Ekstrak Herba Sambiloto Tunggal Dibanding Kombinasi Dengan Klorokuin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Penelitian Di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Februari – Juli 2006

(1)

UJI KLINIS

EKSTRAK HERBA SAMBILOTO TUNGGAL DIBANDING KOMBINASI DENGAN KLOROKUIN PADA PENGOBATAN

MALARIA FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PENELITIAN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL

PROVINSI SUMATERA UTARA FEBRUARI – JULI 2006

TESIS

OLEH

RUDI MAHRUZAR

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Sebelumnya penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan berkat rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan judul “UJI KLINIS EKSTRAK HERBA SAMBILOTO TUNGGAL DIBANDING KOMBINASI DENGAN KLOROKUIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI DI KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pandidikan keahlian Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya Tesis ini, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Salli Rossefi Nasution SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberi kemudahan, perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr. Zulhelmi Bustami. KGH dan Dr. Dharma Lindarto. SpPD-KEMD sebagai Ketua dan Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU yang telah membantu serta memberikan bimbingan dan arahan selama mengikuti pendidikan.


(3)

3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUD. Dr. Pirngadi/RSUP. H. Adam Malik Medan : Prof. Dr. H. Harun Rasyid Lubis. SpPD-KGH, Prof. Dr. H.T. Renardi Haroen. SpPD.MPH.KKV, Prof. Dr. H. Bachtiar Fanani Lubis. SpPD-KHOM, Prof. Dr. Hj. Habibah Hanum Nasution. SpPD-Kpsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman. SpPD. SpJP. KKV, Prof. Dr. Azhar Tanjung. SpPD. SpMK. KAI. KP, Prof. Dr. Kariman Soedin. SpPD-KPTI (Alm). Prof. Dr. Pangarapen Tarigan.SpPd-KGEH, Prof. Dr. O.K. Moehadsyah. SpPD-KR, Prof. Dr. H.M. Yusuf Nasution. SpPD-KGH, Prof. Dr. Azmi S Kar. SpPD-KHOM, Prof. Dr. Lukman Hakim Zein. SpPD-KGEH, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar. SPPD-KGEH, Dr. Rusli Pelly. SpPD-KP (Alm), Dr. Nur Aisyah. SpPD-KEMD, Dr. A. Adin St. Bagindo. SpPD-KKV, Dr. Lufti Latief. SpPD-KKV, Dr. Rustam Effendi YS. SpPD, Dr. T. Bachtiar Pandjaitan. SpPD-KPTI, Dr. Syafii Piliang. SpPD-KEMD, Dr. O.K. Alfien Syukran. SpPD-KEMD (Alm), Dr. Betthin Marpaung. SPPD-KGEH, Dr. Sri Maryani Soetadi. SPPD-KGEH, Dr. Abiran Nababan. SpPD-KGEH, Dr. Harun Al Rasyid SpPD, Dr. Mabel Sihombing. SPPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan. SpPD. SpJP, Dr.Alwinsyah Abidin. SpPD-KP, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis. SpPD-KGH, Dr. Chairul Bahri. SpPD-KEMD (Alm), Dr. Pirma Siburian. SpPD-KGER, Dr. Refli Hasan. SpPD. SpJP,


(4)

Dr. Juwita Sembiring. SPPD-KGEH, Dr. Armon Rahimi. SpPD-KPTI, Dr. Leonardo Dairy. SPPD-KGEH, Dr. Tunggul Ch. SpPD-KGH (Alm), Dr. E.N. Keliat. SpPD-KP, Dr. Nasrun Makmur. SpPD, Dr. Heryanto Yoesoef. SpPD, Dr. Tambar Kembaren. SpPD, Dr. Zuhrial. SpPD, Dr. Mardianto. SpPD, Dr. Blondina Marpaung. SpPD-KR, Dr. Daud Ginting. SpPD, Dr. Saut Marpaung. SpPD, Dr. Rahmad Isnanta. SpPD, Dr. Zainal Safri. SpPD, Dr. Ilham. SpPD, Dr. Santi Syafril, SpPD yang telah memberi bimbingan/petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan. 4. Direktur RSUP. H. Adam Malik/Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan

yang telah memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas dan sarana rumah sakit dalam menunjang pendidikan keahlian ini.

5. Dra. Rosmulyati Ilyas. Apt, Kepala Pusat Riset Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang mendukung penelitian ini sehingga terlaksana.

6. Prof. DR. Sumadio Hadisahputro. Apt. dan Drs. H. Awaluddin Saragih. MSi. Apt, Fakultas Farmasi USU, yang telah memberikan bantuan dalam pengadaan sediaan kapsul Ekstrak Sambiloto.

7. Para sejawat peserta PPDS-I, perawat serta paramedis lainnya dan seluruh karyawan/karyawati dilingkungan Departemen/SMF/UPF


(5)

Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik/RSUD. Dr. Pirngadi Medan, karena tanpa mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

8. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/UPF Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik/RSUD. Dr. Pirngadi Medan, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Direktur RSUD. Langsa Pemerintah Kota Madya Langsa Provinsi Nangro Aceh Darussalam Dr. Razif, SpA yang telah memberi kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam di RSUD Langsa, dalam rangka pendidikan ini.

10. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang memberikan izin dan menerima saya sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

11. Guru-guru saya sejak mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi yang membimbing, mengajarkan Ilmu pengetahuan kepada saya sehingga bisa seperti sekarang ini.

12. DR. Dr. H Umar Zein. SpPD. DTM & H. MHA. KPTI. sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan arahan baik selama


(6)

melaksanakan penelitian maupun pada penyusunan Tesis ini, dan Dr. Yosia Ginting. SpPD-KPTI. yang telah begitu banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini, dr. Machmoud Fauzi SpPD dan Laboratorium Prodia yang telah membantu saya dalam perawatan subjek, seluruh staf RSUD Panyabungan khususnya ibu Helena Sitorus, yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.

13. Bupati Kabupaten Mandailing Natal, Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, Bapak Direktur RSUD. Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberi fasilitas maupun petunjuk sehingga penelitian ini terlaksana dengan baik.

Kemudian buat kedua orang tua saya ayahanda H. Mahlil Lubis dan ibunda Hj. Albinar Syamsiar Nasution yang saya cintai dan hormati, yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, mendidik serta mendukung dan mendo’akan serta sebagai sumber motivasi saya dalam menjalani pendidikan, serta mertua saya Alm. H. Ahmad Muda Siregar dan Hj. Rohimah Harahap, yang telah memberi semangat, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Kepada istriku tercinta Zuraida Siregar, SKM yang selalu mendampingi dalam suka dan duka. Sulit rasanya memilih kata yang tepat untuk menyampaikan rasa terima kasih atas kesabaran, dan pengertian serta


(7)

pengorbanan, dan dorongan yang telah engkau berikan selama ini, sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga kita pandai mensyukuri nikmat dari Allah SWT sehingga mendapat perlindungan dan memberi petunjuk jalan yang benar kepada kita semua serta meridhoi jalan yang kita tempuh.

Akhirnya kepada berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu pada kesempatan ini, yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung berupa materi, tenaga, buah fikiran, motivasi dan lain-lain sehingga terlaksananya penelitian dan penyusunan tesis ini, saya menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya, semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan berlipat ganda, Amiin ya Robbal Alamin.

Medan, April 2009 Penulis


(8)

Abstrak

UJI KLINIS

EKSTRAK HERBA SAMBILOTO TUNGGAL DIBANDING KOMBINASI DENGAN KLOROKUIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM

TANPA KOMPLIKASI

DI KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Rudi Mahruzar, Umar Zein Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi

Departemen Penyakit Dalam FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

Latar belakang : Di banyak negara terutama dibagian belahan Afrika dan Asia tenggara termasuk Indonesia penyakit malaria terutama malaria falciparum masih merupakan masalah besar yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian. Obat malaria yang ada saat ini banyak yang telah resisten. Klorokuin salah satu obat antimalaria yang banyak dilaporkan telah resisten. Untuk mengatasi resistensi obat anti malaria, berbagai penelitian terus dilakukan dalam rangka mencari obat antimalaria baru baik itu secara invitro maupun invivo, diantaranya obat-obat tradisional yang dipakai masyarakat termasuk Sambiloto (Andrographis paniculata Nees).

Tujuan : Untuk menilai efektifitas Ekstrak Herba Sambiloto tunggal 250 mg sebagai antimalaria pada malaria falciparum tanpa komplikasi.

Metode : Penelitian dilakukan pada 50 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang kemudian secara random diberi obat bernomor, yang kemudian akan diketahui terbagi dalam dua kelompok yaitu : Kelompok I : Diberikan Sambiloto kapsul 250 mg (setiap kapsul mengandung Ekstrak Sambiloto 250 mg (ES250)) dan Sambiloto kapsul plasebo tiga kali sehari selama lima hari Per Oral. Disamping itu diberikan juga empat kapsul Klorokuin plasebo pada hari I dan II serta dua kapsul Klorokuin plasebo pada hari III Per Oral. Kelompok II : Diberikan Sambiloto kapsul 250 mg (setiap kapsul mengandung Ekstrak Sambiloto 250 mg) dan Sambiloto kapsul plasebo tiga kali sehari selama lima hari Per Oral. Disamping itu diberikan juga empat kapsul Klorokuin basa 150 mg pada hari I dan II serta dua kapsul Klorokuin


(9)

basa 150 mg pada hari III Per Oral. Kepadatan parasit diperiksa pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, kemudian hari ke 14, 21, dan 28.

Hasil : Dari 50 subjek, 21 orang pada kelompok ES250 yang mengikuti sampai akhir periode sedangkan pada Kelompok ES250+K sebanyak 20 orang, sedangkan keluhan pasien yang terbanyak adalah mialgia/pegal (88%) dan yang terendah adalah mencret (8%), Parasite Clearance Time kelompok ES250 dan ES250+K mulai pada hari ke 7 dan tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Efikasi obat uji pada kedua kelompok didapatkan lebih dari 90% dan tidak berbeda bermakna, Efek samping kedua kelompok yang paling banyak adalah mual (16%) dan yang paling sedikit adalah Menggigil (2%).

Kesimpulan : Kapsul Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg efektif sebagai antimalaria.

Kata kunci : Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, Resistensi obat antimalaria, Ekstrak Herba Sambiloto


(10)

Abstract

CLINICAL TRIAL OF SINGLE HERBA SAMBILOTO EXTRACT COMPARED WITH COMBINATED CHOLOROQUINE IN THE TREATMENT OF UNCOMPLICATED MALARIAE FALCIPARUM IN MANDAILING NATAL

REGENCY OF NORTH SUMATERA PROVINCE

Rudi Mahruzar, Umar Zein

Trofical and Infection Division Departement of Internal Medicine Medical Faculty University of North Sumatera/Haji Adam Malik Hospital

Medan

Backsground : In many countries especially in Africa and Southeast Asia including Indonesia. Malaria disease especially malaria falciparum is still a great problem causing high mortality rate. A lot of antimalarial drugs available now a days are resistant. To solve the antimalarial drug resistancy, several studies, invitro and invivo are kept on attempted in order to find novel antimalarial drugs, some of them are Herbal medicine used in community included sambiloto (Andrograpees paniculata Nees)

Aim : To evaluate the effectively of single Herba Sambiloto Extract 250 mg as an antimalarial drug in uncomplicated malaria falciparum.

Methods : This study was being conducted in 50 patients fulfilled inclusion criteria, and then randomly given numberized drugs, divided in two groups, group I was given Sambiloto capsules 250 mg (each capsule contains Sambiloto Extract 250 mg (ES250)) and placebo Sambiloto capsule three times a day per oral for five days. Besides that, they were also given four capsules placebo Choloroquine on the first and second day, and two capsules of placebo Choloroquine on the third day, per oral. Group II, was given Sambiloto capsule placebo three times a day for five days per oral. Besides that, they were also taken four capsules of Choloroquine base 150 mg on the first day and the second day, and two capsules of Choloroquine base 150 on the third day per oral. Parasite density was evaluated on days 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 and then on days 14, 21, and 28.


(11)

Results : Of 50 subjects, there are 21 subjects on ES250 groups who were still being followed until the end of the priod, while there are 20 subjects in ES 250 group. The most common patients complaint was myalgia (88%), and the least was diarrhea (8%). Parasite Clearance Time in ES250 group and ES250+K groups were started from day 7 and did not differ significantly between the two groups. Efficacy of the tested drugs in both groups was more than 90% and did not differ significantly. The most common side effect in both groups was nausea (16%), and the least was shivering (2%). Conclusion : Herba Sambiloto Extract capsule 250 mg is effective as an antimalarial drug.

Keywords : Uncomplcated Malaria Falciparum, The antimalaria drug Resistancy, Herba Sambiloto Extract.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...x

ABSTRAK...xi

BAB-I. PENDAHULUAN...1

BAB-II. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1. Malaria falciparum tanpa komplikasi...5

2.2. Siklus hidup plasmodium...5

2.3. Diagnosis malaria falciparum...6

2.3.1. Tanda dan Gejala klinis...6

2.3.2. Pemeriksaan Laboratorium...7

2.4. Penilaian kriteria monitoring respon obat malaria (WHO2001)...8

2.5. Obat antimalaria di Indonesia...9

2.6. Obat antimalaria baru...9

2.7. Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)...10

2.7.1. Uraian tumbuhan...10


(13)

2.7.3. Kandungan kimia dan efek farmakologi...11

2.8. Penelitian Herba Sambiloto(Andrographis paniculata Nees)...13

BAB-III. PENELITIAN SENDIRI...15

3.1. Latar belakang………...………15

3.2. Perumusan masalah………....…....18

3.3. Hipotesis...………...…………...18

3.4. Tujuan penelitian ……….…..18

3.5. Manfaat penelitian……...18

3.6. Bahan dan cara ……...19

3.6.1. Disaín penelitian……...19

3.6.2. Waktu dan tempat penelitian……...19

3.6.3. Subjek penelitian……...19

3.6.4. Kriteria inklusi...…...20

3.6.5.Kriteria eksklusi...…...20

3.6.6. Populasi dan sampel………...………..21

3.6.7. Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan……..22

3.6.8. Cara kerja………...………..22

3.6.9. Analisis data…...….30

3.7. Hasil Penelitian...31


(14)

3.7.2. Keluhan Pasien ...33

3.7.3. Parasite Clearance Time (PCT)...34

3.7.4. Efikasi obat uji...36

3.7.5. Efek samping obat uji...37

BAB-IV. PEMBAHASAN...38

BAB-V. KESIMPULAN DAN SARAN...40

5.1. Kesimpulan...40

5.2. Saran...41

DAFTAR PUSTAKA...42 LAMPIRAN


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Di banyak negara terutama dibagian belahan Afrika dan Asia tenggara termasuk Indonesia penyakit malaria terutama malaria falciparum masih merupakan masalah besar yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian, diperkirakan 100 juta kasus terjadi pertahun dengan satu persen diantaranya meninggal. Sedangkan di Indonesia diperkirakan 15 juta penduduk menderita malaria 30 ribu diantaranya meninggal dunia.1

Di Indonesia salah satu daerah endemis malaria yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi terutama malaria falciparum adalah Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera utara. Sementara itu obat-obat anti malaria konvensional yang selama ini beredar seperti Klorokuin (K) dan Pyrimetamin Sulfadoxin (PS) yang masih banyak digunakan masyarakat telah mulai menunjukkan resisten terhadap Plasmodium. Sedangkan penemuan obat-obat baru antimalaria di Indonesia

saat ini masih belum ada.2

Ginting dan kawan-kawan melaporkan bahwa resisten terhadap


(16)

secara in vivo pada penelitiannya di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 2001.3

Berbagai penelitian terus dilakukan dalam rangka mencari alternatif untuk mengatasi resistensi obat anti malaria baik itu secara in vitro maupun

in vivo. Salah satu usaha yang dilakukan dengan memberikan obat-obat

tradisional yang selama ini diberikan di masyarakat termasuk diantaranya ialah Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) secara tunggal maupun

kombinasi dengan obat konvensional yang selama ini beredar di masyarakat.4

Andrographis paniculata Nees tumbuh di India, semenanjung Malaya

dan hampir diseluruh Indonesia ditempat terbuka, dikebun, ditepi sungai, pada tanah yang gembur, sering tumbuh berkelompok. Tumbuh pada ketinggian 1 meter sampai 700 meter diatas permukaan laut. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) di Indonesia mempunyai

berbagai nama daerah. Didaerah Sumatera dikenal dengan nama Pepaitan

(Melayu), di Jawa disebut Sambilata, Takila, Bidara, Sadilata (Jawa), Ki

oray, Ki peurat, Takilo (Sunda), Indonesia Sambiloto. Dalam bahasa Cina

disebut Chuan xin lian.5, 6, 7

Andrographis paniculata (AP) yang juga dikenal sebagai “ King of


(17)

tradisional selama beberapa abad di Asia untuk mengobati penyakit gangguan saluran cerna dan pernapasan, demam, herpes, radang tenggorokan, dan beberapa penyakit kronik dan infeksi lainnya, termasuk malaria. Secara farmakologi disebutkan AP mempunyai sifat antara lain sebagai analgesik, antiinflamasi, antibakteri, antipriodik (seperti pada malaria), antiviral, dan memperbaiki imunitas.8

