Analisis ekspor-impor sektor kehutanan Indonesia dengan negara maju dan negara berkembang
ANALISIS EKSPOR-IMPOR SEKTOR KEHUTANAN
INDONESIA DENGAN NEGARA MAJU DAN NEGARA
BERKEMBANG
RISNA RONAL SUTHRISNO MANIK
E14050313
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(2)
ANALISIS EKSPOR-IMPOR SEKTOR KEHUTANAN
INDONESIA DENGAN NEGARA MAJU DAN NEGARA
BERKEMBANG
RISNA RONAL SUTHRISNO MANIK
E14050313
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(3)
ABSTRAK
RISNA RONAL SUTHRISNO MANIK (E14050313). Analisis Ekspor-Impor
Sektor Kehutanan Indonesia dengan Negara Maju dan Negara Berkembang.
Di bawah bimbingan SUDARSONO SOEDOMO.
Discrepancy trade statistics
merupakan ketidak sesuaian antara data ekspor
yang dilakukan oleh negara eksportir dengan data impor yang dilakukan oleh
negara importir. Secara teori, pencatatan antara pelaporan data ekspor yang
dilakukan oleh pihak eksportir harus sama dengan pencatatan data impor yang
dilakukan oleh negara importir namun hal tersebut sulit untuk direalisasikan
dilapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan data
impor Indonesia dengan negara maju dan berkembang, membandingkan
ekspor-impor kehutanan dan perkebunan serta mengetahui ada tidaknya perbedaan data
ekspor dengan data impor.
Data yang dipergunakan didalam penelitian ini merupakan data sekunder,
yaitu data sekunder ekspor-impor Indonesia dengan negara maju, seperti: Amerika
Serikat, Jepang, Jerman, China, Canada, Italia, Prancis dan Australia dan negara
berkembang, yaitu: Bangladesh, Filipina, India, Malaysia, Pakistan, Srilanka,
Thailand dan Vietnam yang dimulai pada tahun 1989 sampai 2008. Metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah mengunduh data dari website www.
uncomtrade.org, dimana data yang dikumpulkan adalah data ekspor-impor
tahunan. Jenis data ekspor-impor yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa
data ekspor-impor dari sektor kehutanan, yaitu plywood (
plywood, veneer panel
and similar laminated wood)
dan pulp
(chemical wood pulp, soda/sulphate, non
conifer, bleached)
serta dari sektor perkebunan berupa kelapa sawit (
palm oil and
its fraction, not chemically modified)
.
Berdasarkan analisis hasil pengolahan data diketahui bahwa terdapat selisih
antara data ekspor Indonesia dengan data impor negara maju dan negara
ber-kembang untuk komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated wood;
chemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
dan
palm oil and its
fraction, not chemically modified,
dimana
persentase
discrepancy trade statistic
berbeda-beda pada setiap negara. Catatan ekspor Indonesia terhadap catatan
impor negara maju dan berkembang tidak memiliki pola tertentu.
Kata Kunci :
Discrepancy trade statistics,
Ekspor, Impor, Negara Maju dan
Negara Berkembang
(4)
ABSTRACT
RISNA RONAL SUTHRISNO MANIK/E14050313. Export-Import Analysis
of Indonesia Forestry with Developed Countries and Developing Countries.
Guidance by SUDARSONO SOEDOMO.
Discrepedancy trade statistic is the inappropriate record keeping between
the export data by exporter countries and the import data by importer countries.
Theoretically, the record keeping of export data held by exporter countries must
be same with the import data kept by importer countries. But, in fact, it is so
difficult to make it come true. This research aims to analyze the comparison
between export-import data in Indonesia with developed countries and other
developing countries, to compare the export-import of forestry and plantation, and
the last, to know whether the difference of export-import data.
This research used secondary data, which is the export-import data of
Indonesia with developed countries like: United State, Japan, Germany, Canada,
China, Italy, French, and Australia and developing countries like: Bangladesh,
Philippine, India, Malay, Pakistan, Srilanka, Thailand, and Vietnam. The period
data used was about 1989-2008. The collection of data was done by downloading
from www.uncomtrade.org. The kind of export-import data used in this research
is forestry export-import data which are plywood (
plywood, veneer panel, and
similar laminated wood
), pulp (
chemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer,
bleached
), and plantantion sector like palm (
palm oil and its fraction, not
chemically modified
).
The results of analysis shows that there are discrepancy between Indonesia
export data records with developed and developing countries import data records
for
plywood, veneer panel and similar laminated wood; chemical wood pulp,
soda/sulphate non conifer, bleached
and
palm oil and its fraction, not chemically
modified
, where percentages of discrepancy trade statistics are different in each
country. Indonesia export data to developed and developing countries export data
to developed and developing countries export data don’t have particular trend.
Key Word: Discrepancy trade statistics
,
Export, Import, developed countries, and
developing countries.
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Analisis
Ekspor-Impor Sektor Kehutanan Indonesia dengan Negara Maju dan Negara
Berkembang” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah di-sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Risna Ronal S. Manik
E14050313
(6)
Judul Penelitian : Analisis Ekspor-Impor Sektor Kehutanan Indonesia dengan
Negara Maju dan Negara Berkembang
Nama
: Risna Ronal Suthrisno Manik
NRP
: E14050313
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
(Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS.)
NIP. 130813798
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB
(Dr. Ir.Didik Suhardjito, MS.)
NIP.19630401 199403 1 001
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Judul skripsi ini adalah ”Analisis Ekspor-Impor Sektor Kehutanan
Indonesia dengan Negara Maju dan Negara Berkembang”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
mem-bangun dari berbagai pihak agar diperoleh hasil yang lebih baik sebagai perbaikan
dan evaluasi atas skripsi yang penulis buat. Semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kutabuluh Berteng pada tanggal 02 April
1988. Penulis adalah anak ke-2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara dari
pasangan R.S. Manik dan R. Rajaguk-guk. Penulis memulai
pendidikan di SDN No 030437 Kutabuluh Berteng pada tahun
1993, SLTPN 1 Kutabuluh Berteng tahun 1999 dan SMAN 1 Tiga Binanga pada
tahun 2002. Penulis menyelesaikan sekolah pada tahun 2005 dan melalui jalur
USMI penulis masuk perguruan tinggi negeri tahun 2005 di Tingkat Persiapan
Bersama (TPB) IPB Bogor dan tahun 2006 masuk ke Mayor Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis pernah
menjadi anggota kepanitiaan dalam beberapa kegiatan di tingkat fakultas maupun
di IPB, seperti kegiatan Masa Perkenalan Fakultas 2007, Temu Manajer (TM)
2007 dan acara lainnya. Selama menuntut ilmu di IPB
,penulis aktif di organisasi
kemahasiswaan yakni anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan
Komisi Pelayanan Anak (KPA). Penulis merupakan anggota UKM Sepak Bola
IPB. Pada tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Kamojang-Sancang dan tahun 2008 penulis melakukan Praktek
ngelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pada tahun 2009
Pe-nulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT
AUSTRAL BYNA. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah
Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2006/2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada
Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Ekspor-Impor Sektor
Kehutanan Indonesia dengan Negara Maju dan Negara Berkembang”
dibawah
bimbingan Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS.
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mem-berikan dukungan moril serta
materil kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, antara lain sebagai
berikut:
1.
Kepada Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS. selaku dosen pembimbing yang
selama ini telah berjasa dalam memberikan bimbingan, masukan, kesabaran
dan waktu untuk penulis. Terima kasih Bapak untuk semuanya dan mohon
maaf atas segala kesalahan dan kekurangan selama menjadi mahasiswa
bimbingan Bapak.
2.
Kepada bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi selaku dosen penguji perwakilan
departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Rikky Avenzora, MSc. selaku dosen penguji
dari depatemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Dr. Ir.
Ahmad, MS selaku dosen enguji perwakilan dari departemen Silvikultur.
3.
Kepada staf dosen, TU, mamang-bibik di FAHUTAN terima kasih untuk
segala ilmu, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
4.
Orangtua dan keluarga tercinta (Rasian Manik dan Rustan br Rajaguk-guk,
Ronita Vera Carolina br Manik dan Roy Jandriko S.P. Manik) untuk setiap
dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi
persembahan yang terbaik.
5.
Sahabat-sahabat terbaikku (Alan, Ani, Buyung, Cia, Doris, Icuz, Mei,Maria,
Paskha, Rina) terimakasih untuk kebersamaan, semangat, doa dan cinta kasih
yang telah diberikan.
6.
Rekan seperjuangan Firmanudin Purnomo dan Afwan Afwandi atas
ke-bersamaan,
sharing
dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian hingga
penulisan skripsi.
7.
Sopo ombus-ombus crews (Andrew M, Arnold S, Gunarto S, Herbet S), Kang
Agus, Kang Ignaz S, Kang Galing, Kang Ajay dan Kang Cardo atas
ke-bersamaannya selama ini.
(10)
8.
Pelatih, pengurus dan teman-teman UKM SB IPB ( Pak Entis, Andrew M, Fitri
T, Jacky, Marco S, Togar, Vicky A, Yudi, dll) atas kebersamaan, semangat dan
dorongan yang diberikan.
9.
Serta seluruh pihak dan teman-teman MNH yang tidak bisa disebutkan satu
per satu terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Februari 2011
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perdagangan Luar Negeri ... 4
2.2. Ekspor ... 5
2.2.1 Perkembangan Ekspor ... 5
2.3. Impor ... 7
2.3.1 Perkembangan Impor ... 8
2.4. Negara Maju ... 9
2.5.
Discrepancy Trade Statistics ...
10
2.6. Kayu Lapis (
plywood
) ... 11
2.7. Bubur Kertas ... 12
2.8. Kelapa Sawit ... 13
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
3.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 14
3.3. Batasan Penelitian ... 14
3.4. Asumsi ... 15
3.5 Hipotesis Penelitian ... 15
3.6. Metode Pengolahan Data ... 15
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persentase
Discrepancy Trade Statistics
Negara Maju ... 17
4.1.1. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
plywood,
veneer panel and similar laminater wood
... 17
4.1.2. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
chemical
wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
... 18
4.1.2. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil
and its fraction, not chemically modified
... 18
4.2.
Persentase Discrepancy Trade Statistics
Negara Berkembang ... 19
4.2.1. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
plywood,
veneer panel and similar laminater wood
... 19
4.2.2. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
chemical
wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
... 20
4.2.2. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil
(12)
and its fraction, not chemically modified ...
21
4.3. Perbandingan Data Ekspor Indonesia dengan Data Impor
Negara Maju ... 22
4.4. Perbandingan Data Ekspor Indonesia dengan Data mpor
Negara Berkembang ... 23
4.5. Analisis Perbedaan Data Ekspor dan Impor antara Indonesia
dengan Negara Maju dan Negara Berkembang ... 25
4.6. Implikasi Perbedaan Data Ekspor dan Data Impor Terhadap
Perekonomian Indonesia ... 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 29
5.2. Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(13)
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor Jan-Sept 2008 dan 2009 ... 7
2. Tipe dari Aktivitas Ilegal yang Dilakukan oleh Beberapa Negara ... 11
3.
Discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel and similar
laminated wood
... 17
4.
Discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp,soda/sulphate,
non conifer, bleached ...
18
6. Discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction, not
chemically modified ...
19
7. Discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel and similar
laminated wood ...
19
5.
Discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp,soda/sulphate,
non conifer, bleached ...
20
6. Discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction, not
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Data Sekunder Negara Maju ... 33
2. Data Sekunder Negara Berkembang ... 52
3. Hasil uji t-berpasangan Negara Maju ... 68
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa ini hampir tidak ada lagi suatu negara di dunia yang betul-betul dapat
memenuhi kebutuhannya dari hasil produksi negaranya sendiri. Baik negara kecil
maupun negara besar baik negara yang ekonominya sudah sangat maju, maupun
yang masih terbelakang, langsung maupun tidak langsung membutuhkan dan
me-laksanakan pertukaran barang dan jasa antar satu dengan yang lainnya. Dengan
kata lain antar negara di dunia sudah terjalin suatu hubungan perdagangan satu
sama lainnya (Amir 1984).
Kegiatan ekspor-impor merupakan faktor penentu roda perekonomian suatu
negara. Sebagai negara yang kaya akan hasil bumi dan migas, Indonesia selalu
aktif terlibat dalam perdagangan internasional. Karena apabila suatu negara
me-nutup diri dengan negara lain, maka akan mengakibatkan kerugian bagi warga
negara bersangkutan bila mana harus membayar suatu komoditi yang mempunyai
kualitas rendah karena keterbatasan alternatif. Menurut Amir (1984), kegiatan
ekspor-impor merupakan transaksi antar negara yang dilakukan antara pihak
eksportir (penjual) dengan importir (pembeli), dimana antara kedua belah pihak
saling terkait untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing, yaitu pihak
penjual wajib menyerahkan suatu komoditi atau barang dan berhak untuk
mem-peroleh bayaran, sedangkan pihak pembeli berkewajiban untuk membayar harga
sesuai dengan kesepakatan bersama yang telah disepakati dan berhak untuk
mem-peroleh suatu penghargaan atau komoditi yang dibutuhkan.
Segala transaksi yang dilakukan oleh suatu negara dalam hubungan ekonomi
dengan negara lain (mitra dagang), baik berupa barang, jasa, maupun dana dicatat
secara sistematik di dalam suatu daftar atau catatan yang disebut neraca
bayaran internasional. Komponen yang terdapat di dalam sebuah neraca
pem-bayaran internasional, yakni ekspor-impor dan utang luar negeri.
Hasil studi yang telah dilakukan oleh beberapa ahli menyatakan bahwa pada
umumnya terdapat selisih data ekspor-impor antara negara Indonesia dengan
negara mitra dagangnya. Bukti adanya
discrepancy trade statistics
dalam catatan
data ekspor-impor yang dilakukan Indonesia dengan mitra dagangnya adalah
(16)
adanya selisih data ekspor dan impor non-migas China dengan Indonesia
men-capai US$ 2 milliar pada periode Januari-November 2005. Data ekspor non-migas
China ke Indonesia periode Januari-November 2005 yang tercatat di Bea dan
Cukai China sebesar US$ 6,2 milliar. Sedangkan data impor non-migas Indonesia
dari Cina pada periode yang sama yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS)
US$ 4,1 milliar. Dari data itu pula impor non-migas Cina dari Indonesia yang
tercatat di Bea dan Cukai Cina sebesar US$ 5,8 milliar. Data ekspor non-migas
Indonesia ke Cina pada periode yang sama di BPS sebesar US$ 3,6 milliar
(Soetrisno 2010).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat selisih data ekspor dan
impor yang dilaporkan oleh Indonesia dengan mitra dagangnya, dimana data
impor yang dilaporkan oleh mitra dagang Indonesia lebih besar dibandingkan
dengan data ekspor yang dilaporkan oleh Indonesia. Dephut (2003) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang dapat menjelaskan perbedaan dalam data perdagangan
dapat dikelompokkan menjadi :
1.
faktor normal primer adalah: i) perubahan periode fiskal, ii) perbedaan
dalam pemberian dalam nilai produk, iii) beda waktu antara tanggal
pengiriman produk ekspor dan tanggal penerimaan negara importir, dan
fluktuasi nilai tukar
2.
faktor normal sekunder adalah: i) konversi satuan produk dari volume
keberat
3.
faktor abnormal adalah : i) perilaku untuk menyamarkan volume; ii)
kecurangan dalam perdagangan dan penyelundupan.
Dari uraian diatas, penulis ingin menganalisis dan mengetahui permasalahan
yang berkaitan dengan penyebab terjadinya selisih data ekspor dan impor antara
Indonesia dengan negara maju dan negara berkembang.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis catatan data ekspor dan catatan data impor Indonesia dengan
mitra dagangnya untuk komoditi
ply wood, veneer panel and similar laminated
wood; cemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
dan
palm oil
and its fraction, not chemically modified.
(17)
2.
Mempelajari pola catatan data ekspor Indonesia dan pola catatan data impor
negara maju dan negara berkembang untuk komoditi
ply wood, veneer panel
and similar laminated wood; cemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer,
bleached
dan
palm oil and its fraction, not chemically modified.
3.
Mengetahui ada tidaknya perbedaan catatan data ekspor dan impor antara
Indonesia dengan negara maju dan negara berkembang.
1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan
dan wawasan kepada setiap lapisan masyarakat yang terkait dengan penelitian
tentang pelaporan data ekspor-impor. Serta sebagai bahan masukan bagi
aparatur-aparatur pemerintahan bersangkutan.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Perdagangan Luar Negeri
Perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiliki
kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan
memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah ditentukan dan diterima secara
inter-nasional. Setiap negara yang terlibat dalam hubungan dagang antar negara akan
terdorong untuk melakukan spesialisasi produksi dan ekspor komoditi tertentu
yang memiliki keunggulan komparatif sehingga masing-masing negara akan
ber-fokus pada bidang keahlian dan keunggulannya dalam memajukan
kesejahteraan-nya (Putong 2003).
Perdagangan luar negeri terjadi akibat terbatasnya sumberdaya alam
(SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang terdapat didalam suatu negara,
sehingga dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin
meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, suatu negara akan
berupaya untuk memenuhi kebutuhan yang berkualitas yang tidak dapat
di-produksi di dalam negeri dengan cara melakukan hubungan kerja sama dengan
melakukan kesepakatan pembelian dan pembayaran dengan pihak luar. Menurut
Putong (2003), ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya perdagangan luar
negeri, yaitu :
1.
Untuk memperoleh barang atau sumberdaya yang tidak dapat dihasilkan di
dalam negeri.
2.
Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam
negeri tetapi kualitasnya belum memenuhi syarat.
3.
Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka
mem-berdayakan sumber daya alam di dalam negeri.
4.
Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri.
5.
Mendapat keuntungan dari spesialisasi produk yang diperdagangkan,yang
diantaranya sebagai berikut:
a.
Keuntungan mutlak (
absolute advantages
)
b.
Keuntungan banding (
comparative advantages
)
(19)
c.
Keuntungan bersaing (
competitive advantages
)
Dari penjelasan diatas ketahui bahwa di dalam perdagangan luar negeri
aliran perdagangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu aliran perdagangan keluar
yang disebut dengan ekspor dan aliran perdagangan kedalam yang disebut dengan
impor.
2.2. Ekspor
Ekspor merupakan jumlah penjualan barang yang dapat dihasilkan suatu
negara, kemudian barang tersebut diperdagangkan kepada negara lain dengan
tujuan untuk memperoleh devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang
yang dihasilkan ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang
dihasilkan negara pengekspor (Lipsey 1995).
Secara teori, suatu negara akan mengekspor suatu komoditas ke negara
lain karena negara tersebut mampu memproduksi suatu komoditas melebihi
konsumsi domestiknya. Akibat dari besarnya produksi domestik tersebut, jumlah
barang atau komoditi di dalam negeri akan melimpah sehingga nilai komoditas
tersebut di pasar domestik akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan apabila
mengekspor keluar negeri, sehingga peluang untuk memperoleh keuntungan jauh
lebih besar apabila di ekspor ke negara yang memiliki nilai konsumtif yang tinggi
dan kurang mampu memproduksi barang atau komoditi melebihi konsumsi
domestiknya akibat kekurangan sumberdaya.
2.2.1. Perkembangan Ekspor
Sebagian besar pendapatan Indonesia berasal dari perdagangan luar negeri
(ekspor), yaitu berupa ekspor MIGAS (Minyak Bumi dan Gas Alam). Secara
keseluruhan penerimaan dalam negeri dari ekspor MIGAS sebesar 65%, sisanya
berasal dari penerimaan lain-lain seperti pajak, bea masuk dan cukai serta
penerimaan bukan pajak. Indonesia menjadikan ekspor sebagai sumber
pen-dapatan utama (devisa) sudah dimulai dari tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor
menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan
ber-ubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen
luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim.
(20)
Persaingan antar produk sangat tajam. Selain harga, kualitas atau mutu barang
menjadi faktor penentu daya saing suatu produk (Dumairy 1996).
Ekspor Indonesia pada September 2009 mengalami penurunan sebesar
6,75% dibandingkan Agustus 2009 yaitu dari US$ 10.543,8 juta menjadi US$
9.832,0 juta. Penurunan ekspor pada September 2009 disebabkan oleh
me-nurunnya ekspor non-migas sebesar 8,58%, yaitu dari US$ 8.890,8 juta menjadi
US$ 8.127,6 juta. Sebaliknya ekspor migas mengalami peningkatan sebesar
3,07% dari US$ 1.653,6 juta menjadi US$ 1.704,4 juta. Lebih lanjut peningkatan
ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor hasil minyak sebesar 48,33%
menjadi US$ 264,9 juta dan ekspor gas naik sebesar 6,01% menjadi US$ 770,8
juta, sementara itu ekspor minyak mentah turun sebesar 10,59% menjadi US$
668,7. Bila dibandingkan dengan September 2008, nilai ekspor September 2009
mengalami penurunan 19,92%, disebabkan menurunya ekspor migas sebesar
30,59% dan ekspor non migas turun sebesar 17,25%. Secara komulatif nilai
ekspor Indonesia selama peroide Januari sampai September 2009 mencapai US$
80.133,3 juta atau turun 25,57% dibandingkan pada periode yang sama di tahun
2008, sementara ekspor nonmigas mencapai US$ 68.112,0 juta atau turun sebesar
18,21% (BPS 2009).
Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-September 2009
turun sebesar 25,46% dibandingkan periode yang sama tahun 2008, yakni dari
US$ 68,949,9 juta menjadi US$ 51,395,7 juta, demikian juga ekspor hasil
pertanian turun sebesar 10,72% yakni sebesar US$ 3.489,7 juta menjadi US$
3.115,7 juta. Sebaliknya ekspor hasil tambang dan lainnya meningkat sebesar
25,46% yaitu dari US$ 10.840,5 juta menjadi US$ 13.600,6 juta (BPS 2009). Data
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
(21)
Tabel 1 Nilai ekspor Indonesia menurut sektor Januari-September 2008 dan 2009
Uraian Nilai FOB(Juta US$) % Perubahan Jan-Sep 2008 Jan-Sep 2009
Total Ekspor 107,668.30 80,113.30 -25.57 MIGAS 24,388.20 12,021.30 -50.71 NONMIGAS : 83,280.10 68,112.00 -18.21 - Pertanian 3,489.70 3,115.70 -10.72 - Industri 68,949.90 51,395.70 -25.46 -Pertambangan dll 10,840.50 13,600.60 25,46 Sumber: BPS 2009
Kinerja ekspor Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor utama. Faktor
pertama bersifat komoditikal dan sekaligus internal, yaitu bahwa penerimaan
ekspor sangat ditentukan oleh komoditas minyak dan gas bumi. Faktor utama
ke-dua yang mempengaruhi kinerja ekspor bersifat eksternal yaitu lingkungan
ekonomi internasional. Ekspor Indonesia tentu saja tidak lepas dari gejolak
per-ekonomian dunia yang mana artinya bahwa perper-ekonomian Indonesia sangat
ber-gantung pada ekonomi negara-negara maju dan kadar keterbukaan atau
ke-tertutupan pasar di negara-negara tujuan ekspor.
2.3. Impor
Impor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari suatu negara ke
negara lain secara legal. Proses impor pada umumnya adalah pemindahan barang
dari luar negeri ke dalam negeri. Impor secara besar-besaran pada umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai negara pengirim (eksportir) maupun
negara penerima (Dumairy 1996).
Suatu negara akan memasok suatu komoditi dari negara lain disebabkan
oleh ketidaksanggupan produksi domestiknya untuk memenuhi permintaan
ke-butuhan domestiknya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya tersebut, maka
negara tersebut berkeinginan untuk membeli komoditi dari negara lain yang
harganya relatif murah. Apabila terjadi kesepakatan harga, maka akan terjadi
per-dagangan antar ke dua negara tersebut. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa
ekspor dan impor suatu negara sangat ditentukan oleh harga domestik, harga
inter-nasional serta keseimbangan penawaran dan permintaan dunia.
(22)
2.3.1. Perkembangan Impor
Sejalan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian di dalam negeri,
pengeluaran impor menunjukkan kecendrungan peningkatan dari tahun ketahun.
Debirokeratisasi dan deregulasi dalam bidang impor pada umumnya berupa
penyederhanaan tata niaga, penggantian bentuk perlindungan nontarif menjadi
perlindungan tarif, penurunan tarif bea masuk, serta pemberian izin impor kepada
lebih banyak perusahaan, yang mana tujuan dari debirokeratisasi dan deregulasi
adalah mempermudah kegiatan impor.
Nilai impor Indonesia September 2009 adalah sebesar US$ 8.563 juta atau
turun menjadi US$ 1.144,3 juta jika dibandingkan dengan Agustus 2009. Hal ini
disebabkan oleh penurunan impor nonmigas sebesar US$ 1.995,7 juta, sebaliknya
impor migas mengalami peningkatan sebesar 56,02% atau sebesar US$ 857,4 juta.
Lebih lanjut peningkatan impor migas disebabkan oleh meningkatnya impor
minyak mentah dan hasil minyak masing-masing sebesar US$114,3 juta dan US$
722 juta, serta gas sebesar US$ 15,1 juta. Selama Januari-September 2009, nilai
impor Indonesia mencapai US$ 68.330,9 juta yang berarti mengalami penurunan
sebesar 32,80% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Impor migas mengalami penurunan sebesar 49.86% demikian juga impor
non-migas dimana penurunanya sebesar 26,88%. Secara lebih rinci penurunan impor
migas disebabkan oleh penurunan impor minyak mentah dan hasil minyak, yaitu
masing-masing sebesar US$ 3.510,7 juta dan US$ 9.793,8 juta (BPS 2009).
Dilihat dari peranan terhadap total impor nonmigas Indonesia selama
periode Januari-September 2009, mesin/pesawat mekanik memberikan peranan
terbesar yaitu 19,17%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 14,39%, bahan
kimia organik sebesar 5,15%, besi dan baja sebesar 4,95%, pesawat udara dan
bagiannya sebesar 4,03%, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,03%,
kenderaan bermotor dan bagiannya sebesar 3,87%, dan barang dari besi dan baja
sebesar 3,79%. Total nilai impor nonmigas Indonesia selama periode
Januari-September 2009 sebesar US$ 192,7 juta atau 78,83% berasal dari dua belas negara
utama, yaitu Cina sebesar US$ 9481,7 juta (17,18%), diikuti oleh Jepang sebesar
12,48%, Singapura sebesar 12,40%, Amerika Serikat 8,77%, Thailand 5,80%,
Korea Selatan 4,82%, Australia 4,41%, Malaysia 4,10%, Jerman 3,09%, Taiwan
(23)
2,53%, Prancis 2,07% dan Inggris 1,18%. Impor Indonesia di ASEAN
mencapai23,58% dan dari Uni Eropa sebesar 11,37% (BPS 2009).
2.4. Negara Maju
Suatu negara dapat dikatakan negara maju apabila negara tersebut sudah
mampu menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan,
se-hingga sebagian besar tujuan pembangunan telah dapat terwujud, baik yang
bersifat fisik dan non-fisik. Negara maju perekonomiannya sangat bertumpu pada
sektor industri (Crayonpedia 2009).
Hasil studi banding antara negara maju dan negara berkembang
meng-ungkapkan adanya perbedaan-perbedaan antara negara maju dan negara
ber-kembang dalam hal administrasi pemerintahan. Perbedaan tersebut adalah:
1.
Pada negara maju, pengangkatan dan pemberhentian didasarkan pada suatu
standar tertentu atau dikenal dengan istilah
merit system.
Sedangkan untuk
negara berkembang, pengangkatan dan pemberhentian pegawai terjadi karena
birokrasi atau nepotisme.
2.
Pada negara maju, berlaku prinsip
legal rational impersonal
, dimana setiap
persoalan diselesaikan dalam kantor atau kedinasan serta berdasarkan hukum
yang berlaku. Sebaliknya hubungan satu sama lain dalam pemerintahan di
negara berkembang didominasi oleh praktik yang dikenal dengan istilah
bureaucratic click
dan
patron client relationship
, yaitu penyelesaian persoalan
di dalam dan diluar kantor melalui cara-cara yang tidak legal formal.
3.
Pada negara maju, diferesiansi fungsi dalam administrasi pemerintahan terlihat
jelas dan tegas, sementara hal itu tidak terjadi pada administrasi pemerintahan
negara berkembang.
4.
Berbagai macam permintaan dan penawaran yang berkaitan dengan urusan
administrasi pemerintahan di negara maju dilakukan dengan mekanisme
formal market
. Tidak demikian dengan halnya di negara berkembang, semua
penawaran dan permintaan terjadi melalui mekanisme
informal market
.
5.
Selain efektif, administrasi pada negara maju juga berjalan efisien. Sementara
di negara berkembang, efektivitas dalam hal administrasi tidak diikuti dengan
efisiensi.
(24)
Birokrasi menjadi suatu permasalahan tersendiri dalam kaitannya dengan
hukum administrasi negara pembangunan. Administrasi pemerintahan maupun
pelayanan publik seolah telah menjadi karakteristik yang melekat di negara
ber-kembang. Hal ini tercermin dari masih tingginya penyalah gunaan kewenangan
dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN, tidak efisiennya
organisasi pemerintahan di pusat dan daerah, rendahnya kualitas pelayanan
publik, dan lemahnya fungsi lembaga pengawasan sehingga banyak kelemahan
birokrasi yang belum menunjukkan tanda-tanda dilakukannya perbaikan.
Berbeda dengan administrasi pemerintahan negara maju, pemerintahan
negara maju menyukai hal yang terorganisasi dengan baik dan mempunyai
rencana yang baik. Dalam menjalankan roda kepemerintahan, pemimpin negara
maju memberlakukan prinsip, antara lain: (1)
akuntability
, (2) transparansi, (3)
openness
, (4)
rule of law
(Rahmat 2010).
2.5.
Discrepancy Trade Statistics
Discrepancy statistic
pada perdagangan bilateral menjadi perhatian yang
sangat penting sebagai indikator dari perdagangan ilegal. Kegiatan ilegal yang
dapat menciptakan adanya
discrepancy statistic
adalah kegiatan
intentional
underreport
yang dilakukan untuk menghindari pajak ekspor yang mengakibatkan
nilai ekspor yang dicatat lebih kecil dibandingkan dengan yang dicatat oleh pihak
importir. Aktivitas ilegal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Selain kegiatan ilegal berupa
intentional underreport
yang sering dilakukan
dalam perdagangan, kegiatan penyelundupan (
smuggling
) juga kerap dilakukan.
Penyelundupan merupakan aktivitas
underground economy
.
Underground
economy
mencakup semua aktivitas ekonomi yang dapat dikenakan pajak, tetapi
akibat tindakan-tindakan ilegal semua biaya pajak yang harus ditanggung oleh
para pelaku perdagangan di dalam perdagangan internasional tidak diperoleh oleh
negara. Penyelundupan merupakan fenomena yang sudah sangat sering terjadi di
Indonesia, dimana kondisi ini sangat menggangu perekonomian suatu negara
(Vincent 2004).
Dari data yang bersal dari CITES (
Convention on the International Trade
in Endangered Species of wild fauna and flora
) dapat dilihat jenis dari aktivitas
ilegal yang dilakukan oleh beberapa negara pada Tabel 2 berikut ini :
(25)
Tabel 2 Tipe dari aktivitas ilegal yang dilakukan oleh beberapa negara
Tahun Penyelundupan yang Masuk k Indonesi ∑
kasus Kerugian (Rp) 1. Tekstil dan produk tekstil 111 871,2 Juta 2. Gula dan beras 22 2,48 Milliar 2 3. Hand Phone 21 6,94 Milliar 0 4. Elektronik 3 562,2 Juta 0 5. Mata Uang dan Kenderaan Bermotor 2 681,7 Juta 5 6. Narkoba dan Psokotropika 4
Penyelundupan dari Indonesia
1. Kayu 90 4,49 Milliar 2. Pupuk 3 478 Milliar 3. BBM 6 3,8 Milliar 2006 Sampai dengan semester 1 (Juni 2006)
Total 15,5 Milliar
Sumber : Seneca Creek Associated and World Resources Int’l (2004) dalam Setiastuti (2007)
Dari tabel tersebut jelas diduga bahwa Indonesia merupakan negara yang
melakukan semua kegiatan ilegal yang berhubungan dengan sektor kehutanan,
kecuali melakukan impor dari sumber ilegal. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang memiliki
law of enforcement
yang buruk.
Dampak dari aktivitas-aktivitas ilegal pada produk kehutanan dapat menyebabkan
kerugian ekonomi bagi suatu negara dimana pendapatan negara (devisa) berupa
pajak ekspor akan berkurang seiring dengan meningkatnya aktivitas ilegal,
sedangkan dampak aktivitas ilegal pada ekosistem hutan akan terjadi degradasi
ekosistem hutan yang akan mengakibat berkurangnya sumber bahan baku kayu
dan non kayu.
2.6. Kayu lapis (
Plywood
)
Menurut Haygreen dan Bowyer (2003), kayu lapis merupakan produk
panil yang terbuat dari
veneer-veneer
kayu yang direkat bersama sehingga arah
serat
veneer
yang berdekatan bersilangan tegak lurus dan arah serat
veneer
muka
sejajar sumbu panjang panil. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan,
konstruksi jumlah lapisan
veneer
biasanya adalah ganjil (3, 5, 7, dst). Sejumlah
kayu lapis diperoduksi dengan jumlah lapisan
veneer
genap, seperti empat atau
(26)
enam lapisan. Dalam hal ini, dua lapisan
veneer
direkat sejajar untuk membentuk
lapisan inti (
core
) yang tebal. Ada dua cara yang umum di gunakan untuk
meng-hasilkan
veneer,
yaitu dengan cara pengupasan (
peeling
) dan dengan cara
penyayatan (
slicing
). Pada proses pembuatan
veneer
dilakukan beberapa tahap,
yaitu: pemanasan
log
, pengupasan kayu bulat menjadi
veneer
, penyimpanan dan
pengguntingan
veneer
, dan pengeringan
veneer
.
Laminated veneer lumber
adalah salah satu anggota panel kayu yang
terbuat dari lembaran-lembaran
veneer
yang direkat dengan arah serat kayu sejajar
satu sama lain, sekaligus sejajar dengan arah memanjang panel. Dengan demikian
LVL pada prinsipnya sama dengan kayu lapis yang juga sama-sama terbuat dari
lapisan
veneer
kecuali arah rekatan dan konstruksi penyusunan
veneer
yang
sejajar (Bakar 1996).
2.7. Bubur kertas (
Pulp
)
Menurut Anonimous (1976)
dalam
Wahyudin (1995),
pulp
adalah bahan
berserat yang didapat dari hasil pengolahan bahan berselulosa dengan cara
semikimia, kimia ataupun mekanis dan digunakan sebagai bahan dasar kertas,
karton, papan serat, rayon serta turunan selulosa lainnya.
Pulp
terdiri dari
serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku pembuatan kertas.
Menurut Casey (1981), berdasarkan pembuatannya,
pulp
kertas dapat
di-bedakan menjadi tiga jenis, yaitu
pulp
mekanis, semikimia dan
pulp
kimia.
Pulp
mekanis adalah
pulp
yang di peroleh melalui perlakuan mekanis.
Pulp
semikimia
adalah
pulp
yang diperoleh dengan perlakuan kimia untuk melunakkan ikatan
lignin dengan heloselulosa kemudian dilanjutkan dengan proses mekanis untuk
memisahkan serat menjadi individu yang terpisah.
Pulp
kimia adalah
pulp
yang
dihasilkan dengan proses kimia. Tujuan utama pembuatan
pulp
adalah untuk
mendapatkan selulosa dan hemiselulosa semaksimal mungkin dengan cara
me-larutkan lignin dan zat-zat ekstraktif yang dikandung kayu sebanyak-banyaknya.
Proses
pulping
semikimia adalah proses
pulping
yang dilakukan dengan
cara menggunakan kombinasi energi mekanik dengan energi kimia. Dalam proses
pulping ini bahan serat diberi perlakuan kimia tertentu dengan tujuan untuk
menghilangkan bahan non-serat dan melunakkan ikatan antar serat, selanjutnya
baru dilakukan pengerjaan mekanis yang bertujuan untuk memisahkan
(27)
serat-seratnya. Dalam proses
pulping
kimia digunakan energi kimia sepenuhnya dan
pemisahan seratnya dilakukan secara lebih selektif dengan menggunakan pemasak
kimia, maka
pulp
yang dihasilkan juga akan bersifat lebih permanen serta
mem-punyai sifat-sifat kekuatan yang lebih baik dibanding dengan
pulp
mekanik
maupun semikimia.
2.8.Kelapa sawit (
palm oil
)
Tanaman kelapa sawit (
Elaeis quineensis Jacq
) merupakan tumbuhan
tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit yang
dikenal adalah jenis dura, pisifera, dan tenera. Ke tiga jenis ini dapat dibedakan
berdasarkan penampang irisan buah, yaitu jenis dura memiliki tempurung yang
tebal, jenis pisifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis,
sedang-kan tenera yang merupasedang-kan hasil persilangan dura dan pisifera menghasilsedang-kan buah
bertempurung tipis dan inti yang besar (Naibaho 1998).
Kelapa sawit sebagai penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan
salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa
non-migas bagi Indonesia.
Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi
dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati
lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai
sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan
yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat
mutu di ukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi
kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran
pemucatan (Depperin 2007).
(28)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2010. Pengumpulan data
dilakukan di kampus IPB, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis
data sekunder, yaitu data yang tidak secara langsung diperoleh dari lapangan,
tetapi diperoleh melalui studi kepustakaan dokumen, laporan yang ada
hubungan-nya dengan masalah yang diteliti. Data sekunder nilai ekspor-impor yang
di-peroleh merupakan data ekspor-impor negara maju (Amerika Serikat, Jepang,
Jerman, China, Canada, Italia, Prancis dan Australia) dan negara berkembang
(Bangladesh, Filipina, India, Malaysia, Pakistan, Srilanka, Thailand, dan
Vietnam) yang dimulai pada tahun 1989 sampai 2008. Metode pengumpulan data
yang dilakuan adalah membrowsing data dari website www.comtrade.un.org,
dimana data yang dikumpulkan adalah data ekspor-impor tahunan.
3.3
Batasan Penelitian
Agar penelitian ini mengarah pada permasalahan dan tidak menyimpang
dari pokok pembahasan yang ingin diteliti, maka perlu adanya pembatasan
masalah. Adapun batasan masalah yang dibuat adalah :
1.
Fokus penelitian ini adalah yang berkaitan dengan data ekspor-impor
Indonesia dengan negara maju dengan komoditi
plywood, veneer panel and
similar laminated wood
dan
chemical wood pulp, soda/sulphate, non-conifer,
bleached
dan
palm oil and its fraction, not cemically modified
2.
Satuan mata uang dari data yang dikumpulkan adalah $ USA.
3.
Penelitian ini membahas
discrepancy
statistik ekspor Indonesia ke negara
mitra dagangnya selama 1989-2008 secara tahunan.
4.
Produk dengan
harmonized commodity descripton and coding system
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah HS 4412, HS 470329 dan HS 1511
(29)
3.4
Asumsi Penelitian
Adapun asumsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah selisih data
ekspor dengan impor hanya diperkenankan sebesar 10% (selang kepercayaan 90
% (
α
) untuk uji t-berpasangan).
3.5 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
X
≤
10% : Sama, yang artinya selisih data ekspor Indonesia dengan data impor
negara maju dan berkembang kurang atau sama dengan 10%
X > 10% : Berbeda, yang artinya selisih data ekspor Indonesia dengan data impor
negara maju dan berkembang lebih besar dari 10%
3.6 Metode pengolahan Data
Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan perhitungan
statistik dengan metode uji
t-paired test with two sampling for mean
(uji
t-berpasangan)
dengan menggunakan bantuan
Microsoft Excel
. Dan dari hasil
pengolahan data dilakukan penarikan kesimpulan.
Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah :
A.
Uji t-berpasangan
Menurut Walpole (1995), uji t-berpasangan adalah salah suatu metode
pengujian hipotesis, dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan).
Dalam hal ini hipotesa yang di uji adalah sebagai berikut :
H
0: X
≤
10%
H
1: X > 10%
Kriterium ujinya adalah :
Dimana :
t
= t-hitung
X
D= selisih data ekspor dengan impor
S
D= standar deviasi selisih data ekspor dengan impor
(30)
Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut :
a. t-hitung > t-tabel (
α
, n – 1) Berbeda, yang artinya selisih ekspor Indonesia
dengan impor negara maju sangat besar (Tolak H
o)
b. t-hitung
≤
t-tabel (
α
, n – 1) Sama, yang artinya selisih ekspor Indonesia dengan
impor negara maju sangat kecil (Terima H
o)
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan uji
t-paired test with two
sample for mean
, dilakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis
deskriptif dan dari hasil analisis tersebut diambil kesimpulan terkait dengan tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
B.
Discrepancy Trade Statistics
Persentase
discrepancy trade satatistics
atau ketidak sesuaian pencatatan
perdagangan secara statistik dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Dengan :
% Disc : Persentase selisih ekspor dan impor
Ek
: Ekspor yang dicatat Indonesia ke negara i
Im
: Impor yang dicatat negara i dari Indonesia
Persentase
discrepancy
dapat bernilai positif (+) dan bernilai negatif
(-). Nilai positif artinya eksportir memiliki data ekspor yang lebih besar dari
data impor negara importir. Sedangkan apabila persentase
discrepancy
bernilai
negatif artinya data ekspor negara eksportir lebih kecil dari data impor negara
importir.
(31)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persentase
Discrepancy Trade Statistic
Negara Maju
4.1.1.
Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel
and Similar Laminated Wood
Negara maju yang memiliki data impor yang lebih besar dari data ekspor
Indonesia untuk komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated wood
adalah Kanada, Prancis, Jerman, Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Australia.
Sedangkan negara maju yang memiliki data impor yang lebih kecil dari data
ekspor Indonesia adalah Italia. Hasil pengolahan data disajikan pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3
Discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel and similar
laminated wood
Apabila dilihat dari selisih antara data impor negara maju dengan data
ekspor Indonesia, maka Kanada merupakan negara yang memiliki nilai selisih
(
discrepancy trade statistics)
terbesar yaitu -US$ 11.882.786,50 atau -156,83%,
diikuti oleh Prancis dan Jerman masing-masing sebesar –US$ 14.147.751,88 dan
–US$ 18.371.923,06 atau -113,57 dan -48,76%. Sedangkan negara maju yang
memiliki data impor yang lebih kecil dibandingkan data ekspor Indonesia adalah
Italia dengan persentase 10,23%.
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy Ekspor ($) Impor ($) $ % Australia 16.349.334,48 18.592.857,71 -2.243.523,24 -13,72 Amerika Serikat 244.927.451 306.008.626,39 -61.081.175,39 -24,94 Cina 184.958.586 272.037.288,65 -87.078.702,59 -47,08 Italia 9.308.556,38 8.356.138,75 952.417,63 10,23 Jepang 903.105.278,30 1.062.165.852 -159.060.573,95 -17,61 Jerman 37.675.734,06 56.047.657,11 -18.371.923,06 -48,76 Kanada 7.576.812,50 19.459.599 -11.882.786,50 -156,83 Prancis 12.457.647,13 26.605.399 -14.147.751,88 -113,57
(32)
4.1.2.
Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp,
soda/sulphate, non conifer, bleached
Jerman, Prancis, Cina, Australia, Jepang dan Italia merupakan negara maju
yang memiliki data impor yang lebih besar dari data ekspor Indonesia untuk
komoditi
chemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
, dengan
persentase masingmasing negara tersebut adalah 156,35%, 89,67%, 32,96%,
-19,01%, -17% dan -0,04%. Sedangkan negara yang memiliki data impor yang
lebih kecil dari data ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat dengan persentase
sebesar 2,54% atau US$ 203.952,22. Hasil pengolahan data selengkapnya
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4
Discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp, soda/
sulphate, non conifer, bleached
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy
Ekspor ($) Impor ($) $ % Australia 8.573.975,42 10.204.290,83 -1.630.315,42 -19,01 Amerika Serikat 8.035.337,67 7.831.385,44 203.952,22 2,54 Cina 279.824.931,90 372.063.075,60 -92.238.143,76 -32,96 Italia 38.576.855,33 38.733.723.80 -15.668,47 -0,04 Jepang 41.623.967,65 48.700.436,47 -7.076.468,82 -17,00 Jerman 5.078.619,38 13.019.255,50 -7.940.636,13 -156,35 Prancis 14.920.263,93 28.298.700,79 -13.378.436,86 -89,67
4.1.3. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction,
not chemically modified
Pada komoditi
palm oil and its fraction, not chemically modified,
Prancis,
Australia, Jerman, Kanada dan Cina adalah negara-negara yang memiliki
persentase
discrepancy trade statistics
yang bernilai negatif,
artinya data impor
negara tersebut lebih besar dibandingkan data ekspor Indonesia. Persentase
masing-masing
negara tersebut sebesar -941,50%, -52,98%, -46,30%, -44,21%
dan -9,85. Sementara itu negara maju yang memiliki data impor yang lebih kecil
dari data ekspor Indonesia adalah Jepang dan Amerika Serikat, dimana persentase
kedua negara berturut-turut adalah 29,22% dan 3,60% atau US$ 948.198,00 dan
US$ 484.892,47. Soetrisno (2010) mengatakan bahwa perbedaan data
perdagangan memang dapat terjadi, tetapi kalau alasan salah catat atau metode
(33)
pencatatan berbeda, selisih data tersebut tidak lebih dari 10%. Jika selisih data
lebih dari 10%, perbedaan data tersebut tidak hanya menunjukkan adanya
perbedaan metode pencatatan, tetapi juga ada praktik ekspor dan impor ilegal atau
manipulasi dokumen
.
Hasil pengolahan data selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5
Discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction, not
chemically modified
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy Ekspor ($) Impor ($) $ % Australia 1.277.411,05 1.954.239,84 -676.828,79 -52,98 Amerika Serikat 13.466.366,47 12.981.474 484.892,47 3,60 Cina 318.525.083,65 349.889.841,18 -31.364.757,53 -9,85 Jepang 3.244.926,88 2.296.728,88 948.198,00 29,22 Jerman 95.385.235,35 139.552.573,41 -44.167.338,06 -46,30 Kanada 1.580.131,09 2.278.720 -698.588,91 -44,21 Prancis 2.495.640,29 25.992.106,93 -23.496.466,64 -941,50
4.2. Persentase
Discrepancy Trade Statistics
Negara Berkembang
4.2.1. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel
and similar laminated wood
Urutan negara berkembang yang memiliki data impor yang lebih besar dari
data ekspor Indonesia untuk komoditi
plywood, veneer panel and similar
laminated wood
adalah Srilanka, Bangladesh, Filipina, Pakistan dan Thailand,
dengan nilai masing-masing sebesar –US$ 1.378.005,09, – US$ 91.885,43, – US$
322.000,64, – US$ 13.164,50 dan – US$ 105.668,40 atau bila dipersentasekan
sebesar -331,39 -120,80%, -38,86%, -38,36% dan -1,67%. Sedangkan negara
yang memiliki data impor yang lebih kecil dari data ekspor adalah Vietnam,
Malaysia dan India. Hasil pengolahan data disajikan pada Tabel 6 dibawah ini.
(34)
Tabel 6
Discrepancy trade statistics
komoditi
plywood, veneer panel and similar
laminated wood
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy
Ekspor ($) Impor ($) $ % Bangladesh 76.066,57 167,952 -91.885,43 -120,80 Filipina 828.675,45 1.150.676,09 -322.000,64 -38,86 India 2.601.829,21 1.837.176,53 764,652,68 29,39 Malaysia 6.462.049,50 2.611.371,45 3.850.678,05 59,59 Pakistan 34.322,33 47.486,83 -13.164,50 -38,36 Srilanka 415.819,55 1.793.824,64 -1.378.005,09 -331,39 Thailand 6.337.297,95 6.442.966,35 -105.668,40 -1,67 Vietnam 1.569.963,50 292,577 1.277.386,50 81,36
4.2.2. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp,
soda/sulphate, non conifer, bleached
Apabila dilihat dari selisih antara data ekspor dengan data impor, terdapat
tiga negara berkembang yang memiliki data impor yang lebih besar dari data
ekspor Indonesia. Ketiga negara tersebut yaitu Pakistan, India dan Bangladesh.
Sedangkan negara yang memiliki data impor yang lebih kecil dari data ekspor
Indonesia adalah Filipina, Srilanka, Vietnam, Malaysia dan Thailand. Hasil
pengolahan data disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7
Discrepancy trade statistics
komoditi
chemical wood pulp,
soda-sulphate, non conifer, bleached
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy Ekspor ($) Impor ($) $ % Bangladesh 2.453.897,69 2.455.181,77 -1.284,08 -0,05 Filipina 6.644.081,63 1.318.624,88 5.325.456,75 80,15 India 25.328.639,17 27.684.831,22 -2.356.192,06 -9,30 Malaysia 2.425.687,19 1.715.624,19 710.063,00 29,27 Pakistan 65.477.863,33 128.347.655,17 -62.869.791,83 -96,02 Srilanka 2.999.986,14 1.282.420,86 1.717.565,29 57,25 Thailand 4.462.840,11 3.807.451,74 655.388,37 14,69 Vietnam 10.734.040,33 4.978.077,11 5.755.963,22 53,62
(35)
4.2.3. Persentase
discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction,
not chemically modified
Bangladesh, Thailand dan Vietnam merupakan negara berkembang yang
memiliki data impor yang lebih besar dari data ekspor Indonesia untuk komoditi
palm oil and its fraction, not chemically modified
. Persentase
discrepancy trade
statistics
masing-masing negara tersebut berturut-turut adalah Bangladesh
memiliki persentase sebesar 88,49%, Thailand memiliki persentase sebesar
-15,17%, Vietnam memiliki persentase sebesar -4,75%. Sedangkan negara
berkembang yang memiliki data impor yang lebih kecil dari data ekspor Indonesia
adalah Srilanka, Filipina, India, Malaysia dan Pakistan. Persentase
discrepancy
trade statistics
ke lima negara tersebut berturut-turut adalah Srilanka memilki
persentase sebesar
75,35%, Filipina memilki persentase sebesar
43,62%, India
memilki persentase sebesar 20,93%, Malaysia memilki persentase sebesar 12,90%
dan Pakistan memilki persentase sebesar 0,96%. Hasil pengolahan data tersebut
disajikan pada Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8
Discrepancy trade statistics
komoditi
palm oil and its fraction, not
chemically modified
Mitra dagang
Rata-rata Discrepancy Ekspor ($) Impor ($) $ % Bangladesh 86.340.136 162.738.529,90 -76.398.393,92 -88,49 Filipina 14.617.904,33 8.241.661,44 6.376.242,89 43,62 India 623.953.672,90 493.329.311,70 130.624.361,15 20,93 Malaysia 136.186.344,50 118.612.934,60 17.573.409,84 12,90 Pakistan 318.819.740,70 315.764.148,50 3.055.592,17 0,96 Srilanka 47.496.358,64 11.705.533,64 35.790.825,00 75,35 Thailand 5.188.250,60 5.975.174,20 -786.923,60 -15,17 Vietnam 50.139.692,75 52.518.961,88 -2.379.269,13 -4,75
4.3. Perbandingan Data Ekspor Indonesia dengan Data Impor Negara Maju
Pada komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated wood
, Kanada,
Cina, Prancis, Jerman dan Jepang memiliki data impor yang berbeda dengan data
ekspor Indonesia, dengan kecenderungan nilai data impor yang lebih besar
dibanding-kan data ekspor Indonesia. Berbeda dengan kelima negara tersebut,
Australia, Italia dan Amerika Serikat memiliki data impor yang sama dengan data
(36)
ekspor Indonesia. Hasil pengolahan data tersebut disajikan pada Tabel 9 di bawah
ini:
Tabel 9 Hasil uji t-berpasangan negara maju
No Reporter/Partner Hasil uji t-paired test
Plywood Pulp Palm Oil 1 Indonesia-Australia Beda Beda Beda 2 Indonesia-Kanada Beda - Beda 3 Indonesia-Cina Beda Beda Sama 4 Indonesia-Prancis Beda Beda Beda 5 Indonesia-Jerman Beda Beda Beda 6 Indonesia-Italia Sama* Sama - 7 Indonesia-Jepang Beda Beda Beda 8 Indonesia-USA Beda Sama* Sama*
Cina, Prancis dan Jerman yang menjadi mitra dagang Indonesia memiliki
data impor yang berbeda dengan data ekspor Indonesia untuk komoditi
chemical
wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached.
Sedangkan Australia, Jepang,
Italia dan Amerika Serikat memiliki data impor yang sama dengan data ekspor
Indonesia. Walaupun keempat negara tersebut memiliki data impor yang sama
dengan data ekspor Indonesia namun nilai data impor Amerika Serikat lebih
rendah dibandingkan nilai data ekspor Indonesia.
Sementara untuk komoditi
palm oil and its fraction, not chemically modified,
Kanada, Prancis, dan Jerman memiliki data impor yang berbeda dengan data
ekspor Indonesia. Sedangkan Australia, Cina, Amerika Serikat dan Jepang
memiliki data impor yang sama dengan data ekspor Indonesia, namun nilai data
impor Australia lebih besar dibandingkan data ekspor Indonesia.
4.4. Perbandingan Data Ekspor Indonesia dengan Data Impor Negara
Berkembang
.
Negara berkembang yang memiliki data impor yang berbeda dari data ekspor
Indonesia untuk komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated wood
adalah India, Malaysia, Srilanka dan Vietnam. Sedangkan negara berkembang
yang memiliki data impor yang sama dengan data ekspor Indonesia adalah
Bangladesh, Filipina, Pakistan dan Thailand.
Filipina, Malaysia, Srilanka dan Vietnam merupakan negara berkembang
yang memiliki data impor yang berbeda dengan data ekspor untuk komoditi
(37)
chemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
. Lain halnya dengan
keempat negara tersebut di atas, Banglades, India dan Thailand memiliki data
impor yang sama dengan data ekspor Indonesia, dimana nilai data impor Thailand
dan Vietnam lebih besar dibandingkan nilai data impor Malaysia dan Pakistan
terhadap nilai data ekspor Indonesia.
Pada komoditi
palm oil and its fraction, not chemically modified,
Bangladesh, dan Srilanka memiliki data impor yang berbeda dari data ekspor
Indonesia. Negara berkembang yang memiliki data impor yang sama dengan data
ekspor Indonesia adalah Filipina, India, Pakistan dan Vietnam. Hasil pengolahan
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil uji t-berpasangan
negara berkembang
No Reporter/Partner Hasil uji t-paired test Plywood Pulp Palm Oil 1 Indonesia-Bangladesh Sama Sama Beda 2 Indonesia-Filipina Sama Beda* Sama* 3 Indonesia-India Beda* Sama Sama* 4 Indonesia-Malaysia Beda* Sama* Sama* 5 Indonesia-Pakistan Sama Beda Sama* 6 Indonesia-Srilanka Beda Sama* Beda* 7 Indonesia-Thailand Sama Beda* Sama 8 Indonesia-Vietnam Beda* Beda* Sama
Dari hasil pengolahan data untuk ketiga komoditi pada negara berkembang,
di-temukan adanya pengambilan keputusan yang salah, yaitu terima hipotesis nol
(H
o) dan menolak hipotesis satu (H
1), padahal sesungguhnya H
1benar. Kesalahan
dalam pengambilan keputusan ini disebut dengan galat jenis II (
β
).
Untuk komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated wood,
Bangladesh, Filipina dan Pakistan merupakan negara yang pengambilan
keputusannya salah berdasarkan pengolahan data dengan uji t-berpasangan (dapat
dilihat pada Lampiran 45, 46 dan 49). Adapun nilai
β
(galat jenis II) untuk ketiga
negara tersebut adalah 0,1401, 0,1825 dan 0,5959. Arti nilai galat tersebut adalah
dengan nilai peluang melakukan galat jenis II yang cukup besar tersebut, maka
(38)
cukup besar pula kemungkinan untuk menyalahkan keputusan (sama) pada uji
t-berpasangan yang telah dilakukan.
Sama halnya dengan komoditi
plywood, veneer panel and similar laminated
wood
, pada komoditi
chemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached
juga terjadi pengambilan keputusan galat jenis II yang salah. Pengambilan
keputusan yang salah tersebut terjadi pada Malaysia dan Srilanka (Lampiran 56
dan 57). Nilai
β
kedua negara tersebut adalah 0,1888 dan 0,0644. Sedangkan
untuk komoditi
palm oil and its fraction, not chemically modified
, ada empat
negara yang pengambilan keputusannya salah (berdasarkan uji t-berpasangan),
yaitu Filipina, India, Malaysia dan Thailand (Lampiran 61, 62,63 dan 66) dengan
nilai
β
masing-masing negara tersebut sebesar 0,1056, 0,2691, 0,1892 dan 0,4856.
Sehingga dari permasalahan ini dapat dibuat suatu catatan yang menyatakan
bahwa didalam pengolahan data statistik tidak selamanya pengambilan keputusan
itu tepat sesuai dengan hipotesis yang dibuat, dimana ada kalanya pengambilan
keputusan itu berbeda dengan hipotesis yang dibuat sehingga perlu dilakukan
pengujian kebenaran keputusan yang diambil.
4.5 Analisis Perbedaan Data ekspor dan Data Impor Antara Indonesia
dengan Negara maju dan Negara Berkembang
Berdasarkan analisis hasil pengolahan data, diketahui bahwa terdapat selisih
antara data ekspor Indonesia dengan data impor negara maju dan negara
berkembang, dimana persentase selisih (
discrepancy trade statistic
) berbeda-beda
untuk setiap negara. Menurut SDS (2005), secara teori, data ekspor yang
dilaporkan oleh negara eksportir harus sama dengan data impor yang dilaporkan
oleh negara importir. Namun realita di dalam perdagangan bilateral data ekspor
dan impor antar negara sangat sulit tercapai dan bahkan bervarisi antara data yang
dibuat oleh pihak importir maupun data yang dibuat oleh pihak eksportir.
Ada beberapa kemungkinan dibalik perbedaan pencatatan ini. Pertama,
praktek
bad governance
yang dilakukan oleh Indonesia atau sebaliknya.
Pelakunya bisa eksportir dan importir yang “bermain mata” dengan petugas bea
cukai, pajak, pemda dan perbankan dalam pelaporan perdagangan data ekspor
maupun data impor. Dimana pada kasus ini bisa saja eksportir Indonesia
membayar oknum pemerintah guna melindungi produk ilegal yang ingin
(39)
diperdagangkan oleh pihak eksportir ke negara importir melalui pasar gelap (
black
market
).
Dalam perkembangannya, pajak resmi mulai dihiasi oleh adanya penarikan
upeti-upeti tidak resmi. Upeti tidak resmi ini bisa muncul karena adanya
perlindungan dan fasilitas tak resmi yang ditawarkan oknum pemerintah yang
diminati oleh oknum para pelaku
illegal trade
. Sehingga dari kegiatan ilegal
tersebut terbentuklah sistem pasar gelap yang mempertemukan permintaan dan
penawaran, antara jasa tidak resmi dari negara di satu sisi, dengan upeti tidak
resmi atau sogokan di sisi lain.
Kedua, banyak yang mensinyalir ada manipulasi dokumen ekspor-impor oleh
perusahaan asing. Dalam praktek bisnis internasional, ini dikenal dengan istilah
transfer pricing
, yaitu melakukan perbedaan harga transfer antar perusahaan
afiliasi yang kebetulan berada di negara berlainan. Tujuannnya untuk mengurangi
kewajiban membayar beban pajak. Manipulasi yang dilakukan suatu perusahaan
adalah me-laporkan volume atau jumlah komoditi yang lebih rendah pada
dokumen ekspor atau sebaliknya negara importir melakukan pencatatan impor
yang lebih tinggi pada dokumen impornya. Sebagai contoh eksportir bisa saja
membuat data ekspor lebih besar dari data impor hal ini bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari wesel-wesel perdagangan yang ditarik melalui
Letter of Credit
(L/C) yang dibuka pihak importir atas nama negara eksportir di
bank luar negeri, hal ini akan berdampak pada terjadinya penggelembungan uang
yang memberikan keuntungan kepada eksportir.
Apabila dilihat dari besarnya nilai selisih data ekspor dan data impor antara
Indonesia dengan mitra dagangnya, Indonesia maupun mitra dagangnya dapat
dikatakan kerap kali melakukan aktivitas ilegal didalam kegiatan perdagangan
bilateral. Oleh sebab itu, eksportir Indonesia disatu sisi dapat disebut sebagai
“maling pajak (“penghianat negara”)” dan disisi lain mitra dagang Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara “penadah” produk-produk ilegal dari Indonesia.
Demikian juga sebaliknya adakalanya Indonesia dapat disebut sebagai negara
“penadah” produk-produk ilegal dari negara lain dan oknum pengekspor produk
tersebut dapat disebut sebagai “maling pajak” negaranya sendiri.
(40)
Perbedaan data ini terjadi karena adanya keinginan seseorang untuk
mendapat-kan keuntungan yang besar dari modal yang sedikit. Karena jika ingin
mengirimkan sesuatu yang dilindungi dengan jalan resmi atau legal, itu
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus
kelengkapan administrasi suatu komoditas yang akan diperdagangkan tersebut.
Orang yang ingin mendapatkan keuntunganpun mencari jalan cepat yaitu
melakukan berbagai aktivitas ilegal dalam memperjual belikan suatu komoditi ke
negara lain.
Salah satu penyebab perdagangan ilegal terjadi adalah adanya UU yang tidak
tegas dan sanksi yang kurang membuat jera dan takut para pelaku
illegal trade
.
Tak hanya itu, pelaksanaan UU pun tidak terdengar gaungnya. UU tersebut hanya
terdengar ketika sebuah kasus penyelundupan terkuak.
UU yang dianggap kurang tegas tersebut adalah UU No 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan. Oleh sebab itu pemerintah harus kembali mengkaji ulang
UU No 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan tersebut, dimana didalam UU ini
terjadi ketidak tegasan dalam pemberian sanksi dan hukuman kepada pihak-pihak
yang melanggar hukum. Ketidak tegasan ini tertuang dalam pasal 102. Didalam
pasal tersebut dinyatakan bahwa ”Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor
barang tanpa mengindahkan ketentuan UU ini dipidana karena melakukan
penyelundupan”. Pasal ini dinilai kurang tegas karena pengertian ”tanpa
mengindahkan” adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur. Hal
ini berarti jika memenuhi salah satu kewajiban seperti menyerahkan
pemberitahuan pabean tanpa melihat benar atau salah, tidak dapat dikategorikan
sebagai penyelundupan.
Perbedaan
data
statistik
ini
menyiratkan
ketidakmampuan
dan
ketidakseriusan instansi negara kita dalam mengatasi masalah penyelundupan atau
under-invoicing
. Disamping tidak adanya keseriusan dalam mengatasi maraknya
kegiatan ilegal dalam perdagangan, pemerintah juga perlu mengkaji dan meneliti
setiap kebijakan-kebijakan dan UU tentang perdagangan dan perpajakan yang
akan dibuat. Karena dalam meneyelesaikan suatu masalah perlu kebijakan atau
penyelesaian yang tepat juga sehingga apa yang menjadi target dan sasaran dapat
dicapai..
(41)
Akan tetapi perlu diingat bahwa perbedaan antara data ekspor yang tercatat
disatu negara dengan data impor dari negara tersebut di negara lain tidak dapat
dianggap sepenuhnya sebagai penyelundupan atau
under-invoicing
, dimana
perbedaan data tersebut dapat terjadi karena adanya kondisi dimana barang atau
komoditi tersebut diekspor kembali (
re-export
) ke negara lain sehingga
menambah biaya yang harus dikeluarkan, selain itu faktor fluktuasi nilai tukar
rupiah juga berpengaruh pada nilai ekspor komoditi yang masih berada di negara
eksportir berbeda pada saat sudah sampai di negara tujuan ekspor. Namun
seberapa besar hal tersebut mempengaruhi perbedaan data ekspor dan data impor
perlu diteliti lebih lanjut, guna mengetahui seberapa besar pengaruh
re-export,
waktu keterlambatan dan fluktuasi nilai tukar mata uang terhadap perbedaan data
ekspor dan data impor.
4.6 Implikasi Perbedaan Data Ekspor dan Data Impor Terhadap
Perekonomian Indonesia
Implikasi dari terjadinya perbedaan data perdagangan adalah dapat
menyebabkan kerugian kepada suatu negara. Kerugian dari perbedaan data ekspor
dan impor ini dapat berupa berkurangnya pendapatan suatu negara terhadap pajak
ekspor. Dimana berkurangnya pajak ekspor akan berpengaruh kepada
pertumbuhan ekonomi suatu negara dan tidak tercapainyanya pembangunan
nasional. Selain itu, perbedaan data ekspor dan data impor yang disebabkan oleh
aktivitas ilegal juga dapat menyebabkan turunnya daya saing produsen lokal
khususnya yang memproduksi komoditi sejenis. Hal ini disebabkan karena
membanjirnya produk luar negeri di pasar domestik dengan harga yang lebih
murah sehingga produk dalam negeri kalah bersaing.
Menurut Djamin (1989), suatu negara yang mempunyai struktur ekonomi
ekspor seperti Indonesia sangat terpengaruh oleh maju atau mundurnya ekspor.
Keadaan ini dengan sendirinya akan mempengaruhi kemampuan suatu negara
untuk mengimpor (
capacity to impor
), artinya bila ekspor (
export earning
) dalam
bentuk devisa meningkat, ini berarti kemampuan impor akan meningkat pula
(
capacity to import
↑
). Sebaliknya bila ekspor turun (
capacity export
↓
), berarti
devisa hasil ekspor (
export earning
) berkurang, hal ini akan mengakibatkan
kemampuan impor berkurang pula (
capacity to import
). Bagi perkembangan
perekonomian Indonesia, transaksi ekspor impor merupakan salah satu kegiatan
(1)
Lampiran 57 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Sri Lanka, komoditi Cemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached Variable 1 Variable 2
Mean 90940 299063
Variance 160527362 21178878050
Observations 2 2
Pearson Correlation 1
Hypothesized Mean Difference 0
df 1
t Stat -2.215347114
P(T<=t) one-tail 0.134968063
t Critical one-tail 3.077683537
P(T<=t) two-tail 0.269936125
t Critical two-tail 6.313751514
Lampiran 58 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Thailand, komoditi Cemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached Variable 1 Variable 2
Mean 4462840.105 3807451.737
Variance 2.09268E+13 2.09232E+13
Observations 19 19
Pearson Correlation 0.949220276
Hypothesized Mean Difference 0
df 18
t Stat 1.959668005
P(T<=t) one-tail 0.032852775
t Critical one-tail 1.330390944
P(T<=t) two-tail 0.06570555
(2)
Lampiran 59 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Vietnam, komoditi Cemical wood pulp, soda/sulphate, non conifer, bleached Variable 1 Variable 2
Mean 10734040.33 4978077.111
Variance 5.16626E+13 1.04227E+13
Observations 9 9
Pearson Correlation 0.775887969
Hypothesized Mean Difference 0
df 8
t Stat 3.381533019
P(T<=t) one-tail 0.004809894
t Critical one-tail 1.39681531
P(T<=t) two-tail 0.009619788
t Critical two-tail 1.859548033
Lampiran 60 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Bangladesh, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 86340136 162738529.9
Variance 1.03093E+16 3.51376E+16
Observations 12 12
Pearson Correlation 0.988577772
Hypothesized Mean Difference 0
df 11
t Stat -2.993470775
P(T<=t) one-tail 0.00611082
t Critical one-tail 1.363430318
P(T<=t) two-tail 0.012221639
(3)
Lampiran 61 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Filipina, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 14617904.33 8241661.444
Variance 2.2982E+14 6.65864E+13
Observations 9 9
Pearson Correlation 0.753446611
Hypothesized Mean Difference 0
df 8
t Stat 1.823882178
P(T<=t) one-tail 0.052811168
t Critical one-tail 1.39681531
P(T<=t) two-tail 0.105622336
t Critical two-tail 1.859548033
Lampiran 62 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan India, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 623953672.9 493329311.7
Variance 9.70482E+17 3.27858E+17
Observations 20 20
Pearson Correlation 0.917414295
Hypothesized Mean Difference 0
df 19
t Stat 1.138320485
P(T<=t) one-tail 0.134568591
t Critical one-tail 1.327728209
P(T<=t) two-tail 0.269137183
(4)
Lampiran 63 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Malaysia, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 136186344.5 118612934.6
Variance 1.87976E+16 1.94317E+16
Observations 19 19
Pearson Correlation 0.917697143
Hypothesized Mean Difference 0
df 18
t Stat 1.364566536
P(T<=t) one-tail 0.094603457
t Critical one-tail 1.330390944
P(T<=t) two-tail 0.189206915
t Critical two-tail 1.734063592
Lampiran 64 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Pakistan, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 318819740.7 315764148.5
Variance 2.17711E+16 1.71634E+16
Observations 6 6
Pearson Correlation 0.930643874
Hypothesized Mean Difference 0
df 5
t Stat 0.137687123
P(T<=t) one-tail 0.447930322
t Critical one-tail 1.475884037
P(T<=t) two-tail 0.895860644
(5)
Lampiran 65 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Sri Lanka, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 47496358.64 11705533.64
Variance 4.63903E+15 1.28961E+14
Observations 11 11
Pearson Correlation 0.628980478
Hypothesized Mean Difference 0
df 10
t Stat 1.926912949
P(T<=t) one-tail 0.041428233
t Critical one-tail 1.372183641
P(T<=t) two-tail 0.082856466
t Critical two-tail 1.812461102
Lampiran 66 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Thailand, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 5188250.6 5975174.2
Variance 6.31673E+13 1.03788E+14
Observations 5 5
Pearson Correlation 0.998523606
Hypothesized Mean Difference 0
df 4
t Stat -0.76752232
P(T<=t) one-tail 0.242784843
t Critical one-tail 1.533206273
P(T<=t) two-tail 0.485569687
(6)
Lampiran 67 Hasil Perhitungan dengan uji t-berpasangan Indonesia dengan Vietnam, komoditi Palm oil and its fraction, not chemically modified
Variable 1 Variable 2
Mean 50139692.75 52518961.88
Variance 3.92892E+15 4.81207E+15
Observations 8 8
Pearson Correlation 0.997235173
Hypothesized Mean Difference 0
df 7
t Stat -0.811484873
P(T<=t) one-tail 0.22190036
t Critical one-tail 1.414923928
P(T<=t) two-tail 0.443800721