Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Mencoba Merokok

3 Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok. b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak orang yang berperilaku merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Mereka menghisap rokok agar terhindar dari perasaan yang tidak enak, misalnya merokok apabila marah, cemas, dan gelisah. c. Perilaku merokok yang adiktif. Perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang dihisap setiap efek rokok yang telah dihisapnya berkurang. d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Perokok menggunakan rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena merokok sudah menjadi kebiasaan.

2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Mencoba Merokok

Remaja Salah satu perilaku menyimpang pada remaja adalah kenakalan remaja delinkuensi, yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja dalam rangka mencari identitas diri dengan keinginan mencoba-coba sesuatu yang baru. Niat semula hanya mencoba dan tindakan yang dilakukan tergolong penyimpangan tanpa sedikit pun niat jahat yang dilakukan, salah satunya adalah perilaku mencoba merokok Soeroso, 2008. Perilaku mencoba merokok biasanya mulai dilakukan selama masa kanak-kanak dan masa remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa jumlah remaja yang mulai merokok meningkat tajam setelah usia 10 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 13 sampai 14 tahun. Siswa yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda, lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur daripada siswa yang mulai merokok pada usia yang lebih tua Santrock, 2003. Program kesehatan tradisional sering kali berhasil dalam mendidik remaja mengenai konsekuensi kesehatan jangka panjang yang diakibatkan oleh merokok namun tidak berpengaruh banyak pada tingkah laku merokok pada remaja. Kebutuhan akan intervensi yang efektif telah mempengaruhi para peneliti untuk berfokus pada faktor-faktor yang membuat remaja berisiko tinggi untuk merokok nantinya, terutama tekanan sosial dari teman sebaya, anggota keluarga, dan media Santrock, 2003. Menurut Susanti 2008 faktor-faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku mencoba merokok, yaitu: a. Pengaruh Orang Tua Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi emosi dan kepribadian anak yang berakibat pada pola perilaku anak. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, secara negatif maupun positif Susanti, 2008. Seseorang yang berasal dari keluarga yang konservetif keluarga yang menjaga dan memperhatikan anak- anaknya lebih sulit untuk terlibat dengan rokok. Sedangkan seseorang yang berasal dari keluarga permisif keluarga yang tidak terlalu menjaga anaknya dan menerima perilaku anak cenderung akan mudah untuk terlibat dengan rokok. Dalam Journal of Consumer Affairs, Aliyah 2011 menyebutkan bahwa orang tua perokok akan berpengaruh dalam mendorong anak mereka untuk menjadi perokok pemula di usia mahasiswa. Diperkirakan pengaruh orang tua ini akan meningkatkan keungkinan merokok 1,5 kali pada anak lelaki dan 3,3 kali lebih besar pada anak perempuan. b. Pengaruh Teman Sebaya Seorang remaja biasanya suka berkumpul dengan teman-temannya yang mempunyai karakter atau kebiasaan yang hampir sama. Apabila seorang remaja mempunyai komunitas teman-teman merokok maka kemungkinan besar remaja tersebut juga akan terpengaruh merokok. Awalnya mungkin remaja tersebut hanya ingin mencoba karena bujukan teman atau sebagai bentuk solidaritas, lama- kelamaan perilaku ini dapat menjadi kebiasaan karena nikotin dalam rokok mempunyai efek membuat kecanduan bagi pemakainya Susanti, 2008. Menurut Mu’tadin 2002 dalam Fuadah 2012, kajian telah menunjukkan bahwa mahasiswa yang masih tergolong remaja mempunyai kawan-kawan yang merokok adalah lebih mungkin merokok berbanding dengan yang sebaliknya. Banyak orang terdorong menjadi perokok pemula karena untuk menyesuaikan diri pada sebuah komunitas pergaulan. Rokok membuat mereka merasa lebih diterima oleh banyak orang. Dari fakta tersebut ada 2 kemungkinan yang terjadi, pertama mahasiswa tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman mahasiswa tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Di antara perokok terdapat 87 sekurang-kurangnya mempunyai satu atau lebih sahabat yang perokok Widianti, 2009. c. Faktor Kepribadian Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Secara kepribadian, kondisi mental yang sedang menurun seperti stres, gelisah, takut, kecewa, dan putus asa sering mendorong orang untuk menghisap asap rokok. Mereka merasa lebih tenang dan lebih mudah melewati masa-masa sulit setel ah merokok Mu’tadin dalam Fuadah 2012. Menurut Mu’tadin 2002 dalam Fuadah 2012 juga menyatakan bahwa memang tak bisa dipungkiri bahwa ada 2 hal dari rokok yang memberi efek tenang, yaitu nikotin dan isapan rokok. Dalam dosis yang tertentu, asupan nikotin akan merangsang produksi dopamine hormon penenang di otak. Namun, ini hanya terjadi sesaat dan akan berbalik menjadi efek buruk bagi kesehatan secara permanen. Ditambah lagi, sebuah literatur menyebutkan bahwa gerakan bibir menghisap dan menghembuskan lagi asap rokok memberi efek tenang secara psikis. Gerakan ini dianalisiskan seperti gerak refleks seseorang saat menghela nafas untuk menenangkan dirinya saat menghadapi masalah. Tipe kepribadian setiap individu baik introvert maupun ekstrovert akan mempengaruhi perilaku merokok. Dalam fenomena sosial dapat kita lihat bahwa orang yang ekstrovert, perilaku merokoknya sering kali diawali sebagai aktivitas sosialisasinya yang memungkinkan mereka berada di area pergaulan dengan banyak orang. Akan tetapi orang yang bertipe kepribadian introvert memulai perilaku merokok cenderung disebabkan karena keadaan stress pribadinya atau karena faktor internal dalam dirinya. Tempat yang digunakan untuk merokok pun cenderung bersifat pribadi, misalnya di ruang pribadi dalam kantornya ataupun di kamar Fitri, 2008. d. Pengaruh Iklan Tema ilkan rokok selalu menampilkan pesan positif seperti bergaya, peduli, dan setia kawan. Efek kultifasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Bahkan orang-orang yang terkena efek ini menganggap bahwa lingkungan di sekitar sama seperti yang tergambar dalam media televisi. Berdasarkan penelitian Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka dan Komisi Nasional Perlindungan Anak 2007, iklan rokok merupakan salah satu penyebab meningkatnya jumlah perokok di Indonesia Candra, 2008. Iklan pada dasarnya bersifat membujuk pemirsa yang pada akhirnya akan mendorong munculnya hasrat untuk membeli. Iklan sering kali menyesatkan. Iklan di media masa dan elektronik memberitakan gambaran bahwa merokok merupakan lambang kedewasaan. Remaja yang emosinya masih labil dan belum dapat berfikir matang mudah terpengaruh dan mengikuti perilaku seperti iklan Warto, 2007.

2.2.7 Dampak Perilaku Mencoba Merokok