Pandangan Moeljatno terhadap perbuatan pidana seperti tercermin dalam istilah yang beliau gunakan dalam rumusannya, menampakkan bahwa beliau
memisahkan antara perbuatan dengan orang yang melakukannya. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 KUHP seseorang yang melakukan tindak
pidana dapat dihukum apabila memenuhi hal-hal berikut :
14
Menurut Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal tersebut tidak
menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini.
a. Ada norma pidana tertentu b. Norma pidana tersebut beradasarkan undang-undang
c. Norma pidana tersebut telah berlaku sebelum perbuatan terjadi Dengan perkataan lain, bahwa tidak seorangpun karena suatu perbuatan
tertentu, bagaimanapun bentuk perbuatan tersebut dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu.
Jadi, syarat dari adanya perbuatan pidana adalah kenyataan bahwa ada aturan hukum yang melarang dan mengancam dengan pidana barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut.
2. Pengertian Ahli dan Keterangan Ahli
15
Menurut A. Karim Nasution, janganlah hendaknya berpendapat bahwa orang yang disebut ahli tersebut adalah seorang yang telah memperoleh
14
Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika,
Jakarta, 1991, hal. 3
15
M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 297
Universitas Sumatera Utara
pendidikan khusus atau orang yang telah memiliki ijazah tertentu. Setiap orang menurut hukum acara pidana dapat diangkat sebagai ahli, asal saja dianggap
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang khusus mengenai sesuatu hal, atau memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang hal itu. Selanjutnya,
Nederburgh mengemukakan bukan berarti bahwa dalam memerlukan bantuan ahli harus selalu meminta bantuan sarjana-sarjana atau ahli-ahli ilmu pengetahuan,
tetapi juga pada orang-orang yang berpengalaman dan kurang pendidikan, namun dalam bidangnya sangat cendikia. Misalnya tukang kayu, tukang sepatu, pembuat
senjata, pemburu, dan sebagainya yang untuk soal-soal tertentu dapat memberikan bantuan yang sangat diperlukan.
16
Di muka persidangan ahli tersebut di atas, khusus dimaksudkan sebagai ilmuwan yang melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapat
kesimpulan. Oleh karena itu, ada pula ilmuwan yang tidak melakukan pemeriksaan, akan tetapi hanya didengar pendapatnya saja. Oleh karena itu, untuk
istilah ahli expert sebenarnya dapat dibagi dalam tiga macam ahli yang biasanya terlibat dalam proses peradilan, yaitu :
17
1. Ahli deskundige
Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang ditanyakan kepadanya, tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Contoh ahli
demikian adalah dokter spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, yang diminta pendapatnya.
16
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, CV.
Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 55
17
R. Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana
, CV. Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
2. Saksi ahli getuige deskundige Orang ini menyaksikan barang bukti, melakukan pemeriksaan dan
mengemukakan pendapatnya, misalnya seorang dokter yang melakukan pemeriksaan mayat. Jadi, ia menjadi saksi karena menyaksikan barang bukti dan
kemudian menjadi ahli karena mengemukakan pendapatnya tentang kematian orang itu.
3. Zaakkundige
Orang ini menerangkan tentang sesuatu persoalan yang sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu, misalnya
seorang pegawai Bea dan Cukai diminta dan menerangkan prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan atau seorang karyawan bank diminta menerangkan
prosedur untuk mendapatkan suatu kredit dari bank. Tanpa orang ini mengemukakan pendapatnya, hakim sendiri sudah dapat
menentukan, apakah telah terjadi suatu tindak pidana atau tidak, karena hakim dapat dengan mudah mencocokkan, apakah dalam kasus yang diperiksa ini telah
terjadi penyimpangan dari prosedur yang sebenarnya atau tidak. Dalam tahap penyidikan, maka apabila penyidik menganggap perlu demi kepentingan
penyidikannya, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Di dalam tahap penyidikan, maka keterangan yang diberikan
sebagai pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus itu disebut pula dengan keterangan ahli.
18
18
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai pengertian ahli, KUHAP telah memberikan beberapa definisi yaitu :
19
Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Tidak semua
keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, melainkan yang dapat memenuhi syarat-syarat kesaksian adalah yang diberikan dimuka persidangan Pasal 186
KUHAP. a. Menurut Pasal 120 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli atau ahli yang
mempunyai keahlian khusus; b. Menurut Pasal 132 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli mempunyai
keahlian tentang surat dan tulisan palsu; c. Menurut Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 179 KUHAP, untuk menentukan
korban luka, keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya.
Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas tidak disebutkan secara jelas syarat-syarat tentang seorang ahli, kecuali untuk dokter
ahli kehakiman atau dokter. Sehingga dibuka kemungkinan seorang ahli dari kalangan tidak terdidik secara formal.
20
Dari keterangan di atas, maka lebih jelas lagi bahwa keterangan ahli tidak dituntut suatu penyidikan formal tertentu, tetapi juga meliputi seorang yang ahli
19
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit., hal. 54
20
Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, CV. Mandar Maju, Bandung,
1999, hal. 108
Universitas Sumatera Utara
dan berpengalaman dalam suatu bidang tanpa pendidikan khusus. Ahli mempunyai 2 dua kemungkinan yaitu dapat sebagai alat bukti keterangan ahli
atau alat bukti surat. Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan dalam bentuk laporan, dan dibuat dengan
mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan maka keterangan ahli tersebut sebagai alat bukti surat.
21
Sebelum berlakunya KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana istilah yang dipergunakan bagi penyidikan, belum terdapat keseragaman.
HIR Herziene Inlands Reglement menggunakan
istilah pengusutan Pasal 39 HIR. Undang-Undang Pokok Kepolisian Nomor 13 Tahun 1961 menggunakan
istilah penyidikan Pasal 2 ayat 2. Undang-Undang Pokok Kejaksaan Nomor 15 Tahun 1961 menggunakan istilah penyidikan dan penyidikan lanjutan Pasal 2
ayat 2. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi menggunakan istilah
pengusutan Pasal 17 ayat 1. Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi menggunakan istilah penyidikan
Pasal 4 dan Pasal 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan istilah penyidikan Pasal 3.
3. Pengertian Penyidikan
21
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit., hal.56
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian sebelum berlakunya KUHAP digunakan dua istilah yaitu pengusutan dan penyidikan.
22
Sejak berlakunya KUHAP dualisme dalam penggunaan istilah tersebut telah berakhir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa KUHAP telah berhasil
mengadakan uniformitas istilah tersebut, yaitu dengan membakukan istilah penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Penyidikan merupakan tindak lanjut
daripada penyelidikan, tentunya pengertian penyidikan tersebut erat kaitannya dengan pengertian penyelidikan. Pasal 1 angka 5 KUHAP merumuskan
penyelidikan adalah rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dengan cara yang diatur dalam undang- undang ini.
23
Penyidikan merupakan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing Belanda dan investigation Inggris atau penyiasatan atau
siasat Malaysia. Menurut de Pinto, menyidik opsporing berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang
segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.
24
Sebagaimana telah disinggung pada uraian sebelumnya, penyidikan ini merupakan tindakan lanjut dari tindakan penyelidikan. Menurut Pasal 1 angka 2
KUHAP memberi definisi penyidikan adalah :
“
Serangkaian tindakan penyidikan
22
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 1991, hal. 99
23
Ibid, hal. 100
24
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Arikha Media Cipta, Jakarta, 1993, hal. 118
Universitas Sumatera Utara
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
25
Pelaksanaan tugas-tugas penyidikan ditangani oleh pejabat penyidik atau penyidik pembantu, sesuai dengan kewenangannya masing-masing sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 11 KUHAP. Secara redaksional di dalam KUHAP dapat menemukan pengertian penyidik, di dalam ketentuan umum disebutkan
bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan Pasal 1 angka 1 KUHAP. Sementara di dalam pasal yang lain memberikan pengertian bahwa penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia, dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b.
26
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, menyebutkan :
Meskipun secara redaksional itu menunjukkan perbedaan, akan tetapi hakekatnya sama bahkan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b menegaskan kembali
tentang pengertian penyidik sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP.
27
25
Waluyadi, Op.cit., hal. 43
26
Harun M. Husein, Op.cit., hal. 87
27
Waluyadi, Op.cit., hal. 44
1 Penyidik adalah :
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang- kurangnya berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I Golongan IIb atau yang
disamakan dengan itu.
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi,
karena jabatannya adalah penyidik.
Selanjutnya untuk mengetahui siapakah yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b, penjelasan dari Pasal 7 ayat 2 KUHAP memberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan penyidik
pegawai negeri sipil misalnya pejabat bea cukai, pejabat imigrasi, dan pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyidikan oleh undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana merupakan suatu proses yang
terdiri dari rangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara dan menemukan pelakunya. Pada saat
melakukan penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti yang tercantum di dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP, yaitu :
1 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditemukan kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
2 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya dibawah
koordinasi penyidik dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a.
