Problem Yang Dihadapi Anak Putus Sekolah

Pendidikan hal yang terpenting dan utama dalam kehidupan kita. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan, dimana dalam hal ini telah tercantum dalam pasal 31 UUD 1945. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi kita untuk menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya. Banyak pendapat dari para ahli filsafat, tentang arti dari pendidikan itu. Tetapi secara garis besar pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan yang kita terima tidak hanya pendidikan formal saja, tetapi juga pendidikan in-formal, dan pendidikan non-formal. Pendidikan anak tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini .

3.1.2 Problem Yang Dihadapi Anak Putus Sekolah

Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Misalnya seorang warga masyarakat atau anak yang hanya mengikuti pendidikan di SD sampai kelas lima, disebut sebagai putus sekolah SD. Jenis-jenis putus sekolah dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga jenis: a. Putus sekolah atau berhenti dalam jenjang yaitu seorang murid atau siswa yang berhenti sekolah tapi masih dalam jenjang tertentu. Contohnya seorang siswa yang putus sekolah sebelum menamatkan sekolahnya pada tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi; b. Putus sekolah di ujung jenjang artinya mereka yang tidak sempat menamatkan pelajaran sekolah tertentu. Dengan kata lain mereka berhenti pada tingkatan akhir dalam dalam tingkatan sekolah tertentu. Contohnya, mereka yang sudah duduk di bangku kelas VI SD, kelas III SLTP, kelas III SLTA dan sebagainya tanpa memperoleh ijazah. c. Putus sekolah atau berhenti antara jenjang yaitu tidak melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Contohnya, seorang yang telah menamatkan pendidikannya di tingkatan SD tetapi tidak bisa melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan anak putus sekolah adalah keadaan dimana seseorang yang usianya seharusnya masih dalam usia sekolah namun harus keluar atau berhenti dari lembaga pendidikan yang diikuti. Adapun macam-macam masalah yang dihadapi anak putus sekolah, meliputi: a. Kondisi Psikologis Kondisi psikologis merupakan keadaan yang ada dalam diri seorang individu. Keadaan ini ditengarai dapat memengaruhi sikap dan perilaku seorang individu, termasuk memengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan terhadap suatu masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi psikologis mendasari kepribadian seorang individu. Kondisi psikologis terbentuk melalui pendidikan secara umum yang telah dilakukan oleh seorang individu. Pendidikan manusia dimulai sejak dia lahir dan berkelanjutan mengikuti usia manusia. Pendidikan dilakukan dan atau terjadi dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan. Pendidikan yang terjadi pada seorang individu diikuti dan diserap menjadi sebuah pengalaman hidup. Kedua hal tersebut yaitu pendidikan dan pengalaman dengan lingkungan sebagai variabel yang mempengaruhi proses keduanya, terinternalisasi sejalan dengan usia individu membentuk kepribadian seorang individu. Anak putus sekolah, dari beberapa hasil penelitian faktor penyebabnya adalah pengalaman yang tidak menyenangkan seperti takut pada guru, tidak naik kelas dan lingkungan seperti tingkat pendidikan orang tua rendah, rumah tangga bermasalah, dan lain-lain. Dengan demikian, bisa dicermati bahwa pengalaman dan lingkungan ini memengaruhi kondisi psikologis individu sehingga berdampak pada sikap dan perilaku mereka yaitu memutuskan untuk berhenti sekolah. Kondisi psikologis melingkup pada sumber kendali diri locus of control, konsep diri self concept, nilai diri self value dan juga tingkat keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan dirinya self efficacy. b. Konsep Diri Self Concept Konsep diri self concept merupakan sebuah model yang terkait dengan kondisi psikologis lain yaitu penghargaan diri self esteem, stabilitas diri stability, dan tingkat keyakinan terhadap kemampuan diri self efficacy. Dengan demikian, seorang individu bersikap dan berperilaku sangat diwarnai oleh konsep diri yang dimilikinya. Ketika sorang individu memiliki self efficacy tinggi maka dia akan memberdayakan semua potensi dan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Individu dengan self efficacy tinggi bisa dikatakan juga konsep dirinya juga tinggi. Konsep diri self concept diartikan sebagai pengetahuan individu terhadap dirinya sendiri yaitu mengenai ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian. Konsep diri ini mempengaruhi individu dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya. Konsep diri ini juga menyangkut penilaian diri self assessment terhadap tidak hanya terkait dengan kepribadian, tetapi juga penilaian diri terhadap keahlian, kemampuan, hobi, dan karakteristik pribadinya. Sehingga seorang individu yang menilai diri sendiri rendah berarti juga memiliki self concept rendah. Individu dengan self concept rendah mempunyai self esteem dan self efficacy rendah, sehingga individu tersebut pasrah terhadap keadaan yang ada, tidak berusaha untuk merubah keadaan tidak menyenangkan menjadi keadaan yang menyenangkan. Ketika seorang anak sekolah berada pada suatu keadaan lingkungan yang tidak mendukung dan atau menyenangkan dan memiliki konsep diri rendah maka sangat rentan terhadap keputusan untuk berhenti sekolah. Tetapi ketika anak sekolah tersebut memiliki konsep diri tinggi, maka dia memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk bisa merubah keadaan tersebut menjadi sebuah tantangan dalam hidupnya. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian. Locus of control didefinisikan sebagai suatu keyakinan seorang individu terhadap kemampuan dirinya dalam mengontrol nasib sendiri. Individu yang memiliki keyakinan bahwa dia mampu mengontrol yang terjadi dalam kehidupannya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sedang individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mengontrol dalam kehidupannya maka dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control. Jika dilihat dari alasan anak putus sekolah yang lebih banyak disebabkan oleh fakor alam, lingkungan, dan situasi. Jika anak tersebut memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan dirinya untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi, maka keputusan berhenti sekolah tidak diambilnya. Artinya jika anak tersebut memiliki internal locus of control, maka seberat apapun halangan yang dihadapi maka dia akan menjadikannya sebagai suatu pembelajaran dan menganggapnya sebagai suatu tantangan. Sebaliknya, jika anak tersebut memiliki external locus of control maka dia pasrah terhadap keadaan disekitarnya, dan menganggap dirinya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya.

3.1.3 Pentingnya Pendidikan Untuk Anak Putus Sekolah