Widyawaruyanti dan kawan-kawan tahun 1995, menemukan bahwa

Ekstrak Herba Sambiloto pada konsentrasi 10.000 g/ml dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum secara in vitro dan mempunyai

efektifitas yang sama dengan Klorokuin difosfat.9

Nik Najib dan kawan-kawan tahun 1999 di Kuala Lumpur,

mendapatkan efek antimalaria dari Andrographis paniculata lebih kuat

dibanding daun sirih (Piper sarmentosum) dan brotowali (Tinospora crispa)

secara in vivo.10

Izwar dan kawan-kawan tahun 2003, melaporkan angka kesembuhan

kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto dan Klorokuin sebesar 82% dibandingkan dengan angka kesembuhan Klorokuin tunggal sebesar 52% di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.11

Fauzi M dan kawan-kawan tahun 2004, melaporkan angka


(18)

Sulfadoksin sebesar 100% dibandingkan dengan angka kesembuhan Pirimetamin Sulfadoksin tunggal sebesar 55% di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.12

Berdasarkan uraian diatas penulis berkeinginan untuk meneliti efek antimalaria dari Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

tunggal dibanding kombinasi dengan Klorokuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria falciparum tanpa komplikasi

Malaria falciparum tanpa komplikasi termasuk dalam golongan malaria ringan, adalah penyakit malaria yang disebabkan Plasmodium

falciparum dengan tanda klinis ringan yaitu demam, menggigil, dan dapat

disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal tanpa disertai kelainan fungsi organ.13

2.2. Siklus hidup Plasmodium.

Siklus hidup semua spesies plasmodium parasit malaria adalah sama, yaitu terjadi siklus dari satu stadium ke stadium lainnya pada nyamuk Anopheles dan manusia dengan cara setelah melalui satu siklus di vektor

nyamuk Anopheles kemudian pindah ke manusia untuk menjalani satu siklus

lagi dan selanjutnya berpindah lagi ke nyamuk Anopheles begitu seterusnya.

Siklus yang terjadi pada nyamuk Anopheles disebut siklus seksual


(20)

aseksual yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase

diluar eritrosit yang berlangsung diparenkim sel hepar (exo- erythrocytic

schizogony).14, 15, 16, 17, 18, 19

2.3. Diagnosis malaria falciparum

Diagnosis malaria falciparum sebagaimana penyakit infeksi pada umumnya didasarkan pada tanda dan gejala klinis, serta pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan mikroskopis dijumpai adanya parasit (Plasmodium falciparum) yang terdapat didarah penderita.20

2.3.1. Tanda dan gejala klinis

Tanda dan gejala klinis malaria terdiri dari :20 1. Riwayat,

- tanda utama : menggigil, demam, berkeringat (trias)

- Disertai sakit kepala, mual dan atau muntah, kadang-kadang diare dan nyeri otot.

- Perjalanan kewilayah endemik malaria 1-4 minggu sebelumnya. - Pernah menderita penyakit malaria


(21)

- Gejala didaerah endemik biasanya ringan dan tidak klasik karena sudah ada antibodi, didaerah bukan endemik gejala lebih klasik dan cenderung lebih berat.

2. Pemeriksaan fisik. - Demam

- Biasanya konjunctiva palpebra inferior pucat

- Splenomegali, didaerah endemik biasanya lebih sering dan berat

terutama pada anak-anak. - Hepatomegali.

2.3.2. Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosa pasti penyakit malaria falciparum dengan melakukanPemeriksaan darah tepi (darah tebal dan darah tipis) dengan menemukan Plasmodium falciparum.20


(22)

2.4. Penilaian kriteria monitoring respon obat malaria (WHO 2001) - Kegagalan Pengobatan Dini (KPD) (Early Treatment Failure), bila

terjadi salah satu kriteria dibawah ini :21, 22

1. Ditemukan tanda-tanda bahaya atau malaria berat dengan komplikasi pada H1, H2, H3

2. Kepadatan parasit (parasitemia) pada H2>H0.

3. Kepadatan parasit (parasitemia) pada H3 > 25% H0.

- Kegagalan Pengobatan Kasep (Late Treatment Failure) :21, 22 1. Gagal obat kasep secara klinis dan parasitologis (Late Clinical &

Parasitological Failure = LCPF)

Bila terjadi salah satu kriteria dibawah ini pada hari ke 4 sampai ke 28. a. terjadi gejala malaria berat

b. masih terdapat parasit bentuk seksual disertai panas > 37,50 C 2. Gagal Obat Kasep Parasitologik (Late Parasitological Failure=LPF)

Bila masih terdapat parasit bentuk aseksual pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 walaupun tidak disertai demam.


(23)

Apabila terjadi kegagalan obat diberikan pengobatan tahap berikutnya, bila termasuk malaria berat diberikan pengobatan malaria berat.

2.5. Obat antimalaria di Indonesia

Saat ini obat antimalaria yang tersedia di Indonesia terbatas pada Klorokuin, Pirimetamin Sulfadoksin, Kina dan Primakuin.23

Antibiotika yang bersifat antimalaria seperti derivat Tetrasiklin, Doksisiklin, Klindamisin, Eritromisin, Kloramfenikol, Sulfametoksazol Trimetorpin dan Quinolon. Obat ini umumnya bersifat skizontosida darah, untuk Plasmodium falciparum kerjanya sangat lambat dan kurang efektif.

Oleh sebab itu, obat ini digunakan bersama obat antimalaria lain yang kerjanya cepat dan menghasilkan efek potensiasi yaitu antara lain dengan Kina.24

2.6. Obat antimalaria baru

Obat antimalaria baru sampai saat ini belum ada yang terdaftar dan beredar di Indonesia, beberapa obat baru seperti: Meflokuin, Halofantrin, derivat Artemisinin, dan lain-lain, merupakan obat malaria yang belum


(24)

terdaftar dan beredar secara resmi di Indonesia. Oleh karena itu sangat

diperlukan penelitian-penelitian uji klinis untuk mempersiapkan obat malaria baru sebagai obat alternatif didaerah-daerah endemis malaria.24

2.7. Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) 2.7.1. Uraian tumbuhan

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah tumbuhan yang

termasuk famili Acanthaceae, banyak tersebar luas diseluruh dunia terutama

didaerah tropis seperti di India, semenanjung Malaka, dan hampir di seluruh Indonesia pada tempat seperti : di kebun, ditepi sungai, tanah gembur, dan sering tumbuh berkelompok. Tumbuh didataran rendah sampai ketinggian 700 meter diatas permukaan laut. Didaerah Sumatera dikenal dengan nama Papaitan, di Jawa disebut Sambilata, Takila, Sadilata, Bidara, Ki oray, Ki piurat.25, 26, 27

2.7.2. Morfologi tumbuhan.

Sambilota (Andrographis paniculata Nees) tumbuh tegak , tingginya


(25)

berbentuk segi empat (kwadrangularis) dan tidak berambut. Daun tunggal,

bertangkai pendek, letak berhadapan silang, bentuk daun lanset, pangkal daun runcing, ujung daun meruncing, tepi daun rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang daun 2-8 cm, lebar 1-3 cm, panjang tangkai daun 5-25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung, perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3-7 mm, panjang kelopak bunga 3-4 mm, bunga berbibir bentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7-8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong, panjang sekitar 1,5 cm lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah membujur terbagi menjadi 4 keping, biji gepeng, kecil-kecil, warnanya coklat muda. Perbanyakan dengan biji atau stek batang.27, 28

2.7.3. Kandungan kimiawi dan Efek Farmakologi

Daun Sambiloto mengandung Saponin, Flavonoida, dan Tanin. Beberapa kandungan kimia daun dan cabang Sambiloto yaitu Lakton yang terdiri dari Deoxy-andrographolide, Andrographolide (zat pahit),


(26)

Homoandrographolide. Flavonoid dari akar mengandung

Polymethoxyflavone, Andrographin, Panicolin, Mono-o-methylwithin,

Apegenin-7, 4-dimethyl eter, Alkana, Keton, Aldehid, Kalium, Kalsium,

Natrium, asam Kersik, dan Damar. Kandungan lain yaitu Andrographolide

kurang dari 1%, Kalmegin (zat amorf), Hablur kuning yang memiliki rasa pahit.7, 8, 26, 27

Secara farmakologi Andrographis paniculata (AP) mempunyai kasiat

sebagai analgesik, antibakteri, memperbaiki imunitas, antipiretik, antidiare, antiinflamasi, antimalaria, dan antiviral.26, 28 Absorbsi dan ekskresinya cepat, delapan puluh persen ekskresinya melalui ginjal (urine) dan gastrointestinal, sembilan puluh persen akan dieliminasi dalam waktu 48 jam.7, 28 Penggunaan sambiloto dalam dosis tinggi dapat menyebabkan perut tidak enak, muntah-muntah dan kehilangan selera makan.7, 25 Obat ini tidak dianjurkan pemberiannya pada wanita hamil, diduga pengaruhnya kemungkinan dapat menyebabkan abortus.29


(27)

Gambar 1 : Andrographis paniculata Nees.dikutip dari 8

2.8. Penelitian Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah satu dari

tanaman obat yang terdapat hampir di seluruh daerah Indonesia.5 Andrographis paniculata (AP) yang juga dikenal sebagai “King of Bitters”

adalah sejenis tumbuhan famili Acanthaceae telah digunakan selama

beberapa abad di Asia untuk mengobati beberapa penyakit termasuk malaria.8

Widyawaruyanti dan kawan-kawan tahun 1995, yang menemukan bahwa Ekstrak Herba Sambiloto dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum secara in vitro dan fraksi petroleum eter pada


(28)

Klorokuin difosfat, sedangkan fraksi kloroform pada konsentrasi 10.000 µg/ml.9

Nik Najib dan kawan-kawan 1999 di Kuala Lumpur, membandingkan efek antimalaria dari Andrographis paniculata (AP) dengan 2 jenis herbal

lainnya daun sirih (Piper sarmentosum) dan brotowali (Tinospora crispa),

dan mendapatkan efek antimalaria dari Andrographis paniculata (AP) lebih

besar secara in vivo dan bentuk ekstrak kloroform Andrographis paniculata

(AP) menghambat parasit malaria dengan dosis yang lebih kecil dibanding bentuk ekstrak metanol secara in vitro.10

Melchior dan kawan-kawan melakukan uji klinis fase III terhadap pasien infeksi saluran nafas tanpa komplikasi dan mendapatkan perbaikan yang sangat signifikan dari kelompok Andrographis paniculata (AP)

dibanding dengan plasebo dalam menghilangkan gejala dan tanda infeksi saluran nafas.30

Thamlikitkul dan kawan-kawan melakukan uji klinis efek anti inflamasi Andrographis paniculata (AP) pada pasien faringo tonsilitis

dewasa dan mendapatkan pada pemberian Andrographis paniculata (AP)

dosis tinggi mempunyai efek yang bermakna dalam menghilangkan demam dan nyeri tenggorokan pada hari ke 3 dibandingkan dengan Andrographis


(29)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar belakang

Malaria merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan di beberapa negara di dunia sampai saat ini. Beberapa daerah endemik malaria di Indonesia, seperti di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara, angka morbiditas dan mortalitas Malaria, terutama Malaria falciparum masih cukup


(30)

tinggi. Sementara itu obat-obat antimalaria konvensional seperti Klorokuin, Pirimetamin Sulfadoksin, dan Kina yang masih banyak digunakan masyarakat sudah mulai menunjukkan penurunan keefektifannya. Sedangkan penemuan obat-obat baru antimalaria di Indonesia sampai saat ini masih belum ada.21

Resistensi obat antimalaria merupakan masalah serius dan kendala dalam pemberantasan penyakit malaria di Indonesia.2 Klorokuin salah satu obat antimalaria yang banyak dilaporkan telah resisten. Kasus resistensi obat anti malaria di Indonesia, terutama klorokuin penyebarannya tidak merata dan terdapat didaerah tertentu saja, namun semua provinsi telah melaporkan kasus resistensi obat malaria tersebut. Salah satu daerah di Indonesia yang dinyatakan sebagai daerah resisten Klorokuin yang bersifat sporadis adalah Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1994.31

Untuk mengatasi kasus resistensi obat Klorokuin pemerintah telah menyediakan obat alternatif yang sudah tersedia di Indonesia seperti Pirimetamin Sulfadoksin dan Kina, namun kedua obat tersebut juga telah mengalami resisten terhadap parasit Plasmodium falciparum.32

Ginting dan kawan-kawan melaporkan resistensi terhadap Klorokuin sebesar 47,5% dan terhadap Pirimetamin Sulfadoksin 50% secara in vivo.


(31)

pada penelitiannya di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2001.3

Berbagai penelitian terus dilakukan dalam rangka mengatasi resistensi obat antimalaria. Salah satu usaha yang dilakukan dengan pengobatan kombinasi.33, 34 Beberapa terapi kombinasi telah banyak dilaporkan dalam mengatasi malaria dengan resistensi obat, tetapi belum ada yang efektif dan aman.4

Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah satu dari

tanaman obat yang terdapat hampir di seluruh daerah Indonesia.35 Andrographis paniculata (AP) yang juga dikenal sebagai “King of Bitters”

adalah sejenis tumbuhan famili Acanthaceae telah digunakan selama

beberapa abad di Asia untuk mengobati beberapa penyakit termasuk malaria.8

Widyawaruyanti dan kawan-kawan tahun 1995, menemukan bahwa

Ekstrak Herba Sambiloto pada konsentrasi 10.000 g/ml dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum secara in vitro dan mempunyai

efektifitas yang sama dengan Klorokuin difosfat.9

Nik Najib dan kawan-kawan tahun 1999 di Kuala Lumpur,


(32)

dibanding daun sirih (Piper sarmentosum) dan brotowali (Tinospora crispa)

secara in vivo.10

Izwar dan kawan-kawan tahun 2003, melaporkan angka kesembuhan

kombinasi Herba Sambiloto dan Klorokuin sebesar 82% dibandingkan dengan angka kesembuhan Klorokuin tunggal sebesar 52% di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.11

Fauzi M dan kawan-kawan tahun 2004, melaporkan angka

kesembuhan kombinasi Herba Sambiloto dan Pirimetamin Sulfadoksin sebesar 100% dibandingkan dengan angka kesembuhan Pirimetamin Sulfadoksin tunggal sebesar 55% di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.12

Dari uraian di atas peneliti ingin melakukan penelitian terhadap efek antimalaria dari Ekstrak Herba Sambiloto pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi dosis 250 mg dalam sediaan kapsul dibanding kombinasi dengan pengobatan standard menggunakan klorokuin.

3.2. Perumusan masalah

Apakah Ekstrak Herba Sambiloto tunggal 250 mg dalam sediaan kapsul mempunyai efek antimalaria pada malaria falciparum tanpa komplikasi secara klinis.


(33)

3.3. Hipotesis

Ekstrak Herba Sambiloto tunggal 250 mg dalam sediaan kapsul mempunyai efek antimalaria pada malaria falciparum tanpa komplikasi secara klinis .

3.4. Tujuan penelitian

Untuk menilai efektifitas Ekstrak Herba Sambiloto tunggal 250 mg sebagai antimalaria pada malaria falciparum tanpa komplikasi.

3.5. Manfaat Penelitian

Mendapatkan obat baru sebagai alternatif dalam pengobatan penderita malaria falciparum tanpa komplikasi.

3.6. BAHAN DAN CARA 3.6.1. Disain penelitian

Penelitian dilakukan secara uji klinis dengan metode desain parallel dengan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol bersifat independen.


(34)

3.6.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2006 s/d Juli 2006

Tempat penelitian : - Rumah Sakit Umum Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

- Puskesmas Siabu Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

3.6.3. Subjek penelitian

Laki-laki dan perempuan dengan gejala klinis malaria falciparum tanpa komplikasi dan dijumpai Plasmodium falciparum pada sediaan

darah tepi yang bertempat tinggal di Kabupaten Mandailing Natal selama periode penelitian.

3.6.4. Kriteria inklusi

¬ Usia ≥ 18 tahun, laki-laki dan perempuan

¬ Didiagnosa sebagai pasien malaria falciparum tanpa komplikasi dengan kepadatan parasit ≥ 100/ml

¬ Tidak mengkonsumsi obat-obat yang bersifat antimalaria dalam 2 minggu terakhir, yang diketahui dari anamnese


(35)

¬ Bersedia ikut dalam penelitian dan mengikuti prosedur yang ditetapkan (inform concern)

3.6.5. Kriteria eksklusi

Ü Bila dalam darah ditemukan Plasmodium jenis lain selain

falciparum (mixed infection)

Ü Adanya efek samping terhadap obat yang diberikan pada masing-masing kelompok perlakuan, menyebabkan kondisi subjek memburuk, sehingga pengobatan harus dihentikan sebelum waktunya.

Ü Adanya gangguan fungsi hati, ginjal, dan jantung berat, yang diketahui dengan pemeriksaan fisik diagnostik dan laboratorium Ü Tidak kontrol dengan teratur sesuai jadwal penelitian

Ü Ibu hamil/menyusui

Ü Selama pemantauan, terjadi gejala dan tanda malaria berat atau dari pemeriksaan parasit didapati tanda-tanda Early treatment

failure/Late treatment failure

Ü Mengundurkan diri dari penelitian.


(36)

N1 = N2 = (z √ 2PQ + z √ P1Q1 + P2Q2)2/(P1 – P2)2

P = ½(P1+P2)

Q = 1-P

P1 = Proporsi kesembuhan malaria falciparum tanpa komplikasi

kombinasi sambiloto dengan klorokuin = 80 %

P2 = Proporsi kesembuhan malaria falciparum tanpa komplikasi

sambiloto tunggal = 95 % Z = 0,960 Z♣= 0,5

Dari perhitungan diatas didapatkan besarnya sample pada masing-masing kelompok = 25 orang.

3.6.7. Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Sebelum melakukan penelitian uji klinis ini dimintakan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dengan mengajukan proposal penelitian. (Surat Persetujuan terlampir)

3.6.8. Cara kerja

Pada pasien dewasa yang ditemukan di lapangan dengan gejala klinis malaria, mula-mula dilakukan skrining dengan pemeriksaan Rapid Test


(37)

Diego, CA 9221, USA. Bagi yang memberikan hasil positip, dilanjutkan

dengan pemeriksaan darah tepi malaria sediaan darah tebal dan tipis. Sediaan darah tebal berguna untuk menghitung kepadatan parasit. Hal ini dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan penderita, kemudian diletakkan pada dek gelas dan biarkan kering, lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 10% dalam larutan buffer pH 7,1 selama 10-15 menit. Setelah selesai lalu dicuci menggunakan aquades dengan hati-hati selama 1-2 menit lalu dibiarkan kering dan siap untuk diperiksa di bawah mikroskop. Pada sediaan darah tipis berguna untuk mengidentifikasi jenis parasit malaria. Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum dicat sediaan darah difiksasi dulu dengan metanol murni.

Cara menghitung kepadatan parasit yaitu : Jumlah parasit aseksual dalam 1 mm3

200 / . jumlahlekosit mm3 X

=

Di mana X= jumlah parasit aseksual per 200 lekosit

Semua penderita yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan klinis lengkap yang meliputi anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah. Setiap penderita dirawat inap selama tiga hari di R.S.U.D Panyabungan atau puskesmas Siabu, yang selanjutnya secara random diberikan terapi sesuai dengan urutan nomor obat yang telah dibuat. Obat pertama dimakan di depan peneliti.


(38)

Setelah subjek yang direkrut jumlahnya terpenuhi sesuai dengan penghitungan besar sampel penelitian dan ditherapi dengan obat uji klinis yang diberi nomor, maka dari nomor obat akan diketahui subjek terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok I :

Diberikan Sambiloto kapsul 250 mg (setiap kapsul mengandung Ekstrak Sambiloto 250 mg (ES250)) dan Sambiloto kapsul plasebo tiga kali sehari selama lima hari Per Oral. Disamping itu diberikan juga empat kapsul Klorokuin plasebo pada hari I dan II serta dua kapsul Klorokuin plasebo pada hari III Per Oral.

Kelompok II :

Diberikan Sambiloto kapsul 250 mg (setiap kapsul mengandung Ekstrak Sambiloto 250 mg) dan Sambiloto kapsul plasebo tiga kali sehari selama lima hari Per Oral. Disamping itu diberikan juga empat kapsul Klorokuin


(39)

basa 150 mg pada hari I dan II serta dua kapsul Klorokuin basa 150 mg pada hari III Per Oral.

Kepadatan parasit diperiksa pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, kemudian hari ke 14, 21, dan 28. Semua slide darah tepi pasien yang diteliti, dikonfirmasi di Bagian Parasitologi FK USU terhadap diagnostik spesies plasmodium dan kepadatan parasitnya. Pemeriksaan darah tepi dilakukan setiap hari sampai hari ke 3 pada saat pasien dirawat inap dirumah sakit/puskesmas. Pada hari ke 4, 7, 14, 21, dan 28, pasien diminta datang ke Puskesmas untuk diperiksa darah tepi, atau pasien dikunjungi ke kediamannya.

Selama pengobatan penderita di follow up terhadap kepatuhan, efek

samping, komplikasi malaria ataupun keadaan klinis lain yang dianggap penting. Apabila dalam follow up penderita terjadi komplikasi malaria atau menunjukkan keadaan malaria berat atau kepadatan parasit pada hari ke-3 tidak menurun atau meningkat, maka kepada penderita ini segera diberikan pengobatan malaria yang lebih intensif dengan Kinine dihidroklorida drip atau Artemeter injeksi, dirawat di Puskesmas atau rumah sakit dan dikeluarkan dari penelitian.

Bila ditemukan kasus yang resisten terhadap pengobatan, maka diberi pengobatan lanjutan dengan kombinasi Kina dan Doksisiklin selama 7 hari,


(40)

dan pasien tetap di follow up sampai pemeriksaan darah tepi malaria negatip.

Definisi operasional

Pasien Malaria falciparum tanpa komplikasi adalah pasien dengan gejala klinis malaria dan pada pemeriksaan darah tepi dengan metode standard ditemukan bentuk Plasmodium falciparum aseksual bentuk cincin

atau tropozoit, serta tidak ditemukan bentuk skizon dan penderita tidak menunjukkan tanda dan gejala kearah malaria berat sejak awal pemeriksaan sampai selesai pengobatan.

Early Treatment Failure (ETF), bila terjadi salah satu kriteria dibawah ini :

- Hari pertama (H1 – H3) terjadi malaria berat/pemburukan

- Hari ke2 (H2) hitung parasit > Ho (hari mula-mula).

- Hari ke3 (H3) hitung parasit > 25 % Ho

Pengamatan Respons Parameter respons :


(41)

Waktu hilangnya demam (Fever Clearance Time) merupakan

parameter klinis yang diamati dengan cara mengukur suhu tubuh pasien dengan termometer digital pada daerah aksila selama ± 5 menit yang diukur setiap 6 jam setelah pasien diberi obat, sampai temperatur tubuh menunjukkan nilai/angka normal, dan tidak meningkat lagi.

Waktu hilangnya parasit (Parasite Clearance Time), yang dilihat dari

hilangnya/tidak ditemukannya lagi parasit Plasmodium falciparum bentuk

aseksual pada sediaan darah tepi. Juga diamati waktu hilangnya bentuk seksual (gametosit) pada sediaan darah tepi, untuk menilai kemungkinan obat uji mempunyai efek gametosidal. Pengamatan sediaan darah tepi dilakukan sampai hari ke 28, sesuai jadwal. Hilangnya parasit dari darah tepi sampai hari ke 28 pengamatan merupakan respons/keluaran utama. Pengamatan lainnya merupakan respons/keluaran sekunder.

Keluaran Utama Asexual parasite clearance rate pada hari ke 28 Keluaran

Sekunder

− % Gagal terapi awal (Early Treatment failures) − % Gagal terapi akhir (Late Treatment Failure)

− Ratio penyembuhan klinis pada hari ke 3,7, 21 dan 28 − Waktu hilangnya demam (Fever Clearance Time)


(42)

− Waktu hilangnya parasit P.falciparum (Parasite Clearance Time)

− Keamanan dan tolerabilitas dari semua jenis pengobatan penelitian

Jadwal Pengamatan

Prosedur Penelitian / Hari ke 0 1 2 3 4 5 6 7 14 21 28

Pernyataan persetujuan(informed consent)

X

Riwayat Medis / Anamnese X

Tanda Vital X X X X X X X X

Tanda dan gejala Klinis X X X X X X X X

Pemeriksaan Fisik Lengkap X X X X X

Pemeriksaan sediaan darah tebal/tipis


(43)

Tes diagnosa malaria cepat X

Pemeriksaan hematology dan kimia darah

X X Xa Xa Xa

Tes Kehamilan Xb

Mengevaluasi efek samping X X X X X X X X X X X

Mengevaluasi penggunaan obat penyerta

X X X X X X X X X X X

Pemberian terapi X X X X X X

Evaluasi peneliti terhadap reaksi terapi

X X X X X

a

Jika ada indikasi klinis

b

Pada kasus yang dicurigai saja

Pemantauan dan penghentian uji klinik Pemantauan

Pemantauan dilakukan oleh peneliti. Pemantauan dilakukan setiap hari selama 7 hari terhadap keadaan klinis pasien, mencakup keluhan, efek samping obat, tanda-tanda vital, serta respon klinis dari pengobatan yang diberikan. Setelah itu pemantauan dilakukan pada hari ke 14, 21, dan 28. Penghentian uji klinik

Uji klinik perorangan akan dihentikan bila : subjek mengundurkan diri dari penelitian atau tidak datang pada kontrol yang ditetapkan peneliti atau


(44)

ditemukan keadaaan seperti yang tercantum pada kriteria eksklusi. Penelitian secara keseluruhan akan dihentikan bila pada evaluasi pendahuluan, didapati efikasi hasil pengobatan pada obat uji kurang dari 70%. Keputusan penghentian uji klinik perorangan maupun keseluruhan ditetapkan peneliti.

Data

Pencatatan data

Data pasien baik demografi, klinis, laboratorium, pemberian obat, keluhan efek samping dan data lainnya dicatat dalam formulir pencatatan pasien (case report form)

Pengolahan data dan penyajian hasil .

Data diolah dengan perangkat komputer, dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang sesuai dengan jenis datanya.

3.6.9. Analisis data.36, 37

a.Untuk membandingkan sensitivitas pada 2 kelompok pengobatan dilakukan uji chi square membandingkan parasite clearance.


(45)

b.Untuk membandingkan tingkat parasitemia pada 2 kelompok pengobatan dilakukan uji t-test independent.

3.7. HASIL PENELITIAN.

Setelah dilaksanakan penelitian uji klinis Ekstrak Herba Sambiloto (ES) Tunggal Dibanding Kombinasi Dengan Klorokuin pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi di RSUD. Panyabungan dan Puskesmas Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006, maka didapatkan hasil sebagai berikut :


(46)

Dilakukan penyeleksian terhadap pasien di RSUD. Panyabungan dan Puskesmas Siabu Kabupaten Mandailing Natal untuk mencari penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Bagi yang memenuhi kriteria inklusi, secara random diberikan terapi dengan obat yang telah diberi nomor. Setelah jumlah pasien terpenuhi sesuai dengan perhitungan besar sampel penelitian, maka akhirnya dari nomor obat yang diberikan akan diketahui pengelompokkan penderita. Penderita terbagi dalam 2 kelompok uji klinis yaitu kelompok Ekstrak Sambiloto (ES) 250 dan kombinasi Ekstrak Sambiloto (ES) 250 dengan Klorokuin. Pada akhir periode penelitian didapatkan hasil rekrutmen pasien sebagai berikut :

1. Kelompok ES 250 :

Diperoleh 25 pasien, 4 pasien dikeluarkan dari penelitian oleh karena ditemukan 1 pasien rekrudense pada hari ke-5 (H5), 2 resisten, dan 1

pasien tidak datang kontrol dengan teratur. Sehingga jumlah pasien yang mengikuti protokol penelitian sampai akhir periode penelitian sebanyak 21 orang.


(47)

Diperoleh 25 pasien, 5 pasien dikeluarkan dari penelitian karena ditemukan 2 pasien dengan resisten, dan 3 pasien tidak mengikuti kontrol dengan teratur. Sehingga jumlah pasien yang mengikuti protokol penelitian sampai akhir periode penelitian sebanyak 20 orang.

Tabel 1

Karakteristik subjek uji klinis Ekstrak Herba Sambiloto Kelompok Jumlah (orang) Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Mean Umur (tahun) ES250 ES250+K 21 20 7 11 14 9 35,56 38,43

Total 41 18 23 37

Keterangan:

ES250 = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg

ES250+K = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg + Klorokuin tablet

Tabel 1 memperlihatkan bahwa total pasien penderita penyakit

malaria falciparum tanpa komplikasi dari kedua kelompok yang memenuhi kriteria inklusi lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 23 orang dibandingkan laki-laki sebanyak 18 orang. Umur rata-rata adalah 37 tahun dengan umur termuda adalah 18 tahun dan paling tua 64 tahun.


(48)

3.7.2. Keluhan Pasien.

Tabel 2

Keluhan pasien pada semua kelompok uji klinis Ekstrak Herba Sambiloto

No Keluhan Jumlah Pasien

(orang)

Persentase (%)

1 Demam 6 12

2 Menggigil 8 16

3 Sakit Kepala 40 80

4 Mialgia/pegal 44 88

5 Sakit Pinggang 11 22

6 Mual 20 40

7 Muntah 5 10

8 Mencret 4 8

Dari tabel 2 diperlihatkan bahwa, pada kedua kelompok, jumlah pasien penderita malaria falciparum dengan keluhan mialgia/pegal adalah merupakan yang paling banyak diderita pasien yaitu sebanyak 44 orang (88%), diikuti sakit kepala sebanyak 40 orang (80%). Keluhan yang paling sedikit diderita pasien adalah mencret sebanyak 4 orang (8%) diikuti muntah sebanyak 5 orang (10%). Keluhan demam dan menggigil hanya ditemukan pada 6 orang (12%) dan 8 orang (16%). Pada satu pasien bisa ditemukan lebih dari satu keluhan.

3.7.3. Parasite Clearance Time (PCT) : Tabel 3


(49)

kelompok uji dari H0-H28

Kepadatan Parasit (mean) (Jumlah Parasit/ml) Hari

ES250 ES250 + K

H0 229,29 152,75 H1 166,43 116,00 H2 103,33 86,75 H3 79,50 56,00 H4 45,71 27,50 H5 30,48 14,50 H6 7,62 6,00 H7 0,00 0,00

H14 0,00 0,00

H21 0,00 0,00

H28 0,00 0,00

Keterangan :

ES250 = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg

ES250+K = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg + Klorokuin tablet Data pada tabel 3 memperlihatkan respon parasitologi pengobatan dengan pemantauan kepadatan parasit malaria falciparum menunjukkan bahwa pada hari ke tujuh (H7) pada kedua kelompok uji menunjukkan

kepadatan parasit 0. Adanya pasien yang mengalami resisten pada masing-masing kelompok uji sebanyak 2 pasien, tetapi uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan pada kedua kelompok uji (Chi square, p > 0,05).

Rudi Mahruzar : Ekstrak Herba Sambiloto Tunggal Dibanding Kombinasi Dengan Klorokuin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Penelitian Di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Februari – Juli 2006, 2009  V V  V X  V V


(50)

 V

X

Grafik 1 : Grafik waktu Hilangnya Parasit (Parasite Clearance Time/PCT) dari 2 kelompok uji klinis Ekstrak Herba

Sambiloto

Grafik diatas menunjukkan penurunan kepadatan parasit Plasmodium

falciparum pada ke 2 kelompok uji pengobatan. Terlihat bahwa pola

pembersihan parasit (Parasite clearance) dari ke 2 kelompok uji hampir

sama, tampak pembersihan parasit dari dalam darah mulai pada hari ke 7.

3.7.4. Efikasi obat uji

Tabel 4

Efikasi obat masing-masing Kelompok Uji klinis Ekstrak Herba Sambiloto

Kelompok Uji Sensitif (orang)

Resisten (orang)

Jumlah (orang)

Efikasi (%)

ES250 21 2 23 91,3

Keterangan : Garis V : Kelompok ES 250 Garis X : Kelompok ES250 + K


(51)

ES250 + K 20 2 22 90.9 Keterangan :

ES250 = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg

ES250+K = Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg + Klorokuin tablet Tabel 4 menunjukkan, pada kelompok Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg yang diberikan tiga kali sehari selama lima hari pada pasien malaria falciparum tanpa komplikasi efikasinya sebesar 91,3%, hal ini membuktikan bahwa Ekstrak Herba Sambiloto mempunyai efek antimalaria yang sangat baik. Kombinasi dengan Klorokuin 600 mg (H0) dan (H1) serta 300 mg (H2)

tidak meningkatkan efektifitasnya, pada penelitian ini yaitu sebesar 90,9%, dan juga tidak menunjukkan keunggulan pada kecepatan pembersihan parasitemia dalam darah pasien malaria falciparum tanpa komplikasi. Uji statistik chi-square pada 2 kelompok uji tidak berbeda bermakna (p > 0,05).

3.7.5 Efek samping obat uji

Tabel 5

Efek samping obat pada semua kelompok uji klinis Ekstrak Herba Sambiloto

No Keluhan Jumlah Pasien (orang)

Persen (%)


(52)

2 Sakit Kepala 8 16

3 Nyeri Ulu Hati 4 8

4 Mual 8 16

5 Muntah 2 4

Tabel 5 menunjukkan bahwa, pemantauan efek samping samping hari ke 28 (H28) setelah pemberian obat Ekstrak Herba Sambiloto Tunggal dan

Kombinasi dengan Klorokuin, yang paling banyak dialami keseluruhan subjek yang masuk kriteria inklusi adalah sakit kepala dan mual yang masing-masing berjumlah 8 penderita (16%), sedangkan yang paling sedikit adalah keluhan menggigil yaitu sebanyak 1 penderita (2%). Hal ini memperlihatkan tidak ditemukan keluhan yang berarti pada pemberian Ekstrak Herba Sambiloto walaupun pada satu orang pasien bisa ditemukan lebih dari satu efek samping.

BAB IV PEMBAHASAN


(53)

Pada penelitian ini dari seluruh subjek yang diperiksa tidak satupun yang menunjukkan gejala malaria yang klasik (trias) dan didapatkan gejala klinis yang utama adalah mialgia/pegal (88%), tetapi Keadaan ini biasa dijumpai pada penderita malaria yang tinggal didaerah endemik malaria. Hal ini disebabkan imunitas terhadap parasit malaria yang meningkat, karena telah terjadi infeksi malaria sejak dini dan berulang pada penderita

tersebut.20, 36, 37

Penurunan kepadatan parasit Plasmodium falciparum pada kedua

kelompok uji, menunjukkan pola pembersihan parasit (parasite clearance)

yang hampir sama, dengan pembersihan parasit terjadi mulai pada hari ke 7. Efikasi yang ditunjukkan baik pada kelompok Ekstrak Sambiloto maupun kombinasi dengan Klorokuin lebih besar 90%. Hal ini membuktikan bahwa Ekstrak Sambiloto mempunyai efek antimalaria yang sangat baik, bila dibandingkan dengan efikasi yang ditunjukkan oleh obat antimalaria yang digunakan saat ini seperti Klorokuin (52,5%) dan Pyrimetamin Sulfadoksin (50%).3

Kombinasi dengan Klorokuin tidak meningkatkan efektifitasnya, dan tidak menunjukkan keunggulan pada kecepatan pembersihan parasit. Jadi efektifitas yang ditunjukkan oleh kombinasi dengan Klorokuin terutama disebabkan oleh aktivitas antimalaria dari Ekstrak Herba sambiloto, karena


(54)

Klorokuin sendiri telah resisten (47,5%) yang dibuktikan oleh penelitian Ginting dan kawan-kawan.3

Efek samping yang dialami pasien setelah pemberian obat baik

Ekstrak Sambiloto tunggal maupun kombinasi dengan Klorokuin antara lain keluhan sakit kepala (16%), mual (16%) dan muntah (4%). Gejala muntah biasanya timbul pada pasien yang sensitif terhadap Ekstrak Sambiloto pada dosis yang tinggi.11 Namun gejala tersebut hanya ditunjukkan oleh beberapa subjek (4%) yang secara statistik jumlahnya tidak bermakna (p > 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg mempunyai efek antimalaria dengan efikasi lebih dari 90% pada malaria falciparum tanpa komplikasi secara klinis tanpa memberikan efek samping yang berarti.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


(55)

5.1. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian uji klinis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan :

1. Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg dalam sediaan kapsul efektif sebagai antimalaria pada malaria falciparum tanpa komplikasi

2. Efikasi Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg 3 tiga kali sehari selama 5 hari pada pasien malaria falciparum tanpa komplikasi sebesar 91,3%. 3. Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg dengan Klorokuin tidak

meningkatkan efikasi antimalarianya (90,9%) pada pasien malaria falciparum tanpa komplikasi.

4. Pemberian Ekstrak Herba Sambiloto 250 mg tidak menimbulkan efek samping yang berarti.

5.2. Saran


(56)

1. Perlu dilakukan uji klinis lanjutan terhadap penderita malaria dengan komplikasi sehingga penggunaan Ekstrak Herba Sambiloto sebagai antimalaria dapat lebih luas lagi.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam berbagai formulasi sediaan untuk mengurangi rasa pahit dari Ekstrak Herba Sambiloto sehingga obat ini dapat digunakan untuk anak-anak.


(57)

1. Silalahi L, Malaria, Tempo interaktif, (28 maret 2004). From : http://www.ppmplp.depkes.go.id/images/tempo interaktif com/2/1/2006. 2 Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat

Tradisional. Dirjen POM, 2000.

3. Ginting Y, Tarigan MB, Umar Zein, Pandjaitan B. The comparison of Resistence of chloroquine and phyrimethamine-sulfadoxine in

uncomplited malaria falciparum in Siabu districk, Mandailing Natal Regency Sumatera Utara Province, kongres bersama PETRI, Yogyakarta 2001.

4. Bloland PB. Drug resistance in malaria. WHO 2001; 9-10

5. Kloppenburg J : Petunjuk Lengkap Mengenai Tanam-tanaman di

Indonesia dan Kasiatnya Sebagai Obat-obatan Tradisional (Terjemahan), CDRS Bethesda dan Andi Offset, Yogyakarta, 1998, 149.

6. Fauziah Mukhlisah : Taman Obat Keluarga, PT. Penebar Swadana, Depok, 2002, 68-71.

7. Depkes RI. Andrographis paniculata Nees. Materia medica indonesiana jilid III. 1979: 20-25.

8. Andrographis in Depth Review, From:


(58)

9. Widyawaruyanti A. Uji antimalaria herba sambilata terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro (Abstrak), Dalam: Penelitian

Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Departemen

Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Jakarta. 2000; 94.

10. Nik Najib NAR, Furuta T, Kojima S, Takane K, Mustafa Ali Mohd. Antimalarial activity of extracts of Malaysian medicinal plants. Journal

of Ethnopharmocology, 1999; 64; 3: 249- 54.

11. Izwar, Ginting Y, Umar Zein, Pandjaitan B, Efek Antimalaria Dari Ekstrak Herba Sambiloto (Androraphis paniculata Nees) terhadap penderita Malaria Falciparum tanpa komplikasi, Mandailing Natal Sumatera Utara, Tahun 2003.

12. Fauzi M, Ginting Y, Umar Zein, Pandjaitan B, Terapi Kombinasi

Pirimetamin-Sulfadoksin dengan Ekstrak Herba Sambiloto (Androraphis paniculata Nees) terhadap penderita Malaria Falciparum tanpa

komplikasi yang resisten terhadap klorokuin, Mandailing Natal Sumatera Utara, Tahun 2003.

13. Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Diagnosis Malaria. Dalam; Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria di Indonesia, tahun 2005; 7-13.


(59)

14. Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria. Dalam; Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria di Indonesia, 2005: 3-5.

15. Depelovements in malaria treatment in bandar lampung. 2003. 1-5, From: http://www.interna./Special_article.htm. , 2/1/2006.

16. Life Cycle. 2004 :1-2, From: http;//www.Life cycle/ malaria/2006/.html/ 2/1/2006.

17. Schema of the Life Cycle of Malaria CDC Malaria. 2004. 1-2, From: http;//www. Schema of the Life Cycle of Malaria ://A:\Biology, htm/ 2/1/2006.

18. Soewondo ES. Penatalaksanaan malaria masa kini. Dalam.

Perkembangan terkini dalam pengelolaan beberapa penyakit tropik

infeksi. Cetakan pertama. Surabaya. Penerbit universitas airlangga. 2002. 66-85.

19. Nugroho A. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam; PN

Harijanto.(ed). Malaria. Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 38-53.


(60)

21. Gani EH. Tes Resistensi secara invivo Plasmodium falciparum terhadap klorokuin. Majalah kedokteran Nusantara. 2004, 37; 185-188.

22. PAPDI. Pengobatan. Konsensus penanganan malaria, 2003. 19-50 23. Tjitra E. Obat Antimalaria. Dalam; PN Harijanto.(ed). Malaria.

Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 194-223.

24. Tjitra E. Pengobatan malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 1996; 46; 124-131.

25. Dzulkarnaen B Sundari D, Chazin A, Tanaman obat bersifat anti bakteri di Indonesia.CDK 1996; 110: 35-48.

26. WHO. Herba andrographidis. Dalam: WHO monographs on selected medicinal plants 2002; 2: 12-22.

27. Tanaman Obat Indonesia. Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees). (12-Juli-2004). From : http://www.iptek.net.id/ind/cakra obat/tanamanobat.php?id=152/2/1/2006

28. Acuan sediaan herbal. Departemen Kesehatan RI, Direktorat jendral pengawasan obat dan makanan. 2000: 42-3.


(61)

29. Thamlikitkul V. dechatiwongse T, Terapong S, et al. Efficacy of Andrographis paniculata for pharyngotonsilitis in adults (abstract). J.med.Assoc.thai,1991,oct: 74:437-42.

30. Melchior J, Spasov AA, Ostrovskij OV, Butanov AE, Wikman G: Double blind Placebo-Controlled pilot and Phase III Study of activity of Standardized Andrographis paniculata Herba Ness extract fixed combination (Kang Jang) in the treatment of uncomplicated upper respiratory tract infection (Abstract). Phytomedicine, 2000:7(5): 341-50. 31. Dirjen P2M dan PLP. Malaria Test resistensi untuk plasmodium

falciparum. Jakarta. Depkes RI, 1995; 3-29.

32. Sungkar S, Pribadi W. Resistensi plasmodium falciparum terhadap obat-obat antimalaria. Majalah kedokteran Indonesia,1992; 84:177-80.

33. Bloland B, Ettling M, Meek S. Combination therapy for malaria in Africa hype or hope?. Bull, WHO, 2000; 78;12: 1378-85.

34. WHO Expert Committee on Malaria. Twentieth report. Drug resistence of malaria parasites. WHO. Geneva 2000; 27-34.

35. Report meeting on antimalaria drug Depelopment, WHO regional office for the western pacific, Shanghai, China, 2001;1-5.


(62)

36. Madiyono B, Moeslichan S, Sastro Asmoro S, budiman I, Harry parwanto S. Perkiraan besar sample. Dalam; Sastro Asmoro S, Ismael S (Penyunting), Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke 2, sagung seto, Jakarta. 2002; 259-86.

37. Tumbelaka RA, Riono P, Sastro Asmoro S, Wirjodiardjo M, Pudjiastuti P. Pemilihan Uji Hipotesis. Dalam: Sastro Asmoro S, Ismael S (Penyunting); Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke 2, Sagung Seto, Jakarta. 2002; 240-58.

38. Nugroho A, Haryanto PN, EA Dalau, Imunologi pada Malaria. Dalam; PN Harijanto.(ed). Malaria. Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 128-150.


(1)

1. Silalahi L, Malaria, Tempo interaktif, (28 maret 2004). From : http://www.ppmplp.depkes.go.id/images/tempo interaktif com/2/1/2006. 2 Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat

Tradisional. Dirjen POM, 2000.

3. Ginting Y, Tarigan MB, Umar Zein, Pandjaitan B. The comparison of Resistence of chloroquine and phyrimethamine-sulfadoxine in

uncomplited malaria falciparum in Siabu districk, Mandailing Natal Regency Sumatera Utara Province, kongres bersama PETRI, Yogyakarta 2001.

4. Bloland PB. Drug resistance in malaria. WHO 2001; 9-10

5. Kloppenburg J : Petunjuk Lengkap Mengenai Tanam-tanaman di

Indonesia dan Kasiatnya Sebagai Obat-obatan Tradisional (Terjemahan), CDRS Bethesda dan Andi Offset, Yogyakarta, 1998, 149.

6. Fauziah Mukhlisah : Taman Obat Keluarga, PT. Penebar Swadana, Depok, 2002, 68-71.

7. Depkes RI. Andrographis paniculata Nees. Materia medica indonesiana jilid III. 1979: 20-25.

8. Andrographis in Depth Review, From:


(2)

9. Widyawaruyanti A. Uji antimalaria herba sambilata terhadap

Plasmodium falciparum secara in vitro (Abstrak), Dalam: Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Jakarta. 2000; 94.

10. Nik Najib NAR, Furuta T, Kojima S, Takane K, Mustafa Ali Mohd. Antimalarial activity of extracts of Malaysian medicinal plants. Journal of Ethnopharmocology, 1999; 64; 3: 249- 54.

11. Izwar, Ginting Y, Umar Zein, Pandjaitan B, Efek Antimalaria Dari

Ekstrak Herba Sambiloto (Androraphis paniculata Nees) terhadap penderita Malaria Falciparum tanpa komplikasi, Mandailing Natal Sumatera Utara, Tahun 2003.

12. Fauzi M, Ginting Y, Umar Zein, Pandjaitan B, Terapi Kombinasi

Pirimetamin-Sulfadoksin dengan Ekstrak Herba Sambiloto (Androraphis paniculata Nees) terhadap penderita Malaria Falciparum tanpa

komplikasi yang resisten terhadap klorokuin, Mandailing Natal Sumatera Utara, Tahun 2003.

13. Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Diagnosis Malaria. Dalam; Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria di Indonesia, tahun 2005; 7-13.


(3)

14. Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria. Dalam; Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria di Indonesia, 2005: 3-5.

15. Depelovements in malaria treatment in bandar lampung. 2003. 1-5, From: http://www.interna./Special_article.htm. , 2/1/2006.

16. Life Cycle. 2004 :1-2, From: http;//www.Life cycle/ malaria/2006/.html/ 2/1/2006.

17. Schema of the Life Cycle of Malaria CDC Malaria. 2004. 1-2, From: http;//www. Schema of the Life Cycle of Malaria ://A:\Biology, htm/ 2/1/2006.

18. Soewondo ES. Penatalaksanaan malaria masa kini. Dalam.

Perkembangan terkini dalam pengelolaan beberapa penyakit tropik

infeksi. Cetakan pertama. Surabaya. Penerbit universitas airlangga. 2002. 66-85.

19. Nugroho A. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam; PN

Harijanto.(ed). Malaria. Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 38-53.


(4)

21. Gani EH. Tes Resistensi secara invivo Plasmodium falciparum terhadap klorokuin. Majalah kedokteran Nusantara. 2004, 37; 185-188.

22. PAPDI. Pengobatan. Konsensus penanganan malaria, 2003. 19-50 23. Tjitra E. Obat Antimalaria. Dalam; PN Harijanto.(ed). Malaria.

Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 194-223.

24. Tjitra E. Pengobatan malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 1996; 46; 124-131.

25. Dzulkarnaen B Sundari D, Chazin A, Tanaman obat bersifat anti bakteri di Indonesia.CDK 1996; 110: 35-48.

26. WHO. Herba andrographidis. Dalam: WHO monographs on selected medicinal plants 2002; 2: 12-22.

27. Tanaman Obat Indonesia. Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees).

(12-Juli-2004). From : http://www.iptek.net.id/ind/cakra

obat/tanamanobat.php?id=152/2/1/2006

28. Acuan sediaan herbal. Departemen Kesehatan RI, Direktorat jendral


(5)

29. Thamlikitkul V. dechatiwongse T, Terapong S, et al. Efficacy of Andrographis paniculata for pharyngotonsilitis in adults (abstract). J.med.Assoc.thai,1991,oct: 74:437-42.

30. Melchior J, Spasov AA, Ostrovskij OV, Butanov AE, Wikman G:

Double blind Placebo-Controlled pilot and Phase III Study of activity of Standardized Andrographis paniculata Herba Ness extract fixed combination (Kang Jang) in the treatment of uncomplicated upper respiratory tract infection (Abstract). Phytomedicine, 2000:7(5): 341-50. 31. Dirjen P2M dan PLP. Malaria Test resistensi untuk plasmodium

falciparum. Jakarta. Depkes RI, 1995; 3-29.

32. Sungkar S, Pribadi W. Resistensi plasmodium falciparum terhadap obat-obat antimalaria. Majalah kedokteran Indonesia,1992; 84:177-80.

33. Bloland B, Ettling M, Meek S. Combination therapy for malaria in Africa hype or hope?. Bull, WHO, 2000; 78;12: 1378-85.

34. WHO Expert Committee on Malaria. Twentieth report. Drug resistence of malaria parasites. WHO. Geneva 2000; 27-34.

35. Report meeting on antimalaria drug Depelopment, WHO regional office for the western pacific, Shanghai, China, 2001;1-5.


(6)

36. Madiyono B, Moeslichan S, Sastro Asmoro S, budiman I, Harry parwanto S. Perkiraan besar sample. Dalam; Sastro Asmoro S, Ismael S (Penyunting), Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke 2, sagung seto, Jakarta. 2002; 259-86.

37. Tumbelaka RA, Riono P, Sastro Asmoro S, Wirjodiardjo M, Pudjiastuti P. Pemilihan Uji Hipotesis. Dalam: Sastro Asmoro S, Ismael S (Penyunting); Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke 2, Sagung Seto, Jakarta. 2002; 240-58.

38. Nugroho A, Haryanto PN, EA Dalau, Imunologi pada Malaria. Dalam; PN Harijanto.(ed). Malaria. Epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Cetakan pertama. Jakarta EGC. 2000: 128-150.