mata Taylor, 1980. Tear film mempunyai fungsi untuk melindungi dan memberi lubrikasi pada kornea dan konjungtiva Glasgow, 2006, sehingga
kerusakan pada tear film membuat permukaan mata rentan terhadap inflamasi. 3. Teori defisiensi Limbal Stem Cells
Beberapa tahun yang lalu, limbus dianggap hanya sebagai sebuah zona transisi antara kornea, sklera dan konjungtiva. Akan tetapi Thoft 1997
dalam Tan 2001 mengemukakan bahwa permukaan okuler adalah suatu kontinuum, yang terus berganti. Ketika terdapat defisiensi pada limbal
stem cells, terjadi proses konjungtivalisasi pada permukaan kornea; konjungtiva bermigrasi melewati limbus untuk menggantikan defisiensi
dari stem cells pada kornea. Tanda-tanda dari defisiensi limbal adalah kerusakan pada basement membrane, inflamasi kronik dan vaskularisasi.
Karena ketiga tanda ini juga merupakan tanda khas dari pterygium, maka teori ini dianggap suatu mekanisme patogenesis.
2.2.4. Klasifikasi
Sampat saat ini, tidak terdapat sistem klasifikasi yang telah distandarisasi untuk pterygium. Selain itu, Klasifikasi dan grading seroing digunakan secara
sinonim terhadap pterygium. Saat ini, yang sering digunakan adalah sistem grading klinis yang dikemukakan oleh Donald H.Tan, yang didasarkan dengan
penampkan translusensi dari bagian body pterygium pada saat pemeriksaan slit lamp:
1. T1 Atrophic: Lesi dengan pembuluh darah episklera yang terlihat dengan jelas pada
bagian body. 2. T2 Intermediate
Lesi dengan pembuluh darah episklera yang tidak dapat terlihat dengan jelas atau terlihat secara parsial.
3. T3 Fleshy Lesi yang tebal, dimana pembuluh darah episklera tidak dapat terlihat
sama sekali.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pterygium juga dapat diklasifikasi berdasarkan lokasi nya pada bola mata. Lesi dapat ditemukan pada sisi medial yang disebut area nasal di dekat hidung,
di sisi lateral yang disebut area temporal di dekat temple atau pada kedua sisi, yang disebut duplex.
2.2.5. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk pterygium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko intrinsik dan faktor risiko ekstrinsik Buratto, 2000. Faktor risiko
intrinsic mencakup kelainan herediter dan gangguan pada status gizi seperti defisiensi dari vitamin A. Karena penelitian ini memberi fokus pada faktor
lingkungan seperti paparan terhadap sinar matahari, debu dan asap, maka faktor risiko ekstrinsik akan dibahas lebih dalam:
1. Paparan kronik dengan UV-B. Paparan terhadap sinar matahari, terutama UV-B menyebabkan
pembentukan Interleukin-6 IL-6 dan -8 mRNA Di Girolamo et al, 2002. IL-6 adalah suatu sitokin dengan aktivitas angiogenik, kemotaktik
dan memicu aktifitas proliferatif dari keratinosit, sehingga paparan yang sering terhadap UV-B merupakan suatu faktor risiko yang besar untuk
terjadinya pterygium. 2. Paparan terhadap asap, debu dan pasir
Pengemudi sepeda motor yang berkerja pada cuaca yang berdebu mempunyai risiko terjadinya pterygium 11 kali lebih besar daripada orang
yang berkerja didalam ruangan atau perkantoran MacKenzie dalam Ukponmwan, 2007. Ini disebabkan oleh mikrotrauma akibat partikel debu
pada tear film mata Taylor, 1980. 3. Infeksi mikrobial dan viral
Sebagai contoh, infeksi oleh trakoma akan menyebabkan kompetisi terhadap komponen mukus pada tear film sehingga menyebabkan
perubahan yang membuat konjungtiva rentan terhadap kerusakan akibat faktor lingkungan lain Buratto, 2000
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis