37
Republik Indonesia. Kemudian landasan diperlukannya undang-undang tentang jabatan notaris adalah karena notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
42
UUJN sebagai hukum positif yang mengatur perihal notaris, selain
memberikan kewenangan, kewajiban, dan larangan bagi notaris hendaknya juga dapat memberikan perlindungan hukum yang seimbang bagi para pihak dalam proses
pembuatan suatu akta. Hal ini penting mengingat akhir-akhir ini semakin banyak notaris yang diminta menjadi saksi atau bahkan ada yang mendapatkan gugatan atau
bahkan tuntutan dari klien atau pihak lain karena ia dianggap terlibat dalam kasus tertentu yang sangat terkait erat dengan produknya berupa akta notariil.
43
2. Tugas Notaris
Secara historis tugas dan kewenangan utama notaris adalah membuat akta otentik baik akta pejabat maupun akta partij dalam bentuk minuta akta, kecuali untuk
akta akta tertentu dan atas permintaan yang langsung berkepentingan, notaris dapat membuat akta dalam bentuk in originali. Minuta Akta adalah asli akta yang disimpan
dan merupakan bagian dalam protokol notaris dan dari minuta akta yang disimpan ini, notaris berwenang untuk mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta dan Kutipan
Akta. Sedangkan akta in Originali adalah asli akta yang diberikan kepada yang langsung berkepentingan dalam akta dan akta in originali ini tidak disimpan dalam
42
Ibid.
43
Ibid, halaman 108.
Universitas Sumatera Utara
38
protokol notaris, sehingga untuk akta dalam in originali, notaris tidak dapat mengeluarkan Salinan Akta, Kutipan Akta dan Grosse Akta.
44
Pasal 1888 jo 1889 KUH.Perdata
Kewajiban adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh seseorang, sehingga kewajiban notaris adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh notaris dalam
menjalankan jabatannya. Selain dari pada membuat akta autentik dan lain-lain itu yang memang merupakan tugas pokok atau utama, sehari-hari ia melakukan pula
antara lain:
45
1. Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum perdata;
2. Mendaftarkan akta-akta atau surat-surat dibawah tangan stukken, melakukan waarmerking
; 3. Melegalisir tanda tangan;
4. Membuat dan mensahkan waarmerking salinan atau turunan berbagai dokumen; 5. Mengusahakan
disahkannya badan-badan,
seperti perseroan
terbatas dan
perkumpulan, agar memperoleh persetujuan atau pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman;
6. Membuat keterangan hak waris di bawah tangan; dan 7. Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan,
seperti urusan bea materai dan sebagainya. Seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, harus sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUJN, sebagaimana ketentuan yang dimuat dalam Pasal 15 UUJN, yang berbunyi :
46
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang
44
http:arigawa.blogspot.com201004notaris-sebagai-saksi-atau-tergugat.html, tanggal 28 Nopember 2010.
45
Ibid.
46
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
39
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar di dalam buku khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan di gambarkan dalam surat yang
bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f.
Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau g. Membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur di dalam perundang-undangan.
Menurut hemat peneliti, tidak setiap pejabat umum dapat membuat akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yang
ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
40
Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang bahwa notaris tidak diperbolehkan membuat akta, bagi notaris itu sendiri, isterinya suaminya,
keluarga sedarah atau keluarga semenda notaris dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi
maupun melalui kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan. Bagi setiap notaris
ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang
dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak
boleh membuat
akta sebelum
ia memangku
jabatannya sebelum diambil
sumpahnya. Apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka akta yang
dibuatnya itu adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah
tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap. Berbagai akta yang biasa atau sering dibuat dihadapan atau oleh notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya adalah sebagai berikut :
47
1. Akta-akta yang menyangkut hukum perorangan personen recht, Burgerlijk Wetboek
Buku I, antara lain : a. Berbagai izin kawin baik dari orang tua ataupun kakeknenek harus otentik
Pasal 71 BW. b. Pencabutan pencegahan perkawinan harus otentikPasal 70 BW.
c. Berbagai perjanjian kawin berikut perubahannya harus otentikPasal 147, 148 BW dan sebagainya.
47
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 23.
Universitas Sumatera Utara
41
d. Kuasa melangsungkan perkawinan harus otentikPasal 70 BW. e. Hibah yang berhubungan dengan perkawinan dan penerimaannya harus
otentikPasal 176 dan 177 BW. f.
Berbagai kuasabantuan suami kepada istrinya Pasal 108 dan 139 BW. g. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang
pemisahan harta harus otentikPasal 191 BW. h. Kuasa melepaskan harta campur Pasal 132 dan 133 BW.
i. Pemulihan kembali harta campur yang telah dipisah harus otentikPasal 196
BW. j.
Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pisah meja dan ranjang Pasal 237 BW.
k. Perdamaian antara suami istri yang telah pisah meja dan ranjang Pasal 248 dan 249 BW.
l. Keingkaran sahnya anak Pasal 253 dan 256 BW.
m. Pengakuan anak luar kawin harus otentikPasal 281 BW. n. Pengangkatan wali harus otentikPasal 355 BW.
o. Pengakuan terima perhitungan dan sebagainya darikepada Balai Harta Peninggalan Pasal 412 BW.
p. Pengakuan terima perhitungan wali Pasal 412 BW. q. Pembebasan wali dari tanggung jawab Pasal 412 BW.
2. Akta-akta yang menyangkut hukum kebendaan zaken recht, Burgerlijk Wetboek Buku II, antara lain :
a. Berbagai macam jenis surat wasiat, termasuk di antaranya penyimpanan wasiat umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat umum, wasiat pemisahan dan
pembagian harta peninggalan, fideicommis, pengangkatan pelaksana wasiat dan pengurusan harta peninggalan dan pencabutannya harus otentik Pasal
874 dan seterusnya BW, dikecualikan codicil.
b. Berbagai kuasa yang menyangkut warisan, seperti kuasa keterangan menimbang, menerima secara terbatas, menolak harta peninggalan Pasal
1023 dan sebagainya 1044 dan seterusnya BW. c. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta penginggalanwarisan dalam
berbagai hal harus otentik Pasal 1066 dan seterusnya BW. d. Pencatatan harta peninggalan Pasal 1073 BW.
e. Jaminan kebendaan gadai Pasal 1150 dan seterusnya BW. f.
Jaminan kebendaan hipotik harus otentik Pasal 1162 dan seterusnya 1171, 1195 dan 1196 BW juncto peraturan agraria.
3. Akta-akta yang menyangkut hukum perikatan verbintenissen recht, Burgerlijk Wetboek
Buku III, antara lain : a. Berbagai macamjenis jual beli Pasal 1457 dan seterusnya BW untuk tanah
dengan PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. b. Berbagai macamjenis tukar menukar Pasal 1541 dan seterusnya BW, untuk
tanah dengan akta PPAT. c. Berbagai macamjenis sewa-menyewa Pasal 1548 dan seterusnya BW.
Universitas Sumatera Utara
42
d. Macam-macam perjanjian perburuhanhubungan kerja Pasal 1601 dan seterusnya BW.
e. Aneka perjanjian pemborongan pekerjaan Pasal 1064 dan seterusnya BW. f.
Rupa-rupa persekutuanperseroan Maatschap Pasal 1618 dan seterusnya BW.
g. Berbagai jenis perkumpulan Pasal 1653 dan seterusnya BW. h. Berbagai hibah Pasal 1666 dan seterusnya BW, untuk tanah dengan akta
PPAT harus otentikPasal 1682 BW. i.
Rupa-rupa penitipan barang Pasal 1694 dan seterusnya BW. j.
Aneka perjanjian tentang pinjam pakai Pasal 1740 dan seterusnya BW. k. Berbagai perjanjian pinjam-meminjamkredithutang uang dan sebagainya
Pasal 1754 dan seterusnya BW. l.
Rupa-rupa pemberian kuasa, khusus maupun umum Pasal 1792 dan seterusnya BW.
m. Penanggungan utangjaminan pribadiborgtocht Pasal 1820 BW. n. Perdamaian dalam berbagai masalah Pasal 1851 dan seterusnya BW.
4. Akta-akta yang
menyangkut hukum
dagangperusahaan Wetboek
van Koophandel
dan lain-lain, antara lain : a. Berbagai perseroan Maatschap, Firma, Comanditair Vennotschap, Perseroan
Terbatas biasa, Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, Perseroan, Perseroan Indonesia atas saham, baik pendirian, perubahan,
pembekuan maupun pembubarannya serta gabungan beberapa perusahaan atau merger dan lain sebagainya.
b. Protes non pembayaranakseptasi harus otentikPasal 132 dan 143 WvK. c. Berbagai perantara dagang, seperti perjanjian keagenan dagang dan kontrak
perburuhan dengan pedagang keliling. d. Akta-akta yang menyangkut badan-badan sosial atau kemanusiaan zedelijke
lichamen , seperti Perkumpulan Yayasan harusbiasa otentik dan wakaf.
Kewajiban bagi notaris diatur dalam Pasal 16 ayat 1 UUJN dan Pasal 3 Kode Etik. Kewajiban notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris adalah :
48
1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris.
48
Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
43
3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta akta.
4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpahjanji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. 6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat tidak
lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 buku, dan mencatat jumlah minuta akta,
bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. 7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga. 8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan. 9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf hatau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kenotariatan dalam waktu 5 hari pada minggu
pertama setiap bulan berikutnya.
10. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan.
11. Mempunyai capstempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan
yang bersangkutan. 12. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris.
13. Menerima magang calon notaris. Sedangkan kewajiban notaris yang diatur oleh Pasal 3 Kode Etik adalah :
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris.
3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan. 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris.
Universitas Sumatera Utara
44
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara. 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat
yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 satu buah papan nama di depandilingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang
memuat : a. Nama lengkap dan gelar yang sah.
b. Tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai notaris.
c. Tempat kedudukan. d. Alamat kantor dan nomor teleponfax. Dasar papan nama berwarna putih
dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan
untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10. Hadir,
mengikuti dan
berpartisipasi aktif
dalam setiap
kegiatan yang
diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
Universitas Sumatera Utara
45
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal
dunia. 13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan
perkumpulan. 14. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara
baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi danatau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan
yang tercantum dalam : a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris.
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris. d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
46
B. Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris
Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang
hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai
keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa banyak yang mendefinikan tentang surat kuasa :
1. Kamus Besar
Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga
Keluaran Balai
Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai ”surat yang berisi tentang pemberian kuasa
kepada seseorang untuk mengurus sesuatu”. 2. Gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power Of Attorney adalah
sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya a document that authorizes an individual
to act on behalf of someone else .
3. Rachmad Setiawan dalam bukunya ”Hukum Perwakilan dan Kuasa” mengatakan pengaturan
tentang surat kuasa di KUHPerdata sebenarnya mengatur soal lastgeving
yang terjemahan harafiahnya pemberian beban perintah. Pada dasarnya tidak ada aturan hukum apapun yang memberikan definisi
tentang surat kuasa, sehingga untuk lebih memahami perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud pemberian kuasa. Dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menyatakan :
Universitas Sumatera Utara
47
“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan”. Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yang berupa surat sebagai
alat bukti tertulis. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat yang bukan akta.
49
Secara mendasar, Hukum Acara Perdata mengenal 3 macam surat, yaitu: surat biasa, akta di bawah tangan dan akta otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan
akta di bawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali
apabila diajukan bukti lawan yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang
termuat dalam akta tersebut harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan terhadap pihak ketiga.
50
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 nomor 29 yang intinya menyatakan bahwa barang siapa yang terhadapnya
diajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang
49
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 17.
50
http:hukumwaris.comhukum-perdata85-akta-otentik-dalam-hukum-positif-indonesia html, tanggal 22 Oktober 2010.
Universitas Sumatera Utara
48
mendapat hak dari padanya, cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka
wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti
keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.
51
Surat kuasa dapat berbentuk akta otentik akta notaris, secara di bawah tangan, secara biasalisan dan secara diam-diam Pasal 1793 Kitab Undang-Undang
Hukum PerdataKUHPerdata. Ada 2 jenis surat kuasa yang diatur berdasarkan Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :
1. Surat Kuasa Umum Surat kuasa umum yaitu kuasa yang diberikan kepada seorang penerima kuasa
antara lain meliputi perbuatan untuk kepentingan si pemberi kuasa. Contohnya mengurus pembayaran listrik, telepon, air, penghunian dan pemeliharaan.
2. Surat Kuasa Khusus Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang diberikan hanya untuk kepentingan tindakan
tertentu. Di dalam surat kuasa khusus ini harus dengan jelas dan tegas disebutkan tindakan tertentu yang dikuasakan tersebut. Contohnya kuasa untuk mengalihkan
suatu barang bergerak dan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan, kuasa untuk mewakili klien berperkara di Pengadilan bagi seorang pengacara.
51
Ibid
Universitas Sumatera Utara
49
Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah :
52
a. Surat itu harus ditanda tangani. Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam pasal 1874 KUHPerdata. Tujuan dari
keharusan ditanda
tangani itu
untuk memberikan
ciri atau
untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta yang lainnya, sebab tanda
tangan dari setiap orang mempunyai cirri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu seseorang dianggap
menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut.
b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan. Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang
dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.
c. Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti. Jadi surat itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921
dalam pasal 23 ditentukan antara lain : bahwa semua tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat
hukum perdata dikenakan bea materai tetap sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli
bea materai secukupnya sekarang sebesar Rp.6.000,-.
Dalam pembuatan akta surat kuasa, ada hal-hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu yaitu :
1. Penghadap harus berumur paling sedikit 18 delapan belas tahun atau telah menikah dengan kata lain cakap melakukan perbuatan hukum.
53
2. Pengahadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya ole 2 dua orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 delapan belas tahun atau
telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 dua penghadap lainnya.
54
52
http:www.blogster.comkompartaanalisis-hukum-tentang, tanggal 22 Oktober 2010.
53
Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
54
Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
50
3. Akta dibuat dalam bahasa Indonesia dan atau dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki
sepanjang undang-undang tidak menentukan lain.
55
Surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah
tangan wajib dilekatkan pada minuta akta. Surat kuasa otentik yang dibuat dalam minuta akta diuraikan dalam akta. Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik
berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain. Perubahan mana dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut
diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan notaris. Mengingat Notaris diangkat oleh Menteri kehakiman dalam “Jabatan
Kepercayaan”untuk kepentingan masyarakat demi tercapainya kepastian hukum dan bukan untuk kepentingan pribadi Notaris yang bersangkutan sehingga menimbulkan
tanggung jawab yang berat,baik dipandang dari segi hukum maupun dari segi moral dan etika, maka diperlukan pengawasan terhadap para Notaris agar kepentingan
masyarakat pemakai jasa Notaris dapat dilindungi. Ada beberapa fungsi surat akta ditinjau dari segi hukum, yaitu :
56
1. Sebagai syarat menyatakan perbuatan hukum. Dalam beberapa peristiwa atau perbuatan hukum dimana akta ditetapkan sebagai
syarat pokok formalitas causa, tanpa akta dianggap perbuatan hukum yang dilakukan tidak memenuhi syarat formil. Sebagai contoh, perbuatan hukum
memanggil penggugat aiau tergugat untuk menghadiri sidang, maka hal tersebut
55
Pasal 43 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
56
http:elfatsani.blogspot.com200904pembuktian-di-muka-persidangan.html, tanggal 25 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
51
harus dilakukan dengan akta eksploisi sebab jika tidak demikian maka dinyatakan tidak sah. Contoh lain yakni somasi harus dilakukan dengan surat
akta, sebab dengan demikian akan terpenuhi ketentuan “ingebreke steling”, dimana dibetur dalam keadaan wanprestasi.
2. Sebagai alat bukti. Pada umumnya pembuatan akta tidak lain dimaksudkan sebagai alat bukti
sekaligus bias juga melekat sebagai syarat menyatakan perbuatan dan sekaligus dimaksudkan sebagai fungsi alat bukti, dengan demikian suatu akta bias berfungsi
ganda. 3. Sebagai alat bukti satu-satunya.
Dalam hal ini suratakta berfungsi sebagai “probationis Causa” , sebab tanpa surat akta, maka tidak dapat dibuktikan dengan alat bukti lain. Untuk lebih
jelasnya dapat diambil contoh pembuktian perkawinan, satu-satunya alat bukti mengenai hubungan perkawinan tidak lain hanya dengan “kutipan akta nikah”.
Pada hakikatnya kekuatan pembuktian dari akta itu selalu dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu :
57
1. Kekuatan pembuktian lahir. Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan pembuktian
yang didasarkan atas keadaan lahir dari akta itu, maksudnya bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta, sampai
dibuktikan sebaliknya. Akta otentik mempumyai kekuatan lahir sesuai dengan asas akta publica probant seseipsa yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya
tampak sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya, bila syarat-syarat formal diragukan kebenarannya oleh pihak lawan, dia dapat meminta kepada pengadilan untuk meneliti akta tersebut berdasarkan
bukti-bukti yang telah ditemukan oleh pihak lawan. Kenudian Majelis Hakim memutuskan apakah akta otentik itu boleh digunakan sebagai bukti atau tidak
dalam perkara.
