Pengertian Kredit Perjanjian dan Perjanjian Kredit

salah satu syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu tidak sah. Jadi, syarat sahnya perjanjian berlaku secara komulatif, dan bukan limitatif.

1.1.1. Pengertian Kredit

Menurut asal mulanya kata “Kredit” berasal dari bahasa latin yaitu “Credere” yang berarti kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak Indikator kepercayaanini adalah kepercayaan moral, komersil, financial dan agunan. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah dituangkan dalam suatu perjanjian yang namanya perjanjian kredit. Menurut H Budi Untung menyebutkan : perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam uang yang melibatkan bank dengan nasabah. Kredit dilihat dari sudut bahasa seperti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang mendapatkan fasilitas kredit maka orang atau badan usaha tersebut telah mendapatkian kepercayaan dari pemberi kredit. Pengertian kredit menurut Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Perbankan adalah sebagai berikut : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasinya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 9 Bank sebagai pihak pemberi pinjaman dan nasabah sebagai penerima pinjaman. Dalam perjanjian kredit terdapat hak dan kewajiban para pihak pemberi dan penerima kredit. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kreditur bank dalam hubungan perkreditan dengan debitur nasabah penerima kredit mempunyai kepercayaan 9 Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, 2007, Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, cet.1, Jakarta: YLBHI, h.131. bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan. Menurut Daeng Naja dalam bukunya yang berjudul Hukum Kredit dan Bank Garansi menyebutkan setidaknya terdapat 4 empat unsur pokok dalam pengertian kredit: 1. Kepercayaan, artinya setiap pemberian kredit dari Bank ke debitur dilandasi oleh adanya keyakinan bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur kepada bank sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. 2. Waktu, artinya ada jangka waktu yang diberikan kepada kreditur untuk melunasi pinjaman kreditnya. 3. Risiko, artinya dalam setiap pemberian pinjaman kredit pasti disertai dengan adanya resiko yang ditanggung oleh Bank. 4. Prestasi, artinya dalam setiap kesepakatan antara Bank dengan debitur maka saat itu juga akan terjadi suatu prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain dan balas prestasi kontra prestasi akan diterima. 10 Pengertian kredit juga dikemukakan oleh Muchdarsyah Sinungun yang menyatakan bahwa “kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan dating dan disertai dengan suatu kontra prestasi berupa uang”. 11 Lebih lanjut pengertian kredit dikemukakan oleh Raymond P.Kenr mengatakan bahwa kredit adalah “Hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan 10 Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.236. 11 Muchdarsyah Sinungun, 1993, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Bina Aksara, Jakarta, h.10 pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan dating karena penyerajan barang- barang sekarang”. 12 Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan- ketentuan KUH Perdata Bab XIII buku III. Karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang, menurut KUH Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian , dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Perjanjian kredit sebagian dikuasai atau mirip perjanjian pinjam uang seperti diatur dalam KUH Perdata dan sebagian lainnya tunduk pada peraturan hukum yaitu Undang-Undang Perbankan. Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan maupun penata pelaksanaan kredit itu sendiri. Adapun fungsi perjanjian kredit adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapatkan pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan 12 Thomas Suyatno, 1990, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.11. sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga. 2. Perjannjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan. Karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikatannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga. 13 Menurut R. Tjiptoadinugroho mengatakan : “Suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah yang melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepadasiapapun diberikannya”. 14 Dasar Hukum Perjanjian Kredit Suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu landasan yuridis yang menjadi dasar hukumnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Indonesia yang tergolong kedalam sistem Hukum Eropa Kontinental, di mana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukumnya. Demikian pula terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya juga memerlukan suatu basis hukum yang kuat. Dasar hukum diadakannya perjanjian kredit mengacu pada : 13 H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, h.12. 14 R.Tjiptoadinugroho, 1972, Perbankan Massalah Perkreditan, Pradja Paramita, Jakarta, h.5. 1. Undang-UndangNomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Perbankan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66. 3. Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Perbankan: Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasinya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 4. Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. 5. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan: Adanya kesepakatan dan cakap dalam membuat suatu perjanjian. 6. Pasal 1874 KUHPerdata: Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan dan Pasal 1868 KUHPerdata Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik. 1.1.2. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Sebelum membahas apa itu wanprestasi terlebih dahulu harus diketahui apa itu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata prestasi dapat berupa : a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; dan c. Tidak berbuat sesuatu. Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi atau yang disebut dengan istilah breach of contract adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh perjanjian terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam perjanjian tersebut. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi hukum bagi pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi. Dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Wanprestasi adalah suatu tindakan tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur. Dalam restatement of the law of contracts, wanprestasi atau breach of contract dibedakan menjadi dua macam, yaitu total breachts dan partial breachts. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan. 15 Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie yang artinya tidak dipenuhi prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. 15 Hartono Soerja Pratiknyo, 1989, Hutang Piutang, Mustika, Yogyakarta, h.3 Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didala hukum perjanjian, berarti suatu hal yang haris dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian, barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi. 16 R. Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang berupa 4 macam, yaitu : 1. Tidak melalukan yang telah disanggupi akan dilakukannya 2. Melaksanakan yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang telah diperjanjikan 3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlambat 4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan. 17 Seseorang debitur baru dikatan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh debitur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak dipindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi apa tidak.

1.2 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan