KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM

Berikut pernyataan dari salah satu buruh bernama Darmin, “Itu ada yang kejar, tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik langsung dipukuli sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus warga pada kumpul lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah, lalu warga pergi. Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mes. Saya ditelanjangi, dipukuli, ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus besokannya kerja lagi. 4

C. Duduk Permasalahan

Seperti yang diberitakan di beberapa media dan hasil analis wawancara narasumber, kronologis kasus terkuaknya kasus diawali dari laporan seorang buruh ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang didampingi personel Bhanbinkamtibmas. Dikutip dari media, saat itu kami mendapatkan laporan dari salah seorang korban yang berasal dari Mande dan Lampung. Mereka melaporkan mendapatkan penyiksaan selama bekerja di pabrik itu. Sekitar tanggal 23 Februari kita datang ke lokasi pabrik. Kita bertemu langsung dengan bosnya dan para buruh. Tapi kedatangan kita yang pertama, para buruh mengaku tidak ada masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sama bosnya, terang Cece kepada INILAH di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu 552013. 4 http:sylhadisaputri.blogspot.com201306makalah-perbudakan-di-tanggerang.html Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah terendus aparat kepolisian yang langsung melakukan penggerebekan. Pada Jumat malam kita datang ke lokasi pabrik. Ternyata memang sudah digerebek aparat polisi. Kita langsung mendata di lokasi pabrik. Ternyata ada 22 orang di antara buruh itu merupakan warga Kabupaten Cianjur. Setelah menyelesaikan pendataan, seluruh korban yang berasal dari Cianjur, termasuk 1 orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu 552013 dinihari. 5 Dari beberapa kesaksian juga mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat. 6 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan. 7 5 http:m.inilah.comreaddetail1985826inilah-kronologis-terbongkarnya-perbudakan- buruh. diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB 6 http:www.tempo.coreadnews20130504064477938Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa- Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB 7 http:www.tempo.coreadnews20130504064477938Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa- Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan- temuan itu: a Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat. 8 b Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas. c Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan. d Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar. e Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulan- bulan, robek dan jorok. f Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat. g Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha. 8 Wawancara Pribadi dengan WargaPekerja CV. Cahaya Logam Kp. Bayur, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Basri., 8 Mei 2015 h Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak. 9 Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan pengusaha tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya. Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusahaatasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam 9 http:megapolitan.kompas.comread2013050404215157Parah.Puluhan.Buruh.Disekap.Baran gDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WPutm_medium=Ktpidxutm_cam paign=20Perbudakan20Di20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan. 10 Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerjaburuh dengan masa kerja kurang dari 1 satu tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK upah minimum kabupatenkota dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000perbulan, 11 bukan Rp. 600.000perbulan. Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. 12 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan 10 Wawancara Pribadi dengan Bapak Salmin., 5 Mei 2015 11 http:fspmiptbi.orgdaftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB. 12 Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan buah perlindungan antara pekerjaburuh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan. 13 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruhpekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya. Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi kemnakertrans mempercepat proses penyidikan dan penyusunan penuntutan pidana terhadap para pelaku penyekapan buruh di Tangerang. Para pelaku dijerat dengan 6 Enam tuntutan pidana karena melanggar peraturan ketenagakerjaan dengan ancaman hukuman penjara berat dan sanksi denda. Pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusannya, Majlis Hakim yang diketuai Asiadi Sembiring menyatakan terdakwa Yuki Irawan terbukti secara sah melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 2 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 11 Sebelas tahun ditambah denda sebesar Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah subsidair 3 tiga bulan kurungan. 13 Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, Jakarta: UI Press, 2012, hal. 26 42

BAB IV ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI

KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Maraknya kasus perburuhan di Indonesia terjadi diakibatkan kurangnya kepastian hukum mengenai perjanjian kerja itu sendiri. Potret buramnya kasus perburuhan di Indonesia bahkan terlihat seperti kembali kepada zaman feodal. Di mana seorang majikan seenaknya memperlakukan seorang buruh sebagai budaknya, dengan tanpa upah, tanpa kejelasan waktu kerja, tanpa keselamatan kerjakesehatan dan tanpa hak-hak lainnya. Hubungan kerja yang terlahir dari ketidakjelasan perjanjian menjadi alat eksploitasi pihak buruh oleh majikannya. Jika kita lihat, pada dasarnya hubungan kerja terlahir dari hubungan antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. 1 Di dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. 2 1 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 1999, hal. 88 2 Pasal 50 Undang-undang Nomor 132003 tentang Ketenagakerjaan Konsep perjanjian kerja diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan kualifikasi agar suatu perjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi yang dimaksud adalah adanya pekerjaan, di bawah perintah, waktu tertentu dan adanya upah. 3 Kualifikasi mengenai adanya pekerjaan dan di bawah perintah orang lain menunjukkan hubungan sub-ordinasi atau juga sering dikatakan sebagai hubungan diperatas dienstverhouding, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan pekerja didasarkan pada perintah yang diberikan oleh pengusaha. Undang-Undang Nomor 132003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat 14 yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya unsure work atau pekerjaan, adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time atau waktu tertentu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Sedangkan perjanjian kerja akan menjadi sah jika memenuhi ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata yaitu: a Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, b Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 4 c Suatu hal tertentu dan Sebab yang halal. 3 R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004, hal. 15 4 Pasal 1330 KUH Perdata Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara khusus yang mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam Pasal 52 Ayat 1 UU No. 132003 tentang Ketenagakerjaaan, yaitu: 5 a. Kesepakatan kedua belah pihak b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan d. Obyek perjanjian harus halal Dalam melakukan kepastian pekerjaan, baik pihak pemberi kerja pengusaha dan buruh memastikannya dalam perjanjian kerja. Yang mana, dalam hukum positif Indonesia dikatakan perjanjian kerja memberikan dua pilihan bagi kedua belah pihak, yaitu melakukan perjanjian kerja secara tertulis maupun tidak tertulis. hal itu bisa dilihat dalam Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: 1 Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 2 Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6 Penjelasan Pasal 51 Ayat 1 di atas pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam 5 Pasal 52 Ayat 1 Undang-undang No 132003 tentang Ketenagakerjaaan 6 Pasal 51 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. 7 Untuk Ayat 2 maksudnya adalah perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar negara, dan perjanjian kerja laut. 8 Sebetulnya perjanjian kerja dalam bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan. 9 Memang, perjanjian kerja pada umumnya secara tertulis, tetapi masih ada juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UUKK membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja, yang berisi: 10 a Nama dan alamat pekerja b Tanggal mulai bekerja 7 Penjelasan Pasal 51 Ayat 1 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 8 Penjelasan Pasal 51 Ayat 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 9 R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004, hal. 59 10 Pasal 63 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan