Penurunan Kadar mRNA Caspase 3 dan Indeks Apoptosis Pasca Kemoterapi Siklus Pertama Sebagai Resiko Respon Kemoterapi Negative pada Locally Advanced Breast Cancer.

(1)

RINGKASAN DISERTASI

PENURUNAN KADAR

mRNA

C

ASPASE-3

DAN

INDEKS

APOPTOSIS

PASCA KEMOTERAPI SIKLUS

PERTAMA SEBAGAI RISIKO RESPON

KEMOTERAPI NEGATIF PADA

LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

I KETUT WIDIANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014


(2)

RINGKASAN DISERTASI

PENURUNAN KADAR

mRNA

C

ASPASE-3

DAN

INDEK

APOPTOSIS

PASCA KEMOTERAPI SIKLUS

PERTAMA SEBAGAI RISIKO RESPON

KEMOTERAPI NEGATIF PADA

LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

I KETUT WIDIANA NIM : 1090271014

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

RINGKASAN DISERTASI

PENURUNAN KADAR mRNA CASPASE-3 DAN INDEK APOPTOSIS PASCA KEMOTERAPI SIKLUS PERTAMA SEBAGAI

RISIKO RESPON KEMOTERAPI NEGATIF PADA LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

Disertasi untuk memproleh gelar Doktor

Pada program Doktor, program studi ilmu Kedokteran, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KETUT WIDIANA NIM : 1090271014

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(4)

Lembar Persetujuan Promotor/Kopromotor

Promotor,

Prof. Dr. dr. IB. Tjakra Wibawa Manuaba, MPH., Sp.B(K)Onk NIP. 19480824 197503 1 002

Kopromotor I,

Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B., Sp.OT(K) NIP. 19480909 197903 1 002

Kopromotor II,

Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si NIP. 19570513 198601 1 001


(5)

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 26 Maret 2014

Panitia Penguji Disertasi,

Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

No : 0725/UM14.4/HK/2014, Tanggal : 19 Maret 2014

Ketua : Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phill

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. IB. Tjakra Wibawa Manuaba, MPH., Sp.B(K)Onk 2. Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B., Sp.OT(K)

3. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And 5. Prof. Dr. dr. AA. Raka Sudewi, Sp.S(K)

6. Prof. Dr. Mochammad Hatta, Sp.MK, Ph.D


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dan rasa terima kasih sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa - Tuhan Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugraha-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I.B. Tjakra Wibawa Manuaba, MPH., Sp.B(K)Onk., sebagai pembimbing utama, dengan sabar memberikan bimbingan serta dorongan penulis untuk mengikuti pendidikan doktor dan khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Begitu pula penghargaan dan rasa terima kasih penulis kepada Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B., Sp.OT(K)., sebagai pembimbing pertama, dengan penuh kesabaran dan tidak henti – hentinya memberikan semangat penulis untuk maju dan menyelesaikan tugas – tugas pendidikan doktor. Ungkapan rasa terima kasih sedalam - dalamnya kepada Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., sebagai pembimbing kedua, dengan sabar membimbing dan mendorong penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Demikian juga penghargaan dan rasa hormat kepada Prof. Dr. dr. J. Alex pangkahila, M.Sc., Sp.And., dengan penuh senyuman memberikan dukungan dan semangat penulis untuk maju dan berkarya lebih baik. Ucapan terima kasih sedalam - dalamnya kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., dengan kesibukannya sebagai direktur Pasca Sarjana, dengan tulus merelakan waktunya untuk memberi semangat dan mendorong penulis untuk maju terus dalam menyelesaikan pendidikan doktor ini. Begitu pula kepada Prof. Dr. Mochammad Hatta, SpMK., Ph.D., sengaja datang ke Bali untuk membimbing, memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini sekaligus membantu dalam pemeriksaan laboratorium, rasa terima kasih penulis sedalam - dalamnya. Terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof. Dr. dr. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phill., dengan semangat mamacu dan mendorong penulis untuk maju dan sekaligus membimbing serta masukan dalam analisis data. Demikian pula penghargaan sebesar - besarnya kepada Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si., Sp.MK(K)., dengan semangat luar biasa memberikan dorongan serta tuntunan penulis menyelesaikan pendidikan.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pada para penguji : Prof. Dr. dr. I.B. Tjakra Wibawa Manuaba, MPH., Sp.B(K)Onk., Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B., Sp.OT(K)., Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., Prof. Dr. dr. J. Alex pangkahila, M.Sc., Sp.And., Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., Prof. Dr. Mochammad Hatta, Sp.M.K., Ph.D., Prof Dr. dr. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phill., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si., Sp.MK(K)., telah banyak memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

Ungkapan yang sama kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor, di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih kepada Ibu Direktur Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., dan Bapak Ketua Program Doktor, Pasca Sarjana, Universitas Udayana, Dr. dr. Komang Bagus Satriyasa, M.Repro, atas kesempatan mengikuti program


(7)

Doktor pada Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana. Terima kasih juga kepada Bapak Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, telah mengijinkan penulis untuk mengikuti pendidikan doktor. Demikian juga ungkapan terima kasih penulis kepada Direktur Utama RS Sanglah beserta jajarannya, karena telah mengijinkan penulis untuk mengikuti penedidikan doktor serta mempergunakan fasilitas dan pasien Rumah Sakit Sanglah Denpasar untuk penelitian.

Rasa terima kasih penulis kepada Kepala dan Staf Bagian/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan doktor dan membebas tugaskan untuk sementara penulis dari tugas - tugas rutin di Bagian/SMF Ilmu Bedah. Demikian juga ungkapan terima kasih penulis sedalam - dalamnya kepada dr. Herman Saputra, Sp. PA dan stafnya, dengan tulus membantu penulis dalam pemeriksaan TUNEL. Rasa terima kasih khusus penulis tujukan kepada para senior penulis di Sub Bagian Bedah Onkologi, Prof. Dr. dr. I.B. Tjakra Wibawa Manuaba, MPH., Sp.B(K)Onk., dr. I. N.W. Steven Christian, Sp.B(K)Onk., dr. I. Wayan Sudarsa, Sp.B(K)Onk., dr. I Gede Budhi Setiawan, Sp.B(K)Onk., dr. Putu Anda Tusta Adiputra, Sp.B(K)Onk., dr. I.B. Made Suryawisesa, Sp.B(K)Onk., dr. I Nyoman Wawan Tirtha Yasa, Sp.B(K)Onk., dr. Ketut Suparna, Sp.B(K)Onk, atas dukungan serta dorongannya kepada penulis dalam penyelesaian tugas - tugas pendidikan doktor. Terima kasih juga penulis tujukan pada sekretaris Sub Bagian Bedah Onkologi, dan pegawai SMF Bedah : Ni Putu Ari Juliani, SE., dan Ni Nyoman Sri Budiantari, SE., telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan doktor ini.

Terima kasih pula penulis ucapkan kepada para trainee dan para residen bedah, telah banyak membantu mengumpulkan spesimen penelitian dan memberikan dorongan serta inspirasi kepada penulis. Penulis tidak lupa juga mengucapkan terima kasih sedalam - dalamnya kepada Guru - guru di SD No. 1 Bualu serta Guru - guru di kelas Pembangunan / KP Bualu (sedrajat Sekolah Menengah Pertama), tanpa jasa beliau - beliau ini penulis tidak dapat sampai menjangkau pendidikan tertinggi ini.

Rasa syukur dan sujud bakti penulis kepada mendiang ayahanda I Wayan Keser, beliau semasa hidupnya selalu berpesan kepada penulis untuk berbuat baik lebih banyak dan menginspirasi penulis tentang arti pentingnya pendidikan, demikian juga Ibunda Ni Made Deri, sampai saat ini beliau masih sabar memberikan nasehat serta tuntunan hidup kepada penulis. Kepada kakak - kakak dan adik - adik penulis yang berdomisili di Desa Bualu, terima kasih atas dorongan serta dukungan moralnya. Akhirnya kepada istri tercinta Ir. Ni Ketut Rai Karyati dan ananda tersayang dr. I Gede Tuban Eling Tulus Widiana, Ni Made Tuban Ening Widiana serta anak menantu Ayu Krishna Putri Paramita beserta cucunda tersayang I Gede Bagus Krishna Widiana Tuban, dengan penuh kesabaran memberikan dorongan semangat dan pengertian selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian disertasi ini, serta kepada penulis sekeluarga. Penulis menyadari


(8)

bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran demi keserpunaan tulisan ini sangat penulis harapkan. Semoga goresan di atas kertas putih ini bermanfaat adanya.

Denpasar, Maret 2014 Penulis


(9)

ABSTRAK

PENURUNAN KADAR mRNA CASPASE-3 DAN INDEKS APOPTOSIS PASCA KEMOTERAPI SIKLUS PERTAMA SEBAGAI

RISIKO RESPON KEMOTERAPI NEGATIF PADA LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan pada umumnya mengenai wanita. Sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Dunia dan menjadi penyebab kematian pada wanita nomor dua setelah kanker paru. Modalitas terapi utama adalah pembedahan, khusus pada LABC membutuhkan multimodalitas terapi seperti kemoterapi diberikan sebelum terapi utama. Respon kemoterapi didapatkan masih rendah dan untuk menilai respon kemoterapi belum ada petanda biologi tumor spesifik dan konsisten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis

sebagai risiko respon kemoterapi pada Locally Advanced Breast Cancer.

Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional kohort studi dengan subjek penelitian adalah Locally Advanced Breast Cancer dengan jumlah sampel 62 pasien. Uji Phi and Cramer’s V dipakai untuk mencari risiko relatif dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, dengan interval kepercayaan 95%. Dilakukan pemeriksaan mRNA caspase-3 dengan RT - PCR dan Indeks apoptosis

dengan TUNEL assa y. Dari 62 sampel diteliti didapatkan respon kemoterapi negatif 44 (70,96%) pasien dan respon kemoterapi positif 18 (29,03%) pasien, kadar mRNA caspase-3 menurun 37 (59,67%) pasien dan meningkat 25 (40,32%) pasien sedangkan Indeks apoptosis menurun 42 (67,74%) pasien dan meningkat 20 (32,25%) pasien.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan mRNA caspase-3

memiliki risiko relatif 4,7 kali terhadap penurunan respon neoajuvan kemoterapi bermakna pada Locally Advanced Breast Cancer ( p = 0,007; CI95% = 1,473 – 15,438) dan penurunan Indeks apoptosis memiliki risiko relatif 6,1 kali terhadap penurunan respon neoajuvan kemoterapi pada Locally Advanced Breast Cancer

bermakna (p = 0,002; CI 95% = 1,845 - 20,244).

Dapat disimpulkan bahwa penurunan mRNA caspase-3 dan Indeks

apoptosis pasca kemoterapi 24 jam siklus pertama merupakan faktor prediktor respon kemoterapi negatif pada LABC.

Kata kunci : mRNA caspase-3, Indeks apoptosis, Neoadjuvant Chemotherapy, Locally Advanced Breast Cancer dan Respon.


(10)

ABSTRACT

DECREASE OF mRNA CASPASE-3 AND APOPTOSIS INDEX LEVEL AFTER FIRST CHEMOTHERAPY CYCLE AS PREDICTORS FOR NEGATIVE CHEMOTHERAPY RESPONSE IN LOCALLY ADVANCED

BREAST CANCER

Breast cancer was a common malignancy found in women and was the second cause of cancer mortality in women after lung cancer worldwide. Surgery was still the main treatment modality in breast cancer, though neoadjuvant chemotherapy prior to surgery has been the mainstay of management protocol for Locally Advanced Breast Cancer (LABC). Several studies showed unsatisfactory chemotherapy response and there have been no specific and consistent markers for chemotherapy response in LABC. The purpose of this study was to determine the role of m-RNA Caspase-3 and Apoptosis Index as predictive factors for negative chemotherapy response in LABC.

This was an observational cohort study observing of 62 LABC patients.

Phi and Cramer’s V Test was applied to determine relative risk with α = 0.05 and confidence interval = 95% were considered significance. Reverse Transcription – Polymerase Chain Reaction was employed to determine the level of mRNA Caspase-3. TUNEL Assay was applied to determine the Apoptosis Index. From 62 samples, 44 samples (70.96%) showed negative chemotherapy response and 18 samples (29.03%) showed positive chemotherapy response. A decrease in mRNA Caspase-3 was observed in 37 samples (59.67%), while an increase in mRNA Caspase-3 was observed in 25 samples (40.32%). Apoptosis Index decrease was observed in 42 samples (67.74%) and was increased in 20 samples (32.25%).

Data analysis showed that patients with mRNA Caspase-3 decrease had 4.7 times relative risk for significant negative neoadjuvant chemotherapy response in LABC (p = 0.007; CI95% = 1.473 – 15.438) and patients with Apoptosis Index decrease had 6.1 times relative risk for significant negative neoadjuvant chemotherapy in LABC (p = 0.002; CI 95% = 1.845 – 20.244).

We concluded that mRNA Caspase-3 and Apoptosis Index level decrease within 24 hours after first cycle of neoadjuvant chemotherapy were significant predictive factors for negative neoadjuvant chemotherapy response in LABC. Keywords: mRNA Caspase-3, Apoptosis Index, Neoadjuvant Chemotherapy, Locally Advanced Breast Cancer, Chemotherapy Response.


(11)

RINGKASAN DISERTASI

PENURUNAN KADAR mRNA CASPASE-3 DAN INDEKS APOPTOSIS PASCA KEMOTERAPI SIKLUS PERTAMA SEBAGAI

RISIKO RESPON KEMOTERAPI NEGATIF PADA LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER

1. PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan pada umumnya mengenai wanita dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Dunia, baik dilihat dari aspek pencegahan maupun penanganannya. Angka kejadian kanker payudara terbanyak pada wanita dan menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua setelah kanker paru.

Di Uni Eropa tahun 2006, kanker payudara merupakan kasus keganasan terbanyak dengan angka kejadian 429.900 kasus baru dan satu juta wanita hidup menderita kanker payudara dengan angka kematian 100.000 pertahun. Di Amerika Serikat tahun 2006 angka kejadian 274.900 kasus baru, dengan angka kematian sekitar 40.970 wanita pertahun. Di ASEAN tahun 2008, kanker payudara merupakan kasus keganasan terbanyak diperkirakan 22% mengenai wanita dan 15% penyebab kematian oleh karena kanker. Di Negara maju, menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) angka kejadian kanker payudara stadium I dan II sekitar 75% - 80%, hal ini terjadi karena program skrining mammografi sudah berjalan dengan baik (Zager, et al., 2006; Abeloff, et al., 2008; Kwon, et al., 2010; Burstein, et al., 2011; Kimman, et al., 2012).

Kanker payudara stadium dini mempunyai ketahanan hidup lebih baik dengan angka kekambuhan lebih rendah dibandingkan dengan kanker payudara stadium lanjut lokal atau Locally Advanced Breast Cancer (LABC). Di Amerika Serikat angka kejadian LABC relatif rendah yaitu kurang dari 5% pada kelompok wanita aktif mengikuti program skrining secara berkala, sedangkan pada kelompok wanita tidak memiliki akses program skrining angka kejadian relatif tinggi yaitu sekitar 40% - 60%. Angka kejadian LABC di Negara berkembang tidak jauh berbeda seperti : India sekitar 50% - 70%, Negara Arab sekitar 60% - 80% dan diperkirakan 300.000 - 450.000 kasus baru pertahun di Dunia. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data rinci, diperkirakan angka kejadian lebih dari 50% kasus dan di Bali diperkirakan 76,3% kasus LABC (Lee and Newman, 2007; Hortobagyi, et al., 2010; Manuaba, 2010; Saghir, 2011).

Locally Advanced Breast Cancer adalah kelompok kanker payudara dengan heterogenitas tinggi, tumor primer berukuran besar dengan metastasis kelenjar getah bening dan tanpa bukti ada metastasis jauh. Sekitar 25% - 30% kasus inoperable (Lee and Newman, 2007; Sobin, et al., 2009; Kwon, et al.,

2010).

Modalitas terapi utama LABC adalah pembedahan namun dalam perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan paradigma pada awal tahun 1970, bahwa kanker payudara merupakan penyakit sistemik dengan ketahanan hidup


(12)

tergantung dari eradikasi mikrometastasis, maka perkembangan terapi multimodalitas kombinasi semakin dapat diterima. Terapi multimodalitas dengan tujuan sebagai kontrol loko-regional dan sistemik seperti kemoterapi, sudah menjadi pilihan dan standar terapi dalam penanganan LABC (Zager, et al.,2006; Hortobagyi, et al., 2010).

Neoadjuvan kemoterapi sebagai terapi standar pada LABC untuk membantu pembedahan perlu dioptimalkan. Namun demikian untuk mencapai tujuan tersebut terbukti, bahwa NAC dari berbagai uji klinis menunjukkan hasil dengan respon bervariasi. Rangkuman dari hasil penelitian prosfektif tentang pemberian terapi NAC pada LABC menunjukkan berbagai hasil seperti : Partial Response (PR) 50% - 98%, Complete Clinical Response (cCR) 5% - 52% dan

Pathological Complete Response (pCR) 4% - 28% (Dang and Hudis, 2010; Hortobagyi, et al., 2010).

Hasil penelitian klinis dilaporkan, bahwa respon NAC pada LABC menunjukkan hasil 39,4% pasien memberikan respon positif dan 60,6% respon negatif, itu berarti respon NAC untuk tujuan memperkecil ukuran tumor serta mengeradikasi sel tumor hanya 39,4% dari jumlah pasien diterapi, sedangkan 60,6% pasien lain ukuran tumor tetap atau tidak berubah (stable disease), bahkan bertambah besar (progressive disease) dan hal ini menjadi masalah besar dalam penanganan LABC(Manuaba, 2006).

Studi kohort dengan jumlah sampel 205 kasus LABC dengan terapi NAC berbasis anthracycline, menunjukkan 60% respon negatif dan 40% respon positif terdiri dari 12% respon klinis komplit (cCR), 28% respon klinis sebagain (cPR) dan 8% respon patologi komplit (pCR) (Alvarado-Cabrero, et al., 2009).

Penelitian klinis lain melaporkan bahwa, respon NAC berbasis

anthracycline pada LABC menunjukan hasil 60% - 90% respon positif dengan (cCR) sekitar 10% - 20% (Hortobagyi, et al., 2010). Tewari, et al., (2010) melaporkan bahwa, pemberian NAC pada LABC menunjukkan 78% respon positif (64% parsial respon dan 14% komplit respon klinis) dan 22% respon negatif sedangkan Gianni, et al., (2010) melaporkan bahwa, 74% respon positif dan 26% respon negatif dan penelitian lain dilaporkan 77,5% respon positif dan 22,5% respon negatif (Torrisi, et al., 2010).

Dampak penurunan respon terhadap pemberian NAC dapat mengurangi peranan bedah sebagai modalitas terapi utama dalam usaha meminimalkan dampak fisik dan psikologi penderita seperti pada pembedahan konservatif.

Pembedahan konservatif (BCT) bertujuan untuk mempertahankan organ atau estetika menjadi berkurang dan terjadi pengobatan berkepanjangan pada sebagian (40% - 50%) pasien (overtreatment). Pada sebagian pasien tidak respon terhadap pemberian NAC, terjadi penundaan atau keterlambatan pemilihan modalitas pengobatan lain lebih tepat dan akurat (underterament). Hal ini akan berpengaruh besar terhadap DFS atau OS, lebih dari 40% kasus dan dapat memberikan dampak dimana kemoterapi menjadi tidak efektif dan tidak efisien dengan morbiditas akibat efek samping kemoterapi. Seyogyanya hal tersebut dapat dihindari bila mampu memprediksi lebih awal tentang kemungkinan ada atau tidak respon tersebut. Sesungguhnya semua permasalahan diatas dapat diperhitungkan dan dikendalikan, bila pemeriksaan petanda biologi serta penilaian terhadap


(13)

perubahannya dilakukan secepat mungkin setelah pemberian NAC. Pertanda biologi tersebut diharapkan dapat memprediksi atau menilai resistensi dan respon kemoterapi, tanpa menunggu sampai pemberian NAC siklus penuh selesai (Hortobagyi, et al., 2010).

Beberapa petanda biologi berpengaruh terhadap respon NAC seperti : ekspresi HER2/neu, faktor proliferasi (Ki67), status hormonal (ER, PR), faktor angiogenesis (VEGF/VEGFR), p53, p21 dan komponen apoptosis (Bcl-2 dan BAX), namun secara keseluruhan diperkirakan tidak lebih dari 29% penanda biologi tersebut mampu memprediksi respon kemoterapi dan tidak ada satu pun diantaranya mampu memprediksi respon kemoterapi secara spesifik dan konsisten, hal ini diperkirakan karena data dilaporkan masih terbatas (Zager, et al., 2006; Abeloff, et al., 2008; Rastogi, et al., 2008; Biganzoli, 2009; Hortobagyi,

et al., 2010; Tewari, et al., 2010).

Petanda biologi lain berhubungan dengan kematian sel setelah diinduksi NAC seperti mRNA Caspase beserta produknya (enzim) berperan ditingkat terminal dalam proses kematian sel. Enzim proteases ini bekerja di dalam sitoplasma setelah sel tumor terpapar zat sitotoksik seperti : kemoterapi, radiasi dan zat sitotoksik lainnya. Khusus Caspase-3, salah satu dari enzim protease

diproduksi (translation) oleh mRNA Caspase-3 bekerja dengan titik tangkap pada tingkat terminal (down stream) pada proses apoptosis. Caspase-3 berperan sebagai kunci utama dalam mekanisme apoptosis cascade disebut effector / excecutor caspase dengan Indek apoptosis sebagai produk akhir (Dorsey, et al., 2008; Elstrom and Thompson, 2008).

Induksi apoptosis akibat kemoterapi terjadi setelah 4 - 8 jam dan peningkatan aktifitas apoptosis akan terjadi pada 24 - 48 jam setelah paparan. Suatu penelitian menyimpulkan, bahwa apoptosis meningkat pada hari ke 21 pasca kemoterapi dan secara bermakna menunjukkan respon kemoterapi positif. Ada kemungkinan bahwa pemeriksaan Indeks apoptosis pada hari ke 21 pasca kemoterapi sudah terlambat untuk menilai perubahan kejadian apoptosis, maka idealnya serial biopsi diperlukan untuk menganalisis akurasi perubahan kejadian

apoptosis selama pemberian kemoterapi, terutama pada kasus tidak respon. Serial biopsi secara realistas sulit dilakukan karena memberatkan penderita. Dengan demikian pemeriksaan pada 24 - 48 jam pertama setelah pemberian NAC siklus pertama menjadi alternatif sangat mungkin dilakukan. Dilihat dari mekanisme kerja NAC tersebut melalui proses apoptosis dengan caspse-3 sebagai effector / excecutor, maka menarik untuk digali (explore) dan diungkap, untuk mengetahui seberapa besar peranan mRNA caspase-3 dan beserta produk akhir (Indeks

Apoptosis) sebagai petanda biologi dengan titik tangkap pada tingkat terminal proses apoptosis dan seberapa kuat dapat memprediksi respon NAC pada penanganan LABC(Burcombe, et al., 2005; Sharma, et al., 2009).

Beberapa penelitian tentang faktor - faktor terkait dengan proses apoptosis

dilaporkan bahwa, jumlah apoptosis dan ekspresi Bcl-2, merupakan faktor prediktif respon NAC dengan regimen CAF / CEF pada penderita LABC (Manuaba, 2006). Sharma, et al., (2009), melaporkan penelitian awal tentang perubahan petanda biologi tumor (Bcl-2, Indek apoptosis dan caspase-3) terjadi 24 – 48 jam setelah pemberian NAC siklus I dan hasil perubahan tersebut


(14)

cendrung dapat dipakai sebagai faktor memprediksi respon kemoterapi, tetapi secara statistik hasil tersebut masih perlu penelitian dengan jumlah sampel lebih besar. Penelitian lain melaporkan bahwa peningkatan Indek apoptosis pasca kemoterapi neoajuvan siklus pertama berhubungan dengan respon kemoterapi positif pada LABC (Ali, et al., 2012).

2. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1Kerangka berpikir

Berdasarkan pada latar belakang dan kajian pustaka, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut :

Locally Advanced Breast Cancer (LABC) dengan sifat dan prilaku karakteristik biologinya sulit diprediksi (unpredictable), membutuhkan penanganan komprehensif dengan multimodalitas terapi. Namun demikian untuk mengoptimalkan peran bedah sebagai modalitas terapi utama pada penanganan LABC, neoajuvan kemoterapi (NAC) menjadi pilihan. Penanganan LABC sampai saat ini masih banyak hambatan untuk mencapai target terapi, khusus untuk kasus tidak respon dengan NAC. Banyak faktor berpengaruh terhadap ada atau tidak respon LABC terhadap pemberian NAC seperti : usia penderita, ukuran tumor,

grading histologis, jenis histopatologi dan beberapa aspek biologi molekuler seperti : status reseptor estrogen (ER, PR), ekspresi HER2/neu, ekspresi faktor proliferasi (Ki67), faktor angiogenesis (VEGF/VEGFR), p53, pro & anti-apoptosis (Bcl-2 dan BAX), berpengaruh terhadap respon NAC. Faktor – faktor tersebut dipakai untuk memprediksi respon terapisecara keseluruhan diperkirakan tidak lebih dari 29% mampu memprediksi respon kemoterapi dan tidak ada satupun diantaranya mampu memprediksi respon kemoterapi secara spesifik dan konsisten.

Beberapa karakteristik biologi molekuler lain diperkirakan berpengaruh terhadap ada atau tidak respon NAC seperti kematian sel terprogram (apoptosis), merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan jaringan atau organ normal. Proses apoptosis berperan penting dalam dinamika pertumbuhan tumor (tumorigenesis) dan termasuk respon terhadap berbagai modalitas terapi. Sehingga hal ini perlu untuk diamati tentang terjadinya perubahan-perubahan dalam mekanisme apoptosis selama pemberian kemoterapi pada LABC.

Melihat perubahan-perubahan tersebut penting dipelajari dan dicermati, apakah dapat atau tidak dipakai untuk meramalkan adanya respon kemoterapi. Saat ini penelitian tentang petanda biologi lain, berhubungan dengan apoptosis

menjadi hal memungkinkan dilakukan untuk menjawab kondisi tersebut seperti :

mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis. Penelitian bidang biologi molekuler berkembang dengan pesat untuk membuktikan ekspresi beberapa petanda biologi berhubungan dengan respon NAC. Petanda biologi tersebut diharapkan dapat memprediksi respon atau resistensi pemberian NACpadaLABC.

Hal ini penting oleh karena pada pasien tidak respon terhadap pemberian NAC, akan terjadi penundaan atau keterlambatan pemilihan modalitas pengobatan lain lebih tepat. Hal ini akan menyebabkan penanganan kasus – kasus LABC


(15)

menjadi tidak adekuat dan akan berdampak terhadap masalah psiko-somatososial penderita.

2.2Kerangka Konsep

Konsep penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

2.3Hipotesis Penelitian

Setelah menetapkan kerangka konsep, maka hipotesis penelitian disusun seperti di bawah ini:

1. Penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC.

2. Penurunan Indek apoptosis pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC.

3. METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini merupakan penelitian observasional (Longitudinal prospektif atau Kohort) dengan penderita LABC sebagai subjek penelitian dan memenuhi kriteria inklusi, dengan tujuan untuk membuktikan apakah kadar mRNA aaspase-3 dan Indek apoptosis menurun pasca NAC siklus pertama dapat sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada penderita LABC (Machin, et al., 2009).

- Kadar mRNA caspase-3 - Indek

apoptosis

Respon negatif - Kadar mRNA

caspase-3 - Indek apoptosis (Menurun)

Respon positif

K

E

M

O

T

E

R

A

P

I

- Umur

- Ukuran tumor - Tipe histologi

- Grading

- LVI

- TIL

- ER/PR

- HER-2

- P53

- Bcl-3 & Bax - BRACA-1, - 2

- Kadar mRNA caspase-3 - Indek apoptosis (Meningkat)

L A B C


(16)

Gambar 3.1

Bagan Rancangan Penelitian

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorrium Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Untuk menambah jumlah sampel, beberapa sampel diambil dari rumah sakit swasta sekitar Denpasar. Waktu penelitian dimulai pada September 2012 sampai jumlah sampel cukup.

3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah semua penderita LABCdatang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar atau Rumah Sakit swasta, dimana peneliti memberi pelayanan dan telah dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi. Sampel diteliti (intended sample) adalah semua penderita LABC memenuhi kriteria inklusi dan menyatakan kesediaan ikut aktif berpartisipasi dalam penelitian ini dan menanda tangani informed consent. Besaran sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Machin, et al., 2009).

Maka hasil dari perhitungan menurut rumus di atas adalah seperti di bawah ini. RR = (0,60/1) : (0,25/1) = 0,60 : 0,25 = 2,4

 = 0,05 2 = 1,96 (dua arah) P2 = 0,25

P1 = RR x P2 = 2,4 x 0,25 = 0,6

n1 = n 2 = 30 orang Total = 60 orang

Kadar mRNA caspase-3; Indek apoptosis

(menurun)

Kadar mRNA caspase-3; Indek apoptosis

(meningkat)

Respon negatif Respon negatif

Respon positif

Respon positif

L

A

B

C


(17)

3.3 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

- Kadar mRNA casapse-3

- Indek apoptosis

2. Variabel tergantung - Respon kemoterapi

3. Variabel Kendali atau Kontrol

- Aspek Klinis : umur penderita, diameter tumor primer

- Aspek Histopatologi : Gradinghistology, LVI, ER/PR, Her-2 dan p53 - Aspek Imunologi : Tumor Infiltrating Lymphocyte (TIL).

3.4Prosedur penelitian

3.5Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan serangkaian tahapan analisis data sebagai berikut :

a. Analisis deskriptif, bertujuan untuk mengetahui menggambarkan karakteristik masing - masing subjek penelitian.

b. Analisis dengan uji t-paired untuk mengetahui adanya perbedaan kadar mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis pre dan pasca kemoterapi.

c. Analisis korelasi Phi and Cramer’s V. dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variable tergantung dengan cara mengubah data numeric menjadi data kategorikal (nominal dan nominal).

d. Kontruksi regresi linier untuk memprediksi penurunan Indeks apoptosis dari penurunan kadar mRNA caspase-3 dengan mempergunakan analisis regresi linier sederhana mengingat data kedua parameter didapat adalah data numerik.

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sugjek Penelitian

Dari 66 orang responden penelitian 4 (6,06%) orang diantaranya drop out,

dan 62 orang mengikuti penelitian hingga selesai. Usia responden antara 24 tahun sampai dengan 70 tahun (rata - rata, 46,16 ± 10,42) dengan status menstruasi 43

- Kriteria inklusi - Informed consent

Respon Kemoterapi

CORE BIOPSY

- Kadar mRNA

caspase-3 - Indek apoptosis

N A C S I K L U S 1

- Kadar mRNA

caspase-3

- Indeks apoptosis

L A B C

N A C S I K L U S 2 & 3


(18)

(69,35%) pasien premenopause dan 19 (30,64%) posmenopause sedangkan ukuran tumor antara 3 cm sampai dengan 20 cm (rata - rata, 8.66 ± 4.26).

Tabel 4.1

Data Karakteristik Subjek Penelitian Kohort 62 Pasien LABC

Parameter Karakteristik

Umur (tahun) < 35 35 - 40 41 – 50 51 – 60 >60

Status menstruasi Pre

Pos

46,16±10,42 8 (12,90%) 12 (19,35%) 20 (32,25%) 11 (17,74%) 11 (17,74%)

43(69,35%) 19(30,64%)

Diameter tumor (cm) 8,66±4,06

Tipe histologi

IDC 61(98,38%)

ILC 1(1,61%)

Grade

I 6(9,67%)

II 18(29,03%)

III 38(61,29%)

4.2 Respon LABC Terhadap Neoajuvan Kemoterapi / NAC Respon terhadap pemberian kemoterapi

Respon 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45

No Response Response

K a s u s

70,96%


(19)

Gambar 4.1

Respon LABC terhadap neoajuvan kemoterapi / NAC (n = 62).

Pada Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa dari 62 sampel ikut sampai akhir penelitian, dapat dijelaskan bahwa setelah diberikan 3 siklus neoajuvan kemoterapi dijumpai 44 (70,96%) pasien LABC tidak respon terhadap neoajuvan kemoterapi / NAC dan 18 (29,03%) pasien LABC dengan respon terhadap neoajuvan kemoterapi / NAC.

Gambar 4.2

Tipe Respon LABC terhadap neoadjuvan Kemoterapi: PR;cCR; pCR Pada Gambar 4.2 di atas menunjukkan tipe respon kemoterapi, dimana dari 18 pasien respon terhadap neoajuvan kemoterapi / NAC, dijumpai parsial respon / PR sebanyak 16 pasien (25,80%) sedangkan respon komplit secara klinis / cCR (complete clinical respone) dijumpai sebanyak 2 (3,23%) pasien, semua pasien dengan respon komplit secara klinis / cCR, kemudian secara histopatologi dinyatakan dengan respon komplit secara histopatologi / pCR (complete pathological respone).

4.3Penurunan Kadar mRNA caspase-3 dan Korelasinya dengan Risiko Respon Kemoterapi

Untuk mendapatkan data penurunan kadar mRNA caspase-3 pada semua pasien LABC diteliti, maka dilakukan pengukuran kadar mRNA caspase-3

prekemoterapi dan pasca kemoterapi. Datanya disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2

Data Rata-rata Penurunan Kadar mRNA caspase-3 pasien LABC

Parameter pre pasca p**

mRNA caspase-3 (pg/mL) 12,51±3,03 11,64±3,13 0,611

p* 0,064 0,084

Penurunan kadar mRNA

Tipe respon positif terhadap kemoterapi

0 5 10 15 20

PR cCR & pCR

25,80%

Respon

25,80%

3,23%

25,80%

3,23% K

a s u s


(20)

caspase-3 (pg/mL) 0,87±1,96 *signifikan untuk distribusi normal (p > 0,05)

**signifikan untuk homogenitas varian (p > 0,05)

Data pada Tabel 4.2 dianalisis dengan uji t-paired untuk mengetahui adanya perbedaan kadar mRNA caspase-3 prekemoterapi dan pasca kemoterapi. Hasil uji t-paired menunjukkan bahwa data di atas berdistribusi normal serta homogen dan terjadi perbedaan bermakna dengan penurunan sebesar 0,87±1,96 pg/mL, itu ditunjukkan dengan nilai p < 0,05. Hasil analisis secara menyeluruh disajikan pada Lampiran-5.

Untuk mencari penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian neoajuvan kemoterapi / NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC dilakukan analisis korelasi Phi and Cramer’s V. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah data penurunan kadar mRNA caspase-3 kebentuk data kategorikal (naik dan turun). Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian NACsiklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC

Parameter respon Total

negatif positif

penurunan turun 31 6 37

naik 13 12 25

Total 44 18 62

p = 0,007; RR = 4,769; CI95% (1,473 – 15,438).

Hasil analisis korelasi Phi and Cramer’s V menunjukkan bahwa penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian neoajuvan kemoterapi / NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC ditunjukkan dengan nilai r = 0,343 dan signifikan pada nilai p = 0,007. Nilai Risiko Relatif (RR) didapatkan sebesar 4,769 dengan nilai CI 95% (1,473 - 15,438).

4.3Penurunan Indeks apoptosis dan Korelasinya dengan Risiko Respon Kemoterapi

Untuk mendapatkan data penurunan Indeks apoptosis pada semua pasien LABC diteliti, maka dilakukan pengukuran Indeks apoptosis pre dan pasca kemoterapi . Datanya disajikan pada Tabel 4.4

Tabel 4.4

Data Rata-rata Penurunan Indeks Apoptosis pasien LABC

Parameter pre pasca p**

Indeks apoptosis 148,55/000±102,78/000 106,29/000±128,91/000 0,830

p* 0,064 0,068

Penurunan indeks

apoptosis 42,26/000±122,53/000


(21)

**signifikan untuk homogenitas varian (p > 0,05)

Data pada Tabel 4.4 dianalisis dengan uji t-paired untuk mengetahui adanya perbedaan Indeks apoptosis pre dan pasca kemoterapi. Hasil uji t-paired

menunjukkan bahwa data di atas berdistribusi normal serta homogen dan terjadi perbedaan bermakna (penurunan sebesar 42,26/000±122,53/000) ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.

Untuk mencari penurunan Indeks apoptosis pasca pemberian NACsiklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC dilakukan analisis korelasi

Phi and Cramer’s V. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah data penurunan Indeks apoptosis kebentuk data kategorikal (naik dan turun).

Tabel 4.5

Indeks apoptosis menurun pasca pemberian NACsiklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC

Parameter respon Total

negatif positif

penurunan turun 35 7 42

naik 9 11 20

Total 44 18 62

p = 0,002; RR = 6,111; CI 95% (1,845 - 20,244).

Hasil analisis korelasi Phi and Cramer’s V menunjukkan bahwa penurunan Indeks apoptosis pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC ditunjukkan dengan nilai r = 0,395 dan signifikan pada nilai p = 0,002. Nilai Risiko Relatif (RR) didapatkan sebesar 6,111 dengan nilai CI 95% (1,845 - 20,244).

4.4Konstruksi Regresi Linier untuk Memprediksi Penurunan Indeks apoptosis dari Penurunan Kadar mRNA caspase-3 pada Pasien LABC

Untuk mengkonstruksi suatu model penetapan penurunan kadar mRNA caspase-3 untuk dapat digunakan memprediksi penurunan Indeks apoptosis

dilakukan regresi linier antara kedua parameter tersebut. Dalam hal ini dilakukan analisis regresi linier sederhana mengingat data kedua parameter didapat adalah data numerik. Prasarat dapat dilakukan analisis linier adalah antara kedua parameter diuji terdapat korelasi dengan nilai r = 0,012 (Lampiran 5). Hasil analisis regresi linier disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 4.6

Hasil Analisis Regresi Linier antara Kadar mRNA Caspase-3 dengan Indeks

Apoptosis

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t p

B Std. Error Beta


(22)

selisisih -4.109 8.049 -.066 -.510 .012 a. Dependent Variable: selisishapop

Dari Tabel 5.6 dapat dibuat persamaan regresi liniernya, sebagai berikut:

Hasil Analisis regresi linier antara kadar mRNA caspase-3 dengan Indeks

apoptosis terdapat korelasi dengan nilai r = 0,012. Data ini menunjukkan bahwa penurunan Indeks apoptosis pasca pemberian neoajuvan kemoterapi siklus pertama berhubungan linier dengan penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian neoajuvan kemoterapi siklus pertama pada LABC ditunjukkan dengan nilai r = 0, 012. Berdasarkan data analisis regresi linier tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa, penurunan mRNA caspase-3 berkorelasi dengan penurunan caspase-3 atau dapat dikatakan berkorelasi dengan penurunan

apoptosis (Indeks apoptosis).

5. PEMBAHASAN 5.1Data Deskriptif

Data sampel penelitian ini menunjukkan kisaran umur antara 24 tahun sampai dengan 70 tahun dengan rata – rata umur 46,16 ± 10,42 tahun. Rentangan umur kurang dari 35 tahun 12,90%, umur antara 35 - 40 tahun 19,35%, umur 41 – 50 tahun 32,25%, umur 51 - 60 tahun 17,74% dan diatas 60 tahun 17,74%, data di atas menunjukkan bahwa, rentangan usia antara 35 tahun sampai dengan 50 tahun berkisar 51,40% dan menempati prosentase relatif tinggi. Kalau ditinjau dari ukuran tumor pada sampel penelitian ini berkisar antara 3 cm sampai dengan 20 cm dengan rata – rata ukuran tumor sebesar 8,66 cm. Melihat data tersebut antara umur 35 tahun sampai dengan 50 tahun merupakan insiden tertinggi dengan status menstruasi yaitu premenopause 69,35% dan posmenopause 30,64% itu menandakan angka kejadian pasien LABC pada usia lebih muda pada penelitian ini. Dikonfirmasi dengan laporan hasil penelitian dari Tewari, et al., (2010), menunjukkan angka tidak jauh berbeda dimana rata - rata umur pasien LABC kisaran 47,8 tahun dengan rata - rata ukuran tumor 6,8 cm, 2 cm relatif lebih kecil dibandingkan dengan data penelitian ini yaitu 8,66 cm. Kalau merujuk dari data dilaporkan Sharma, et al., (2009), melaporkan rata – rata umur 51±8.4 tahun, maka data umur pada penelitian ini menunjukkan usia relative lebih muda dengan ukuran tumor relative lebih besar.

5.2Respon LABC Terhadap Neoajuvan Kemoterapi / NAC

Pengamatan tentang respon kemoterapi pada penelitian ini menunjukkan angka 29,03% pasien memberikan respon positif terhadap NAC dan angka ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian dilakukan Manuaba, (2006), bahwa hasil penelitiannya dengan respon kemoterapi positif 39,4% terhadap NAC pada pasien LABC dan itu berarti respon NACuntuk tujuan memperkecil ukuran tumor serta mengeradikasi sel tumor pada penelitian ini hanya terjadi 29,03% dari jumlah pasien diterapi, 10% lebih rendah dari hasil didapat pada kepustakaan


(23)

dilaporkan Manuaba (2006), sedangkan 70,96% pasien lain tidak respon terhadap NAC dengan ukuran tumor tetap atau tidak berubah (stable disease), bahkan bertambah besar (progressive disease) dan hal ini menjadi masalah besar dalam penanganan LABC, dimana akan terjadi sebagian pasien mendapatkan terapi berlebihan (overtreatment) dan sebagain pasien lainnya mendapatkan terapi dibawah standar (undertreatment) dan bahkan terjadi keterlambatan serta kehilangan kesempatan dalam pemilihan terapi lanjutan. Dilihat dari aspek ekonomi dan psiko - somatososial, maka permasalahan tersebut di atas berdampak buruk terhadap pasien dan dapat menyebabkan kepatuhan pasien terhadap aturan terapi berkurang. Kondisi seperti ini seyogyanya bisa dicegah dengan penemuan faktor – faktor dapat memprediksi respon neoajuvan kemoterapi lebih awal.

Melihat data hasil penelitian dari sumber kepustakaan lain, seperti apa dilaporkan oleh Hortobagyi, et al., (2010), menunjukkan kisaran angka antara 60% sampai dengan 90% pasien LABC memberikan respon kemoterapi positif terhadap NAC sedangkan dikonfirmasi dengan hasil penelitian dilaporkan Tewari,

et al., (2010), mengatakan bahwa, dengan pemberian NAC pada pasien LABC menunjukkan angka 78% pasien memberikan respon kemoterapi positif terdiri atas 64% parsial respon / PR dan 14% komplit respon klinis / cCR. Gianni, et al., (2010), meneliti tentang respon terhadap kemoterapi pada pasien LABC memperlihatkan hasil, dimana respon terhadap NAC pada pasien LABC sekitar 74% pasien memberikan respon kemoterapi positif sedangkan penelitian Torrisi,

et al., (2010), melaporkan hasil 77,5% pasien memberikan respon kemoterapi positif.

Data di atas menunjukkan rentangan perbedaan respon kemoterapi dengan data penelitian ini kisaran 20% – 30% sedangkan tipe respon neoajuvan kemoterapi pada penelitian ini dari 18 pasien dijumpai parsial respon / PR sebanyak 16 pasien (25,80%) dan respon komplit secara klinis / cCR (complete clinical respone) dijumpai sebanyak 2 (3,23%) pasien, termasuk respon komplit secara histopatologi / pCR (complete pathological respone). Data pada penelitian ini, khususnya mengenai respon komplit secara histopatologi didapatkan 3,23%, itu menunjukkan angka relative lebih rendah dibandingkan dengan data didapat pada penelitian dilakukan oleh Alvarado-Cabrero, et al., (2009) yaitu 8% respon komplit secara histopatologi (pCR) sedangkan peneliti lain melaporkan kisaran 14% respon komplit secara patologi (pCR) (Tewari, et al., 2010).

Data tentang respon kemoterapi pada Gambar 5.1 penelitian ini, memperlihatkan perbedaan angka cukup tinggi bila dibandingkan dengan data respon kemoterapi dari sumber kepustakaan lain. Perbedaan respon kemoterapi pada penanganan LABC sangat mungkin berhubungan dengan ukuran tumor relatif besar dan usia lebih muda dengan prilaku sel tumor khususnya pada LABC sampai saat ini belum sepenuhnya dapat diprediksi (unpredictable) (Viale, 2011). Pada kepustakaan mengatakan bahwa, pengaruh ukuran tumor terhadap respon kemoterapi belum ada kata sepakat atau masih merupakan pro dan kontra, namun demikian Tewari, et a.l, (2008), telah melaporkan hasil dari data review penelitian menjelaskan, bahwa semakin besar ukuran tumor semakin kurang respon terhadap kemoterapi bila dibandingkan dengan ukuran tumor lebih kecil. Berdasarkan data dari hasil penelitian Manuaba, (2006), hubungan volume atau diameter tumor dan


(24)

respon terhadap neoajuvan kemoterapi tidak menunjukkan adanya hubungan bermakna atau tidak dapat menunjukkan pengaruh volume tumor terhadap respon kemoterapi.

