PENDAHULUAN Penurunan Kadar mRNA Caspase 3 dan Indeks Apoptosis Pasca Kemoterapi Siklus Pertama Sebagai Resiko Respon Kemoterapi Negative pada Locally Advanced Breast Cancer.

RINGKASAN DISERTASI PENURUNAN KADAR mRNA C ASPASE-3 DAN INDEKS APOPTOSIS PASCA KEMOTERAPI SIKLUS PERTAMA SEBAGAI RISIKO RESPON KEMOTERAPI NEGATIF PADA LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

1. PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan pada umumnya mengenai wanita dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Dunia, baik dilihat dari aspek pencegahan maupun penanganannya. Angka kejadian kanker payudara terbanyak pada wanita dan menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua setelah kanker paru. Di Uni Eropa tahun 2006, kanker payudara merupakan kasus keganasan terbanyak dengan angka kejadian 429.900 kasus baru dan satu juta wanita hidup menderita kanker payudara dengan angka kematian 100.000 pertahun. Di Amerika Serikat tahun 2006 angka kejadian 274.900 kasus baru, dengan angka kematian sekitar 40.970 wanita pertahun. Di ASEAN tahun 2008, kanker payudara merupakan kasus keganasan terbanyak diperkirakan 22 mengenai wanita dan 15 penyebab kematian oleh karena kanker. Di Negara maju, menurut American Joint Committee on Cancer AJCC angka kejadian kanker payudara stadium I dan II sekitar 75 - 80, hal ini terjadi karena program skrining mammografi sudah berjalan dengan baik Zager, et al ., 2006; Abeloff, et al ., 2008; Kwon , et al., 2010; Burstein, et al ., 2011; Kimman, et al ., 2012. Kanker payudara stadium dini mempunyai ketahanan hidup lebih baik dengan angka kekambuhan lebih rendah dibandingkan dengan kanker payudara stadium lanjut lokal atau Locally Advanced Breast Cancer LABC. Di Amerika Serikat angka kejadian LABC relatif rendah yaitu kurang dari 5 pada kelompok wanita aktif mengikuti program skrining secara berkala, sedangkan pada kelompok wanita tidak memiliki akses program skrining angka kejadian relatif tinggi yaitu sekitar 40 - 60. Angka kejadian LABC di Negara berkembang tidak jauh berbeda seperti : India sekitar 50 - 70, Negara Arab sekitar 60 - 80 dan diperkirakan 300.000 - 450.000 kasus baru pertahun di Dunia. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data rinci, diperkirakan angka kejadian lebih dari 50 kasus dan di Bali diperkirakan 76,3 kasus LABC Lee and Newman, 2007; Hortobagyi, et al., 2010; Manuaba, 2010; Saghir, 2011. Locally Advanced Breast Cancer adalah kelompok kanker payudara dengan heterogenitas tinggi, tumor primer berukuran besar dengan metastasis kelenjar getah bening dan tanpa bukti ada metastasis jauh. Sekitar 25 - 30 kasus inoperable Lee and Newman, 2007; Sobin, et al ., 2009; Kwon , et al., 2010. Modalitas terapi utama LABC adalah pembedahan namun dalam perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan paradigma pada awal tahun 1970, bahwa kanker payudara merupakan penyakit sistemik dengan ketahanan hidup tergantung dari eradikasi mikrometastasis, maka perkembangan terapi multimodalitas kombinasi semakin dapat diterima. Terapi multimodalitas dengan tujuan sebagai kontrol loko-regional dan sistemik seperti kemoterapi, sudah menjadi pilihan dan standar terapi dalam penanganan LABC Zager, et al .,2006; Hortobagyi, et al ., 2010. Neoadjuvan kemoterapi sebagai terapi standar pada LABC untuk membantu pembedahan perlu dioptimalkan. Namun demikian untuk mencapai tujuan tersebut terbukti, bahwa NAC dari berbagai uji klinis menunjukkan hasil dengan respon bervariasi. Rangkuman dari hasil penelitian prosfektif tentang pemberian terapi NAC pada LABC menunjukkan berbagai hasil seperti : Partial Response PR 50 - 98, Complete Clinical Response cCR 5 - 52 dan Pathological Complete Response pCR 4 - 28 Dang and Hudis, 2010; Hortobagyi, et al., 2010. Hasil penelitian klinis dilaporkan, bahwa respon NAC pada LABC menunjukkan hasil 39,4 pasien memberikan respon positif dan 60,6 respon negatif, itu berarti respon NAC untuk tujuan memperkecil ukuran tumor serta mengeradikasi sel tumor hanya 39,4 dari jumlah pasien diterapi, sedangkan 60,6 pasien lain ukuran tumor tetap atau tidak berubah stable disease , bahkan bertambah besar progressive disease dan hal ini menjadi masalah besar dalam penanganan LABC Manuaba, 2006. Studi kohort dengan jumlah sampel 205 kasus LABC dengan terapi NAC berbasis anthracycline, menunjukkan 60 respon negatif dan 40 respon positif terdiri dari 12 respon klinis komplit cCR, 28 respon klinis sebagain cPR dan 8 respon patologi komplit pCR Alvarado-Cabrero, et al ., 2009. Penelitian klinis lain melaporkan bahwa, respon NAC berbasis anthracycline pada LABC menunjukan hasil 60 - 90 respon positif dengan cCR sekitar 10 - 20 Hortobagyi, et al ., 2010. Tewari, et al ., 2010 melaporkan bahwa, pemberian NAC pada LABC menunjukkan 78 respon positif 64 parsial respon dan 14 komplit respon klinis dan 22 respon negatif sedangkan Gianni, et al ., 2010 melaporkan bahwa, 74 respon positif dan 26 respon negatif dan penelitian lain dilaporkan 77,5 respon positif dan 22,5 respon negatif Torrisi, et al ., 2010. Dampak penurunan respon terhadap pemberian NAC dapat mengurangi peranan bedah sebagai modalitas terapi utama dalam usaha meminimalkan dampak fisik dan psikologi penderita seperti pada pembedahan konservatif . Pembedahan konservatif BCT bertujuan untuk mempertahankan organ atau estetika menjadi berkurang dan terjadi pengobatan berkepanjangan pada sebagian 40 - 50 pasien overtreatment . Pada sebagian pasien tidak respon terhadap pemberian NAC, terjadi penundaan atau keterlambatan pemilihan modalitas pengobatan lain lebih tepat dan akurat underterament . Hal ini akan berpengaruh besar terhadap DFS atau OS, lebih dari 40 kasus dan dapat memberikan dampak dimana kemoterapi menjadi tidak efektif dan tidak efisien dengan morbiditas akibat efek samping kemoterapi. Seyogyanya hal tersebut dapat dihindari bila mampu memprediksi lebih awal tentang kemungkinan ada atau tidak respon tersebut. Sesungguhnya semua permasalahan diatas dapat diperhitungkan dan dikendalikan, bila pemeriksaan petanda biologi serta penilaian terhadap perubahannya dilakukan secepat mungkin setelah pemberian NAC. Pertanda biologi tersebut diharapkan dapat memprediksi atau menilai resistensi dan respon kemoterapi, tanpa menunggu sampai pemberian NAC siklus penuh selesai Hortobagyi, et al ., 2010. Beberapa petanda biologi berpengaruh terhadap respon NAC seperti : ekspresi HER2neu , faktor proliferasi Ki67 , status hormonal ER, PR, faktor angiogenesis VEGFVEGFR , p53, p21 dan komponen apoptosis Bcl-2 dan BAX, namun secara keseluruhan diperkirakan tidak lebih dari 29 penanda biologi tersebut mampu memprediksi respon kemoterapi dan tidak ada satu pun diantaranya mampu memprediksi respon kemoterapi secara spesifik dan konsisten, hal ini diperkirakan karena data dilaporkan masih terbatas Zager, et al ., 2006; Abeloff, et al., 2008; Rastogi, et al., 2008; Biganzoli, 2009; Hortobagyi, et al ., 2010; Tewari, et al ., 2010. Petanda biologi lain berhubungan dengan kematian sel setelah diinduksi NAC seperti mRNA Caspase beserta produknya enzim berperan ditingkat terminal dalam proses kematian sel. Enzim proteases ini bekerja di dalam sitoplasma setelah sel tumor terpapar zat sitotoksik seperti : kemoterapi, radiasi dan zat sitotoksik lainnya. Khusus Caspase-3, salah satu dari enzim protease diproduksi translation oleh mRNA Caspase-3 bekerja dengan titik tangkap pada tingkat terminal down stream pada proses apoptosis . Caspase-3 berperan sebagai kunci utama dalam mekanisme apoptosis cascade disebut effector excecutor caspase dengan Indek apoptosis sebagai produk akhir Dorsey, et al ., 2008; Elstrom and Thompson, 2008 . Induksi apoptosis akibat kemoterapi terjadi setelah 4 - 8 jam dan peningkatan aktifitas apoptosis akan terjadi pada 24 - 48 jam setelah paparan. Suatu penelitian menyimpulkan, bahwa apoptosis meningkat pada hari ke 21 pasca kemoterapi dan secara bermakna menunjukkan respon kemoterapi positif. Ada kemungkinan bahwa pemeriksaan Indeks apoptosis pada hari ke 21 pasca kemoterapi sudah terlambat untuk menilai perubahan kejadian apoptosis , maka idealnya serial biopsi diperlukan untuk menganalisis akurasi perubahan kejadian apoptosis selama pemberian kemoterapi, terutama pada kasus tidak respon. Serial biopsi secara realistas sulit dilakukan karena memberatkan penderita. Dengan demikian pemeriksaan pada 24 - 48 jam pertama setelah pemberian NAC siklus pertama menjadi alternatif sangat mungkin dilakukan. Dilihat dari mekanisme kerja NAC tersebut melalui proses apoptosis dengan caspse-3 sebagai effector excecutor , maka menarik untuk digali explore dan diungkap, untuk mengetahui seberapa besar peranan mRNA caspase-3 dan beserta produk akhir Indeks Apoptosis sebagai petanda biologi dengan titik tangkap pada tingkat terminal proses apoptosis dan seberapa kuat dapat memprediksi respon NAC pada penanganan LABC Burcombe, et al ., 2005; Sharma, et al., 2009. Beberapa penelitian tentang faktor - faktor terkait dengan proses apoptosis dilaporkan bahwa, jumlah apoptosis dan ekspresi Bcl-2, merupakan faktor prediktif respon NAC dengan regimen CAF CEF pada penderita LABC Manuaba, 2006. Sharma, et al., 2009, melaporkan penelitian awal tentang perubahan petanda biologi tumor Bcl-2 , Indek apoptosis dan caspase-3 terjadi 24 – 48 jam setelah pemberian NAC siklus I dan hasil perubahan tersebut cendrung dapat dipakai sebagai faktor memprediksi respon kemoterapi, tetapi secara statistik hasil tersebut masih perlu penelitian dengan jumlah sampel lebih besar. Penelitian lain melaporkan bahwa peningkatan Indek apoptosis pasca kemoterapi neoajuvan siklus pertama berhubungan dengan respon kemoterapi positif pada LABC Ali, et al., 2012 . 2. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kerangka berpikir Berdasarkan pada latar belakang dan kajian pustaka, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut : Locally Advanced Breast Cancer LABC dengan sifat dan prilaku karakteristik biologinya sulit diprediksi unpredictable , membutuhkan penanganan komprehensif dengan multimodalitas terapi. Namun demikian untuk mengoptimalkan peran bedah sebagai modalitas terapi utama pada penanganan LABC, neoajuvan kemoterapi NAC menjadi pilihan. Penanganan LABC sampai saat ini masih banyak hambatan untuk mencapai target terapi, khusus untuk kasus tidak respon dengan NAC. Banyak faktor berpengaruh terhadap ada atau tidak respon LABC terhadap pemberian NAC seperti : usia penderita, ukuran tumor, grading histologis, jenis histopatologi dan beberapa aspek biologi molekuler seperti : status reseptor estrogen ER, PR, ekspresi HER2neu, ekspresi faktor proliferasi Ki67, faktor angiogenesis VEGFVEGFR, p53, pro anti- apoptosis Bcl-2 dan BAX, berpengaruh terhadap respon NAC. Faktor – faktor tersebut dipakai untuk memprediksi respon terapi secara keseluruhan diperkirakan tidak lebih dari 29 mampu memprediksi respon kemoterapi dan tidak ada satupun diantaranya mampu memprediksi respon kemoterapi secara spesifik dan konsisten. Beberapa karakteristik biologi molekuler lain diperkirakan berpengaruh terhadap ada atau tidak respon NAC seperti kematian sel terprogram apoptosis , merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan jaringan atau organ normal. Proses apoptosis berperan penting dalam dinamika pertumbuhan tumor tumorigenesis dan termasuk respon terhadap berbagai modalitas terapi. Sehingga hal ini perlu untuk diamati tentang terjadinya perubahan-perubahan dalam mekanisme apoptosis selama pemberian kemoterapi pada LABC. Melihat perubahan-perubahan tersebut penting dipelajari dan dicermati, apakah dapat atau tidak dipakai untuk meramalkan adanya respon kemoterapi. Saat ini penelitian tentang petanda biologi lain, berhubungan dengan apoptosis menjadi hal memungkinkan dilakukan untuk menjawab kondisi tersebut seperti : mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis. Penelitian bidang biologi molekuler berkembang dengan pesat untuk membuktikan ekspresi beberapa petanda biologi berhubungan dengan respon NAC. Petanda biologi tersebut diharapkan dapat memprediksi respon atau resistensi pemberian NAC pada LABC. Hal ini penting oleh karena pada pasien tidak respon terhadap pemberian NAC , akan terjadi penundaan atau keterlambatan pemilihan modalitas pengobatan lain lebih tepat. Hal ini akan menyebabkan penanganan kasus – kasus LABC menjadi tidak adekuat dan akan berdampak terhadap masalah psiko-somatososial penderita.

2.2 Kerangka Konsep

Konsep penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.1 Gambar 2.1 Kerangka Konsep

2.3 Hipotesis Penelitian

Setelah menetapkan kerangka konsep, maka hipotesis penelitian disusun seperti di bawah ini: 1. Penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC. 2. Penurunan Indek apoptosis pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC.

3. METODE PENELITIAN