2. Kekuatan pembuktian formil. Kekuatan pembuktian formil ini berarti bahwa apa yang disebutkan didalam suatu
akta itu memang benar apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Artinya pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan menerangkan dan
melakukan seperti disebutkan dalam akta dan benar demikian adanya. Jadi formalitas yang ditentukan undang-undang benar-benar dipenuhi, namun suatu
ketika mungkin juga ada pihak yang meragukan kebenarannya bila akta itui dijadikan bukti dalan perkara misalnya saja dalam akta otentik dikatakan bahwa
57
http:rangerwhite09-artikel.blogspot.com201005azas-pembuktian.html, tanggal 25 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
52
penyerahan barang dilakukan dirumah dalam keadaan baik, padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan disuatu tempat lain dan dalam keadaan baik
padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan ditempat lain dan dalam keadaan baik, ketika dibawa kerumah terjadi kerusakan, dalam akta otentik
pejabat menerangkan bahwa barang diserahkan dirumah dalam keadaan baik, keterangan
hanya bersifat
formalitas belaka,
keadaan demikian
perlu dipertimbangkan oleh Majelis Hakim apakah akta itu dapat dijadikan bukti atau
tidak. 3. Kekuatan pembuktian materil.
Mengenai kekuatan pembuktian materiil akte otentik paling tidak menyangkut permasalahan, apakah keterangan yang tercantum didalamnya benar atau tidak,
dengan demikian kekuatan pembuktian materiil adalah merupakan pokok persoalan akta otentik. Prinsip daripada kekuatan bukti materiil adalah setiap
penandatanganan akta otentik oleh seseorang selamanya harus dianggap untuk keuntungan pihak penandatanganan. Yang perlu diperhatikan adalah keterangan
yang
dibuat seseorang
yang bertujuan
merugikan pihak
lain tanpa
sepengetahuannya adalah tidak dapat mengekat orang lain menurut hukum pembuktian, dan kalau yang seperti ini dibenarkan, maka dapat menimbulkan
hancurnya tatanan kehidupan masyarakat.
Berpatokan pada prinsip penandatanganan akta otentik untuk keuntungan pihak lain dihubungkan dengan kekuatan pembuktian materiil, dalam hal ini harus
ditegakkan asas “orang hanya dapat membebankan kewajiban pada diri sendiri”. Dengan asas ini, maka dapat ditegakkan kekuatan materiil pembuktian otentik, karena
didalamnya terdapat ha-hal sebagai berikut :
58
a. Siapa yang menandatangani akta, berarti dengan sukarela ia telah menyatakan maksud dan kehendak.
b. Tujuan dan maksud pernyataan itu untuk menjamin kebenaran keterangan yang diberikan dalam akta.
58
http:elfatsani.blogspot.com200904pembuktian-di-muka-persidangan.html, tanggal 25 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
53
c. Oleh karena itu dibelakang hari dia tidak boleh mengingkari, bahwa dia tidak menuliskan atau tidak memberi keterangan yang tercantum didalam akta.
d. Namun demikian bukan berarti isi keterangan akta adalah mutlak benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Ketentuan mengenai pemalsuan surat dapat dilihat pada Pasal 263 KUHPidana, yang menyebutkan sebagai berikut :
1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.
2. Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan
tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Dalam Pasal 263 tersebut ada 2 kejahatan, masing-masing dirumuskan pada ayat 1 dan 2 yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
59
Ayat 1 yaitu :
a. Unsur-unsur objektif : 1. Perbuatan :
a. Membuat palsu. b. Memalsu.
2. Obyeknya yakni surat : a. Yang dapat menimbulkan suatu hak.
59
Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, halaman 98.
Universitas Sumatera Utara
54
b. Yang menimbulkan suatu perikatan. c. Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang.
d. Yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal. 3. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut.
b. Unsur Subjektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
Ayat 2 yaitu :
a. Unsur-unsur obyektif : 1. Perbuatan : memakai
2. Obyeknya : a. Surat Palsu b. Surat yang dipalsukan.
3. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. b. Unsur Subjektif : dengan sengaja
Membuat surat palsu membuat palsu valselijk opmaaken sebuah surat adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak
benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya. Disamping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari membuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak
benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya : 1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti
orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif dikarang-karang. 2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya
ataupun tidak.
Universitas Sumatera Utara
55
Sedangkan perbuatan memalsu vervalsen surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat
yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lainberbeda dengan isi surat semula. Sama halnya dengan membuat surat palsu, memalsu surat dapat terjadi selain
terhadap sebagian atau seluruh isi surat, dapat juga pada tanda tangan si pembuat surat. Misalnya si pembuat dan yang bertanda tangan dalam surat bernama parikun,
diubah tanda tangannya menjadi tanda tangan orang lain yang bernama panirun. Dalam hal ini ada suatu arrest HR 14-4-1913 yang menyatakan bahwa
”barangsiapa di bawah suatu tulisan membubuhkan tanda tangan orang lain sekalipun atas perintah dan persetujuan orang tersebut telah memalsukan tulisan itu.”
60
Perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsu surat, adalah bahwa membuat surat palsumembuat palsu surat, sebelum perbuatan dilakukan,
belum ada surat, kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran atau palsu. Seluruh tulisan dalam surat itu
dihasilkan oleh perbuatan membuat surat palsu. Surat yang demikian disebut dengan surat palsu atau surat tidak asli.
Hal ini berbeda dengan perbuatan memalsu surat. Sebelum perbuatan ini dilakukan, sudah ada sebuah surat disebut surat asli. Kemudian pada surat yang asli
ini, terhadap isinya termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang
sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran atau
60
Adami Chazawi, ibid, halaman 101.
Universitas Sumatera Utara
56
palsu. Dengan demikian surat tersebut disebut dengan surat yang dipalsukan. Hal ini dapat dilihat seperti dalam contoh kasus Putusan MA No. 303 KPid2004 mengenai
2 dua buah akta surat kuasa yang dibuat oleh H. Mohammad Afdal Gazali, SH selaku NotarisPPAT di Pekan Baru. Dalam hal ini diketahui bahwa, pemilik dari
kedua bidang tanah tersebut adalah Almarhuma Ny. Siswo Sunarto. Kemudian atas permintaan dari Ir. Soediono dan Syamsuri, NotarisPPAT membuat 2 dua buah
akta surat kuasa tersebut berdasarkan data-data dua bidang tanah yang ada sesuai dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 435Bangka dan Nomor 434Bangka atas nama
Ny. Siswo Sunarto yang diberikan oleh Ir. Soediono dan Syamsuri. Kemudian H. Mohammad Afdal Gazali, SH membuat dua buah akta surat kuasa atas nama Ny.
Siswo dan Syamsuri secara fiktif yang berisi antara lain ”untuk bertindak mewakili pemberi kuasa dalam segala hal dan perbuatan yang tidak dikecualikan atas sebidang
tanah Sertipikat Hak Milik Nomor : 435Bangka seluas 1.590 M2 dan sebidang tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 434Bangka seluas 651 M2 terletak di Jl. Bangka III Rt.
00202 Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan”. Kemudian akta tersebut ditandatangani oleh H. Mohammad Afdal Gazali, SH dan
Syamsuri dengan disaksikan oleh Ir. Soediono. Dengan melihat salah satu contoh kasus diatas tersebut, dapatlah dikatakan
bahwa akta yang dibuat oleh NotarisPPAT H. Mohammad Afdal Gazali, SH telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 17 UUJN yang berisi :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
Universitas Sumatera Utara
57
c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat; f.
Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
h. Menjadi Notaris Pengganti; atau i.
Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
Notaris.
dengan tindakan notaris Mohammad Afdal Gazali, SH secara bersama-sama dengan Ir. Soediono dan Syamsuri yang telah melakukan pemalsuan terhadap akta otentik,
dengan cara memalsukan tanda tangan pemilik asli Alm. Ny. Siswo Sunarto atas 2 dua bidang tanah ke dalam suatu akta surat kuasa, yang seolah-olah surat kuasa
otentik tersebut adalah benar dan tidak dipalsukan. Dan kemudian surat kuasa tersebut dipergunakan oleh pihak lain untuk menjual kedua bidang tanah tersebut
kepada pihak lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa akta surat kuasa yang dibuat oleh notaris tersebut dapat menjadi batal demi hukum
61
karena telah melanggar Pasal 44 dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris. Dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP berbunyi :
1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, dipidana, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
61
Akta menjadi batal demi hukum apabila isi akta tidak memenuhi syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan
perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang
Universitas Sumatera Utara
58
2. Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian. Ada 2 kejahatan dalam pasal 266, masing-masing dirumuskan pada ayat 1 dan 2
yaitu:
62
Ayat ke-1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur-unsur obyektif : a. Perbuatan : menyuruh memasukkan.
b. Obyeknya : keterangan palsu. c. Ke dalam akta otentik.
d. Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta itu.
e. Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian. 2. Unsur Subyektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai
seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran.
Ayat ke-2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur-unsur obyektif : a. Perbuatan : memakai.
b. Obyeknya : akta otentik tersebut ayat 1. c. Seolah-olah isinya benar.
2. Unsur subyektif : dengan sengaja.
62
Adami Chazawi, ibid, halaman 112.
Universitas Sumatera Utara
59
Dalam rumusan tersebut diatas, tidak dicantumkan siapa orang yang disuruh untuk
memasukkan keterangan
palsu tersebut,
tetapi dapat
diketahui dari
unsurkalimat ke dalam akta otentik dalam rumusan ayat ke 1, bahwa orang tersebut adalah yang membuat akta otentik. Sebagaimana diketahui bahwa akta otentik dibuat
oleh pejabat umum yang menurut undang-undang berwenang untuk membuatnya, misalnya seorang Notaris, Pegawai Catatan Sipil, Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPAT. Pejabat ini dalam pembuatan akta otentik adalah memenuhi permintaan, sedangkan orang yang meminta inilah yang dimaksud orang yang menyuruh
memasukkan keterangan palsu. Pada hakikatnya akta otentik memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Namun notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris telah dimengerti dan
sesuai dengan kehendak para pihak. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta tersebut yang akan
ditandatanganinya. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik harus
dapat mempertanggungjawabkan akta yang dibuatnya tersebut apabila ternyata dikemudian hari timbul masalah dari akta otentik tersebut. Masalah yang timbul dari
akta yang dibuat oleh Notaris perlu dipertanyakan, apakah akibat kesalahan dari Notaris tersebut atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan keterangan,
dokumen yang dibutuhkan secara jujur dan lengkap kepada Notaris.
Universitas Sumatera Utara
60
Apabila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan memberikan keterangan
tidak jujur dan dokumen tidak lengkap disembunyikan oleh para pihak, maka akta otentik yang dibuat Notaris tersebut mengandung cacat hukum, dan bila karena
keterangan para pihak yang tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu dokumen penting yang seharusnya diperlihatkan kepada Notaris, maka para pihak yang
melakukan perbuatan tersebut dapat saja dikenakan tuntutan pidana oleh pihak lain yang merasa dirugikan dengan dibuatnya akta otentik tersebut. Pasal pidana yang
dapat digunakan untuk melakukan penuntutan pidana terhadap para pihak tersebut adalah Pasal 266 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUH Pidana yang
menyatakan ”Barang siapa menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hak di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan
oleh akta tersebut dengan maksud untuk mempergunakannya atau untuk menyuruh orang lain mempergunakannya seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan
kebenaran, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun jika penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian”.
Notaris yang membuat akta otentik sebagaimana dimaksud di atas meskipun ia tidak terlibat dalam pemalsuan keterangan dalam akta otentik tersebut dapat saja
dilakukan pemanggilan oleh pihak penyidik Polri dalam kapasitasnya sebagai saksi
Universitas Sumatera Utara
61
dalam masalah tersebut.
63
Bila dalam penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian ternyata didapati bukti permulaan yang cukup atas keterlibatan Notaris dalam
memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik yang dibuatnya tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan Notaris tersebut dapat dijadikan sebagai tersangka. Bukti
permulaan yang cukup menurut Pasal 266 ayat 1 KUHP tersebut antara lain : 1. Dengan sadarsengaja memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang
dibuatnya sehingga menguntungkan dirinya danatau orang yang memasukkan keterangan palsu itu ke dalam akta otentik tersebut serta merugikan pihak lain.
2. Karena kelalaiankecerobohannya yang membuat masuknya keterangan palsu tersebut ke dalam akta otentik yang dibuatnya.
Kedua poin tersebut di atas merupakan dasar perbuatan pidana yang mengakibatkan seorang notaris dapat dipanggil oleh penyidik Polri yang masing-
masing berdiri sendiri dan bukan merupakan syarat kumulatif. Dengan sadarsengaja memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik merupakan suatu perbuatan pidana
yang disebut
dengan dolus
kesengajaan, sedangkan
karena kelalaian
kecerobohannya yang membuat masuknya keterangan palsu dalam akta otentik merupakan suatu perbuatan pidana yang disebut dengan culpa kelalaian.
63
PAF Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum terhadap Surat-surat, Alat-alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan
, Mandar Maju, Bandung, 1991, hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA
PEMALSUAN SURAT KUASA YANG DIBUAT NOTARIS
A. Tinjauan Umum Mengenai Etika Profesi
Dalam menjalankan sebuah profesi hukum, terutama dalam profesi notaris, terdapat beberapa hal yang harus ditaati oleh para professional tersebut. Berkaitan
dengan kegiatan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang
dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-
baiknya kepada klien yang membutuhkannya. Etika menuntun seseorang untuk dapat membedakan yang baik dan yang
buruk sehingga selalu mengutamakan kejujuran dan kebenaran dalam menjalankan jabatannya. Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang
membedakan yang baik dari yang buruk.
60
Kata etika yang secara etimologis berasal dari kata Yunani ethos. Di dalam pengertian harafiah etika dimaknai sebagai adat kebiasaan, watak, atau kelakuan
manusia. Tentu saja sebagai suatu istilah yang cukup banyak dipakai sehari-hari, kata etika tersebut memiliki arti yang lebih luas dari hanya sekedar arti etimologis
harafiah.
61
60
Refik Isa Beekum, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, halaman 3
61
Ibid.
62
Universitas Sumatera Utara
63
Dalam pemakaian sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat dibedakan tiga arti kata etika, yaitu :
62
1. Sebagai sistem nilai, berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pedoman perilaku manusia.
2. Etika adalah kode etik, maksudnya kumpulan norma dan nilai moral yang wajib diperhatikan oleh pemegang profesi tertentu.
3. Etika adalah ilmu yang melakukan refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas. Etika dalam arti ini sama dengan filsafat moral.
Dalam Ensiklopedia Indonesia, terbitan Ikhtisar Baru, tahun 1984, dijelaskan bahwa etika berasal dari bahasa Inggris Ethics yang berarti ilmu tentang kesusilaan
yang menentukan bagaimana seharusnya manusia hidup dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian etika yang telah dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1998, maka dapat dirumuskan pengertian etika, yaitu :
63
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya.
2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral. 3. Etika bisa pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk.
E.Y. Kanter memberikan tiga arti yang cukup lengkap terhadap etika, yaitu ;
62
Ibid.
63
E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, Jakarta : Storia Grafika, 2001 , halaman 12.
Universitas Sumatera Utara
64
a Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral akhlak; b
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; c
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat umum.
64
Sedangkan menurut K. Bartens memberikan pengertian etika, yaitu : 1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. 2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral.
3. Etika bisa pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk.
65
Etika adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Etika secara etimologis diartikan sama dengan moral berupa nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan manusia atau kelompok dalam mengatur perilakunya. Etika berkaitan erat dengan moral, integritas dan perilaku yang tercermin dari hati nurani
seseorang.
66
Etika berupaya menyadarkan manusia akan tanggung jawab sebagai makhluk sosial yang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi tapi juga menjunjung
tinggi nilai-nilai dan penghargaan terhadap pihak lain. Sistem nilai merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena dengan nilai manusia mempunyai
64
Ibid, halaman 12
65
K. Bertens, Etika, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1997, halaman 5-6.
66
Frans Hendra Winata, Persepsi Masyarakat Terhadap Profesi Hukum di Indonesia, 2003, halaman 4
Universitas Sumatera Utara
65
landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, selanjutnya nilai dan norma berkaitan erat dengan moral dan etika.
Etika dan moral senantiasa berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab yang hanya membebaninya dengan kewajiban moral sehingga penerapannya tidak
dapat dipaksakan, oleh karena itu organisasi atau perkumpulan profesi menerapkan sanksi bagi
pelanggaran etika atau kode etik profesi agar setiap profesional senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi dalam menjalankan jabatannya.
Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum, antara lain :
a. Kejujuran Merupakan dasar utama, tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari
misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu :
1 sikap terbuka, yang berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma.
2 sikap wajar, berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak berkuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak memeras.
b. Otentik. Artinya
menghayati dan
menunjukkan diri
sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentik pribadi profesional hukum antara lain 1
tidak menyalahgunakan wewenang 2 tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat perbuatan tercela 3 mendahulukan kepentingan klien
Universitas Sumatera Utara
66
4 berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan 5 tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
c. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab,
artinya 1 kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya 2 bertindak secara profesional, tanpa membedakan
perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma prodeo 3 kesediaan memberikan laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
67
d. Kemandirian moral. Artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral
yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh
oleh pertimbangan untung rugi pamrih, menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e. Keberanian moral Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain 1 menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pengli 2 menolak tawaran damai di
67
Abdulkadir, Ibid, halaman 63.
Universitas Sumatera Utara
67
tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya 3 menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
68
Tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi, yaitu :
69
1. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi. 2. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi.
3. Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi. Menurut Darji Darmodiharjo, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah
laku manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis.
70
Sedangkan menurut Magnis Suseno, fungsi utama etika yaitu untuk membantu kita mencari
orientasi secara
kritis dalam
berhadapan dengan
moralitas yang
membingungkan. Di sini terlihat bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu
pengertian yang lebih mendasar dan kritis.
71
Adapun empat alasan yang melatar belakanginya yaitu :
72
1. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu.
2. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling
bertentangan.
68
Supriadi, Etika Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta : Sinar Gafika, 2006, halaman 19-20.
69
Abdulkadir, Ibid, halaman 61.
70
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, halaman 237.
71
C.S.T Kansil dan Christine T. Kansil, Pokok-Pokok Profesi Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995, halaman 2.
72
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
68
3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah- masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan euthanasia,
yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan makhluk. 4. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan
diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu. Seorang profesional yang mencintai profesinya sebagai jabatan mulia
senantiasa menjalankan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian terhadap kepentingan umum yang berakar pada penghormatan terhadap martabat
kemanusiaan serta senantiasa mematuhi kode etik profesi sehingga ia dipercaya dan dihormati bukan karena kemampuan intelektualnya semata tapi juga karena memiliki
integritas diri dan komitmen moral atas jabatan yang disandangnya. Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat, dan ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan profesional. Profesi secara umum, dimaknai sebagai bentuk dari suatu pekerjaan
atau keseluruhan kelompok di dalam suatu pekerjaan tertentu. Profesi bisa juga dimaknai pekerjaan tetap untuk melaksanakan fungsi kemasyarakatan yang
pelaksanaannya dilakukan secara mandiri dengan komitmen dan keahlian yang tinggi dalam bidang tertentu. Di dalam profesi itu juga, terdapat semangat
pengabdian
terhadap kemanusiaan
dan pada
penghormatan terhadap
kemanusiaan dan demi kepentingan umum serta berakar terhadap martabat kemanusiaan.
73
Profesi adalah sebutan atau jabatan bagi orang yang memiliki pengetahuan khusus yang dengan pengetahuannya tersebut dapat membimbing atau memberi saran
atau juga melayani orang lain, diantaranya adalah profesi notaris yang dengan pengetahuan hukum yang dimilikinya dapat memberikan pelayanan hukum kepada
73
Ibid, halaman 12.
Universitas Sumatera Utara
69
masyarakat. Namun
dalam menjalankan
profesinya seorang
profesional memperhatikan etika profesi.
Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai umat
manusia.
74
Etika Profesi merupakan hal yang sangat dominan dilihat dari sistem dimana norma-norma mempunyai fungsi sebagai evaluasi atau normatif untuk menilai suatu
profesi dan professional. Etika memperhatikan tingkah laku manusia dalam pengambilan suatu keputusan moral, dan juga mengarahkan dan menghubungkan
penggunaan akal budi pada setiap diri individu untuk menentukan benar atau salah atas tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Pengembangan profesi termasuk profesi hukum pada hakekatnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan, karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung
jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya, dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan khususnya
dalam bidang hukum. Hubungan etika dengan profesi hukum ialah bahwa etika profesi merupakan
sikap yang berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan keahlian yang dimilikinya, sebagai bagian dari
menjalankan kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan jasa-jasa hukum.
74
Magnis Suseno, Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : Gramedia, 1991, halaman 9.
Universitas Sumatera Utara
70
Menurut Budi Santoso mengatakan bahwa ciri-ciri profesi ada 10, yaitu :
75
a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas.
b. Suatu teknis intelektual. c. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis.
d. Suatu periode jenjang untuk pelatihan dan sertifikasi. e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f.
Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri. g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab
dengan kualitas komunikasi yang tinggi antara anggota. h. Pengakuan sebagai profesi.
i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi. j.
Hubungan erat dengan profesi lain. Setiap organisasi profesi memiliki kode etik. Kode etik dalam arti materil
adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal yang fundamental
dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh
organisasi profesi Notaris.
76
Agar kode etik profesi dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka paling tidak ada dua syarat yang mesti dipenuhi. Pertama, kode etik itu harus dibuat oleh
profesi itu sendiri, kode etik tidak akan efektif kalau diterima begitu saja dari atas, dari instansi pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Kedua, agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus-menerus.
77
Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Notaris berdasar keputusan kongres perkumpulan yang mengatur
75
C.S.T Kansil dan Christine T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995, halaman 4.
76
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 161.
77
K. Bartens, Etika, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1997, halaman 282-283.
Universitas Sumatera Utara
71
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan yang menjalankan tugas jabatan Notaris.
78
Ikatan Notaris Indonesia merupakan salah satu organisasi profesi yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah
moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan
persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang notaris. Dikatakan demikian karena tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan
integritas dan moral. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat,
seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi. Profesi yang
dijalankan hanya dengan dasar profesionalitas maka ia hanya berpijak atas dasar keahlian semata dan bisa trerjebak menjadi ”tukang” atau dapat menjadikan keahlian
tanpa kendali nilai sehingga bisa berbuat semau-maunya sendiri, sedangkan etika yang dijalankan tanpa pijakan dasar profesionalitas dapat menimbulkan kerugian
pada diri sendiri dan orang lain.
79
Adanya kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan moralmartabat,
motivasi dan
orientasi pada
keterampilan intelektual
serta
78
Hasil Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan Bapak Syuhada, SH, M.Hum, tanggal 27 September 2010.
79
Bambang Widjojanto, Ceramah : “Etika Profesi Suatu Kajian dan Beberapa Masalah Pokok”.
Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I, Depok, April-Juni 2005, halaman 1.
Universitas Sumatera Utara
72
beragumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
80
Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode
etik profesi juga penting sebagai sarana kontrol sosial. Menurut Soelarman Soemardi mengatakan bahwa profesionalisme dan etika
profesi perlu dibina secara simultan karena dengan mengikuti kiasan dalam bahasa belanda tentang duduk persoalan hubungan antara kekuasaan macht dan hukum
recht. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya bebas sayap vleugel vrij dalam arti hanya kendali dan hanya pengarahan.
81
Oleh karena itu profesionalisme yaitu keahlian di dalam menjalankan karyanya wajib didukung oleh etika profesi sebagai
dasar moralitas, sekaligus kedua hal tersebut. Profesionalisme dan etika profesi merupakan satu kesatuan yang manunggal.
Jadi setiap profesi itu mengandung dua aspek yaitu profesionalisme dan etika profesi sebagai pedoman suatu moralitas. Sehingga pada setiap profesi dijumpai
technics dan ethics pada profesi. Maka etika profesi
sangat berperan dalam kehidupan masyarakat dan sekaligus dapat dijadikan agent of change pelantar
perubahan dari perkembangan suatu masyarakat dan hukumnya. Karena etika profesi memiliki muatan technics dan ethics yang dibutuhkan guna kemajuan perkembangan
dan keseimbangan dalam suatu masyarakat.
82
80
Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996, halaman 11.
81
Ibid, halaman 15
82
Ibid
Universitas Sumatera Utara
73
Oleh karena itu notaris harus senantiasa menjalankan jabatannya menurut kode etik notaris yang ditetapkan dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia yang telah
mengatur mengenai kewajiban, dan larangan yang harus dipatuhi oleh Notaris dalam menegakkan kode etik notaris dan mematuhi undang-undang yang mengatur tentang
Jabatan Notaris yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
B. Faktor Penyebab terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa
Dalam hal menjalankan tugasnya, notaris mempunyai kewajiban serta hal yang terpenting yakni yang tertuang dalam Pasal 16 ayat 1 a UUJN diantaranya
bertindak jujur dan tidak memihak. Setiap notaris dituntut agar memberikan akses terhadap informasi yang seimbang diantara para pihak yang berkontrak, sehingga
harus dicegah terjebaknya salah satu pihak ke dalam suatu kontrak karena tidak atau kurang dipahaminya persyaratan dari kontrak yang sesungguhnya yang dapat
merugikan pihak yang tidak cukup memahami persyaratan dari kontrak tersebut. Sejalan diatas, maka dipegang teguh sikap kemandirian tersebut menimbulkan
kepercayaan masyarakat pada profesi notaris sebagai abdi masyarakat. Diabaikannya unsur persamaan akses atas informasi dapat menyebabkan akta notaris rentan dalam
resiko pembatalan dari akta atau perjanjian yang bersangkutan oleh hakim. Di dalam membahas sebab-sebab yang menimbulkan tindak pidana, banyak
para ahli yang mengemukakan pendapatnya sesuai dengan bidangnya masing- masing. Timbulnya tindak pidana disebabkan karena berbagai faktor yang untuk satu
Universitas Sumatera Utara
74
faktor tertentu dapat menimbulkan tindak pidana lainnya. Sebab-sebab terjadinya suatu tindak pidana sangat kompleks dan terlihat adanya faktor-faktor yang saling
mempengaruhi. Adapun faktor penyebab timbulnya tindak pidana
83
, adalah sebagai berikut:
a. Faktor Endogen, yang merupakan faktor yang terdapat pada diri individu itu sendiri yang mempengaruhi tingkah lakunya tentang faktor kepribadian pada diri
individu ini dapat dilihat antara lain: 1. Usia : Usia 15 sampai dengan 25 tahun lebih banyak melakukan kejahatan
dari pada unsur selebihnya. 2. Pendidikan : Baik formal maupun non formal sangat membentuk kepribadian
seseorang. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya, serta selalu memberikan contoh yang kurang baik, akan mengarahkan sifat-sifat
yang jahat di dalam diri si anak tersebut. Orang yang berpendidikan tinggi pun belum menjamin tidak terjadinya suatu kejahatan.
3. Agama: mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, merupakan landasan pokok bagi manusia bersikap tindak. Norma-norma yang
terdapat di dalamnya mempunyai nilai yang tinggi dalam hidup manusia, sebab selalu membimbing manusia ke jalan yang baik dan benar. Dengan
demikian, kemunduran dan kemerosotan kepercayaan seseorang terhadap ajaran agama, sering dipandang sebagai sebab yang potensial dari timbulnya
83
Ninik Wdan Yulius W, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pencegahannya, 1987 Hal 116
Universitas Sumatera Utara
75
kejahatan, sekalipun pandangan tersebut mungkin belum dapat dibuktikan, namun tidak dapat diabaikan begitu saja.
b. Faktor Eksogen, merupakan faktor yang berada diluar diri individu tersebut, berpokok
pangkal pada
lingkungan. baik
lingkungan keluarga
maupun lingkungan pergaulan dengan masyarakat luas. Untuk mencari hal-hal yang
mempunyai korelasi dengan tindak pidana, faktor inilah yang menurut para ahli merupakan faktor yang menetukan atau mendominir perbuatan individu kearah
tindak pidana. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang di dalamnya hidup manusia lain yang beraneka ragam tingkat kehidupannya. Lingkungan
ternpat tinggal merupakan salah satu sarana untuk merubah sifat seseorang didalam pergaulannya sehari-hari.
Dalam kriminologi, dikenal adanya beberapa teori mengenai faktor penyebab timbulnya kejahatan yaitu salah satunya teori Born Kriminal yang dikemukakan oleh
Cesare Lombroso . Menurut Cesare Lombroso menyatakan bahwa
para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek
moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan penjahat.
84
Dalam perkembangan teorinya Lombroso mendapati kenyataan bahwa manusia jahat dapat ditandai dari sifat-sifat fisiknya, antara lain
84
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, 38.
Universitas Sumatera Utara
76
telinga yang tidak sesuai ukurannya, dahi yang menonjol, tangan yang panjang, rahang yang menonjol ataupun hidung yang bengkok.
85
Hal ini berbeda menurut teori yang dikemukakan oleh Lacassagene, bahwa kejahatan merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman, namun
berkembangnya kuman tetapi digantungkan pada kondisi manusianya.
86
Maksudnya bahwa seseorang pada dasarnya tidak jahat, ia akan berbuat jahat disebabkan karena
susunan, corak dan sifat masyarakat dimana penjahat itu hidup.
87
Dengan kata lain, masyarakatlah lingkungan yang memiliki peranan sangat besar dibandingkan
faktor-faktor lainnya.
88
Kritik lain juga dilontarkan oleh Tarde, yang menyatakan bahwa perilaku jahat seseorang sesungguhnya timbul dari hukum imitasi atau meniru perilaku orang
lain.
89
Kemudian Enrico Ferri, murid Lombrosso menengahi dengan merangkum semua teori diatas yang menekankan bahwa kejahatan terjadi karena adanya
hubungan yang erat antara faktor fisik, antropologis dan sosial:
90
1. Faktor-faktor fisik: suku bangsa, iklim, letak geografis, pengaruh-pengaruh musim, temperatur, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor anthropologis: umur, kelamin, kondisi-kondisi organis, kondisi- kondisi psikologis, dan sebagainya.
85
Ibid, halaman 24.
86
Ibid, halaman
87
http:www.syamsul-rijal.co.cc201010tujuan-hukum-pidana.html, tanggal 17 Desember 2010.
88
http:www.effendi.googlepages.comPertemuanVIdanVII.pdf, tanggal 17 Desember 2010.
89
http:verry-punyaverry.blogspot.com, tanggal 17 Desember 2010.
90
http:www.oneofthesky.co.cc201005teori-kejahatan.html, tanggal 17 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
77
3. Faktor-faktor sosial: rapatnya penduduk, kebiasaan, susunan pemerintahan, kondisi-kondisi ekonomis, kondisi-kondisi industri, dan sebagainya.
Sebagian besar tindakan yang dilakukan notaris dalam jabatannya yang paling dominan adalah adanya penurunan tarif pada akta-akta yang dibuatnya. Hal ini cukup
beralasan mengingat jumlah notaris saat ini yang kian hari kian meningkat jumlahnya, sehingga menimbulkan persaingan yang semakin ketat diantara mereka.
Tindakan pidana yang dilakukan oleh notaris yang bersumber dari diri notaris itu sendiri berarti bahwa pribadi dari notaris yang bersangkutan sendirilah yang
menyebabkan terjadinya tindakan pidana tersebut. Penyebab dari hal tersebut sangat bervariasi diantaranya rendahnya integritas dan moral dari notaris yang bersangkutan,
disusul dengan adanya tuntutan kesejahteraan, dan hambatan lain berupa keterbatasan kemampuan dari notaris yang bersangkutan. Pernyataan ini dapat dilihat seperti pada
contoh kasus dalam penelitian ini yaitu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 303 KPid2004 :
Pada hari sabtu, tanggal 29 Pebruari 1992, H. Mohammad Afdal Gazali, SH dengan Syamsuri Bin Soemodikromi dan Ir. Soediono bertempat di jalan Hang
Lekir II Blok H Nomor 19 RT 009, RW 06, Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru Selatan, untuk membuat surat akta otentik atau memalsukan surat otentik, yang
dapat menerbitkan suatu hak, dengan maksud untuk memakai surat itu seolah- olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
Pada tahun 1971, Soetono orang tua Ir. Soedono membeli dua bidang tanah masing-masing Sertifikat Hak Milik Nomor : 435Bangka seluas 1.660 m
2
atas nama Saenah Bin Djali yang berasal dari C.244 persil 16 Blok DI terletak di
Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan sesuai Akta Jual Beli Nomor : 541M.P1971 tanggal 23 Oktober 1971 yang dibuat dihadapan
NotarisPPAT Camat Mampang Prapatan R.E Soetisna dan sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor : 434Bangka seluas 651 m
2
atas nama Entong Bin Djaenal yang berasal dari Girik Nomor C. 1463 persil 68 Blok D.I terletak
di Kelurahan Bangsa, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sesuai
Universitas Sumatera Utara
78
Akta Jual Beli Nomor 610M.P1971 tanggal 10 Desember 1971, yang dibuat dan ditandatangani dihadapan NotarisPPAT Camat Mampang Prapatan R.E Soetisna;
selanjutnya dialihkan haknya menjadi atas nama Soetono. Pada tahun 1972, di atas masing-masing tanah tersebut didirikan sebuah
bangunan rumah tinggal sesuai surat IMB Izin Mendirikan Bangunan Nomor : 778IBTS72 tanggal 8 September 1972, yang dikeluarkan dan ditandatangani
oleh Kepala Suku Dinas Tata Kota Wilayah Jakarta Selatan, Drs. K. Osman Arun. Pada tahun 1976 sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor : 435Bangka seluas
1.660 m
2
, atas nama Soetono beserta bangunan diatasnya dijual kepada Ny. Siswo Sunarto, sesuai Akta Jual Beli Nomor : 551976 tanggal 9 Agustus 1976 yang
dibuat dan ditandatangani dihadapan notaris PPATCamat J.F.T
Sinjal; selanjutnya berdasarkan Akta Jual Beli tersebut dialihkan haknya menjadi atas
nama Ny. Siswo Sunarto. Pada tahun 1977 sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor : 434Bangka luas
651 m
2
atas nama Soetono dijual kepada Nyonya Siswo Sunarto, sesuai Akta Jual Beli Nomor : 1531977.
Pada tanggal 4 September 1989 Siswo Sunarto meninggal dunia, sesuai Surat Kematian nomor : 474.34589 tanggal 20 Maret 1998 yang dikeluarkan dan
ditandatangani oleh Sunarto, Sekretaris Kelurahan Panularan, kecamatan Lawiyan Kotamadya Surakarta, pada tanggal 8 Maret 1998 yang dikeluarkan dan
ditandatangani oleh Sunarto, Sekretaris Kelurahan Panularan. Selanjutnya Nyonya Siswo Sunarto meninggal dunia, dan kedua bidang tanah beserta
bangunan tersebut dikuasai dan diduduki sebagai tanah miliknya oleh Ir. Soediono dan Noes Soediono isteri Ir. Soediono, dengan alasan kedua bidang
tanah tersebut adalah milik almarhum Soetono orang tua Ir. Soediono dimana jual beli yang pernah dilakukan terhadap Ny. Siswo Sunarto hanya bersifat
formalitaspinjaman nama saja; selanjutnya kedua bidang tanah beserta bangunannya dialihkan haknya menjadi atas nama Noes Soediono isteri
Ir. Soediono, Soediono menghubungi Samsuri salah satu staffnya dan H. Mohammad Afdal Gazali notaris-PPAT yang berkedudukan di Pekanbaru
yang telah dikenalnya dengan baik untuk membuat surat kuasa khusus atas nama Syamsuri atas tanah sertipikat Hak Milik Nomor : 435Bangka dan Nomor :
434Bangka atas nama Ny. Siswo Sunarto secara fiktif pada NotarisPPAT H. Mohamad Afdal Gazali, SH. Selanjutnya Ir. Sordiono dan Syamsuri memberikan
data-data atas dua bidang tanah yang ada sesuai dengan Sertipikat Hak Milik Nomor : 435Bangka dan Nomor : 434Bangka atas nama Ny. Siswo Sunarto,
kemudian berdasarkan data-data yang diberikan tersebut NotarisPPAT M. Afdal Gazali Notaris di Pekanbaru menyiapkan dua buah konsep surat kuasa atas
nama Syamsuri masing-masing surat kuasa nomor 61 dan 62 tanggal 29 Pebruari 1992 yang masing-masing berisi untuk bertindak mewakili pemberi kuasa Ny.
Siswo Sunarto dalam segala hal dan perbuatan yang tidak dikecualikan atas sebidang tanah sertifikat hak milik nomor 435Bangka dan sebidang tanah hak
milik nomor 434Bangka. Kedua buah konsep surat kuasa tersebut ditandatangani
Universitas Sumatera Utara
79
oleh M. Afdal Gazali dan Syamsuri dengan disaksikan oleh Ir. Sudiyono dengan memalsukan tandatangan Almarhumah Ny. Siswo Sunarto, yang seolah-olah
bahwa kedua surat kuasa tersebut benar dan tidak dipalsukan. Padahal baik
NotarisPPAT Mohamad Afdal Gazali, SH maupun Ir. Soediono dan Syamsuri telah mengetahui bahwa Ny. Siswo Sunarto sudah meninggal dunia. Berdasarkan
surat kuasa nomor 61 dan 62 tanggal 29 Pebruari 1992 atas nama Syamsuri digunakan untuk menjual sebidang tanah sertifikat hak milik nomor 435Bangka
atas nama Ny. Siswo Sunarto, seharga Rp. 174.000.000, dan Sertifikat Nomor : 434Bangka atas nama Nyonya Siswo Sunarto kepada Nyonya Noes Soediono
seharga Rp. 71.610.000 tujuh puluh satu juta enam ratus sepuluh ribu rupiah sesuai akta jual beli nomor 04MPrapatanIV1992 tanggal 24 April 1992, dibuat
dihadapan NotarisPPAT Syahrim Abdulmanan. Selanjutnya berdasarkan dua buah Akta Jual Beli Nomor : 03M.Prapatan
IV1992 dan Nomor : 04M.PrapatanIV1992 tertanggal 24 April 1992 yang dibuat dihadapan NotarisPPAT Syahrim Abdulmanan, dialihkan haknya menjadi
atas nama Noes Soediono yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan tanpa sepengetahuan dan seizin
para ahli waris almarhum Ny. Siswo Sunarto. Atas perbuatan tersebut mengakibatkan para ahli waris almarhum Ny. Siswo Sunarto menderita kerugian
kehilangan hak atas kedua bidang tanah dimaksud.
Permasalahan yang sangat penting dalam Akta Jual Beli tersebut adalah sebagai berikut :
1. Setelah Siswo Sunarto beserta istrinya Ny. Siswo Sunarto meninggal dunia, kedua bidang tanah milik mereka dikuasai dan diduduki oleh Ir. Soediono beserta
istrinya Noes Soediono, dengan alasan bahwa kedua bidang tanah tersebut adalah milik almarhum Soetono ayah Ir. Soediono.
2. Ir. Soediono meminta H. Mohamad Afdal Gazali notaris-PPAT yang
berkedudukan di Pekanbaru yang telah dikenalnya dengan baik untuk membuat surat kuasa khusus atas nama Syamsuri salah satu staffnya.
3. H. Mohamad Afdal Gazali membuat dua surat kuasa yang kemudian ditandatangani olehnya beserta Syamsuri, disaksikan oleh Ir. Soediono dengan
Universitas Sumatera Utara
80
memalsukan tanda tangan almarhumah Ny. Siswo Sunarto, seolah-olah kedua surat kuasa tersebut adalah benar dan tidak dipalsukan.
4. Kedua surat kuasa tersebut digunakan untuk menjual kedua bidang tanah kepada Noes Soediono, yang kemudian di balik nama dan dialihkan haknya menjadi atas
nama Noes Soediono. 5. H. Mohamad Afdal Gazali adalah notaris-PPAT yang berkedudukan di
Pekanbaru, hal ini melanggar ketentuan Peraturan Jabatan Notaris bahwa kedua surat kuasa tersebut dibuat diluar wilayah kerja yang sudah ditentukan.
Adapun unsur-unsur yang telah terpenuhi dalam Pasal 264 ayat 1 KUHP, adalah sebagai berikut :
a. Unsur Objektif. 1. Membuat surat palsu.
Pemenuhanunsurnya adalah bahwa H. Mohamad Afdal Gazali, sebagai notaris telah membuat surat palsu sesuai dengan permintaan Soediono, seolah-olah
surat itu berasal dari Ny. Siswo Sunarto, serta menandatangani surat itu dengan cara meniru tanda tangan Ny. Siswo Sunarto.
2. Yang dapat menerbitkan suatu hak. Pemenuhan unsurnya yaitu bahwa dengan dibuatnya surat tersebut terbitlah
suatu hak, yaitu adanya hak dari Syamsuri untuk menjual tanah milik Ny. Siswo Sunarto, atas nama Ny. Siswo Sunarto sendiri.
b. Unsur Subjektif.
Universitas Sumatera Utara
81
1. Untuk mempergunakan atau memakai surat itu, seolah-olah asli dan tidak palsu.
Pemenuhan unsurnya yaitu Soediono ingin memiliki tanah hak milik kepunyaan Ny. Siswo Sunarto yang dibeli dari almarhum ayahnya.
Selanjutnya Soediono meminta H. Mohamad Afdal Gazali untuk menerbitkan sebuah surat kuasa palsu untuk digunakan menjual tanah tersebut kepada
istrinya melalui stafnya, yaitu Syamsuri. Selanjutnya surat tersebut digunakan seolah surat tersebut asli dan tidak palsu. Padahal isinya tidak benar, serta
tanda tangan yang ada dalam surat itu adalah tiruan tanda tangan seseorang yang telah meninggal, yaitu pemilik sah bidang tanah tersebut.
2. Pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pemenuhan unsurnya adalah akibat dilangsungkannya jual beli tersebut ahli
waris sah dari Ny. Siswo Sunarto dirugikan dan kehilangan hak-hak atas bidang tanah tersebut, selain itu juga karena H. Mohamad Afdal Gazali adalah
notaris Pekan Baru, maka ia dapat dikatagorikan melanggar ketentuan yang dimuat dalam peraturan yang berlaku, sehingga merugikan notaris yang
berwenang diwilayah jabatannya. Dengan demikian, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang menjadi
faktor penyebabnya terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh notaris antara lain : 1. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
Pelaksanaan pengawasan tentunya memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit mengingat wilayah yang diawasi cukup luas. Berdasarkan keterangan yang
Universitas Sumatera Utara
82
didapat dari hasil wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah, biaya operasional sementara ini berasal dari swadaya para anggota karena belum adanya
kejelasan mengenai anggaran dari pemerintah. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat pekerjaan pengawasan sangat bergantung pada dana yang diturunkan
oleh pemerintah, karena apabila tidak terdapat dana yang cukup maka operasional pengawasan akan terhambat dan tidak dapat terlaksana dengan baik. Mengenai
anggaran, Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah menerangkan bahwa setiap wilayah hanya kebagian Rp. 50 juta, itu pun harus dibagi-bagi lagi ke setiap
MPD, karena anggaran Majelis Pengawas Wilayah MPW dan MPD melekat pada anggaran Kanwil. Sementara MPN Pusat Melekat pada anggaran Ditjen
AHU. Sehingga anggaran dana yang tidak memadai ini dampaknya adalah pelaksanaan tugas menjadi tidak efektif.
2. Turunnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum Berbagai tindak kejahatan dan pelanggaran hukum yang berakibat pudarnya rasa
aman masyarakat ini secara mendasar disebabkan oleh turunnya kepatuhan
91
dan disiplin masyarakat
92
terhadap hukum. Kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum merupakan prasyarat sekaligus tantangan dalam menciptakan
kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat. Perbedaan pemahaman terhadap
91
Contoh turunnya kepatuhan hukum yaitu mempermudah prosedur dengan melawan hukum seperti tidak melihat asli surat, akan tetapi hanya melihat foto copy surat saja seperti salah satu kasus
notaris yang ditangani MPD dalam hal pelaksanaan pengikatan jual beli. Dimana notaris dalam melakukan pengikatan jual beli hanya berdasarkan foto kopi dari SK CamatLurah tanpa melihat asli
bukti kepemilikan tanah persil tersebut. Setelah dilakukan pengikatan jual beli, ternyata tanah tersebut mempunyai 2 surat yang dikeluarkan oleh camatlurah.
92
Masyarakat disini adalah Notaris H. Mohammad Afdal Gazali, SH.
Universitas Sumatera Utara
83
keanekaragaman budaya, kondisi sosial, kesenjangan kesejahteraan, tingkat penangguran, tingkat kemiskinan, serta kepadatan penduduk merupakan faktor
korelatif kriminogen dan police hazard yang apabila tidak dibina dan dikelola secara baik dapat mendorong munculnya kejahatan dan konflik horizontal. Faktor
korelatif kriminogen dan police hazard ini hanya dapat diredam oleh sikap, perilaku dan tindakan masyarakat yang patuh dan disiplin terhadap hukum.
Selain dari faktor penyebab diatas, dapat juga dilihat dari faktor : a. Subtansi hukum.
Menurut Lawrence M. Friedman, bahwa modernisasi hukum biasanya hanya menyangkut unsur struktur hukum aparatur pembuat undang-undang dan
penegak hukum dan substansi hukum undang-undang, peraturan-peraturan, norma-norma hukum, putusan pengadilan saja, sedangkan kultur hukumnya
jarang
mendapatkan perhatian
yang seksama. Artinya,
Friedman ingin
mengingatkan betapa pentingnya peranan kultur hukum, yaitu nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Kultur hukum juga bisa
berupa persepsi masyarakat tentang hukum, harapan-harapan masyarakat terhadap hukum dan pandangan mereka mengenai peranan hukum dalam masyarakat,
untuk berjalannya suatu sistem hukum. Kalau sistem hukum diumpamakan sebagai suatu pabrik, struktur hukum aparatur hukum itu adalah mesin-mesin
pabrik, sedangkan substansi hukum hukum yang dihasilkan dan dipedomani oleh aparatur hukum adalah apa yang dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik, sementara
kultur hukum dapat disamakan dengan orang-orang yang menjalankan mesin- mesin pabrik tersebut. Orang-orang itulah yang justru sangat menentukan apa
yang akan dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik, kapan mesin-mesin pabrik dihidupkan ataupun dimatikan. Berdasarkan pemikiran diatas, maka Prof. Erman
Rajagukguk mengatakan, bahwa sistem hukum tanpa kultur hukum, bagaikan ikan yang tergolek dalam baskom, bukan ikan yang lincah berenang di dalam air.
Namun demikian, masih dalam tulisan Prof. Erman Rajagukguk, bahwa Lawrence M. Friedman menyadari kultur hukum seseorang itu tergantung kepada sub
culture, yaitu pengaruh dari, antara lain, nilai-nilai, pendidikan, agama, posisi dan kepentingan-kepentingan. Artinya, perundang-undangan yang dihasilkan, bekerja
aparatur penegak hukum, taat atau tidak seseorang kepada undang-undang bergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhi sub culture tersebut.
pembangunan aparatur penegak hukum seyogyanya tidak lepas dari pembangunan sistem hukum secara sinergis, tidak hanya memperhatikan aparat penegak
hukumnya semata,
tetapi juga substansi
hukum dan kultur hukumnya
Universitas Sumatera Utara
84
diperhatikan. Sistem hukum tanpa kultur hukum, bagaikan ikan yang tergolek dalam baskom, bukan ikan yang lincah berenang di dalam air. Demikian juga
pembangunan aparatur penegak hukum tanpa pembangunan kultur hukum, sama saja tidak memberdayakan aparatur penegak hukum, seperti ikan yang tergolek
dalam baskom yang tidak berdaya apa-apa.
b. Aparat pelaksana. Menurut Soerjono ialah faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang
membentuk maupun menerapkan hukum, namun dalam hal ini yang dimaksud dengan
penegak hukum
akan dibatasi
pada kalangan
yang langsung
berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement,
akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan yang mencakup yakni mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian,
kepengacaraan, dan pemasyarakatan. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan. Oleh karena itu orang yang memiliki
kedudukan tertentu, lazim disebut orang yang mempunyai peranan
role occupant
. Kedudukan tersebut sebenarnya suatu wadah yang berisikan kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu yang harus di penuhi, sehingga itulah
nantiya yang akan menjadi peran dari penegak hukum itu. Penegak hukum dalam menjalankan perannya tidak dapat berbuat sesuka hati mereka juga harus
memperhatikan etika yang berlaku dalam lingkup profesinya, dimana James J. Spillane SJ mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau
mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Dalam profesi penegak hukum sendiri mereka telah memiliki kode etik yang
diatur tersendiri, tapi dalam prakteknya kode etik yang telah ditetapkan dan di sepakati itu masih banyak di langgar oleh para penegak hukum misalkan saja
seperti beberapa kasus akhir-akhir ini dimana tersangkanya adalah para penegak hukum yang diharapkan dapat menegakkan supremasi hukum di Negara ini
contohnya saja Jaksa Urip Tri Guanawan, Antasari, dan masih banyak lagi para jaksa, hakim, dan pengacara lainnya yang terlibat dalam kasus penyuapan,
pemerasan dan kasus-kasus pidana lainnya. Akibat perbuatan-perbuatan para penegak hukum yang tidak memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak
beretika dalam menjalankan profesinya, sehingga mengakibatkan lambatnya pembangunan hukum yang diharapkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan
pikiran-pikiran negative dari masyarakat terhadap penegak hukum lainnya, dan lama-kelamaan kepercayaan pada hukum-pun akan semakin sirna.
93
c. Kesadaran hukum masyarakat. Penegakan hukum yang dilakukan untuk sebuah keadilan dan kedamaian bagi
masyarakat akan menuntut masyarakatnya untuk banyak berparisipasi. Kesadaran masyarakat sangatlah penting sehingga ketika masyarakat menjalankan hukum
karena takut, maka hukum akan berlalu begitu saja. Lain halnya ketika
93
http:blog.unand.ac.idsyahrulfitra20101015integritas-penegakan-hukum-di-indonesia, tanggal 22 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
85
masyarakat melaksanakan hukum karena kesadaraannya. Di indonesia kesadaran masyarakat terhadap hukum sangat jarang sekali di temui, pelaksanaan hukum
masih terpaku pada menonjolnya sikap apatis serta menganggap bahwa penegakan hukum merupakan urusan aparat penegak hukum semata dan tidak
berangkat dari kesadaran masyarakat.
94
Dari uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor penyebab timbulnya tindak pidana yang dilakukan oleh notaris tersebut paling utama
adalah lemahnya moral dan iman. Moral akhlak merupakan sikap mental yang menimbulkan kelakuan baik atau buruk seseorang, karena moral akhlak merupakan
hasil dan pencerminan syariah yang dilandasi akidah pada diri individu maupun masyarakat. Kalau iman seseorang bagus dan kuat apapun godaan yang dihadapi
notaris tersebut tidak akan terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak dan merendahkan martabat dan kehormatan kode etik notaris.
Selain dari faktor moral dan iman, faktor ekonomi juga mempunyai peran yang tinggi. Faktor ekonomi dipengaruhi adanya krisis ekonomi yang melanda negara
kita, sehingga banyak orang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Akibat dari faktor ekonomi yang
begitu lemah serta kurangnya kesadaran terhadap hukum mengakibatkan aparat penegak hukum dalam hal ini khususnya notaris, telah bertindak sewenang-wenang di
dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat menghilangkan hak-hak orang lain.
95
Dengan hilangnya hak-hak orang lain akibat tindak pidana yang dilakukan oleh
94
http:acan-elhasby.blogspot.com201001penegakan-hukum-dan-implementasinya-di. html, tanggal 25 September 2010.
95
Hasil wawancara dengan Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Bapak Syuhada, SH, M.Hum, tanggal 27 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
86
notaris tersebut, maka hendaklah bagi pihak-pihak yang berwajib yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan agar segera ditindak lanjuti sesuai dengan undang-undang yang
berlaku .
96
96
Hasil Wawancara dengan NotarisPPAT Kota Medan Bapak Soeparno, SH, tanggal 27 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
87
BAB IV UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMALSUAN SURAT KUASA YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS A. Tindak Pidana Pemalsuan
1. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.