Berbagai laporan penelitian tentang petanda biologi pada usia muda menjelaskan bahwa, petanda biologi pada usia muda relative sama bila dibandingkan dengan pada usia tua, tetapi sifat dan petanda biologi molekular kanker payudara pada usia muda lebih agresif dan memiliki status reseptor estrogen negative lebih tinggi dan grading histologi tinggi. Beberapa status petanda biologi molekular unik ditampilkan pada usia muda seperti : BRCA-1, -2 mutasi, tumor supresor gen p53 mutasi, Her-2 overekpresi, reseptor estrogen (ER/PR) negative, LVI (lymphovascular invasion) meningkat dan Ki-67

overekpresi, kondisi ini sering dihubungkan dengan respon kurang terhadap kemoterapi (DeMore, 2006; Evans, et al., 2006).

5.3Penurunan Kadar mRNA caspase-3 dan Korelasinya dengan Risiko Respon Kemoterapi

Kejadian apoptosis begitu penting sehingga proses ini dipertahankan mulai organisme tingkat paling rendah sampai tingkat tinggi. Apoptosis merupakan proses aktif dalam mekanisme kematian sel terprogram, bersifat fisiologi dan melibatkan berbagai macam molekul protein dengan berbagai perubahan kimiawi dan fisika. Terjadi secara bertahap dan terorganisasi dengan rapi, termasuk perubahan-perubahan pada membrane sel, sitoplasma, inti sel, dan berakhir dengan kematian sel. Kematian sel terprogram atau apoptosis merupakan peristiwa dikontrol sangat ketat sebagai mekanisme sel tubuh untuk mempertahankan keseimbangan antara sel tumbuh dengan sel mati atau disebut homeostasis (Vermeulen, et al., 2005).

Berdasarkan data pada table 4.3 di atas, mengatakan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca pemberian NAC siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC ditunjukkan dengan nilai p = 0,007. Jadi peranan caspase-3 sebagai eksekutor pada proses

apoptosis akibat paparan kemoterapi atau zat sitotoksik lainnya sangat diperlukan. mRNA caspase-3 merupakan gen aktif mentranslasi enzim caspase-3,

dengan penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca kemoterapi siklus pertama mencerminkan hubungan linier terhadap penurunan enzim caspase-3 atau dapat dikatakan peningkatan kadar mRNA caspase-3 berpotensi linier dengan peningkatan ekpresi enzim caspase-3. Hal tersebut diatas dapat dilihat dengan adanya perbedaan penurunan kadar mRNA caspase-3 prekemoterapi dan pasca kemoterapi setelah dianalisis dengan diuji statistik (uji t-paired) menunjukkan penurunan dengan perbedaan bermakna sebesar 0,87±1,96 pg/mL, ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.

Beberapa kepustakaan atau sumber penelitian mendukung penelitian tersebut di atas seperti dilakukan oleh Parton, et al., (2002), tentang penelitian ekperimen in vivo multi senter (London, California dan Tokyo) untuk melihat hubungan antara komponen penting sebagai kunci utama dalam mekanisme

apoptosis pada kanker payudara dengan pemberian sebelum dan 24 jam setelah induksi kemoterapi menunjukkan bahwa hubungan antara komponen apoptosis


(25)

(active caspase-3) dan komponen proliferasi (expression of inhibitor of apopoptosis protein / XIAP), 24 jam setelah induksi kemoterapi secara signifikan memperlihatkan peningkatkan apoptosis dan penurunan proliferasi. Jadi simpulan dari penelitian Parton, et al., tahun 2002 tesebut mengatakan bahwa, induksi kemoterapi dapat menginduksi proses apoptosis melalui peningkatan aktivasi Bax dan aktivasi caspase-3 memecah substrat protein DFF-40 dan kemudian terjadi proses fragmentasi DNA dalam inti. Merujuk dari penelitian Parton, et al., tahun 2002, menunjukkan adanya kesamaan dengan penelitian ini.

Caspase-3 sebagai eksekutor atau efektor pada proses apoptosis berperan penting untuk dapat menilai respon atau resistensi suatu sel terhadap kemoterapi atau zat sitotoksik. Melihat dari potensi caspase-3 tersebut di atas, Devarajan, et al., (2002), meneliti tentang pengaturan ulang (down regulation) caspase-3

dengan mempergunakan kultur sel (cell line) dari kanker payudara (MCF-7) dan menujukkan bahwa, defisiensi ekpresi caspase-3 berpengaruh terhadap proses

apoptosis sebagai respon kemoterapi (doxorubicin) dan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan sel tumor, sedangkan hasil dari penelitian Vegran, et al. (2006), mengatakan bahwa, fungsi antagonis di antara dua transkripsi caspase-3

dengan ratio tingkat ekpresinya menentukan LABC mana lebih menguntungkan terhadap pemberian NAC dengan komponen cyclophosphamide. Merujuk dari hasil kedua penelitian di atas seperti: Devarajan, et al., dikerjakan pada tahun 2002 silam dan Vegran, et al., pada tahun 2006 lalu, memperlihatkan gambaran hasil sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana caspase-3 sebagai caspase

eksekutor pada proses apoptosis, memegang peranan penting sebagai eksekutor kematian sel setelah diinduksi dengan kemoterapi.

Yang, et al. (2007), melakukan penelitian pada kultur sel (MCF-7 & MDA-MB-231 cells) untuk melihat peranan caspase-3 dalam mekanisme kematian sel oleh karena paparan genistein (soy isoflavone) sebagai anti kanker melaporkan bahwa, aktivasi caspase-3 sangat menentukan dalam proses apoptosis

pada kultur sel dengan status reseptor estrogen. Studi ini dikatakan memiliki relevansi klinis dimana kejadian pengaturan caspase-3 pada jaringan kanker payudara dan kultur sel pada umumnya menurun (downregulation). Mengamati hasil penelitian dikerjakan Yang, et al. tersebut, dilakukan pada tahun 2007 silam, menunjukkan hasil sejalan dengan hasil penelitian ini, meskipun penelitian tersebut mempergunakan sel kultur sebagai subjek penelitian, yaitu caspase-3

sebagai caspase eksekutor pada proses kematian sel atau apoptosis aktifitasnya menentukan sebagai eksekutor. Sedangkan Nigam, et al., (2008), mengadakan penelitian klinik multi senter fase III terhadap Cenchroman (CC) sebagai kandidat obat anti kanker payudara pada stadium III / IV. Sebagai anti kanker, CC memediasi terjadinya apoptosis pada kultur sel kanker payudara (MCF-7 dan MDA MB-231) dengan status estrogen reseptor positif / negatif dan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan mempergunakan tamoxifen pada sel kultur kanker payudara (MCF-7) dengan status reseptor estrogen positif sebagai kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa, CC menginduksi apoptosis

melalui caspase pada sel kultur (cell line) tanpa melihat status reseptor estrogen sama dengan tamoxifen sebagai anti kanker. Walaupun penelitian dilakukan Nigam, et al., pada tahun 2008 tersebut mempergunakan sel kultur, menunjukkan


(26)

hasil senada dengan hasil penelitian uji klinis ini yaitu bahwa dalam mekanisme kematian sel atau apoptosis melibatkan peranan caspase, meskipun tidak menyebutkan caspase mana berperan secara spesifik.

Cappellini, et al., (2009), meneliti pada cell line kanker payudara (MCF7) untuk membuktikan peranan caspase-3 pada proses apoptosis mempergunakan roscovitine sebagai penghambat cyclin-dependent kinase (cyclin-dependent kinase inhibitors) dan sangivamycine suatu nucleoside analog dapat menginduksi

apoptosis pada sel kanker payudara tergantung pada caspase-3 melalui pemecahan P-glycoprotein (P-glycoprotein cleavage). Penelitian tersebut membuktikan bahwa caspase-3 berperan penting dan satu – satunya caspase

bertanggung jawab atas terjadinya pemecahan P-glycoprotein in vivo dan juga sebagai molekul kecil dimana dapat dipakai sebagai terapi efektif pada kanker mengekpresikan P-glycoprotein. Mengacu kepada hasil penelitian dari Cappellini, et al., pada tahun 2009, memperkuat hasil penelitian uji klinis ini yaitu caspase-3 sebagai caspase eksekutor memainkan peranan penting pada proses kematian sel terprogram atau apoposis. Vegran, et al., (2011), meneliti dengan menggunakan sel kultur MCF-7 dan HBL100 sel kanker payudara melaporkan bahwa, caspases-3 isoform (caspases-3s) merupakan varian caspases-3 (alternative splicing of caspases pre-mRNA) berfungsi antagonis terhadap

caspases-3 sebagai eksekutor apoptosis dengan cara menghambat apoptosome. Ekspresi berlebihan caspases-3s pada sel kultur menghambat kerja kemoterapi (etoposide dan MTX ) sehubungan dengan terjadinya proses apoptosis

(chemotherapy-induced apoptosis). Merujuk dari penelitian Vegran, et al., tahun 2011 tersebut menunjukkan, bahwa peranan caspase-3 sebagai eksekutor pada proses kematian sel terprogram atau apoptosis kerjanya diambat oleh karena adanya caspase-3 isoform (caspase-3s), hal senada tampak pada penelitian ini, dimana sebagain dari caspase-3 tidak menunjukkan fungsinya sebagai eksekutor dengan baik hal tersebut kemungkinan juga disebabkan oleh adanya ekpresi

caspase-3 isoform (caspase-3s), tidak termasuk dalam ranah penelitian ini.

Penelitian eksperimen dilakukan oleh Petanidis, et al., (2013), tentang cadmium (Cd) yaitu suatu logam berat telah diketahui bersifat sebagai karsinogen pada sel kultur (cell lines) kanker payudara (MCF-7), kemudian zat aktif ini dihubungkan dengan terjadinya transformasi sel dan metastasis. Hasilnya memperlihatkan bahwa cadmium, memiliki efek stimuli signifikan terhadap ekspresi gen H-ras disertai dengan peningkatan aktifitas caspase-3 pada proses

apoptosis pada dosis cadmium dengan kisaran 100 – 1000 nM. Akhir dari penelitian menunjukkan hasil bahwa, terjadi penurunan proliferasi MCF-7. Kesimpulan dari penelitian Petanidis, et al., pada 2013 tersebut diatas mengatakan, bahwa cadmium suatu logam berat sebagai karsinogen memicu aktifitas caspase-3 sebagai eksekutor terhadap kematian sel terprogram atau

apoptosis setelah terpapar logam berat sedangkan pada penelitian ini tampak sejalan, dimana caspase-3 mempunyai hubungan signifikan dengan proses kematian sel terprogram atau apoptosis sel kanker payudara stadium lanjut lokal atau LABC setelah diberikan neoajuvan kemoterapi.

Peranan B-sel lymphoma-2 / Bcl-2 family, caspases family dan p53 sudah lama dikenal sebagai pengatur kematian sel terprogram atau apoptosis, namun


(27)

demikian peranan masing – masing caspase-9, -3 dan -7, sampai saat ini masih diperbincangkan. Berdasarkan asumsi tersebut diatas, Brentnall, et al., (2013), meneliti tentang peranan masing – masing caspase-3, -9 dan -7 selama proses jalur intrinsik apoptosis berlangsung. Hasil pengamatan terhadap penelitiannya tersebut mengatakan bahwa, ketiga caspase tersebut masing –masing mempunyai peranan berbeda - beda, dimana caspase-9 sebagai caspase inisiator cendrung berperan dalam perubahan morfologi mitochondria dan aktif terjadi setelah pelepasan cytcrome-c sebagai aktifaktor efektor caspase dan Bid menjadi tBid serta berperan pada proses pembentukkan reactive oxygen species / ROS, sedangkan caspase-7 dikenal sebagai caspase efektor tidak nampak terlibat pada kematian sel namun diperlukan untuk pelepasan sel apoptosis (apoptotic cells detachment). Sedangkan caspase-3 secara spesifik berperan sebagai eksekusi sel pada apoptosis setelah diaktivasi oleh caspase-9 dan fungsi lain caspase-3 sebagai penghambat produksi reactive oxygen species / ROS. Jadi pada penelitian dikejakan Brentnall, et al., pada tahun 2013, membuktikan bahwa caspase-3

merupakan caspase-3 eksekutor pada proses apoptosis seperti apa terlihat pada penelitian ini bahwa fungsi caspase-3 tampak berperan sebagai caspase eksekutor pada proses apoptosis sel kanker payudara stadium lanjut lokal atau LABC setelah terinduksi dengan neoajuvan kemoterapi.

5.4Penurunan Indeks apoptosis dan Korelasinya dengan Risiko Respon Kemoterapi

Melihat data pada table 4.5 diatas mengatakan, hasil penelitian ini berdasarkan atas analisis korelasi Phi and Cramer’s V menunjukkan bahwa indeks

apoptosis menurun pasca pemberian NAC 24 jam siklus pertama sebagai risiko respon kemoterapi negatif pada LABC ditunjukkan dengan nilai p = 0,002. Jadi penurunan Indeks apoptosis memiliki korelasi dengan respon neoajuvan kemoterapi negative pada pasien LABC. Penurunan kadar mRNA caspase-3 pasca kemoterapi siklus pertama mencerminkan hubungan linier terhadap penurunan enzim caspase-3 atau apoptosis. Hal tersebut diatas dapat dilihat dengan adanya perbedaan penurunan Indek apoptosis dengan penurunan mRNA caspase-3

ditunjukkan pada analisis regresi linier sederhana.

Beberapa sumber data hasil penelitian mendukung penelitian ini seperti dilakukan oleh Manuaba, (2006), suatu penelitian klinis dengan subjek LABC tuntuk mengetahui tentang faktor-faktor berkaitan dengan proses apoptosis

dihubungkan dengan respon kemoterapi. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa jumlah apoptosis dan ekspresi Bcl-2, merupakan faktor prediktor respon LABC pada pemberian kemoterapi kombinasi regimen CAF / CEF. Millen, et al. (2006), penelitian pada binatang coba dan kultur sel kanker payudara dengan pemberian tamoxifen untuk melihat Indeks apoptosis. Hasil pengamatannya mengatakan bahwa Indeks apoptosis meningkat 48 jam setelah terapi dengan tamoxifen dan penelitian ini perlu dilakukan uji klinis pada manusia untuk mendapatkan petanda biologi tumor lebih awal sebagai pegangan terapi.

Dukungan terhadap penelitian ini tampak pula pada hasil penelitian dilakukan Tiezzi, et al., (2006) yaitu penelitian tentang hubungan antara tingkat kejadian apoptosis, melalui penilaian Indeks apoptosis (AI), mutasi p53 dan


(28)

ekpresi Bcl-2 setelah pemberian neoajuvant kemoterapi dengan respon klinis pada LABC. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa adanya korelasi antara kenaikan Indeks apoptosis dengan respon klinis setelah pemberian neoajuvan kemoterapi. Begitu juga pada penelitian dilakukan Sharma, et al, (2008), penelitian awal tentang perubahan petanda biologi tumor (Bcl-2, Indeks apoptosis dan caspase-3) terjadi 24 – 48 jam setelah pemberian NAC siklus pertama dan hasil perubahan tersebut cendrung dapat dipakai sebagai faktor memprediksi respon kemoterapi, tetapi secara statistik hasil tersebut masih perlu penelitian dengan jumlah sampel lebih besar. Sedangkan Ali, et al. (2011), telah melakukan penelitian longitudinal prospektif sejalan dengan penelitian ini dengan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa peningkatan Indeks apoptosis 24 jam pasca neoajuvan kemoterapi kombinasi siklus pertama pada karsinoma mama lanjut lokal terbukti berhubungan dengan respon kemoterapi positif.

Merujuk dari hasil pengamatan penelitian ini, kedua variabel yaitu penurunan mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis setelah pemberian neoajuvan kemoterapi 24 jam siklus pertama mempunyai hubungan signifikan sebagai risiko terhadap respon kemoterapi negatif pada Locally Advanced breast cancer / LABC.

Berdasarkan rangkuman hasil penelitian dari berbagai sumber kepustakaan tersebut di atas sejalan dengan penelitian ini dan dapat diambil suatu simpulan bahwa, penurunan mRNA caspase-3 setelah induksi neoajuvan kemterapi 24 jam siklus pertama dengan regimen anthracyclin (CAF / CEF) mempunyai korelasi dengan menurunnya respon LABC terhadap neoajuvan kemoterapi dan itu berarti bahwa mRNA caspase-3 dapat dipakai sebagai faktor prediktor respon kemoterapi pada pasien LABC. Begitu pula pada penurunan Indeks apoptosis setelah induksi neoajuvan kemterapi 24 jam siklus pertama dengan regimen anthracyclin (CAF / CEF) mempunyai korelasi dengan menurunnya respon LABC terhadap neoajuvan kemoterapi dan itu berarti pula, bahwa Indeks apoptosis dapat dipakai sebagai faktor prodiktor respon kemoterapi pada LABC. Secara terpisah dilihat bahwa, Indeks apoptosis memiliki hubungan relatif lebih kuat sebagai faktor risiko dibandingkan dengan mRNA caspase-3. Pada data penelitian ini, tampak pula adanya hubungan atau korelasi linier antara penurunan Indeks apoptosis dengan penurunan kadar mRNA caspase-3 ditunjukkan pada rumus sebagai berikut : penurunan Indeks apoptosis = 38,674 – Kadar mRNA caspase-3.

5.5 Nilai Ekonomi Terapi (Economic Velue base medicine)

Biaya pengobatan makin hari semakin mahal sedangkan kesadaran masyarakat untuk datang berobat lebih awal tampaknya tidak ada kemajuan, sehingga kasus - kasus penyakit kanker payudara saat didiagnosis sudah dalam stadium lanjut. Hal ini menjadi masalah besar dalam penanganannya.

Kalau dilihat dari hasil penelitian ini, maka hal diatas menjadi penting untuk menilai efisiensi dan efektifitas terapi baik dilihat dari aspek ekonomi maupun dari aspek psiko-somatososial. Bila dinilai dari aspek ekonomi, maka hasil penelitian ini bila dirujuk sebagai faktor prediktor respon kemoterapi maka mampu menekan biaya dua kali siklus kemoterapi seharga sepuluh juta rupiah (satu siklus 5 juta rupiah kemoterapi standard) dan sementara ini rata – rata


(29)

kehilangan tiga siklus kemoterapi seharga limabelas juta rupiah bila neoajuvan kemoterapi gagal memberikan respon, itu untuk satu pasien. Di institusi SubBagian Bedah Tumor RSUP Sanglah Denpasar, rata – rata kemoterapi dikerjakan 10 – 15 pasien perminggu, jadi total biaya dibutuhkan sekitar 50 – 75 juta rupiah perminggu untuk satu siklus dan bila neoajuvan kemoterapi gagal memberikan respon, itu berarti terjadi kerugian kurang lebih 150 - 225 juta untuk setandar pemberian neoajuvan kemoterapi (3 siklus), itu belum termasuk biaya lain – lainnya seperti : biaya transportasi, pemondokan, kehilangan kerja dan konsumsi keluarga. Bila faktor untuk memprediksi respon dapat dipakai sebagai acuan terapi, maka biaya rata – rata dapat diselamatkan kira – kira 100 - 175 juta rupiah (2 siklus) itu untuk biaya perawatan di institusi Sub Bagian Bedah Tumor saja, sedangkan pemberian kemoterapi di RSUP Sanglah Denpasar juga dikerjakan di Departemen lain. Sesuai dengan standar prosedur oprasional (SOP) penanganan kanker payudara, penelitian ini hanya menambahkan tindakkan core biopsy setelah kemoterapi siklus pertama dengan biaya relatif murah. Hal di atas menjadi penting untuk disikapi bagi pemegang kebijakan pengelola penjamin kesehatan seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan (BPJS) di Negara ini. Bila dilihat dari aspek psiko-somatososial, dampak efek samping obat kemoterapi menjadi beban berat setiap pasien khususnya pada pasien – pasien tidak mengerti tentang manfaat kemoterapi terhadap penyakitnya dan itu juga berdampak kurang baik terhadap kepatuhan pasien dengan aturan terapi. Merujuk dari hasil penelitian ini, maka permasalahan tersebut di atas dapat dikondisikan menjadi lebih baik.

5.6 Kebaruan Penelitian (Novelty)

Hal baru dapat dipetik pada penelitian observasional (longitudinal prospektif atau kohort studi) ini, tentang penurunan kadar mRNA caspase-3 dan Indek apoptosis pasca neoajuvan kemoterapi siklus pertama pada LABC yaitu: a. Dijumpai adanya hubungan linier atau sesuai dengan dogma sentral antara

penurunan mRNA caspase-3 pasca neoajuvan kemoterapi 24 jam siklus pertama dengan penurunan ekpresi caspase-3 serta penurunan Indek apoptosis

pada LABC.

b. Penelitian ini dilakukan ditingkat terminal atau dihilir (down stream) pada proses apoptosis, sedangkan penelitian – penelitian lain umumnya dilakukan dihulu (upstream) dalam proses apoptosis.

c. Penelitian observasi uji klinis ini dilakukan pada manusia sebagai subjek penelitian sedangkan penelitian di beberapa negara pada umumnya dilakukan pada binatang coba dan sel kultur

d. Penurunan mRNA caspase-3 dan Indek apoptosis pasca neoajuvan kemoterapi siklus pertama secara signifikan berhubungan dengan penurunan respon kemoterapi dan dapat dipakai sebagai faktor prediktor respon kemoterapi pada LABC.

6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan


(30)

Rancangan penelitian longitudinal prospektif atau kohort studi non – ekperimental analitik ini dipergunakan untuk membuktikan peranan mRNA caspase-3 dan Indeks apoptosis sebagai faktor risiko respon neoajuvan kemoterapi pada LABC. Dapat diambil simpulan :

a. Penurunan kadar mRNA caspase-3 setelah pemberian neoajuvan kemoterapi 24 jam siklus pertama mempunyai hubungan bermakna dengan respon kemoterapi negatif pada LABC. Jadi dapat dipakai sebagai parameter atau faktor prediktor untuk menilai ada tidaknya respon kemoterapi pada Locally Advanced Breast Cancer / LABC.

b. Penurunan Indeks apoptosis setelah pemberian neoajuvan kemterapi 24 jam siklus pertama mempunyai hubungan bermakna dengan respon kemoterapi negatif pada LABC. Jadi dapat dipakai sebagai parameter atau faktor prediktor untuk menilai ada tidaknya respon kemoterapi pada Locally Advanced Breast Cancer / LABC.

c. Indeks apoptosis sebagai risiko respon kemoterapi negatif lebih kuat dibandingkan dengan mRNA caspase-3 pada Locally Advanced Breast Cancer

/ LABC.

d. Terdapat hubungan linier antara penurunan Indeks apoptosis dengan penurunan kadan mRNA caspase-3.

6.2Saran

a. Rancangan penelitian observasional (kohort) ini, merupakan studi epidemiologis analitik non - ekperimental dengan mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan efek atau suatu penyakit, maka hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai acuan untuk menilai respon kemoterapi pada pasien LABC. Berlatar belakang pada penelitian ini, caspase-3 sebagai

caspase eksekutor (down stream) pada proses apoptosis bekerja dalam sitoplasma bukan molekul protein langsung masuk ke dalam inti sel dan merusak DNA, tetapi memerlukan molekul lain mampu masuk dan merusak DNA ke dalam inti sel yaitu CAD / DFF40. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang adanya melekul – molekul lain lebih berperan dalam proses apoptosis.

b. Untuk meningkatkan level penelitian ini, perlu dipertimbangkan untuk dilakukan penelitian multi senter.


(31)

DISSERTATION RESUME

DECREASE OF mRNA CASPASE-3 AND APOPTOSIS INDEX LEVEL AFTER FIRST CHEMOTHERAPY CYCLE AS PREDICTORS FOR NEGATIVE CHEMOTHERAPY RESPONSE IN LOCALLY ADVANCED

BREAST CANCER

1. INTRODUCTION

Breast cancer was a common malignancy found in women and its prevention and management have been an issue worldwide. Breast cancer was the second cause of cancer mortality in women after lung cancer worldwide.

There were 429,900 new breast cancer cases and more than one million women was diagnosed with breast cancer with a mortality rate over 100,000 annually in the European Union in 2006. While in the United States of America, there were 274,900 new cases with a mortality rate of 40,970 annually in 2006. In ASEAN countries, breast cancer contributed to 22% malignances in women and was the cause of 15% cancer related mortality in 2008. American Joint Committee on Cancer (AJCC) found there has been a marked increase in stage I and II breast cancer incidence (75% - 80%) in developed countries, this was probably due to the advances in mammography screening program (Zager, et al., 2006; Abeloff, et al., 2008; Kwon, et al., 2010; Burstein, et al., 2011; Kimman, et al., 2012).

Early Breast Cancer (EBC) had higher survival rate and lower recurrence rate compared to Locally Advanced Breast Cancer (LABC). The incidence of LABC in United States of America was less than 5% for women who actively enrolled in screening programs, while women who did not have access to screening programs had 40% - 60% incidence rate.

The incidence rate of LABC among developing countries did not vary much, India had an incidence rate of 50%-70%, Arab had an incidence rate of 60%-80% with 300.000-450.000 new cases estimated annually. Locally Advanced Breast Cancer was estimated to be over than 50% of cases in Indonesia. In Bali, LABC had an incidence rate of 76.3% of breast cancer cases in 2010 (Lee and Newman, 2007; Hortobagyi, et al., 2010; Manuaba, 2010; Saghir, 2011).

Locally Advanced Breast Cancer was a subgroup of breast cancer with high heterogenity, large primary tumor with lymph node involvement and without any distant metastasis. Around 25-30% cases of LABC were inoperable (Lee and Newman, 2007; Sobin, et al., 2009; Kwon, et al., 2010 ).

The main treatment modality for LABC had been surgery, but there have been major changes in breast cancer management since the early 1970s. There was a paradigm shift on breast cancer management and it has been accepted that


(32)

breast cancer was a systemic disease where patient survival was determined by micrometasis eradication, therefore multimodality treatment approaches have been accepted and developed for LABC. Loco-regional and systemic treatment modalities, such as chemotherapy, have been the treatment of choice and the standard for LABC management (Zager, et al.,2006; Hortobagyi, et al., 2010).

Neoadjuvant chemotherapy (NAC) played a pivotal role as standard therapy for LABC and needs to be optimized. Unfortunately, several clinical trial studies showed varied results on the role of NAC in LABC. Some prospective studies on the role of NAC in LABC showed that 50%-98% had Partial Response (PR), 5%-52% had Complete Clinical Response (cCR), and 4%-28% had Pathological Complete Response (pCR) (Dang and Hudis, 2010; Hortobagyi, et al., 2010).

Manuaba (2006) found that only 39,4% LABC patients showed positive NAC response while 60,6% patients showed negative NAC response. The results showed that the purpose of NAC to reduce tumor size and eradicate tumor cells only occurred in 39,4% patients, while 60,6% patients will have a stable or progressive disease. This of course was a significant issue in the management of LABC.

A cohort study of 205 LABC patients treated with anthracycline based NAC showed 60% of the samples had negative response and 40% had positive response. From the 40% that had positive NAC response, 12% showed Complete Clinical Response (cCR), 28% showed Clinical Partial Response (cPR), and 8% showed Pathological Complete Response (pCR) (Alvarado-Cabrero, et al., 2009).

Other similar clinical studies found that anthracycline based NAC in LABC had 60%-90% positive response with 10-20% Complete Clinical Response (cCR) (Hortobagyi, et al., 2010). Tewari, et al (2010) found 78% positive response (64% PR and 14% cCR) and 22% negative response, while Gianni, et al (2010) found 74% positive response and 26% negative response in LABC patients treated with NAC. Another study found 77,5% positive response and 22,5% negative response (Torrisi, et al., 2010).

The decrease in NAC response will reduce the role of surgery as the main treatment modality in order to minimize physical and psychological effects as in breast conserving therapy. Breast Conserving Therapy (BCT) was intended for organ preservation and its role was limited in LABC where 40%-50% patients will need further treatment. Furthermore, in NAC unresponsive LABC patients often experience delayed treatment or inadequate treatment. These conditions will reduce the Disease Free Survival (DFS) or Overall Survival (OS) in more than 40% of the cases and will cause ineffective chemotherapeutic effects and side effects. Therefore, it is important to predict the chemotherapy response in LABC patients. All of those issues could be calculated and managed, if we could identify the biomolecular predictive markers for NAC responsiveness in LABC patients. These biomarkers will be useful in determining NAC response before the end of chemotherapy cycle (Hortobagyi, et al., 2010).

Several biomarkers have been identified for NAC response (HER2/Neu, proliferation factor Ki67, estrogen and progesterone receptor status, angiogenesis factor VEGF/VEGFR, p53, p21, and apoptosis components Bcl-2 and BAX).


(33)

Unfortunately, not more than 29% of those biomarkers are able to predict chemotherapy response specifically and consistently due to limited data on LABC (Zager, et al., 2006; Abeloff, et al., 2008; Rastogi, et al., 2008; Biganzoli, 2009; Hortobagyi, et al., 2010; Tewari, et al., 2010).

Other biomarkers associated with post NAC cell death such as mRNA-Caspase and its products (enzymes) played a role in the terminal phase of cell death. These proteases will become active inside the cytoplasm after tumor cells were exposed to cytotoxic agents such as chemotherapy, radiation, and other cytotoxic agents. Caspase-3 in particular, a protease translated by mRNA-Caspase 3 will adhere to the terminal downstream strand in the apoptosis cascade. Caspase-3 holds a key role in the apoptosis cascade known as effector/executor caspase which yields Apoptosis Index as the end result (Dorsey, et al., 2008; Elstrom and Thompson, 2008).

Apoptosis index is measurable 4-8 hours post chemotherapy and an increase in apoptosis will occur 24-48 hours after. A study revealed that apoptosis will increase on the 21st day post chemotherapy and significantly related to a positive chemotherapy response. But apoptosis index evaluation on the 21st day post chemotherapy were considered late to determine chemotherapy response, therefore ideally a serial biopsy is needed to determine the apoptosis index accurately during chemotherapy, especially in negative response cases. Serial biopsy is practically unfavorable for LABC patients. Therefore, apoptosis index level evaluation after 24-48 hours post NAC was desirable. Based on NAC mechanism of action in apoptosis cascade with Caspase 3 as an effector/executor, it was needed to explore and reveal the role of mRNA-Caspase 3 and its end product (Apoptosis Index) as a predictive biomarker for NAC response in LABC (Burcombe, et al., 2005; Sharma, et al., 2009).

Manuaba (2006) found that apoptosis index and Bcl-2 expression were predictive factors for CAF/CEF NAC response in LABC. A preliminary study by Shama et al on the role of Bcl-2, apoptosis index, and Caspase-3 as predictive factors for NAC response 24-48 hours post chemotherapy showed a tendency for those biomarkers as predictive factors, but statistically insignificant. Another study showed a significant relationship between apoptosis index with positive chemotherapy response after the first cycle of NAC in LABC (Ali, et al., 2012). 2. HYPOTHESIS

Locally Advanced Breast Cancers have unpredictable biological nature and behavior, therefore a comprehensive approach is important to determine the therapeutic multimodality. The purpose of using NAC in LABC was to optimize the role of surgery as main treatment modality. One of the main issues in LABC management was negative NAC response. Several predictive factors have been identified for NAC response in LABC, such as age, tumor size, histological grade, histopathological type, and several biomarkers (Estogen and Progesteron Receptor status, HER2/Neu expression, proliferation factor Ki67, angiogenesis factor VEGF/VEGFR, p53, pro and anti apoptosis factors Bcl-2 and BAX). Only 29% of those biomarkers are able to predict chemotherapy response specifically and consistently.


(1)

2. The event observed in this study was down stream of apoptosis process, while other studies were commonly observed the upstream apoptosis process.

3. The study was observed in human subject while previous studies used experimental animal models and cultured cells.

4. mRNA Caspase-3 and Apoptosis Index level post

first cycle NAC had a significant correlation with chemotherapy response decrease and was a predictive factor for chemotherapy response in LABC. 6. CONCLUSION AND SUGGESTION

6.1 Conclusion

a. mRNA Caspase-3 level, which was a predictive factor to determine chemotherapy response in LABC, decrease after 24 hours post first cycle NAC had a significant corellation with negative chemotherapy response in LABC.

b. Apoptosis Index level, which was a predictive factor to determine chemotherapy response in LABC, decrease after 24 hours post first cycle NAC had a significant correlation with negative chemotherapy response in LABC.

c. Apoptosis Index had a stronger correlation than mRNA Caspase-3 in predicting chemotherapy response in LABC.

d. There was a linear corellation between apoptosis index decrease with mRNA Caspase-3 decreas.

6.2 Suggestions

a. Results from this analytic non experimental study could be used to determine chemotherapy response in LABC patients.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abeloff, M.D., Wolff, A.C., Weber, B.L., Zaks, T.Z., Sacchini, V., McCormick, B. 2008. Cancer of the Breast. In: Abeloff, M.D., Armitage, J.O., Niederhuber, J.E., Kastan, M.B., McKenna, W.G., editors. Abeloff’s Clinical Oncology, 4th Ed. Churchill Livingstone, Philadelphia. p. 1875- 1935.

Ali, I., Manuaba, T.W., Widiana, I.K. 2012. “Peningkatan Indek apoptosis sebagai Faktor Prediktor Respon Kemoterapi Neoadjuvant FAC pada Karsinoma Mama Lanjut Lokal”(Paper akhir). Denpasar: Dipresentasikan pada ujian akhir Pendidikan Bedah Onkologi di FK, UNUD.

Alvarado-Cabrero, I., Alderete-Vazquez, G., Quintal-Ramirez, M., Patino, M., Ruiz, E. 2009. Incidence of pathologic complete response in women treated with preoperative chemotherapy for local advanced breast cancer: correlation of histology, hormone receptor status, Her2/Neu, and gross pathologic findings. Annals of Diagnostic Pathology. 13: 151 – 7.

Biganzoli, L. 2009. Prognostic and Predictive Factors. “Sandro Pitigliani” Medical Oncology Unit, Hospital of Prato, Tuscany Cancer Institute, Prato, Italy. p. 13 – 30.

Brentnall, M., Rodriguez-Menocal, L., De Guevara, R.L., Cepero, E., Bise, L.H. 2013. Caspase-9, caspase-3 and caspae-7 have distinct roles during intrinsic apoptosis. BMC Cell Bilology. 14 : 32.

Burcombe, R., Wilson, D.G., Dowsett, M., Khan, I., Richman, P.I., Daley, F., Detre, S., Markris, A. 2006. Evaluation of Ki-67 proliferation and apoptotic index before, during and after neoadjuvant chemotherapy for primary breast cancer. Breast Cancer Research.[cited 2006] Available from: http://breast-cancer-research.com/content/8/3/R31.


(3)

Burstein, H.J., Harris, J.R., Morrow, M. 2011. Malignant tumor of the breast. In: De Vita, V.T., Lawrence, T.S., Rosenberg, S.A. Cancer Principles and Practice of Oncology. 9th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia p. 1606 – 50.

Cappellini, A., Chiarini, F., Ognibene, A., McCubrey, J.A., Martelli, A.M. 2009. The cyclin-dependent kinase inhibitors roscovitine and the nucleoside analog sangivamycin induce apoptosis in caspase-3 deficient breast cancer cells independent of caspase mediated P -glycoprotein cleavage. Cell Cycle 8 : 9, 1421 – 25.

Dang, C.T. and Hudis, C., 2010. Preoperative Therapy for Operable Breast Cancer. In: Harris, J.R., Lippman, M.E., Morrow, M., Osborne, C.K. editors. Diseases of the Breast. 4th . Ed. Philadelphia : Wolters Kluwer, Lippincott and Wilkins. P. 715 – 23.

DeMore, N.K. 2006., Tumor Biology of Breast Cancer in Young Women. Breast Disease. 23: 9 – 15.

Devarajan, E., Sahin, A.A., Chen, J. S., Krishnamurthy, R.R., Aggarwal, N., Brun, A.M., Sapiono, A., Zhang, F., Sharma, D., Yang, X.H., Tora, A.D., Mehta, K. 2002. Down-regulation of caspase-3 in breast cancer: a possible mechanism for chemoresistance. Oncogen. 21: 8843 – 51.

Dorsey, F.C., Steeves, M.A., Cleveland, J.L. 2009. Apoptosis, Autophagy, and Necrosis. Cancer Biology. 5th. Ed. by Raymon W Ruddon. p. 205 - 19. Elstrom, R., Thompson, C.B. 2008. Cell Life And Cell Death. In: Abeloff M.D.,

Armitage J.O., Niederhuber J.E., Kastan M.B., McKenna W.G. editors. Clinical Oncology. 4rd Ed. Elsevier Churchill Livingstone. p. 67 – 75.

Evans, J.P., Skrzynia, C., Susswein, L., Harlan, M. 2006. Genetic and the Young Woman with Breast Cancer. Breast Disease. 23: 17 - 30.

Gianni, L., Eiermann, W., Semiglazov, V., Manikhas, A., Liuch, A., Tjulandin, S., Zambetti, M., Varquez, F., Byakhow, M., Lichinitser, M., Climent, M.A., Cirvelos, E., Ojeda, B., Mansutti, M., Bozhok, A., Boranio, R., Feyereislovo, A., Barton, C., Valagussa, P., Baselga, J. 2010. Neoadjuvant chemotherapy with trastuzumab followed by adjuvant trastuzumab versus neoadjuvant chemotherapy alone, in patients with HER2-positive locally advanced breast cancer (the NOAH trial): a randomized controlled superiority trial with a parallel HER2-negative cohort. [edited 2010]. Available from: www.thelancet.com. 375: 377 – 83.


(4)

Hortobagyi, G.N., Singletary, S.E., Strom, E.A. 2010. Locally Advanced Breast Cancer. In: Harris J.R., Lippman, M.E., Morrow, M., Osbonrne, C.K., editors. Disease of The Breast. 4rd Ed. Lippincott William Wilkins. Philadelphia. p. 746 – 61.

Kimman, M., Norman, R., Jan, S., Kingston, D., Woodward, M. 2012. The burden of Cancer in number Cauntries of the association of Southeast a sian Nation (ASEAN). Saian pacific J cancer prev. 13 : 411 – 20.

Kwon, D.S., Kelly, C.M., Ching, C.D., 2010. Invasive Breast Cancer. In: Feig, B.W., & Ching, C.D., editors. The MD Anderson Surgical Oncology Handbook. 5th Ed. Lippincott William Wilkins. p. 27 – 71.

Lee, M.C., Newman, L.A. 2007. Management of patients with Locally Advanced Breast cancer. Surgical Clinics of North America. 87. 379 – 98.

Machin, D., Campbell, M.J., tan, S.B., Tan, S.H. 2009. Sample Size tables for clinical studies. Third Edition. A John Wiley & Sons. UK.

Manuaba, T.W. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. PERABOI. 2010. Sagung Seto. Ed. I. p. 18 - 50.

Manuaba, T.W. 2006. Indeks Apoptosis, Ekspresi P53 dan Ekspresi BCL-2 Sebagai Faktor Prediktor Respon Terhadap Kemoterapi Kombinasi Neoadjuvant pada Karsinoma Mama Stadium III. (disertasi Doktor). Pada F.K.UNUD. Denpasar.

Millen, E.C., da Silva, B.B., Gebrim, L.H. 2006. Apoptotic index in Breast Carcinoma Cells following Tamoxifen Treatment. International journal of gynecology and obstetrics. 95 : 64 – 65.

Nigam, M., Ranjan, V., Srivastava, S., Sharma, R., Balapure, A.K. 2008.

Centchroman induces G0/G1 arrest and Caspase-dependent Apoptosis involving Mitochondrial Membrane Depolarization in MCF -7 and MDA MB-231 Human Breast Cancer Cells. Life Sciences. 82 : 577 – 90.

Parton, M., Krajewski, S., Smith, I., Krajewska, M., Archer, C., Naito, M,. Ahern, R., Reed, J., Dowsett, M. 2002. Coordinate Expresion of Apoptosis-associated Protein in Human Breast Cancer before and during Chemotherapy. Clincal Cancer Research. 8: 2100 – 8.

Petanidis, S., Hadzopoulou-Cladaras, M., salifoglou, A. 2013. Cadmium modulates H-ras expression and caspases-3 apoptotic cell death in breast cancer epithelial MCF -7 cells. Journal of Inorganic biochemistry. 121 : 100 – 07.


(5)

Rastogi, P., Anderson, S.J., Bear, H.D., Geyer, C.E., Kahlenberg,M.C., Robidoux, A., Margolese, R.G., Hoehn, J.L., Vogel, V.G., Dakhil, S.R., Tamkus, D., King, K.M., Pajon, E.R., wright, M.J., Robert, J., Paik, S., Mamounas, E.P., Wolmark, N. 2008. Preoperative Chemotherapy : Updates of National SurgicalAdjuvant Breast and Bowel Project Protocols B-18 and B-27. J Clin Oncol. 26: 778 - 85.

Saghir, N.S., 2011. Managing Breast Cancer in Low and Middle Income Countries. Advanced Breast Cancer First Consensus Conference. Abstracts / The Breast. 20: 12 – 55.

Sharma, S., Hiran, K.R., Pavithran, K., Vijaykumar, D.K. 2009. A pilot study to assess the feasibility of evaluation of markers of chemotherapy at one day and 21 days after first cycle of non-randomized observational study. World Journal of Surgical Oncology. 7: 351 -11.

Sobin, L. H., Gospodarowicz, M. K., Wittekind, Ch., 2009. TNM Classification of Malignant Tumours. UICC/ International Union Against Cancer. Handbook. 7th Ed. Wiley-Blackwell. p. 181 – 93.

Tewari, M., Pradhan, S., Singh, U., Singh, B. T., Shukla, H. S., 2010. Assessment of Pridictive Markres of Response to Neoadjuvant Chemotherapy in Breast Cancer. Asian Journal of Surgery. 3: 157 – 67.

Tewari, M., Arvind, K., Hari, S.S., 2008. Predictive markers of response to neoadjuvant chemotherapy in breast cancser. 17 : 301 – 11.

Tiezzi., Guimaraes, D., Andrade, D., Moreira, J. 2006. Apoptosis induced by neoadjuvant chemotherapy in breast cancer. Pathology. 1: 21 - 27.

Torrisi, R., Montagna, E., Scarano, E., Dellapasqua, S., Cancello, G., Iorfida, M., Luini, A., Veronesi, P., Vilae, G., Goldirsch, A., Colleoni, M. 2010. Neoadjuvant pegylated liposomal doxorubicine in combination with cisplatin and infusuional fluoruracil (CCF) with and without endocrine therapy in locally advanced primary or recurrent breast cancer. The Breast 20: 34 – 8.

Vegran, F., Boidot, R., Oudin, C. 2006. Overxpression of Caspase-3 Splice Variant in Local Advanced Breast Cancer in Associated with Poor Response to Neoadjuvant Chemotherapy. Clin Cancer Res 12: 5794 - 800.

Vegran, F., Boidot, R., Solary, E., Lizard-Nacol, S. 2011. A short Caspases-3 Isoform Inhibits Chemotherapy-Induced apoptosis by blocking apoptosome.. [edited 2011]. Available from: www.plosone.org. e29050.


(6)

Vermeulen, K., Van Bockstaele, D.R., Berneman, Z.N. 2005. Apoptosis : mechanisms and relevance in cancer. Ann Hematol. 84: 627 – 39.

Viale, G. 2011. Role of Pathology in The Management of Advanced Breast Cancre. Advanced Breast Cancer First Consensus Conference. Abstracts / The Breast. 20: 12 – 55.

Yang, H.S., Kim, J.Y., Lee, J.H., Lee, B.W., Park, K. H., Shim, K. H., Lee, M.K., Seo, K.I. 2011. Celastrol isolated from Tripterygium regelii induced apoptosis through both caspase-dependent and independent pathway in human breast cancer cells. Food and Chemical Toxicology. 49: 527 – 32. Zager, J.S., Solorzano, C.C., Thomas, E., Feig, B.W., Babiera, G.V. 2006.

Invasive Breast Cancer. In: Feig, W.B, Berger, D.H, Fuhrma, G.M., editors M.D. Anderson Cancer Center Department of Surgical Oncology. 4th Ed. Houston, Texas. Lippincott Williams and Wilkins. p. 42 - 3.