Pertambangan minyak rakyat pespektif hukum ekonomi Islam dan hukum positif (studi kasus di ds Wonocolo Kec. Kedewan Kab. Bojongoro Prov. Jawa Timur

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy)

Oleh :

M. Nur Kholis

NIM. 106046101660

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432H /2010M


(2)

i Oleh :

M. Nur Kholis NIM. 106046101660

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432H /2010M


(3)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy)

Oleh : M. Nur Kholis NIM. 106046101660

Di bawah bimbingan: Pembimbing I

M. Nuzul Wibawa, M.Ag.

Pembimbing II

Djaka Badranaya, SEI, ME NIP: 197705302007011008

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432H /2010M


(4)

iii

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mecapai gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 01 Januari 2011

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP: 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

1. Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.

(……….)

NIP: 197107011998032002

2. Sekretaris : Mu‟min Roup, M.Ag. (……….)

NIP: 150281979

3. Pembimbing I : M. Nuzul Wibawa, M.Ag. (……….)

4 Pembimbing II Djaka Badranaya, SEI, ME (……….)

NIP: 197705302007011008

5. Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA (……….) NIP: 195703121985031003

6. Penguji II : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH (……….) NIP: 197407252001121001


(5)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 08 Muharram 1432 H 13 Desember 2010 M


(6)

v

Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H/2011 M.

Isi: xi + 105 halaman + 19 lampiran, 34 literatur (1979-2010)

Sebagai negara hukum, legalitas sebuah kegiatan ekonomi di Indonesia sangat dibutuhkan demi tercapainya jaminan pengakuan dari negara atas sebuah kegiatan ekonomi. Namun terkadang banyak faktor yang menyebabkan sebuah kegiatan ekonomi tidak terdaftar sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kepatuhan warga(kasus Wonocolo) terhadap Peraturan atau UU yang mengatur pertambangan rakyat. Dalam hal ini peneliti tidak hanya men-judge apakah kegiatan penambangan rakyat tersebut telah sesuai dengan konsep hukum yang berlaku, tetapi peneliti juga menggunakan kearifan lokal untuk menilai kasus yang terjadi disana. Lebih jauh peneliti juga berusaha menghadirkan perspektif konsep ekonomi islam untuk menganalisa kasus tersebut.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, Yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi dilapangan berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan secara mendalam. Disamping itu penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah, atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ternyata kegiatan pertambangan minyak rakyat Wonocolo adalah ilegal. Tidak sesuai dengan peraturan yang ada, dan sikap pemerintah yang “diam” menjadi modal awal atas langgengnya penambangan tersebut bertahun-tahun. Tetapi diamnya PEMDA setempat menggunakan banyak pertimbangan, yang penulis sebut dengan “kearifan lokal”

Kata Kunci: Pertambangan Minyak Rakyat, Legalitas Kegiatan Ekonomi, (UUD 1945 Pasal 33 ayat 2, Pertambangan Rakyat Wonocolo

Pembimbing I : M. Nuzul Wibawa, M.Ag. Pembimbing II : Djaka Badranaya, SEI, ME


(7)

vi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah menjadikan Langit dan Bumi beserta isinya sebagai fasilitas manusia. Yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya tiada batasnya. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasulullah SAW, pembawa cahaya yang telah membebaskan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan. Semua adalah skenario Tuhan Yang Maha Kuasa, ketika seseorang berhasil mencapai suatu kesuksesan, kita sebagai manusia hanya menjalankannya, dan diperintahkan berusaha dan berdoa untuk mencapai kemenangan itu termasuk di balik terselesaikannya skripsi dengan judul PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF” (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur), maka setelah memanjatkan rasa puja dan puji syukur kepada Allah SWT, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Pembimbing skripsi, Bapak Nuzul Wibawa, M. Ag, pembimbing I, dan Bapak Djaka Badranaya SEI, ME, pembimbing II, yang telah memberikan banyak


(8)

vii

pentingnya mencari ilmu, dan memberikan motifasi agar tidak pernah meninggalkan dunia pendidikan.

5. Om, Purwanto SH. dan Bule‟ Syarifah Spd. yang telah memberikan dorongan moril dan materiil, serta selalu mengingatkan agar serius dalam belajar. Semoga Allah memberikan balasan dengan sebaik-baik balasan. Amiin….

6. Saudara-kandung penulis tercinta, mbak Qo2m, Mbak Nurul, Mbak Zul, dan Firda dan Afif yang ikut memberikan semangat baik moril maupun materiil sehingga menjadi pemicu semangat tersendiri pada diri penulis.

7. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah terimakasih atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat di dunia dan akhirat.

8. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Perpustakaan Utama, terima kasih atas pelayanannya, tanpa mereka penulis akan sangat kesulitan mencari referensi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. PS. C 2006, Bocah Rusuh, Tim futsal solid (Penulis _olis_, Mumu, Defri, Kacong, Rizal, Azhar, Saman ) sahabat UNIteds Darus-sunnah, sahabat Elfast-Net, yang telah memberi warna dalam kisah perjalanan penulis selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah.


(9)

viii

11.Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Ciputat, 08 Muharam 1432 H 13 Desember 2010 M


(10)

ix

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Lembar Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian... 9

E. Review Kajian Terdahulu ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : LANDASAN TEORI PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pandangan Islam Tentang Sumber Daya Alam ... 18

1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam ... 21

2. Kepemilikan Dalam Hukum Islam... 22

3. Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah (Ulil Amri) dalam Islam ... 34

4. Kuasa Pertambangan dan Hak Atas Tanah ... 39

B. Pandangan Hukum Positif Tentang Sumber Daya Alam ... 40


(11)

x

4. Perizinan Pertambangan ... 53

5. Kuasa dan Hak Kepemilikan Atas Tanah Pertambangan ... 56

6. Persamaan dan Perbedaan Pengelolaan Tambang minyak dalam Ekonomi Islam dan Hukum Positif ... 58

BAB III : PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT DESA WONOCOLO BOJONEGORO A. Profil Desa Wonocolo ... 60

1. Profil Desa ... 60

2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 61

B. Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo ... 62

1. Sejarah Pertambangan Minyak Cepu ... 62

2. Sejarah Pertambangan Minyak Desa Wonocolo ... 66

3. Latar belakang penduduk melakukan penambangan ... 68

4. Perkembangan Pertambangan Minyak Desa Wonocolo ... 70

5. Pengelolaan Pertambangan Rakyat Desa Wonocolo ... 71

BAB IV : PENGELOLAAN TAMBANG MINYAK DI DESA WONOCOLO: (Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif) A. Legalitas Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif ... 80

B. Analisis Hukum Pertambangan Minyak Rakyat Wonocolo ... 85

C. Pelanggaran Terhadap Ketentuan Ulil Amri ... 97

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 101


(12)

xi

Daya Alam ... 106

Surat Keterangan Wawancara Kepada Kepala Desa ... 107

Surat Keterangan Wawancara Kepada Pemilik Sumur ... 108

Surat Keterangan Wawancara Kepada Tokoh Masyarakat ... 109

Data Hasil Wawancara Dengan Kasubag. Sumber daya Alam Pemda Bojonegoro ... 110

Verbatim Wawancara dengan Hasil Penelitian ... 114


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebagai agama yang universal, Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara umum, maupun terperinci, baik kehidupan yang berdimensi vertikal, mengenai tata cara beribadah kepada Sang Khalik, ataupun yang berdimensi horisontal tentang tata cara berinteraksi dengan sesama. Sebagai agama penutup, Islam telah memberikan banyak rambu-rambu pada setiap masalah. Hal ini seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al Quran, surat Al Maidah: 3, yang artinya:

“Pada hari dimana Aku telah menyempurnakan bagi kalian agama kalaian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian”.

Dalam usaha mencukupi kebutuhannya setiap hari, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan ekonomi. Dalam hal ini, sebagai seorang muslim, tentulah kita menginginkan suatu sistem yang “Halal” tidak hanya secara hukum positif tetapi juga menurut syariat Islam yang kita yakini. Karena seperti kita lihat sekarang, dampak ekonomi dengan sistem kapitalis dan liberalis tidak hanya menindas kaum lemah, tetapi juga hanya menguntungkan orang orang yang mempunyai modal dan lobi yang kuat terhadap penguasa. Sistem ekonomi kapitalis akan lebih memperkuat


(14)

kedudukan para pemilik modal. Sedangkan sistem ekonomi sosialis akan menjaga tokoh-tokoh dan golongannya.1

Negara kita terkenal dengan kekayaan alamnya, sudah tidak diragukan lagi tambang minyak, batu bara, timah, emas, laut luas dengan berbagai ikan didalamnya. Namun kekayaan alam itu hanya menyisakan pilu, ketika kita menengok kehidupan masyarakat di sekitarnya. Misalnya Papua, Bangka, Sulawesi, NTT dan sebagainya. Kehidupan masyarakat Papua yang masih sangat primitif dan “super miskin”

padahal disatu sisi hutan di belantara Papua sangat kaya dengan tembaga dan emas. Sungguh ironi memang. Sehingga tidak heran jika efek ke belakang muncul berbagai gerakan separatis, yang disebabkan karena kemiskinan tersebut. Beberapa daerah memilih untuk melakukan otonomi, agar kekayaan di belakang rumahnya tidak hanya dimanfaatkan penguasa untuk mencari “tambahan”. Tidak perlu kita sebutkan berapa banyak anggota dewan yang terlibat teken kontrak dengan perusahaan asing ataupun swasta dalam negeri, demi memperkaya diri. –Maaf, saya tidak bermaksud mengarahkan pikiran anda kepada al Amin Nur Nasution-.

Dewasa ini banyak profinsi yang mengajukan otonomi daerah. Banyak spekulasi mengenai sebab yang melatarbelakanginya, yang pasti kebanyakan mereka menghendaki kemajuan di daerah mereka, dan mandiri mengelola kekayaan hasil bumi di wilayah mereka. Sebut saja Aceh, setelah gagal dalam usahanya untuk melepaskan diri dari Indonesia, akhirnya mereka mau berdamai kembali dengan

1 Abdul Sami‟ al Misry

. Pilar-pilar Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1990) Pengantar. xxvii


(15)

mengajukan syarat otonomi daerah. Belakangan Papua dengan Freeport, NTT dengan Newmont, dan Maluku. Apakah kita harus menunggu sikap berontak yang lebih besar mereka hanya untuk memberikan perhatian??

Perekonomian perencanaan pusat yang telah mengklaim dapat menjamin sasaran-sasaran material, bukan saja telah gagal klaimnya, melainkan juga telah mengalami krisis ekonomi serius yang tidak diragukan lagi meniscayakan kegagalan sistem ekonomi tersebut.2 Perkembangan pesat hanya terjadi di daerah pusat. Saya tidak bermaksud membuat statement bahwa, centralisasi itu jelek, namun apapun sistem yang sudah dianggap baik untuk dijalankan, perhatian dan keadilan terhadap rakyat perlu untuk diutamakan.

Beberapa waktu yang lalu pemerintahan daerah Bangka sempat memberikan izin kepada masyarakat setempat untuk ikut menambang timah di pulau tersebut. Jika kita renungkan alasan yang di kemukakan PEMDA setempat cukup rasional memang, yaitu keadaan masyarakat yang begitu miskin, padahal berapa juta Dollar daerah itu menyumbang pundi-pundi negara melalui tambang timah.

Di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur terdapat sebuah desa yang melakukan pertambangan minyak. Tidak dapat dipungkiri bahwa efek dari dibiarkannya penambangan minyak ini membawa kemajuan yang nyata bagi masyarakat setempat, minimal banyak warga yang dapat bekerja meskipun hanya sebagai buruh. Secara ekonomi perubahan itu begitu terasa, terutama setelah

2


(16)

kegiatan pertambangan tersebut dilepas Pertamina. Mungkin cerita kesejahteraan mereka akan berbeda jika mereka tidak ikut penambangan tersebut.

Penambangan minyak secara turun temurun tersebut sudah berlangsung sejak zaman Belanda.3 Di kawasan desa Kedewan, 30 kilometer dari kabupaten Bojonegoro, sedikitnya hingga saat ini tersisa kira-kira 58 sumur minyak produksi dari ratusan titik sumur yang di masa lalu menjadi kekuasaan kolonial. Sumur-sumur itu tersebar di desa Wonocolo dan Hargomulyo. Setiap sumur produksi dikelola per kelompok dengan jumlah yang bervariasi. Misalnya sumur 56 di desa Wonocolo yang per harinya mampu menghasilkan minyak mentah 2.000 liter, dan dikelola oleh 24 orang. Semua yang kerja di sana warga Wonocolo. Dalam sehari, rata-rata 10 drum minyak mentah didapatkan dan dijual.4

Dahulu mereka diharuskan menjual minyak mentahya ke PT Pertamina, melalui koperasi yang sudah ditunjuk. Karena harga beli pertamina yang terlalu rendah, sejak 2006, masyarakat bisa menjual minyak solar hasil sulingan sendiri sesuai dengan harga pasar, 5tentunya setelah melalui banyak keberatan dan protes. Mereka tak lagi bergantung pada mekanisme pematokan harga melalui koperasi seperti yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya. Pada waktu menjual ke Pertamina

3

Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni

2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 4

Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni

2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 5

Deru liberalisasi di Wonocolo, artikel diakses pada tanggal 07 Juni 2010, dari http://keliekwisnu.multiply.com/


(17)

melalui KUD Bogosasono warga mendapatkan harga Rp 47.500 setiap drumnya. Kini setelah keran liberalisasi terbuka, masyarakat bisa menjual minyak solar hasil sulingan sendiri dengan harga Rp 200.000 per drum. Akhirnya mereka mengilang minyak mentah tersebut dan menjualnya sendiri.6

Sebenarnya pemerintah sendiri belum memberikan izin resmi “legalitas” kepada masyarakat untuk melakukan penambangan, namun dengan berbagai alasan serta keberatan masyarakat karena pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan mereka, mereka tetap melakukan penambangan tersebut. Bahkan berkali-kali pemerintah daerah tingkat 1 Jawa Timur berencana menutupnya. Tetapi dengan berbagai pertimbangan di lapangan, akhirnya selalu batal.

Berkenaan dengan fakta diatas, agama Islam telah mengatur bagaimana mengelola kekayaan alam. Bagaimana mengatur suatu unsur yang menjadi hajat hidup orang banyak. Sebagaimana nabi Muhammad menegaskan dalam hadisnya,

“Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api”.7 Ibn Qudamah berpendapat bahwa barang barang tambang yang berada diatas permukaan bumi yang menjadi kebutuhan masyarakat umum antara lain garam, air, belerang, ter, aspal, mumia, minyak, batu nilam dan sejenisnya, tidak boleh dimiliki dengan cara menggarapnya, dan tidak boleh pula memberikannya

6

Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni

2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 7


(18)

kepada salah seorang tanpa melibatkan orang-orang islam yang lain.8 Dalam UUD 1945 pasal 33, ayat 2 juga ditegaskan bahwa:

“Bumi dan air dan kekayaan alam alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Disamping itu ayat sebelumnya, (Pasal 33 ayat 1) juga mengatakan:

“Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”

Senada dengan ini, Undang-Undang Pokok Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967 Pasal (1) secara tegas menyatakan:

“Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan endapan alam, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia, dikuasai dan dipergunakkan oleh negara untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat”

Dengan adanya peraturan ini pertambangan minyak di desa Wonocolo seharusnya diatur dan dikelola oleh pemerintah pusat, tanpa meninggalkan kesejahteran masyarakat setempat, karena mereka adalah orang pertama yang merasakan dampak polusi dari penambangan tersebut. Pemegang otoritas (pemerintahan atau pemimpin lembaga) merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola aset publik, baik yang berupa barang maupun jasa, menjaga dan mengatur sistem pemanfaatannya bagi masyarakat.9 Namun, kembali kepada realitas

8

Husain Husain Syahatah. Perlindungan Asset Publik Dalam Perspektif Islam. (Jakarta:

Amzah, 2005) hal. 9. 9


(19)

yang ada, mereka tidak ingin bernasib seperti masyarakat Papua, Bangka, Maluku, NTT, dan sebagainya.

Masyarakat melihatnya ibarat dua mata koin yang tidak akan bertemu. Mereka menganggap, dikelola pemerintah berarti kesejahteraan mereka terlantarkan, terutama bagi mereka yang mempunyai wilayah kaya dengan Sumber Daya Alam. Bahkan sempat mencuat isu, bahwa kebodohan di daerah-daerah kaya Sumber Daya Alam sengaja dipertahankan. Bukan bermaksud memojokkan pemerintah, namun yang kita lihat, mereka tetap bodoh (red. Papua, NTT). Padahal sebagai penyelenggara kekuasaan, pemerintah seharusnya mendahulukan kepentingan rakyat. Senada dengan kaidah fiqh yang mengatakan:

“Tindakan seorang penguasa senantiasa untuk kepentingan rakyatnya”.10 Yang kita lihat, perhatian akan diberikan manakala telah terjadi tindakan anarkisme atau jika perlu harus ada korban jiwa terlebih dahulu. Tidak hanya kasus

Mbah Priok, atau GAM di Aceh, tetapi untuk semua protes rakyat.

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pertambangan minyak yang terjadi di desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur, yang mana di sana terdapat pertambangan minyak yang dilakukan rakyat secara langsung, dan menjual hasilnya sendiri. Lebih jauh penulis akan

10


(20)

meneliti masalah “legalitas” dan pengelolaan atas barang tambang yang mereka hasilkan, dan bagamana hukumnya jika barang tersebut berada pada tanah mereka sendiri. Bagaimana Ekonomi Islam mengaturnya? apakah dapat dibenarkan melalui konsep kepemilikan dalam Ekonomi Islam, dan Hukum Positif. Dalam hal ini penulis memberikan judul atas skripsinya dengan “PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT: PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF”. (Studi kasus ds.Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur).

B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah.

Untuk memperjelas persoalan dan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk membatasi pembahasan dan penguraian masalah di dalamnya, agar lebih fokus dan tidak melebar kemana-mana. Dalam skripsi ini penulis akan memfokuskan pembahasannya menganai:

1. Bagaimana ketentuan Hukum Islam tentang pemanfaatan Sumber Daya Alam. 2. Bagaimana ketentuan Hukum Positif tentang pemanfaatan Sumber Daya Alam. 3. Bagaiman pelaksanaan dan legalitas pertambangan rakyat di Wonocolo.

4. Bagaimana pandangan Hukum Islam atas pertambangan minyak rakyat di Wonocolo.

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan

Berdasarkan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan umum bagi penulis dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana


(21)

perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif memandang pertambangan minyak tersebut.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui praktek pertambangan minyak di desa Wonocolo.

b. Mengetahui konsep pengelolaan pertambangan minyak di desa Wonocolo. c. Mengetahui status penambangan dan pengelolaan hasilnya, jika dilihat dari

perspektif Hukum Ekonomi Islam dan Hukum Positif. 2. Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan tambahan khazanah dalam keilmuan khususnya yang berkaitan dengan (pengelolaan) pertambangan minyak di tanah air.

b. Mengetahui praktek pertambangan minyak yang terjadi di desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur.

c. Mengetahui status “kehalalan” penambangan rakyat, sehingga dapat mencari solusinya dengan tepat, tanpa menelantarkan mereka, seandainya hal tersebut kurang sesuai dengan aturan yang berlaku.

D.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, Yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi dilapangan berdasarkan


(22)

fakta yang diperoleh di lapangan secara mendalam11. Disamping itu penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah12, atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ada dua macam, yaitu library research dan field research. Masing masing akan dibahas sebagai berikut:

a. LibraryResearch

Studi kepustakaan berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan menelaahnya.13 Penulis mengadakan study kepustakaan melalui penelitian dan pengkajian buku-buku, kitab-kitab, majalah majalah, surat kabar, dan kepustakaan lainnya yang mendukung dan relevan terhadap masalah tersebut.

11

Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993) cet.

Kedua, h. 309

12 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ed. Revisi (Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya, 1997) cet. Ke 8, h.6 13

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES


(23)

b. FieldResearch

Pertama, Penulis mengadakan wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten untuk dapat dimintai data. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara kepada kepala desa, tokoh masyarakat dan Para

pemilik sumur minyak. Disamping itu penulis juga meminta dokumen-dokumen kepada pihak yang berwenang di lapangan.

Kedua, penulis mengadakan pengamatan (observasi) ke lokasi area Pertambangan Rakyat Wonocolo untuk menyaksikan secara langsung kegiatan penambangan tersebut.

3. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Tehnik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan menggunakan pola fikir induksi. Tehnik ini dilaksanakan dengan metode interaktif sebagaimana dikemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegitan, yaitu redukasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Redukasi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian


(24)

sekumpulan informasi tersusun yang menberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.14

Adapun sistem penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syahid 2007.

E.Review Kajian Terdahulu

Setelah penulis mengadakan penelusuran tentang pembahasan sejenis, yang telah diadakan sebelumnya, penulis menemukan beberapa skripsi dengan kata kunci pertambangan, yaitu:

1. Pada tahun 2008, telah ditulis sebuah skripsi oleh Muhammad Rosyidin, Nomor Induk Mahasiswa (103043127966) dengan judul “Pertambangan Timah Rakyat

Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Otonomi Daerah”. Skripsi ini membahas tentang Praktek Penambangan Masyarakat Bangka Pasca diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 146/MPP/Kep/4/1999 tentang perubahan tata niaga timah, serta diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah sesuai PP No. 25 Tahun 2000, yang kemudian disalah tafsirkan oleh masyarakat Bangka -termasuk individu aparat pemerintahan- dengan terbukanya kesempatan untuk mengambil, memiliki dan menjual timah Bangka. Pada kesimpulannya, saudara Rosyidin mengatakan bahwa pertambangan timah yang ada di Bangka Induk masih jauh dari prinsip ramah lingkungan, masyarakat yang melakukan penambangan bersifat sporadis tanpa memperhatikan dampak

14 Matthew, B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang


(25)

lingkungan, dan tidak ada upaya reklamasi terhadap lahan. Sedangkan Otonomi Daerah yang diharapkan mampu mengatur kesejahteraan masyarakat menuju lebih baik tidak dapat terwujud.

Lebih jauh saudara Rosyidin mengatakan bahwa pertambangan timah masyarakat Bangka Induk jauh dari aturan (ketentuan) islam, dimana Islam mengajarkan untuk menghindari kerusakan, dan menyeru agar menjaga keberlangsungan ekosistem alam dalam jangka panjang.

Skripsi yang disusun oleh saudara Rosyidin tersebut berbeda dengan skripsi yang akan disusun penulis.

Pertama, skripsi tersebut dilakukan pada pertambangan timah di wilayah yang menjalankan otonomi daerah. Berbeda dengan skripsi ini yang mana di desa Wonocolo tidak terjadi otonomi daerah. Hal ini akan memberikan pengaruh lain, pertama pada perspektif masyarakat. Ketika mereka meyakini telah dijalankan otonomi daerah, sebagian masyarakat mengartikan hal tersebut sebagai terbukanya pintu lebar-lebar bagi siapa saja untuk melakukan penambangan, (menambang timah bukan suatu larangan lagi) walaupun tidak demikian sebenarnya.

Kedua, skala penambangan timah di kabupaten Bangka Induk tersebut sangat besar dan dalam area yang sangat luas, berbeda dengan penambangan minyak ini yang sekupnya hanya kecil -sisa-sisa galian pada zaman kolonial- dan diperkiran untuk ukuran nasional minyak di perut desa Wonocolo tidaklah seberapa, dan


(26)

sumur minyaknyapun terbatas pada sisa-sisa galian belanda, sehingga wajar jika pemerintah tidak terlalu “ngotot” untuk melarangnya. Di samping itu pemerintah telah mencoba mengebor di wilayah tersebut, tetapi hasilnya tidak ekonomis. 2. Sekripsi yang disusun oleh Ahmad Dharief Dahlawy (104101003167) ini berjudul

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di area pengolahan PT Antam Tbk Unit bisnis pertambangan emas Pongkor Kabupaten Bogor.

Dalam kesimpulannya disampaikan, dari 73 responden didapatkan data bahwa 86 % pekerja memiliki perilaku K3 yang sangat baik, 92% mempunyai pengetahuan Tentang K3 sangat baik. Dan tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden yang rendah atau yang tinggi terhadap perilaku K3. Tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan responden yang hanya lulus SLTP, SLTA, maupun PT dengan Perilaku K3Tidak ada perbedaan yang bermakna antara katagori tempat kerja responden indoor maupun outdoor dengan kategori perilaku K3.

Skripsi ini sangat berbeda dengan pembahasan penulis dalam skripsinya yang lebih menyoroti aspek legalitas usaha pertambangan rakyat.

3. Selanjutnya skripsi dengan judul “Isolasi dan Seleksi Bakteri Indigenus Pendegradasi Minyak Bumi dari Tanah Lokasi Pertambangan Minyak Pertamina.

Cepu Jawa Tengah”. Penulisnya adalah Teguh Hadi Wibowo (104095003074) tahun 2008. Skripsi ini membahas masalah pengaruh bakteri indigenus dari lokasi


(27)

pengeboran minyak bumi apakah memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi. Maka Sudah barang tentu sangat berbeda dengan skripsi yang disusun oleh penulis dari sasaran penelitiannya, yang mana lebih menekankan masalah aspek legalitas hukum, sedangkan skripsi ini membahas lingkungan pertambangan, yaitu yang berhubungan dengan bakteri.

Hasilnya, Isolat2 bakteri mampu menghasilkan biosurfaktan yang berbeda-beda nilai (tingkatan) pada tiap minggunya. Dan hal ini akan memiliki pengaruh pada pendegradasian minyak bumi.

F. Sitematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini, yang merupakan laporan hasil penelitian terdiri atas:

BAB I PENDAHULUAN, Bab ini sebagai pengantar latar belakang masalah untuk menuju pendiskripsian isi skripsi, kemudian pembatasan dan perumusan masalah, tujuan diadakannya penelitian serta manfaatnya, metode penelitian review kajian terdahulu dan sitematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, penulis menguraikan tentang pandangan Islam terhadap Sumber Daya Alam, Konsep pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam, dilanjutkan masalah Pertambangan yang penulis bagi dalam empat sub, yaitu pertambangan umum, pertambangan rakyat, perizinan pertambangan, dan kuasa pertambangan dan hak kepemilikan atas tanah pertambangan. Di samping itu penulis juga menguraikan masalah kepemilikan dalam Hukum Islam, legalitas


(28)

kegiatan ekonomi dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, persamaan dan perbedaan konsep pengelolaan pertambangan Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir penulis menguraikan masalah kedudukan, peran dan tanggung jawab pemerintah (Ulil Amri).

BAB III GAMBARAN UMUM PERTAMBANGAN MINYAK DESA

WONOCOLO. Dalam bab ini penulis mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan desa Wonocolo, yang meliputi profil, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, serta struktur masyarakat. Dan juga menjelaskan tentang pertambangan di Wonocolo yang meliputi sejarah pertambangan di desa tersebut, latar belakang penduduk melakukan penambangan, perkembangannya dari waktu ke waktu, dan pengelolaan pertambangan minyak di sana.

BAB IV ANALISIS hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis memaparkan tentang pengelolaan tambang minyak di Wonocolo Perspektif hak milik dalam Hukum Islam Dan Hukum Positif, serta tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap legalitas pertambangan minyak rakyat Di Wonocolo. Lebih jauh penulis menguraikan masalah keabsahan kepemilikan seseorang yang tidak memenuhi ketentuan Ulil Amri.

BAB V PENUTUP, dalam bab terakhir ini penulis membuat kesimpulan dari uraian dan penjelasan penjelasan yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, dan selanjutnya memberikan saran-saran yang sekiraanya berguna dan bermanfaat untuk kepentingan bersama baik masyarakat maupun pemerintah. Di bagian akhir dari


(29)

penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa menuliskan Daftar Pustaka. Hal tersebut sabagai pertanggungjawaban ilmiah atas penulisan skripsi ini.


(30)

BAB II

A.

Pandangan Islam Tentang Sumber Daya Alam

Segala Sumber Daya Alam ditundukkan oleh Allah untuk diserahkan pengelolaannya kepada manusia. Hal ini terungkapkan dalam berbagai ayat seperti:

“Dan Dia-lah (Allah) yang telah menciptakan bagi kalian apa-apa yang

ada di Bumi..” (QS. Al Baqarah[2] : 29)

Namun, penundukan sumber sumber daya tersebut bukan untuk diserahkan kepemilikannya kepada manusia secara mutlak. Hanya Allah-lah satu-satunya pemilik hakiki atas sumber daya tersebut, sebagaimana penjelasan Allah dalam berbagai ayat, seperti surah An Nuur[24]: 33,

Disana ِAllah menyebutkan kalimat “Harta Allah yang di datangkan

(anugerahkan) kepada kalian”. Allah SWT senantiasa menjadikan diri sebagai pemilik atas segala sesuatu, kemudian menganugerahkannya kepada manusia. Dan selanjutnya atas penganugerahannya tersebut, Allah SWT memberikan wewenang kepada manusia untuk mengusahakan dan memanfaatkan sumber daya tersebut.15

Kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati dan memberdayakan harta kekayaan (sumber daya) yang ada bukan sebagai pemilik

15

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


(31)

hakiki.16 Allah SWT telah menghalalkan hak milik dalam batas-batas manusia sebagai khalifah, yang berfungsi sebagai pengatur dan pengelola alam agar dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia pada umumnya.17 Karena sumber daya tersebut tidak dimiliki secara mutlak oleh manusia, maka tugas manusia adalah mengemban amanah pengelolaan sumber daya tersebut. Manusia tidak dapat berbuat semaunya hingga dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi dirinya terlebih bagi sumber daya itu sendiri dan orang lain.

Pemanfaatan sumber daya yang diperoleh tidak dapat dilakukan kecuali untuk kepentingan sesuai dengan ketentuan amanah yang diberikan. Sumber daya tidak diartikan sebagai alat pemuas kesenangan dunia, namun merupakan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat.18

Dalam Al Qur‟an banyak disebutkan ayat yang menyerukan dasar kerangka kerja perekonomian, diantaranya:

:

“Makan dan minumlah kalian dari rizki yang diberikan Allah, dan janganlah berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”(QS. Al Baqarah[2]: 60)

16 Abdul Sami‟ al Misry,

Pilar-pilar Ekonomi Islam,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006) hal. 27

17

Ibid, hal. 27 18


(32)

“Wahai sekalian manusia, makan-lah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syithan,

sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu.” (al Baqarah[2]: 168)

Dan janganlah kalian saling memakan harta kalian dengan cara yang bathil, dan jangan pula membawa urusan (pengaduan) kepada hakim agar kamu dapat mengambil harta manusia dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui” (al

Baqarah[2]: 188)

Pada ayat pertama Allah melarang manusia secara tegas agar tidak melakukan pengerusakan atau hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan. Kemudian ayat kedua disebutkan larangan agar tidak mengikuti langkah-langkah syaithan. Hal ini karena, dalam agama Islam Syaithan dikenal sebagai mahluk yang suka membujuk kepada kerusakan (An-Naas [114]: 5).

Semua ayat tersebut merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al Qur‟an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam mendorong manusia untuk menikmati karunia yang diberikan Allah dan karunia


(33)

tersebut harus digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan baik berupa materi maupun nonmateri.19

Islam juga mendorong penganutnya untuk berjuang mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu tersebut antara lain mencari yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara bathil, tidak berlebih-lebihan atau melampaui batas, tidak mendzalimi, menjauhkan dari unsur riba maupun maisir (judi), tidak gharar, serta tidak melupakan kewajiban sosial berupa zakat, infak dan sedekah.20

1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam

Oleh karena sumber-sumber daya yang ada di tangan manusia diberikan oleh Tuhan, maka manusia sebagai khalifah bukanlah pemilik sebenarnya. Ia hanya sebagai mahluk yang diberi amanat (titipan). Meskipun pengertian amanat ini tidak berarti “peniadaan kepemilikan prifat terhadap kekayaan”, tetapi memberikan sejumlah implikasi penting yang menciptakan perbedaan revolusioner dalam konsep kepemilikan sumber-sumber daya dalam Islam dan sistem ekonomi lainnya.21

Pertama, sumber-sumber daya itu dipergunakan untuk kepentingan semua, bukan untuk segelintir orang (al Baqarah[2]: 29) mereka harus dipergunakan secara adil bagi kesejahteraan semua orang.

19

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 30

20

ibid, hal. 30 21

Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press)2000. Hal.


(34)

Kedua, setiap orang harus mencari sumber-sumber daya dengan benar dan jujur, dengan cara yang telah ditetapkan oleh Al Qur‟an dan As Sunnah.

Ketiga, meskipun sumber-sumber daya tersebut telah diperoleh melalui cara-cara yang benar, tetapi tidak boleh dimanfaatkan kecuali menurut persyaratan keamanatan, yaitu untuk kesejahteran bukan saja bagi si empunya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk orang lain. Sifat mementingkan diri sendiri, tamak dan tidak mengindahkan moral, atau bekerja untuk kepentingan sendiri bukanlah sifat yang harus melekat pada manusia sebagai pemegang amanat.

Keempat, tidak seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber-sumber daya yang telah diberikan oleh Allah. Berbuat demikian disamakan oleh Al Quran dengan menyebarkan kerusakan (fasad) yang dilarang Allah (Al Baqarah[2]: 205).22

2. Hak Kepemilikan Dalam Hukum Islam a. Pengertian Hak Milik

Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa arab Al milk )كلملا( yang artinya penguasaan terhadap sesuatu.23 Secara terminologi, ada beberapa definisi yang yang dikemukakan oleh para fuqaha, diantaranya oleh Mustafa Al Syalabi:

22

Ibid, hal. 210 23


(35)

“Hak milik adalah keistimewaan (Ikhtishas) atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atas benda tersebut dan memungkinkan pemiliknya membelanjakan secara langsung selama tidak ada halangan syara‟”24

Sedangkan Dr. Wahbah Zuhaily dalam kitabnya “AlFiqh Al Islamy Wa

Adillatuhu”memberikan pengertian dengan:

“Milik adalah keistimewaan terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali

ada halangan syara’

Halangan syara‟ yang membatasi kebebasan pemiliknya dalam bertasharruf ada dua:

Pertama, halangan yang disebabkan karena pemiliknya dipandang tidak cakap secara hukum, seperti anak kecil atau safih (cacat mental), kedua halangan yang dimaksudkan untuk melindungi hak orang lain, seperti yang berlaku pada harta bersama, dan halangan yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum.26

24

Ibid, hal 48. 25

Wahbah Al Zuhaily , AlFiqh Al Islamy Wa Adillatuhu (Damaskus: Dar El Fikr, Juz 4

hal. 413

26 Ghufron A. Mas‟adi,

Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 56


(36)

b. Sumber Kepemilikan

Harta yang dikuasai manusia pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. Kedudukan manusia adalah sebagai mahluk yang diberi amanah (kepercayaan) untuk menguasai dan mendayagunakan harta tersebut sesuai dengan petunjuk Allah dan rasulnya. Walaupun demikian, tidak semua manusia dapat menguasai atau memilikinya sehingga ia dapat dengan bebas mendayagunakannya. Faktor faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain:

1) Penguasaan terhadap barang bebas (Ibraz al Mubahat), yaitu harta yang belum dimilki orang lain secara sah, dan tidak ada penghalang syara‟ untuk dimiliki. Untuk memiliki benda-benda bebas tersebut diperlukan dua syarat, yaitu: a) Benda bebas tersebut belum dikuasai oleh orang lain. Contohnya: seseorang

mengumpulkan air dalam suatu wadah, maka orang lain tidak berhak mengambil air tersebut sebab telah dikuasai oleh seseorang.

b) Adanya niat (maksud) untuk memiliki. Maka seseorang memperoleh harta bebas, tanpa adanya niat, tidak dianggap menguasai harta tersebut. Umpamanya seseorang memancing di sungai karena hobi, kemudian ikan hasil pancingannya ditinggalkan di pinggir sungai, tanpa niat memilikinya, maka dalam keadaan seperti ini ikan belum menjadi miliknya.

2) Khalafiyah, yaitu perpindahan sesuatu menjadi milik seseorang karena kedudukannya sebagai penerus pemilik lama, atau kedudukannya sebagai


(37)

pemilik barang tertentu yang telah rusak atau musnah, dan digantikan dengan barang baru oleh orang yang merusakkannya.

Atas dasar pengertian diatas khalafiyah dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Khalafiyah syakhsy „an syakhsy, yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris. b) Khalafiyah syai „an syai‟in, yaitu yaitu apabila seseorang merugikan orang

lain atau menyerobot barang orang lain kemudian rusak di tangannya atau hilang, maka ia wajib mengganti kerugiannya.

3) Tawallud Mamluk, yaitu segala sesuatu yang lahir tumbuh dari objek hak yang telah dimiliki, menjadi hak bagi pemilik objek tersebut. Misalnya bulu domba menjadi milik bagi pemilik domba.

4) Akad, yaitu pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak (ketentuan) syari‟ah (Allah dan Rasul-Nya) yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad. Seperti akad jual beli, hibah, dan wasiat. Akad merupakan sumber utama kepemilikan.

c. Hak Milik Pribadi

Hak milik pribadi adalah hukum syara‟ yang berlaku bagi zat atau manfaat (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi, baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa), ataupun karena


(38)

dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya, seperti dibeli dari barang tersebut.27 Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan cara-cara tertentu, sesuai dengan aturan-aturan syariah.

M. Shalahudin dalam bukunya (Asas-Asas Ekonomi Islam) menyebutkan lima sumber yang sah dalam hak milik pribadi, yaitu:

1) Bekerja

Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah “

(Al-Jum‟ah[62]:10)

2) Warisan

“Allah mensyariatkan kepada kalian -tantang harta pusaka- yaitu bagi anak laki-laki dua kali dari bagian anak perempuan ” (An-Nisa‟[4]: 11) 3) Untuk menyambung hidup

:

-“Dan orang-orang yang pada hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta”(Al Ma‟arij:24-25) 4) Pemberian negara kepada rakyat

27


(39)

Imam Bukhary telah meriwayatkan dari Abu Humaid As-Sa‟idi, yang mengatakan:

)

(

“Penguasa daerah Ailah telah menghadiahkan sapi betina puti

kepada Nabi SAW dan juga memakaikan kain burdah kepada beliau” (HR Bukhari)

5) Saling menolong/ hubungan yang halal antara manusia.

:

“Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan, dan jangan

tolong-menolong dalam keburukan” (Al-Maidah[5]: 2)

d. Hak Milik Umum

Menurut Yuliadi (2001), harta milik umum adalah harta yang telah yang telah ditetapkan hak miliknya oleh As-Syari‟, dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama. Yusanto (2002) seseorang atau sekelompak kecil orang dibolehkan mendayagunakan harta tersebut, akan tetapi mereka dilarang menguasainya. Zallum (2002), mengelompakkan harta milik umum menjadi 3, yaitu:

1) Barang Tambang (Sumber Alam) yang jumlahnya tak terbatas.

28

Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhari, Shahih Bukhari, Birut: Dar Ibn


(40)

Harta milik umum jenis pertama adalah barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tak terbatas, yaitu barang tambang yang diprediksi para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat melimpah. Hasil pendapatanya merupakan milik bersama, dan dapat dikelola oleh negara, atau negara menggaji tim ahli dalam pengelolaannya.29

Adapun barang tambang yang yang jumlahnya sedikit dan sangat terbatas digolongkan ke dalam milik pribadi. Hal ini seperti Rasulullah membolehkan Bilal bin Harits Al Mazany memiliki barang tambang yang sudah ada (sejak dulu) di bagian wilayah Hijaz. Saat itu Bilal telah meminta kepada Rasulullah SAW. Agar memberikan daerah tambang tersebut kepadanya. Beliaupun memberikannya kepada Bilal, dan boleh dimilikinya.30 Oleh karena itu pertambangan emas, perak dan barang tambang lainnya yang jumlah (depositnya) sangat sedikit, tidak ekonomis dan bukan untuk diperdagangkan tergolong milik pribadi. Seseorang boleh memilikinya, seperti halnya negara boleh memberikan barang tambang tersebut kepada mereka. Hanya saja mereka diwajibkan membayar khumus seperlima dari hasilnya kepada baitul maal. Baik yang dieksploitasinya itu sedikit ataupun banyak.31

29

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 99

30

Riwayat lengkap beserta penjelasannya lihat Al Ahkam al Sulthaniyyah, hal. 394

31


(41)

Adapun barang tambang yang jumlahnya banyak dan depositnya tidak terbatas menurut Abdullah (2002) tergolong kedalam kepemilikan umum bagi seluruh rakyat. Sehingga tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang. Tidak boleh diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu. Demikian juga tidak boleh memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya, tetapi wajib memberikannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat, dan mereka berserikat atas harta tersebut. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari bena-benda lain, meleburnya, menjualnya atas nama rakyat, dan menyimpan hasil penjualannya di baitul maal.32

Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang (depositnya) berjumlah banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari pemilikan Umum adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abidh bin Hamal al Mazaniy:

32


(42)

“Dari Abyadh bin Hammal bahwasanya dia mengutus utusan kepada Rasulullah SAW. Untuk meminta (tambang) garam, kemudian Rasulullah memberikannya sebidang tambang, tatkala beliau memberikannya, berkata seorang yang ada dalam majlis apakah engkau mengetahui apa yang baru saja kau berikan kepadanya, sesungguhnya engkau seperti memberikan air yang

mengalir, kemudian beliau menariknya kembali”

Tindakan Rasulullah SAW yang meminta kembali (tambang) yang telah diberikan kepada Abidh bin Hammal dilakukan setelah mengetahui bahwa tambang garam tersebut jumlah (depositnya) sangat banyak dan tidak terbatas. Ini merupakan dalil atas larangan individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum muslim. Larangan tersebut tidak terbatas pada tambang garam saja, cakupannya umum, yaitu diantaranya meliputi setiap barang tambang apapun jenisnya, asalkan memenuhi syarat bahwa barang tambang tersebut jumlah (depositnya) bagaikan air yang mengalir, yakni tidak terbatas.

Perlu diperhatikan bahwa kepemilikan seseorang atas alat-alat dan industri ini bukan berarti boleh makukan eksploitasi barang tambang yang jumlahnya banyak untuk kepentingan mereka sendiri. Hal ini karena barang

33 Sulaiman Bin Al Asy‟ats al Sajistani,

Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar el Kutub Al „Araby), jilid 3, hal. 139, No. hadits 3066


(43)

tambang tersebut merupakan milik seluruh rakyat, sehingga tak seorangpun dari mereka dapat memilikinya. Maka dari itu, negara dapat menyewa (membayar upah yang wajar dan terbatas) terhadap mereka untuk mengeksploitasi barang-barang tambang tersebut. Apa yang dihasilkan menjadi milik umum seluruh rakyat.34

2) Sarana sarana umum yang diperlukan oleh seluruh umat dalam kehidupan sehari-hari.

Harta milik umum jenis kedua menurut An Nabhani (1990) dan Zallum (2002) adalah sarana umum yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat yang diperlukan dalam pemenuhan hidup sehari-hari, yang jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan, seperti air. Rasulullah SAW telah menjelaskan secara rinci dan sempurna mengenai sifat-sifat sarana umum ini. Hal ini sebagaimana dimaksudkan dalam hadis beliau yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:

34


(44)

Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air,

dan api”

Air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan oleh Rasulullah SAW untuk seluruh manusia. Mereka berserikat di dalamnya dan melarang mereka untuk memiliki bagian apapun didalam sarana umum tersebut, karena hal itu merupakan hak seluruh manusia.36 Namun kemudian harta tidak terbatas pada ketiga jenis yang disebutkan pada hadis di atas, tetapi meliputi semua benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum.

3) Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi pribadi tertentu untuk memilikinya.

Harta milik umum yang ketiga adalah harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Menurut Al-Maliki (2001) hak milik umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti pemilikan umum jenis pertama, maka dalilnya adalah dalil yang

35 Sulaiman Bin Al Asy‟ats Al Sajistani,

Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 295, No. hadits 3479.

36


(45)

mencakup sarana umum. Hanya saja jenis ketiga ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya. Berbeda halnya dengan jenis pertama, yang asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya. Sehingga, misalnya boleh memiliki _secara pribadi_ sumur kecil yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak (umum).37

Dalil yang berkaitan dengan harta milik umum jenis ini adalah dalil yang digunakan pula pada jenis pertama, yaitu sabda Rasulullah SAW.

“Mina (menjadi) milik orang-orang yang telah sampai lebih dahulu”.

(HR. Tirmidzi dan Ibn Majah)

Demikian juga diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Saat beliau memperbolehkan manusia berserikat dalam kepemilikan jalan umum, dan menghilangkan kemungkinan seseorang memilikinya secara pribadi. Mina adalah tempat yang sudah sangat terkenal, terletak di luar Makkah al Mukarramah, yaitu tempat singgahnya para jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Arafah dengan tujuan untuk melaksanakan syi‟ar-syi‟ar ibadah haji yang sudah ditentukan, seperti melontar jumrah, menyembelih hewan had,

37

Ibid, hal. 108

38

Muhammad bin „isa Abu „Isa At Tirmidzi, Al Jami’ As Shahih Sunan At Tirmidzi, (Beirut: Dar Ehya Al Turas El „Araby) jil. 3, hal. 228 no. hadis 88


(46)

memotong hewan kurban dan bermalam di sana.39 Makna dari Mina munakhun man sabaq, (milik orang-oranng yang lebih dahulu sampai). Yaitu barang siapa yang lebih awal di tempat Mina, lalu menempatinya, maka tempat tersebut adalah baginya, karena Mina merupakan milik umum seluruh rakyat, dan bukan milik perorangan sehingga orang lain dilarang untuk memilikinya (menempatinya).

3. Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah (Ulil Amri) dalam Islam

Tugas negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma-norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari. Adalah tugas negara membuat suatu badan khusus yang bertugas mengawasi dan meningkatkan kwalitas ekonomi, mengadili orang yang melanggar dan menegur orang yang lalai.40

Allah SWT mensifati orang-orang yang beriman yang diteguhkan kedudukannya di muka bumi dengan firman-Nya “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar”

39

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 109

40

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), hal.


(47)

Yang dimaksud dengan kata “diteguhkan” di bumi adalah bagi orang-orang yang beriman yaitu kekuasaan di tangan mereka. Pengaruh dari diteguhkan tampak pada ditegakkannya hak Allah yang paling menonjol yaitu shalat, terpeliharanya hak kemanusiaan terutama bagi fakir miskin, yaitu hak mereka dalam bagian dari zakat, tersebarnya kebaikan dan kebenaran serta ditentangnya kabatilan dan kerusakan. Dan inilah apa yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Tampaklah bahwa peran negara di lapangan ekonomi mantap dan kokoh dalam menjaga norma dan kewajibannya itu dalam semua bidang tanpa terkecuali, yaitu produksi, konsumsi, distribusi dan transaksi.41

Sangatlah wajar apabila semua orang berusaha meminimalisasi risiko yang akan menimpa jiwa dan hartanya. Beberapa orang bergabung menjadi kelompok besar untuk mencapai maksud tersebut, agar dapat mengumpulkan cukup dana untuk melaksanakan usaha bersama dalam jangka yang panjang. Dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh kelompok atau persatuan yang kecil. Organisasi yang besar di bentuk untuk melaksanakan tujuan semacam ini dengan skala yang besar. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa organisasi yang kecil dapat terkena dampak buruk oleh bentuk usaha besar atau wadah usaha semacam ini. Sehingga dapat menimbulkan konflik antar individu dan kelompok didalam masyarakat.42

41

Ibid, hal. 252 42


(48)

Oleh karena itu, negara harus mengambil alih tanggung jawab dan mengorganisasi secara nasional atau memberikan jaminan secara kolektif kepada seluruh masyarakat dalam bentuk jaminan sosial untuk menghindari kemungkinan konflik.43 Dan untuk memperbaiki efisiensi masyarakat yang lebih baik.

Islam memandang bahwa tanggung jawab pemerintah bukan terbatas pada keamanan dalam negeri atau mempunyai sistem keamanan antisipasif dari serangan luar, tetapi pertanggungjawaban pemerintah ini juga harus merupakan bagian dari program pencapaian masyarakat yang makmur dan adil. Keadilan dalam masyarakat tidak mungkin tercipta tanpa keterlibatan pemerintah dalam membela yang lemah dan memberikan jaminan sosial kepada mereka, termasuk yang menyangkut masalah perekonomian. Pemerintah harus mampu menjadi “super power” dalam menindak setiap pelanggaran dan mengawasi ter-realisasinya firman Allah yang berbunyi:

Janganlah sebagian diantara kalian memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil”. (QS. Al Baqarah[2]:188)

Dalam Islam, selain kebijakan dari para pemain atau pihak-pihak sentral ekonomi yang memang diharapkan dapat memberikan kestabilan dan kesejahteraan ekonomi, sistem ekonominya juga diyakini memiliki mekanisme sendiri dalam menjaga kestabilan tersebut. Eksistensi aturan syariah dan institusi dalam sistem

43


(49)

ekonomi diharapkan dapat menjaga perekonomian dari salah laku para pemain ekonomi. Dan berkaitan dengan ini dalam perekonomian islam ada beberapa mekanisme ekonomi yang tidak akan berjalan dengan maksimal, ketika bukan negara yang menjalankannya, misalnya terlaksananya zakat dan atau pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran negara menjadi cukup sentral dalam sistem ekonomi islam.44

Institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan moral dan syariah. Konsep ukhuwah, tawsiyah, dan khilafah merupakan landasan pembangunan institusi islam yang berbentuk negara. Negara dengan kosep tersebut yang juga dilengkapi dengan seperangkat regulasi syariah diharapkan dapat melayani dengan baik dan menyeluruh semua kebutuhan.45

Imam Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan -dalam hal ini negara- adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Lebih jauh Najetullah Siddiqi menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dapat diorganisir atau diatur menggunakan prinsip-prinsip islam kecuali menggunakan negara sabagai media.46

Secara garis besar fungsi negara yang dikemukakan Yusuf Qardhawi terbagi pada dua hal, yaitu:

44

Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, (Jakarta: Paradigma, Aqsa publishing)

hal. 357 45

Ibid, hal. 358 46


(50)

a. Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan atau kebutuhan minimum masyarakat.

b. Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja negara adalah menyediakan fasilitas infrastruktur, regulasi, institusi, sumber daya manusia, pengetuahuan sekaligus kualitasnya.47

Sementara itu menurut Hasanuzzaman segala fungsi negara ditujukan untuk memastikan bahwa keadilan dan keseimbangan di masyarakat dapat terjaga. Fungsi negara ini menurut beliau terdiri dari:

1) Pembuatan kebijakan dan Legislasi, fungsi ini adalah untuk menekan inefisiensi dan diskriminasi.

2) Pertahanan negara . 3) Pendidikan dan penelitian.

4) Pembangunan dan pengawasan moral-sosial masyarakat.

5) Menegakkan hukum, menjaga ketertiban dan menjalankan hudud. 6) Mewujudkan kesejahteraan publik.

7) Hubungan luar negeri, selain bertujuan untuk memelihara hubungan baik dengan negara lain, negara juga dapat menggunakan misi diplomatiknya untuk

47


(51)

mengawasi potensi perlawanan atau konspirasi yang ingin menghancurkan negara.48

4. Kuasa Pertambangan dan Hak Atas Tanah

Keberadaan tambang di sebidang tanah milik individu tertentu tidak cukup dijadikan dasar bagi penyerahan kepemilikan tambang itu –sebagai milik pribadi- kepada individu tersebut.49 Hak kepemilikan individu atas tanah mencul berdasarkan dua hal, yaitu reklamasi dan masuknya sebuah wilayah kepada Darul- Islam secara sukarela. Individu yang mereklamasi sebidang tanah mendapat hak atas tanah tersebut, sementara orang yang menyerah kepada Darul Islam secara suka rela diizinkan tetap memilik tanahnya.50 Menurut sebuah hadis, reklamasi terbatas pada hak atas tanah dan klaim terhadapnya, sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi:

Dari Rasulullah SAW. Bahwasanya beliau bersabda: “Barang siapa memakmurkan tanah yang tidak bertuan, maka ia ia lebih berhak atas tanah itu”

(HR. Al Baihaqi)

48

Ibid, hal. 364 49

Muhammad Baqir Ash Shadr, Iqtishaduna, (Jakarta: Zahra, 2008) hal. 226

50

Ibid, hal. 227

51 Ahmad bin Al Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakr Al Baihaqi,

Sunan Al-Baihaqi Al Kubra, (Makkah: Maktabah Darul Baaz, 1994M/ 1414H) Jilid 6, hal. 141


(52)

Lebih jauh Baqir Ash Shadr dalam bukunya (Iqtishaduna) menjelaskan bahwa tambang-tambang yang berada pada tanah milik individu, tidak menjadi properti individu pemilik tanah tersebut, namun hak individu pemilik tanah harus diperhatikan karena eksploitasi tambang bergantung pada kehendak (izin) si pemilik tanah.52

B.Pandangan Hukum Positif Tentang Sumber Daya Alam

1. Legalitas Kegiatan Ekonomi Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Hampir dapat dipastikan bahwa tujuan melakukan kegiatan ekonomi adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Tidak masalah, apakah kegiatan tersebut dilakukan oleh orang perorangan secara individu dan atau oleh kelompok orang dalam kerja sama atau siapa saja yang menjalankan perusahaan tersebut.53 Pencapaian memperoleh keuntungan tersebut harus dilakukan dengan melakukan suatu aktivitas/kegiatan sesuai bidang usaha masing-masing.

Dalam rangka melakukan aktivitas tersebut, setiap pelaku ekonomi harus melakukan interaksi dan transaksi maupun hubungan hukum dengan banyak pihak. Hubungan hukum dilakukan antara produsen dengan para pemasok, distributor, konsumen, maupun pihak rekanan termasuk bank. Aktivitas yang baik dan sempurna adalah suatu aktivitas yang tidak merugikan pihak manapun karena hak dan

52

Muhammad Baqir Ash Shadr, Iqtishaduna, hal. 228

53

Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang: Bayumedia publising),


(53)

kewajiban sudah proporsional. Untuk itu dibutuhkan legalitas yang memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Setiap aktivitas para pelaku ekonomi tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan prosedur dan syarat yang harus dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah dalam hal syarat formal maupun syarat materiil. Legalitas yang harus dipenuhi tersebut minimal terdiri atas dua legalitas utama, yaitu legalitas institusional dan legalitas operasional. Legalitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada bidang usaha tertentu. Apabila semua persyaratan sudah dipenuhi, perlu diikuti perolehan/pengesahan/izin dari instansi yang berwenang untuk pemberian pengesahan badan usaha. Dalam hal ini meliputi rangkaian tindakan pengesahan, pendaftaran dan pengumuman, sesuai dengan perundangan yang berlaku.54

Pengesahan dan pengumuman merupakan legalitas bagi setiap badan usaha sesuai dengan masing-masing badan usaha. Sementara itu yang berhubungan dengan pendaftaran dan perizinan lain merupakan rangkaian legalitas operasional. Yang dapat memperoleh legalitas operasional adalah pelaku usaha dan badan usaha yang sudah memperoleh legalitas institusional. Legalitas operasional kegiatan ekonomi berawal dari ketentuan Undang wajib daftar perusahaan, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1983.

54


(54)

Adapun tujuan dari undang-undang Nomor 3 Tahun 1983 tentang wajib daftar perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Melindungi perusahaan yang jujur. Tujuan pertama pendaftaran adalah untuk melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur, dan terbukti dari kemungkinan kerugian akibat praktik usaha yang tidak jujur, seperti persaingan curang, dan penyelundupan.

b. Melindungi masyarakat atau konsumen. Tujuan kedua pendaftaran perusahaan adalah untuk melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan akibat perbuatan yang tidak jujur.

c. Mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, beroperasi serta berkedudukan di Indonesia melalui daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan.

d. Memudahkan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan. Yaitu untuk memudahkan pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan, serta menciptakan iklim dunia usaha yang sehat melalui data yang dibuat secara benar dalam daftar perusahaan.55

Adapun perusahaan yang waib melakukan pendaftaran adalah sebagai berikut:

1) Perseroan terbatas (PT), koperasi, persekutuan komanditer (CV), Firma (Fa), dan perseorangan.

55


(55)

2) Perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.56

2. Ketentuan Umum Usaha Pertambangan Menurut Hukum Positif. a. Pertambangan Pada Umumnya

Pada ketentuan umum Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pasal (1) poin 6, dijelaskan tentang definisi usaha pertambangan, yaitu kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.57

Lebih lanjut, berdasarkan inventarisasi peraturan perundang-undang yang berkaitan dengan masalah pertambangan, maka kita dapat mengklasifikasikan bahwa kegiatan pertambangan berhubungan dengan seluruh kegiatan lain, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan jenis usaha bahan galian, pengelolaan usaha pertambangan, kuasa pertambangan, dan hubungannya dengan hak-hak atas tanah.58

56

Ibid, hal. 128 57

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara, (Bandung: 2010) hal. 3 58

Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman, Analisa Dan Evaluasi

Hukum Tentang Prosedur Perizinan Pertambangan Rakyat, (Jakarta:Departemen Kehakiman)1995. hal. 6


(56)

Jika kita memperhatikan ketentuan-ketentuan pokok pertambangan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 menegaskan, bahwa semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia, dan karenanya dikuasai dan dipergunakan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disitu, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan alam.59

Dengan menempatkan negara dalam posisi sentral selaku pihak yang menguasai endapan-endapan alam yang merupakan aset nasional, maka negara selaku organisasi publik mempunyai wewenang untuk melakukan bentuk-bentuk hubungan hukum antara subyek hukum seperti perorangan atau badan hukum dengan obyek hukum, yaitu wilayah pertambangan. Dalam menjalankan kewenangannya ini, negara diikat oleh suatu prinsip, yaitu bahwa endapan-endapan alam yang merupakan aset nasional tersebut harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta empat asas yang tersurat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yaitu: Pertama,

asas manfaat, keadilan dan keseimbangan. Kedua, keberpihakan kepada

59


(57)

kepentingan bangsa. Ketiga, partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas. Dan

ke-empat berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.60

Oleh karena itu, setiap usaha pertambangan baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu memperoleh perizinan pertambangan dan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain dari pada itu, pemegang izin pertambangan baru boleh memiliki bahan galian yang digali untuk dijual setelah terlebih dahulu membayar iuran pertambangan.61

Bahan-bahan yang merupakan endapan alam tersebut dikelompokkan ke dalam tiga jenis atau golongan bahan galian:

a) Golongan bahan galian strategis b) Golongan bahan galian vital

c) Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kategori a dan b.

Wewenang untuk menentukan pengelompokan bahan galian tersebut berada sepenuhnya di tangan pemerintah. Hal itu berarti, pemerintah berhak setiap saat mengubah pengelompokan. Bahan galian tertentu yang semula

60

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara, hal. 7 61

Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman, Analisa Dan Evaluasi


(58)

dikelompokkan tidak strategis dikemudian hari dapat diubah menjadi bahan galian strategis.62

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980, penggolongan bahan galian secara rinci diatur sebagai berikut:

1) Golongan bahan-bahan galian strategis yang terdiri atas: minyak bumi, bitumen cair, lilih bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara, batu bara muda, uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya.

2) Golongan bahan galian vital terdiri atas: besi, mangaan, molidben, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbale, seng, emas, platina, perak, air raksa, arsin, antimon, bbismut, uttrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya.

3) Golongan yang tidak termasuk ke dalam a dan b, terdiri atas: nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (balite), asbes, talk, mika, grafit, magnisit, batu setengah permata, pasir kwarsa, kaolin, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, fieldspar, gips, bentonit, batu apung tras, absidian, perlit, tanah diatome, tanah serap, marmer, batu tulis, batu kapur, dlomit, kalsit,

62


(59)

granit, andesit, basal, trkahit, tanah liat dan pasir, sepanjang tidak mengandung unsur bahan galian a dan b.63

Di Indonesia usaha pertambangan dapat dikelola oleh: a) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Pertambangan b) Perusahaan negara

c) Perusahaan daerah

d) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan daerah e) Koperasi

f) Perusahaan swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia, bertempat kedudukan di Indonesiadan bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan, dan pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia.

g) Perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia, dan bertempat tinggal di Indonesia.

h) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan atau daerah dengan koperasi dan/atau badan/perseorangan swasta.

i) Pertambangan rakyat.64

Walaupun banyak pihak tersebut di atas dapat melakukan pengelolaan usaha pertambangan, namun tidak berarti mereka dapat

63

Ibid, hal. 7 64


(60)

melakukan usaha pertambangan untuk semua golongan bahan galian. Dalam kaitannya dengan usaha pengelolaan usaha pertambangan, undang-undang pokok pertambangan mengambil kebijaksanaan sebagai berikut:

Pertama, golongan galian strategis pada dasarnya dikelola oleh: a) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh memteri pertambangan. b) Peusahaan negara

Kedua, golongan galian strategis hanya dapat dikelola pihak swasta, bila menteri pertambangan berpendapat bahwa pengelolaan oleh pihak swasta tersebut dillihat dari sudut kepentingan ekonomi dan perkembangan pertambangan lebih menguntungkan bagi negara.

Ketiga, golongan galian strategis dapat dikelola oleh pertambangan rakyat, bila jumlah endapan bahan galian strategis tersebut kecil sehingga lebih efisien jika dikelola oleh pertambangan rakyat.

Untuk golongan galian vital, Undang-Undang Pokok Pertambangan menggariskan kebijaksanaan sebagai berikut:

Pada dasarnya golongan galian vital dapat diusahakan pengelolaannya oleh:

a) Badan atau perorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

b) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri pertambangan. c) Perusahaan negara.


(1)

Verbatim Dari Hasil Wawancara Peneliti

Bisa di ceritakan pak, kenapa warga menolak menjual ke pertamina?? Kanapa?? Apa pertamina itu.. Siapa yang modalin? Pertamina nggak ikut modalin

kok, minyaknya mau di ambil… oh gitu pak? Iyalah.. inikan sampai puluhan juta

ini (modalnya), apalagi kalau PT, sampai ratusan atau milyaran itu. PT (selevel) seperti Pertamina gitu pak? Jadi kayak gini,,, kalo yang modalnya banyak biasanya dibor samping.. padahal sebenarnya bor samping itukan sebenarnya tidak boleh. Bor samping dari ? Ya bukan titiknya… Itukan nggak bisa. Nggak ada,, izin ngebor itu

kan tertentu… izin ngebor minyak itu. Iya. Nggak setiap orang. Tapi kalo disini

mungkin udah (ada), sama puspita sama bupati. Tapi dalam suratnya itu sebenarnya servis aja. Nah, kemarin kejadian, yang di alang -alang (nunjuk keatas), yang di jalan

tadi lho… oh itu.. , iya yang di gunung itu lho.. kemarenkan Flowing itu. Mbludak

gitu pak? Keluar sendiri minyaknya? Iya, langsung campur lumpur, yang masuk TV itu lho. Itukan sampai rame. Kan tidak ada izinnya. Ya semua lepas tangan. Sekarang kalau izin ke bupati, pak saya mau disana (nambang). Iya,, kan tidak ada tertulis!!. Kan kalau ada kejadian, siapa yang ngasih izin? Saya g‟ pernah ngasih izin… kalau diatas kertas (izin), tidak bakal mau bupati ngasih izin kan? Nggak bisa. Dan nggak akan berani. Kemarin kan pada bingung, sampai gubernur juga kan. Sekarang kalau udah masuk TV, siapa yang berani, ditanya izinnya mana? lepas tangan semua kan? Nggak ada izinnya. Izin apa..

Sekarang kalau sumber sumurnya pak? sini itu memang sumbernya ga ada apa-apanya. Nanti kalau mau gambar, peta eksplorasi di lek (om) Azis ono. Peta itu lho,, eksplorasi Wonocolo. Dia kan nduwe (punya). Jadi disini itu dulu Pertamina kan pernah ngebor yang sebelum masuk Wonocolo itu, sedalam 800 meter. Di tembak ke samping ke sini. Ya gak keluar. Rencananya kan bor samping,, (tapi) tetep nggak keluar. Ya sekarang kalau dia mau masuk sini ya nggak bisa kan. Soalnya sini itu sebelum Indonesia ada kan udah ada. Ya pas Belanda itu.

Ini juga lagi nyari ini (Sambil nunjuk ke lubang galian). Tapi belum ketemu. Katany seh ada, Cuma masih susah. Berapa dalam ini pak? Baru segini, Cuma kadang ada (Minyak) mentahnya…

Kalau kedalamannya pak? Disini itu lapisannya kan lapisan empat. (empat lapisan) pertama itu air tawar ya, dua air asin, ketiga itu minyak itu, dalamnya sekitar 60 sampai 190 meter. Lapisan 4 nya 200. Pokonya 190 sampai 210 itu lapisan 4, paling dalem 400. Makanya kalau ada PT ngebor sampai diatas 500 keluar tapi campur lumpur. Trus tidak bisa di kerjain lagi itu pak. Di tutup kan. Lha nggak ada izinnya.


(2)

Kalau izin disini gimana pak yang legal dan akui menurut warga? nggak ada. Ya pokonya kita begini, izin nggak ada, ya seumpama kita nyari sumur, kayak ini kan ketemu, ya udah ditimba di suling lalu dijual. Oh gitu,, itu ke kepala desa nggak ada izin apa gitu pak ya? Nggak ada. Kecuali kalau yang ngerjain itu PT (pengusaha dari luar) ya ngsihlah ke desa jatah berapa gitu. Disini itu namanya jatah. Jatang lantung itu lho…

Kalau hasil dari menambang ini pak? Disini itu lain-lain tiap sumuran. Kalau disinikan satu drumnya kan 250 ribu, belum disuling itu pak belom. Disini itu minyak tanah sama bensin nya itu 140 liter. kan kalau di drum kan 240 ya, Sisanya solar 70 liter. Kalau di kurs ke uang jadinya itu 750 per drunya. udah jadi? Udah. Ongkos nya yang nyuling sama kayu 100 ribu. Yang nyuling bukan bapak sendiri. Bukan. Bagi-bagi kerjaan. Jadi kayak ini, ini sumur nya ini dalamnya baru 110. Ini kalau di petanya kan 300. Nah dulu kan nggak ada pipanya. Diambil orang gitu pak? Iya. Ini patungan (rombangan) dari hasil ini. Jadi dulu itu dua bulan di kumpulin, dapet berapa gitu di suling bareng-bareng, dikumpulin duitnya buat beli pipa. Pipanya kan satu itu satu 1,3 juta. Per batang 6 meter itu. Dulu ini pipanya beli 15 batang udah habis sekitar 30-an (juta) apaya? Tapi duitnya dari sini.

Terus sebelum beli pipa ngambil (minyak) nya pake apa pak? Kerja. Dulu belum dapat. Jadi dulu itu alat ini (alat tua) itu bawa minyak, nah di kumpulin itu. Terus di beliin pipa. Lah.. sekarang kalau pertamina nggak tau menau kita kerja kayak gini, siapa yang ngasih biaya kerja ini, kita sendiri kan? Jadi sebenarnya illegal, tapi ya nggak bisa. Sekarang kayak pemerintah tu bisa nggak ngasih kerjaan ribuan orang disini itu. Oh ini ribuan orang pak?. Iyalah. Sekarang satu sumuran aja. Kerja bagian nyuling ada, bagian ngambil kayu ada,bagian yang bawa dari lokasi ke rumah ada. Pembelinya (rengkek). Banyak lah rentetannya dalam satu sumur itu kan. Yang paling banyak narik tenaga kerja yang mana pak? nggak, Sama sih. Disini itu kan 12. Seminggu dapetnya 12. Jadi seminggu itu dapat satu orang satu itu. Jadi seminngu 12. Iya 12 drum. Jadi seminngu dapet 750 ribu per orang pak??. Ya iya, dari satu drum itu tadi. Disni rata-rata satu sumur berapa orang pak? Ada yang 20, ada yang 30, nggak mesti. Kadang-kadang yang banyak itukan gini, sumurnya berat, kerjaannya berat ya.. iya. Butuh alat, butuh alat apa gitu ntar nyari orang, terus di kasih nama, kamu nyediain alat tak kasih nama sini. Terus butuh apa lagi, nyari orang lagi, ya kan tambah banyak orangnya. Jadi membaginya tambah banyak juga orangnya?. Iya. Soalnya diajak kan bawa alat. Kayak disini. Nyediain kayu Box, dapat satu nama. pipa? pipa belum. Terus kawat sama puteran katrol sama seling itu satu nama lagi. Jadi kayak gitu, dibagi-bagi. Hmm.. gitu pak ya..


(3)

Jadi disini kalo orang sini bebas nyari, kalo orang luar harus izin masuk ke desa dulu??. Nggak. Orang luar juga nggak papa, orang Banyu Urip… Orang luar nggak papa. Klo orang Cepu atau Bojonegoro kesana pak (luar daerah)? kalau orang luar itukan.. dia ngebor kan... Sumur sini rata rata yang rusak itu alatnya ketinggalan di dalam. Ada rel ada wuh macem-macem, kadang-kadang kan putus… gak bisa diambil kan nggak bisa dikerjain itu, jadi salah satu jalan ya di Bor. Sebenarnya ngebor kan nggak bisa, izin itu Exxon, Petro China yang punya izin ngebor itu. Kita hanya mengelola yang udah ada aja gitu? Iya… Servis… Cuma kadang disalahgunakan sama orang-orang yang punya uang. PT.. PT… itu kan

modalnya milyaran itu…milyaran itu.. satu sumur itu bisa satu M itu…

Itu dimodali dari awal lalu di kelola PT sendiri gitu pak? Peralatannya?? Kan kalau PT itu ada yang.. ada yang sumur dijual, missal ini punya rombangan, di jual sama PT, biasanya 50 juta, tapi yang punya sumur ini masih dapat bagian.. biasanya dia dapat bagian di kasih nyuling.. oh jadi nyulingnya di serahkan ke penjual sumur gitu pak?? Iya… banyak PT yang berhasil pak? Sumur 92,, dulu

kadang-kadang sampai 100 drum/hari itu… sama sumur inting,, sumur inting itu juga…

lumayan juga.. (PT. Puspita dan PT Ponix). Cuma dua PT itu yang berhasil,

selainnya gagal… banyak yang gagal pak?? buanyak.. buanyak.. Sini tu gini..

kadang-kadang banyak duit yang menguap.. pada hal-hal nggak jelas.. yang namanya pemodalnya orang Jakarta… kebanyakan orang Jakarta…. Yang modalin itu… orang kampung sini yang merantau gitu pak??? nggak ..nyari di internet bisanya… investor buat minyak… ya pada datang kesini… ya kaya inilah.. ngebor ada menaranya ngebornya pake mesin-mesin… tapi seharusnya nggak boleh pak ya?? Ya nggak boleh lah… Lha kan yang ngebur itu kan seharusnya punya BP Migas atau Pertamina kan…

Izi pengelolaan minyak dan pengeboran itu kan nggak bisa… Cuman,, Wonocolo

dipakai buat tutup aja… dia di luar Wonocolo nggak bisa ngebor.. banyak sumur tua

sebenarnya,,, Cuma diluar Wonocolo nggak bisa.. disini pemda itu juga nggak bisa nutup ini…

Kalau sikap pemerintah sendiri pak, nggak bisa nutup terus di biarin gitu pak?? Dibiarin.. nggak ngelarang pak? nggak… Cuma kadang-kadang gini… keluarnya.. keluar mbawa minyak itu ditangkapin… kalau pake tangki (mobil tangki)

yang namanya illegal kan tetep ditangkep… tapi akhirnya tetep di lepaskan

pak?..kadang-kadang… kadang di tangkep kadang dilepas, tinggal ngasih fee-nya berapa…


(4)

Yang aktif di Wonocolo ada berapa sumur pak? nggak ada 100… tapi sebenarnya ratusan.. Cuma banyak yang ilang.. ya itu yang sedang dicari-cari itu pak ya?

Iya… namanya di dalam gini ya susah mau nyari gimana… kalau disini kalau sama

rengkek.. kalau penjualannya pak?? dulu ada lah pemuda yang bawa tengki di kumpulin diatas sana, ya nggak boleh.. kalau disiini kalau dibawa rengkek aman

itu… ya namanya rengkek diakan Cuma nyari buat makan… oh yang pake motor

bawa derigen itu ya pak?? iya..tapi kalau udah pake mobil di tangkep itu… maksudnya partai besar gitu pak?? iya… jadi disini penjualannya perantaranya Cuma pake rengkek itu pak?? iya.. nggak ada yang ngumpulin pake tangki gitu?

Nggak..nggak ada… ada disitu kayak koperasi lah yang nyoba lagi kemaren pake

tangki… tapi katanya di tangkep.. kok ada lagi nggak tau she, tapi kebanyakan keluar pake motor (rengkek)….

Tadi kalau desa Wonocolo sumurnya ada berapa pak? disini itu ya.. ada dua

bagian W sama D… kalau W itu ada 59 yang dipeta.. titik W itu.. jumlahnya 59 titik

tapi kadang tiap titik ada 3-4 lubang.. nggak tau dulu itu apa gagal terus pindah sampingnya atau emang zaman dulu dibor 3-4 lubang ngak ada yang tau itu… tapi di petanya itu ada.. peta itu dari mana asalnya pak? peta ya zaman dulu.. dulu yang punya migas .. jadi peta migas?? Iya.. juga ada tanda-tandanya yang ada casing nya sama yang belum dipasang casing…

Kalau pemakaian teknologinya pak disamping pake mobil seperti ini pak.. masih ada yang diputar atau ditarik gitu pak??dulu ditarik sama orang, kalau diputer ini.. seumpama alat nyepit (dibawah) baru pake diputer.. lier ini namanya,, kalau nimba sudah pake mesin mobil semua.. mesin semua ya pak, nggak ada yang pake lier lagi?? iya… sejak tahun 80-an sudah pake mobol semua.. yang lebih cangging dari ini nggak ada pak?? nggak ada… sama pertaminya ya… yang pake mesin pompa aja pernah dites kalah sama ini. Pernah dites satu sumur itu..per menit itu nggak ada satu gayung itu.. pantesan mereka kalah pak ya? Ya nggak..emang kalau di pertamina itu sudah menipis.. kalau disini pak? ya sama .. sudah nggak seperti dulu. Dulu tahu 80-an itu satu hari bisa mencapai 40 rit. 40 rit x 5 ton.. berapa itu.. itu berapa harganya?? Nah itu juga yang menyebabkan masyarakat berontak itu kan gini dulu itu kan minyak masuk KUD, KUD masuk Pertamina ya. Zaman dulu itu satu drumnya 30 ribu. Dibeli oleh Pertamina itu? Koperasi..!! ngakk boleh keluar. . Padahal dulu itu ,, (secara) illegal ya… dibawa ke Surabaya udah laku sekitar 100 ribu..bedanya jauh banget ya? Jauh banget… dijual ke Cepu aja lho udah 100 ribu mau.. dibeli Pertamina Cuma 35 ribu. Padahal Pertamina itu nggak tau menau kerjaan disini..harus dijual di sini (Pertamina) gitu..


(5)

Kembali ke awal lagi pak, jadi ini bisa di sebut sumur si A, itu karena dia yang menemukan dan menggali (mencari) gitu pak?? iya.. kadang-kadang gini, ini dulu tahun 80 udah pernah dikerjain orang satu rombongan gitu ya, terus udah keluar…

udah empat kali… berganti orangnya? Iya.. yang terakhir saya ini..zaman dulu kan

masih pake lier, yang muter-muter itu, ditarik gitu pak? iya.. pokonya orangnya nggak jalan, Cuma muter-muter..

Terus harapan orang Wonocolo sekarang apa pak? yah… pokonya bisa kerja di sini.. terus seumpama dikelola dibeli sama pertamina ya minimal sama seperti kita

nyuling sendiri lah…

Kalau Pertamina bikin peraturan gitu pak, nanti harus didaftarkan atau gimana gitu?? Selama ini belum pernah ada, Cuma memang dulu waktu nyuling pertama kali emang ditangkepin. Nyuling tangkep.. bikin lagi tangkep lagi ya namanya urusan perut… lagian, kan minyak ini banyak yang minati.. para sopir bus bus tronton beda berapa lah sama POM udah pada mau itu.. sopir-sopir, umpamanya dapat jatah solar dari bosnya 100 litar, dia beli minyak ini, kan udah berapa

selisihnya…

Kalau rengkek rengkek itu biasanya di jual kesiapa lagi?? Pengepul, di daerah Tuban.. di pinggir Pantura.. oh.. ada pengepulnya juga??iya.... kebanyakan sih untuk perahu.. para nelayan itu.. selainnya?? ke Kali Tido.. di pinggir jalan raya…

tapi konsumsi banyakan masuk ke Rembang untuk Perahu… Bis, alat-alat

pertanian mungkin?? Iya… tapi kebanyakan ke perahu sama pertanian . mobil itu ya nggak seberapa..

Jadi perahu itu, kan mesinnya dompeng.. jadi perawatannya murah.. asal bisa hidup (jalan) mereka masih untung.


(6)