suku Acanthaceae.
Penyarian terhadap daun dandang gendis dilakukan secara maserasi
dengan pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya dapat tersari sempurna. Hasil dari 500 gram serbuk diperoleh ekstrak
kental etanol 61,61 gram.
4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun dandang gendis dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Hasil karaktesisasi simplisia dan ekstrak
Hasil No. Parameter
Simplisia Ekstrak 1. Kadar air 7,16% 8,78% 2. Kadar sari larut dalam air 10,49% 10,91% 3. Kadar sari larut dalam etanol 10,70% 18,65% 4. Kadar abu total 6,10% 4,60% 5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,62% 0,54%
Pada tabel di atas dapat diketahui hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak
etanol daun dandang gendis. Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu
(46)
nilai berbagai parameter dari produk. Simplisia yang akan digunakan untuk obat
sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
monografi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (Materia Medika
Indonesia). Namun dalam hal ini untuk tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus
nutans (Burm.f) Lindau) belum ada ditetapkan sebelumnya. Tetapi bila
dibandingkan dengan yang satu suku maka hasilnya masih memenuhi syarat.
Penetapan kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang
besarnya kandungan air di dalam simplisia dan ekstrak, karena air merupakan
media yang baik untuk ditumbuhi bakteri. Penetapan kadar sari larut dalam air dan
etanol untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air dan
etanol. Sedangkan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk
mengetahui kandungan mineral yang ada pada simplisia dan ekstrak, kadar abu
total yang tinggi menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik seperti
logam-logam dimana dalam jumlah yang tinggi dapat membahayakan kesehatan.
4.2 Hasil Pembuatan Nata De Coco
Hasil nata de coco yang diperoleh memiliki bentuk padat, menyerupai
gel, terapung pada bagian permukaan cairan, berwarna putih seperti kolang
kaling, terasa kenyal. Berat nata de coco pada masing-masing wadah
bervariasi, yaitu rata-rata berat basah 217,78 g, setelah di freeze dryer pada suhu
-40oC selama ±24 jam diperoleh berat kering rata-rata 3,2667 g dengan ketebalan
7,84 mm. Hasil yang diperoleh ini bersesuaian dengan Anonim (2010)b yang
menyatakan bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika
(47)
tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula
menjadi ribuan rantai serat atau selulosa yang nampak padat berwarna putih
hingga transparan yang disebut sebagai nata.
Hasil karakterisasi nata de coco dapat dilihat pada Tabel 2 berikut, dan
contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 57.
Tabel 2 Hasil Karakterisasi nata de coco
No. Parameter Hasil 1. Susut pengeringan 98,57%
2. Daya serap air 82,53% 3. Bobot jenis 0,982 g/ml
4.3 Hasil Pembuatan Matriks Nata De Coco
Sebanyak 1 kg nata de coco basah yang telah dipotong-potong halus
dihasilkan 20,1 g serbuk halus nata de coco kering, tidak berbau dan berwarna
putih.
4.4 Hasil Pembuatan Sediaan Kapsul
Ekstrak etanol daun dandang gendis yang telah dijerapkan kedalam serbuk
nata de coco dan telah dikeringkan dimasukkan ke dalam cangkang kapsul
berdasarkan berat dan dosis yang telah dikonversikan ke dosis manusia. Hasil
perhitungan yang didapat dari ekstrak yang terpakai untuk masing-masing kapsul
adalah 555,5 mg, dan setelah dijerapkan ke dalam nata de coco diperoleh berat
masing-masing kapsul adalah 644 mg.
4.5 Hasil Uji Disolusi
Pada pengukuran serapan ekstrak etanol daun dandang gendis diperoleh
panjang gelombang 671 nm pada konsentrasi 3000 mcg/ml dimana pengukuran
(48)
panjang gelombang tersebut, hasil pengukuran kalibrasi ekstrak etanol daun
dandang gendis diperoleh persamaan regresi y=0,0003x+0,0001. Data kalibrasi
dapat dilihat pada Tabel 3 dan gambar 1 berikut.
Tabel 3 Hasil kalibrasi ekstrak etanol daun dandang gendis dalam medium air pada panjang gelombang 671 nm
No. Konsentrasi Absorbansi
1 0 0
2 500 0.122
3 1000 0.250
4 1500 0.389
5 2000 0.536
6 2500 0.679
7 3000 0.740
kurva kalibrasi
y = 0.0003x + 0.0001 R2 = 0.994
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
konsentrasi (m cg/m l)
ab
so
rb
an
s
i (
n
m
)
(49)
Uji disolusi dilakukan terhadap 6 sediaan kapsul dalam medium air selama
480 menit pada panjang gelombang 671 nm. Uji disolusi ini dilakukan untuk
melihat pelepasan ekstrak etanol daun dandang gendis dari pembawa nata de
coco. Hasil data pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4 dan gambar 2 berikut.
Tabel 4 Hasil uji disolusi kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis dalam medium air pada panjang gelombang 671 nm.
No. Waktu (menit) Konsentrasi (mcg/ml) % kumulatif
1 5 29.67 1.60
2 10 73.00 3.96
3 15 109.67 5.96
4 20 149.67 8.14
5 30 163.00 8.89
6 60 223.00 12.17
7 90 233.00 12.75
8 120 316.33 17.31
9 150 343.00 18.81
10 180 346.33 19.06
11 210 389.67 21.47
12 240 416.33 22.98
13 270 419.67 23.24
14 300 436.33 24.22
15 330 443.00 24.66
16 360 463.00 25.82
17 390 496.33 27.71
18 420 496.33 27.80
19 450 573.00 32.04
(50)
% kumulatif vs waktu 0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 waktu (menit) % k u mu la ti f
Gambar 2. Grafik disolusi kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis dalam medium air pada panjang gelombang 671 nm.
Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pelepasan ekstrak
dari matriks nata de coco terjadi secara perlahan karena sampai menit ke-480
persen kumulatif ekstrak yang terlarut sebesar 33,95%. Maka disimpulkan bahwa
nata de coco dapat digunakan sebagai matriks pembawa obat.
4.6 Hasil Uji Preformulasi Sediaan Kapsul
Masa yang akan dimasukkan ke dalam kapsul, umumnya harus melalui
serangkaian uji preformulasi. Uji yang dilakukan adalah uji sudut diam, uji waktu
alir dan uji indeks tap, hasil dari uji preformulasi dapat dilihat pada Tabel 5
berikut.
Tabel 5 Hasil uji preformulasi sediaan kapsul
No. Waktu alir (detik) Sudut diam (0) Indeks tap (%) 1. 2. 3. 6,7 7.4 7,0 30,963 27,923 33,064 4,42 5,2 6,5
Rata-rata 7,0 30,65 5,37 Syarat <10 detik <400 <20%
(51)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil uji indeks tap memenuhi
persyaratan. Menurut Voight (1994), volume ketukan dilukiskan sebagai volume
dimana satuan massa suatu produk berbentuk granul berada pada kumpulan yang
terpadat. Disamping itu dapat dilihat bahwa uji waktu alir dan sudut diam
memenuhi persyaratan. Semakin datar kerucut, artinya sudut kemiringan semakin
kecil, maka sifat aliran granul semakin baik (Voight, 1994).
4.7 Hasil Evaluasi Sediaan Kapsul
Evaluasi sediaan kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis hanya
dilakukan terhadap waktu hancur dan keseragaman bobot saja. Dimana hasil uji
evaluasi kapsul dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Hasil uji evaluasi sediaan kapsul
No. Waktu hancur (menit) Keseragaman bobot (%) 1. 4.08 A = 0,23%
B = 0,34%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu hancur sediaan kapsul
memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 15 menit. Waktu hancur ditentukan
untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul agar hancur menjadi
butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh suatu bentuk (Tsabitmubarok, 2010).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor:661/MENKES/SK/VII/994, makin cepat daya hancur pil, tablet, kapsul
diharapkan makin besar dan cepat zat aktif yang diserap oleh tubuh. Maka
diharapkan makin cepat obat tradisional tersebut bereaksi di dalam tubuh,
sehingga makin cepat dirasakan hasilnya.
Pada tabel di atas juga dilihat bahwa keseragaman bobot memenuhi
(52)
tidak boleh dari yang ditetapkan dalam kolom A dan untuk setiap 2 kapsul
(53)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun dandang gendis secara
berturut-turut adalah untuk kadar air 7,16% dan 8,78%, kadar sari larut dalam
air 10,49% dan 10,91%, kadar sari larut dalam etanol 10,70% dan 18,65%
kadar abu total 6,10% dan 4,60%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,64% dan
0,54%.
b. Hasil uji disolusi matriks nata de coco memberikan persen kumulatif sampai
menit ke 480 sebesar 33,95 %. Nata de coco dapat digunakan sebagai matriks
pembawa dalam pembuatan sediaan kapsul ekstrak etanol daun dandang
gendis.
c. Sediaan kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis memenuhi persyaratan uji
kapsul. Hasil uji preformulasi adalah sudut diam 30,650, waktu alir 7,0 detik,
indeks tap 5,37%, sedangkan hasil uji evaluasi kapsul adalah waktu hancur
4.08 menit, keseragaman bobot A=0,23% dan B=0,34%.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi zat aktif dari
(54)
DAFTAR PUSTAKA
Akbar H.R. (2010). Isolasi dan Identifikasi golongan Flavonoid Daun Dandang gendis (Clinacanthus nutasn) Berpotensi Sebagai Antioksidan. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:kdlO6Wp8W QMJ:iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/26741/1/G10hra_abstrac t.pdf+kandungan+kimia+daun+dandang+gendis&cd=2&hl=id&ct=cln k&gl=id&client=firefox-a.
Anonim. (2007). Informasi Herbal.
http://tanamanherbal.wordpress.com/category/tanaman-herbal-kategori-d/.
Anonim. (2009). Obat Tradisional.
http://id.wikipedia.org/wiki/obat.tradisional.
Anonim a. (2010). Air Kelapa Segar dan Sarat Khasiat. http://www.smallcrab.com/kesehatan.
Anonim b. (2010). Nata De Coco.
http://ayulaksita.wordpress.com/2010/02/03/nata-de-coco/.
Ansel Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia. Hal 218-219.
Brown Jr, R. M. (1989). Position Paper.
http://www.botany.utexas.edu/facstaff/facpages/mbrown/position1.htm
Cartensen. J.T. (1977). Pharmaceutical of solid dosage form. New York : A.wiley Interscience Publication John Wiley and son. Page. 133-135,154-159, 216-218.
Ditjen POM. (1974). Ekstra Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 831.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 5-6.
Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 321-325.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1086-1087.
(55)
Estil Kaesariana. (2007). Tanaman Obat Indonesia.
http://images.toiusd.multiply.multiplycontent.com/journal/item/38.
Hasan, Mimi Mayasari. (2009). Pembuatan nata Dari Pati Hasil Isolasi Biji Nangka Sebagai Matriks Pembawa Fraksi n-Heksan Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Pada Uji Antiinflamasi. Medan: Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Hal. 36.
KEPMENKES. (1994). Persyaratan Obat Tradisional.
Nomor:661/MENKES/SK/VII/1994. Jakarta.
Mayarni, Linda. (2007). Uji Efek Antiradang Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) Terhadap Udem pada Tikus Putih dan Analisis Kandungan Kimianya secara Kromatografi Lapis Tipis. Medan: Jurusan Farmasi Universitas Sumatera utara. Hal. 35.
Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de Coco.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/berita/misgiyarta-natadeCoco.pdf.
Multazam, Sofa Abdul Muiin. (2009). Nata dan Acetobacter xylinum. http://samm171185.blogspot.com/2009/02/nata-acetobacter-xylinum.html.
Piluharto. (2003). Kajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Coco Sebagai Membran Ultrafiltrasi.
http://www.mipa.unej.ac.id/data/vol4no1/piluharto.pdf.
Pratiwi, N.R. (2008). Karakterisasi Sediaan.
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126118-FAR.048-08-Karakterisasi%20Sediaan_Literatur.pdf.
Ringoringo, Victor S. (). Ketersediaan Hayati Sediaan Pelepasan Lambat dalam Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_037_farmakokinetika_klinik .pdf.
Sakdarat santi. (2006).
http://tanslate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en/id&u=http://w ww.medplant.ac.th/publish/journal/ebooks/j13(2)-15(1)13-24.pdf.
Shargel L dan Andrew B.C. Yu. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 452-477.
(56)
Suryani A, Erliza Hambali, Prayoga Suryadarma. (2005). Membuat Aneka Nata. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar swadaya. Hal. 6.
Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC. Hal. 70-73.
Tsabitmubarok. (2010). Capsulae (Kapsul).
http://tsabbitmubarok.files.wordpress.com/2010/04/capsulae-kapsul.pptx.
Wahyudi. (2003). Memproduksi Nata.
http://pustaka.ictsleman.net/pertanian/agro_industri_pangan/3_memprod uksi_nata _decoco.pdf
Warisno. (2004). Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Cetakan I. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 23-30
Wirasty, P. A. (2004). Pemeriksaan Fitokimia dan Isolasi Senyawa Triterpenoid/Steroida dari Daun Thailand. Medan: Jurusan Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Hal. 19.
Victorita, Eunike. (2009). Penggunaan Nata Pati Singkong Sebagai Matriks Terhadap ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Pada Uji Antiinflamasi. Medan : Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Hal. 35.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakan Pertama. Penerjemah: Soendani Noerono S. Yogyakarta: UGM Press. Hal 157-222.
Wanikiat P, Panthong A, Sujayanon P, Yoosook C, Rossi AG, Reutrakul V. (2007). The anti-inflammatory effects and the inhibition of neutrophil responsiveness by Barleria lupulina and Clinacanthus nutans extracts. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18207341
World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. WHO/PHARM/92.559. Switzerland:Geneva. Pages 25-28.
Zebua, Marselina Audrey. (2009). Pemanfaatan Nata Pati Kacang merah (Vignea sinensis) Hasil Isolasi Sebagai Matriks Teofilin. Medan: Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Hal. 57.
(57)
Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia
Gambar 1. Tumbuhan dandang gendis
(58)
(59)
lampiran 3. Bagan Pembuatan Nata de coco
Ditambahkan gula 10%
Ditambahkan urea 0,5%
Didihkan selama ± 15 menit
Didinginkan
Ditambahkan asam asetat 25% sampai pH 3-4
Dimasukkan kedalam wadah steril dan ditambahkan stater 20%
Dimasukkan kedalam inkubator dan didiamkan selama 2 minggu
Dicincang halus
Dinetralkan dengan NaOH 0,2N Dikeringkan di freeze dryer
Dihaluskan dengan blender
Serbuk nata de coco Nata de coco Larutan untuk nata
(60)
Lampiran 4. Bagan Penelitian
Karakterisasi simplisia
Dimaserasi dengan etanol 80 % selama 5 hari
Ampas Ampas
Dimaserasi selama 2 hari Diulang sampai jernih maserat maserat Kadar abu tidak larut asam Kadar sari larut etanol Kadar abu total Kadar sari larut air Kadar air Serbuk simplisia Dipekatkan dengan rotary evaporator Karakterisasi ekstrak Hasil
Dijerapkan pada matriks nata de coco
Evaluasi kapsul Dimasukkan ke dalam kapsul Kadar sari larut etanol Kadar abu tidak larut asam Kadar abu total Kadar sari larut air Kadar air Ekstrak Dikeringkan dengan freeze dryer Semua maserat Seluruh maserat digabungkan
(61)
Lampiran 5. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik simplisia
1. Perhitungan Penetapan Kadar Air
a. Sampel I
Kadar air simplisia = x 100% sampel
Berat air Volume
Berat sampel = 5,012 g
Volume air = 0,36 ml
Kadar air = x 100% 7,183% 5,012
36 , 0
b. sample II
Berat sampel = 5,062 g
Volume air = 0,36 ml
Kadar air = x 100% 7,112% 5,062
36 , 0
c. Sampel III
Berat sampel = 5,004 g
Volume air = 0,36 ml
Kadar air = x100% 7,194% 5,004
36 , 0
Kadar air rata-rata = 3 % 7,194 % 7,112 % 183 ,
7
(62)
Lampiran 5. (Lanjutan)
2. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
% 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,015 g
Berat sari air = 0,104 g
% 100 x 20 100 x 5,015 0,104 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,369 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,0 g
Berat sari air = 0,106 g
% 100 x 20 100 x 5,008 0,106 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,583 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,085 g
Berat sari air = 0,107 g
% 100 x 20 100 x 5,085 0,107 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,521 %
Kadar sari rata-rata = 3 % 10,521 % 10,583 % 369 ,
10
(63)
Lampiran 5. (Lanjutan)
3.Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
% 100 x 20 100 x simplisia Berat etanol sari g Berat etanol dalam larut yang sari
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,084 g
Berat sari etanol = 0,105g
% 100 x 20 100 x 5,084 0,105 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 10,326 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,077 g
Berat sari etanol = 0,111 g
% 100 x 20 100 x 5,077 0,111 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 10,932 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,021 g
Berat cawan awal = 0,109 g
% 100 x 20 100 x 5,021 0,109 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 10,854 %
Kadar sari rata-rata = 3 % 10,854 % 10,932 %
10,326
(64)
Lampiran 5. (Lanjutan)
4.Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total
% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat abu total Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,011 g
Berat abu = 0,1234 g
Kadar abu total = x 100% 2,011
1234 , 0
= 6,136 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,083 g
Berat abu = 0,1273 g
Kadar abu total = x 100% 2,083
1273 , 0
= 6,111 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,034 g
Berat abu = 0,1231 g
Kadar abu total = x 100% 2,034
1231 , 0
= 6,052 %
Kadar abu total rata-rata = 3 % 6,052 % 6,111 %
26,136
(65)
Lampiran 5. (Lanjutan)
5. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat asam larut abu tidak
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,011 g
Berat abu = 0,0124 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,011
0124 , 0
= 0,617 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,083 g
Berat abu = 0,0127 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,083
0127 , 0
= 0,609 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,034 g
Berat abu = 0,0129 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,034
0129 , 0
= 0,634 %
Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 3
0,634% 0,609%
%
0,617
(66)
Lampiran 6. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik Ekstrak
1. Perhitungan Penetapan Kadar Air
a. Sampel I
Kadar air simplisia = x 100% sampel
Berat air Volume
Berat sampel = 5,014 g
Volume air = 0,44 ml
Kadar air = x 100% 8,775% 5,014
44 , 0
b. sample II
Berat sampel = 5,008 g
Volume air = 0,44 ml
Kadar air = x 100% 8,786% 5,008
44 , 0
c. Sampel III
Berat sampel = 5,006 g
Volume air = 0,44 ml
Kadar air = x100% 8,789% 5,006
44 , 0
Kadar air rata-rata =
3 % 8,789 % 8,786 % 775 ,
8
(67)
Lampiran 6. (Lanjutan)
2. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
% 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,017 g
Berat sari air = 0,110 g
% 100 x 20 100 x 5,017 0,110 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,963 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,006 g
Berat sari air = 0,108 g
% 100 x 20 100 x 5,006 0,108 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,787 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,010 g
Berat sari air = 0,110 g
% 100 x 20 100 x 5,010 0,110 air dalam larut yang sari
Kadar = 10,978 %
Kadar sari rata-rata = 3 % 10,978 % 10,787 % 963 ,
10
(68)
Lampiran 6. (Lanjutan)
3.Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
% 100 x 20 100 x simplisia Berat etanol sari g Berat etanol dalam larut yang sari
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,026 g
Berat sari etanol = 0,183g
% 100 x 20 100 x 5,026 0,183 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 18,205 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,029 g
Berat sari etanol = 0,190 g
% 100 x 20 100 x 5,029 0,190 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 18,890 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,009 g
Berat cawan awal = 0,189 g
% 100 x 20 100 x 5,009 0,189 etanol dalam larut yang sari
Kadar = 18,858 %
Kadar sari rata-rata = 3 18,858% 18,890% %
18,205
(69)
Lampiran 6. (Lanjutan)
4.Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total
% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat abu total Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,007 g
Berat abu = 0,0920 g
Kadar abu total = x 100% 2,007
0920 , 0
= 4,584%
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,002 g
Berat abu = 0,0940 g
Kadar abu total = x 100% 2,002
0940 , 0
= 4,,695 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,019 g
Berat abu = 0,0912 g
Kadar abu total = x 100% 2,019
0912 , 0
= 4,517 %
Kadar abu total rata-rata = 3 % 4,517 % 4,695 %
4,584
(70)
Lampiran 6. (Lanjutan)
5. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat asam larut abu tidak
Kadar
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,007 g
Berat abu = 0,0114 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,007
0114 , 0
= 0,568 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,002 g
Berat abu = 0,0105 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,002
0105 , 0
= 0,524 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,019 g
Berat abu = 0,0107 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,019
0107 , 0
= 0,529 %
Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 3 0,529% 0,524% %
0,568
(71)
Lampiran 7. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik nata de coco
1. Susut Pengeringan Nata de coco
a. sampel I
Berat basah = 1,0430 g
Berat kering = 0,0130 g
Kadar susut pengeringan = x 100% 1,0430 0130 , 0 0430 , 1 = 98,75%
b. sample II
berat basah = 1,0369 g
berat kering = 0,0104 g
kadar susut pengeringan = x 100% 1,0104 0104 , 0 0369 , 1 = 98,99%
c. sample III
berat basah = 1,1044 g
berat kering = 0,0224 g
kadar susut pengeringan = x 100% 1,1044 0224 , 0 1044 , 1 = 97,97%
kadar susut pengeringan rata-rata = 3 97,97% 98,99% %
98,75
(72)
Lampiran 7. (lanjutan)
2. Perhitungan Penetapan Daya Serap Nata de coco
a. sampel I
berat basah = 0,5008 g
berat kering = 0,0882 g
daya serap = x 100% 0,5008 0882 , 0 5008 , 0 = 82,388%
b. sampel II
berat basah = 0,5107 g
berat kering = 0,0885 g
daya serap = x 100% 0,5107 0885 , 0 5107 , 0 = 82,671%
c. sampel III
berat basah = 0,5112 g
berat kering = 0.0893 g
daya serap = x 100% 0,5112 0893 , 0 5112 , 0 = 82,531%
daya serap rata-rata = 3 82,531% 82,671% %
82,388
(73)
Lampiran 7. (lanjutan)
3. Perhitungan Berat Jenis Nata de coco
Dilakukan terhadap nata de coco yang telah dipotong 1x1 cm dan diambil
dari wadah yang berbeda.
a. sampel I
berat nata de coco = 1,3287 g
volume = 1,35 cm3
berat jenis = 1,32 1,3287
= 0,984 g/cm3
b. sampel II
berat nata de coco = 1,3265 g
volume = 1,35 cm3
berat jenis = 1,35 1,3265
= 0,982 g/cm3
c. sampel III
berat nata de coco = 1,3248 g
volume = 1,35 cm3
berat jenis = 1,35 1,3248
= 0,981 g/cm3
berat jenis rata-rata = 3
0,981 0,982
0,984
(74)
Lampiran 8. Perhitungan Konversi Dosis
Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan (Donatus, 1996). Mencit 20 g Tikus 200 g Marmut 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg
Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9
Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0
Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
Berdasarkan penelitian Linda Mayarni Sirait (2007), dosis yang efektif
adalah 50 mg/kg BB menggunakan tikus dengan berat rata-rata 200 g, maka
perhitungan konversi ke dosis manusia adalah:
>> 50 mg/kg BB = 50 mg x 0,2 = 10 mg/200 g
Jadi konversi dosis ke manusia = 0,018
mg 10
= 555,5 mg
Berat nata kering = 3,8785 g
Berat nata + ekstrak = 28,0146 g
Berat ekstrak yang terjerap = 24,1361 g
Maka berat nata + ekstrak yang di masukkan kedalam kapsul adalah:
ekstrak nata berat x terjerap yg ekstrak jlh diinginkan yg dosis 28,0146 x 24,1361 0,555 mg 555,5
untuk
= 0,644 g
(75)
Lampiran 9. Perhitungan Keseragaman Bobot
Dari 20 kapsul diperoleh bobot rata-ratanya yaitu 6433,95 mg, kemudian
dari masing-masing kapsul dicari bobot selisihnya terhadap bobot rata-rata.
No. Bobot (mg) Deviasi
(mg)
No. Bobot (mg) Deviasi (mg)
1. 6437 – 6433,95 3,05 11. 6424 - 6433,95 9,95 2. 6425 - 6433,95 8,95 12. 6438 - 6433,95 4,05 3. 6440 - 6433,95 6,05 13. 6429 - 6433,95 4,95 4. 6434 - 6433,95 0,05 14. 6421 - 6433,95 12,95 5. 6412 - 6433,95 21,95 15. 6441 - 6433,95 7,05 6. 6439 - 6433,95 5,05 16. 6449 - 6433,95 15,05 7. 6446 - 6433,95 12,05 17. 6438 - 6433,95 4,05 8. 6431 - 6433,95 2,95 18. 6434 - 6433,95 0,05 9. 6437 - 6433,95 3,05 19. 6439 - 6433,95 5,05 10. 6430 - 6433,95 3,95 20. 6435 - 6433,95 1,05
Dari selisih-selisih tersebut diambil yang mempunyai selisih dengan bobot
rata-rata paling besar dan kedua besar, yaitu:
1. Kapsul dengan berat 6412 mg, yang mempunyai selisih 21,95 mg
2. Kapsul dengan berat 6449 mg, yaitu mempunyai selisih 15,05 mg
Kemudian dicari harga A dan B yaitu:
A1 = x 100% 6433,95
95 , 6433 6412
= 0,34 %
A2 = x 100% 6433,95
95 , 6433 6449
= 0,23 %
B = x 100% 6433,95
95 , 6433 6412
= 0,34 %
Maka diperoleh nilai A = 0,23% dan nilai B = 0,34 %, dengan demikian kapsul
(76)
Lampiran 10. Hasil berat dan tebal nata de coco
No. Berat basah (g) Berat kering (g) Ketebalan (mm)
1 207,5 3,1125 7,9 2 224 3,3600 7,9 3 215 3,2250 7,8 4 232,4 3,4860 7,9 5 210 3,1500 7,7
Rata-rata 217,78 3,2667 7,84
(77)
lampiran 11. Gambar Nata De Coco dan Serbuk nata DeCoco
Gambar 1. Nata De Coco
(78)
Lampiran 12. Gambar serbuk nata de coco yang telah menjerap ekstrak dan Gambar sediaan kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis.
Gambar 1. Serbuk nata de coco yang telah menjerap ekstrak
(79)
(80)
Lampiran 14. Perhitungan Konsentrasi Uji Disolusi Untuk t=5
Dipipet cuplikan 5 ml pada interval waktu 5 menit, lalu diukur pada
panjang gelombang 671 nm, diperoleh A (Y) = 0,009
Persamaan regresi dari kurva kalibrasi
Y= 0,0003x + 0,0001
Maka konsentrasi adalah:
C = (0,009- 0,0001) / 0.0003 = 29,67 mcg/ml
Dilakukan perhitungan yang sama untuk setiap pengambilan cuplikan pada selang
(1)
Lampiran 9. Perhitungan Keseragaman Bobot
Dari 20 kapsul diperoleh bobot rata-ratanya yaitu 6433,95 mg, kemudian dari masing-masing kapsul dicari bobot selisihnya terhadap bobot rata-rata.
No. Bobot (mg) Deviasi
(mg)
No. Bobot (mg) Deviasi (mg) 1. 6437 – 6433,95 3,05 11. 6424 - 6433,95 9,95 2. 6425 - 6433,95 8,95 12. 6438 - 6433,95 4,05 3. 6440 - 6433,95 6,05 13. 6429 - 6433,95 4,95 4. 6434 - 6433,95 0,05 14. 6421 - 6433,95 12,95 5. 6412 - 6433,95 21,95 15. 6441 - 6433,95 7,05 6. 6439 - 6433,95 5,05 16. 6449 - 6433,95 15,05 7. 6446 - 6433,95 12,05 17. 6438 - 6433,95 4,05 8. 6431 - 6433,95 2,95 18. 6434 - 6433,95 0,05 9. 6437 - 6433,95 3,05 19. 6439 - 6433,95 5,05 10. 6430 - 6433,95 3,95 20. 6435 - 6433,95 1,05
Dari selisih-selisih tersebut diambil yang mempunyai selisih dengan bobot rata-rata paling besar dan kedua besar, yaitu:
1. Kapsul dengan berat 6412 mg, yang mempunyai selisih 21,95 mg 2. Kapsul dengan berat 6449 mg, yaitu mempunyai selisih 15,05 mg Kemudian dicari harga A dan B yaitu:
A1 = x 100% 6433,95
95 , 6433 6412
= 0,34 %
A2 = x 100%
6433,95 95 , 6433 6449
= 0,23 %
B = x 100%
6433,95 95 , 6433 6412
= 0,34 %
Maka diperoleh nilai A = 0,23% dan nilai B = 0,34 %, dengan demikian kapsul ekstrak etanol dandang gendis memenuhi persyaratan keseragaman bobot.
(2)
Lampiran 10. Hasil berat dan tebal nata de coco
No. Berat basah (g) Berat kering (g) Ketebalan (mm)
1 207,5 3,1125 7,9
2 224 3,3600 7,9
3 215 3,2250 7,8
4 232,4 3,4860 7,9
5 210 3,1500 7,7
Rata-rata 217,78 3,2667 7,84
(3)
lampiran 11. Gambar Nata De Coco dan Serbuk nata DeCoco
Gambar 1. Nata De Coco
(4)
Lampiran 12. Gambar serbuk nata de coco yang telah menjerap ekstrak dan Gambar sediaan kapsul ekstrak etanol daun dandang gendis.
Gambar 1. Serbuk nata de coco yang telah menjerap ekstrak
(5)
(6)
Lampiran 14. Perhitungan Konsentrasi Uji Disolusi Untuk t=5
Dipipet cuplikan 5 ml pada interval waktu 5 menit, lalu diukur pada panjang gelombang 671 nm, diperoleh A (Y) = 0,009
Persamaan regresi dari kurva kalibrasi Y= 0,0003x + 0,0001
Maka konsentrasi adalah:
C = (0,009- 0,0001) / 0.0003 = 29,67 mcg/ml
Dilakukan perhitungan yang sama untuk setiap pengambilan cuplikan pada selang waktu berikutnya.