Kewenangan tersebut semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan keluarnya hasil
penyelidikan yang menyatakan suatu peristiwa pidana dan harus diadakan suatu penyidikan maka tindakan pertama yang diambil adalah pengumpulan bukti-bukti
untuk membuat terang suatu tindak pidana dan mencari pelaku tindak pidana tersebut. Penyidikan dapat dikatakan telah dimulai ketika penyidik telah
menggunakan kewenangannya yang berkaitan langsung dengan hak asasi tersangkadalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan kewenangan
penyidik untuk menahan tersangka.
28
a. Tindakan pertama di tempat kejadian
Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi
manusia. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk membuat jelas suatu
tindak pidana dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. Proses itu terdiri atas :
Yang dimaksud disini adalah tindakan yang dilakukan penyidik di tempat kejadian perkara, yang diperlikan untuk :
29
1. Menyelamatkan nyawa korban
28
H. Hamran Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal. 36
29
Harun. M. Husein, Op.cit., hal. 104
Universitas Sumatera Utara
2. Menangkap pelaku yang masih berada di sekitar lokasi tempat kejadian
perkara 3.
Menutup tempat kejadian untuk siapapun demi menjaga keadaan lokasi kejadian agar tetap seperti aslinya pada saat tejadinya tindak pidana. Hal ini
sangat diperlukan untuk kepentingan penyidikan agar kejadian tersebut menjadi jelas dan dapat ditemukan kebenaran dari tindak pidana tersebut
4. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan dan mengambil barang bukti
yang dapat membantu penyidik untuk mendapatkan petunjuk tentang identitas pelaku, cara dan alat yang digunakan pelaku. Semuanya ini diperlukan untuk
mengatasi kemungkinan pelaku memberikan alibi atau kebohongan yang dapat diungkapkan oleh pelaku pada saat pemeriksaan dilakukan atas pelaku
5. Menemukan dan mencari saksi yang dapat membantu penyidik untuk
membantu memecahkan persoalan yang dihadapi penyidik dalam membuat terang peristiwa tersebut.
Tempat kejadian perkara adalah tempat dimana data dan fakta dapat ditemukan. Tempat kejadian perkara merupakan awal dari usaha untuk
mengungkapkan suatu tindak pidana. A. Hamzah menyatakan : “Penyidik waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian sedapat mungkin tidak
mengubah, merusak keadaan di tempat kejadian agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti-
bukti yang lain seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut dan sebagainya tidak hapus atau hilang”.
30
30
Ibid, hal. 108
Universitas Sumatera Utara
b. Penangkapan
Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersngaka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Berdasarkan defenisi penangkapan yang disebut dalam Pasal 1 butir 20
KUHAP tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang berwenang melakukan penangkapan adalah :
31
1. Penyidik dan atas perintah penyidik juga penyelidik serta penyidik pembantu
untuk kepentingan penyidikan 2.
Penuntut umum untuk kepentingan penuntutan 3.
Hakim untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan Menurut Pasal 16 KUHAP, menentukan bahwa :
1 Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan
2 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan
Penangkapan yang akan dilakukan ditujukan kepada orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Yang
dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Oleh sebab itu, penangkapan tidak dapat
31
Ratna Sari, Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, Kelompok
Studi Hukum FH USU, Medan, 1995, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada orang yang benar- benar melakukan tindak pidana. Dalam hal tertangakap tangan, penangkapan
dilakukan tanpa surat perintah penangkapan, tetapi harus segera menyerahkan orang yang ditangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik.
32
c. Penahanan
Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi penahanan adalah suatu kewenangan penyidik yang
sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, penahanan adalah suatu bentuk upaya untuk mengungkapkan suatu tindak pidana dan dalam hal ini
penyidik haruslah benar-benar berhati-hati untuk menahan seseorang. Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam
penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan.
33
32
Nico Ngani, I. Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana Bagian Umum dan Penyidikan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 24
33
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 164
Penahanan bukan saja menjadi kewenangan penyidik. Hal ini ditetapkan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP yang menyatakan, penahanan adalah
penempatan tersangka atas terdakwa di temapt tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan pasal tersebut, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan yaitu
penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum, hakim di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dilakukannya penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP, yang menjelaskan :
34
1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah
penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan
penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk menyelesaikan fungsi pemeriksaan penyidikan yang
tuntas dan sempurna. Ketika penyidikan selesai, maka penahanan tidak lagi diperlukan
2. Penahanan yang dilakukan penuntut umum bertujuan untuk kepentingan
penuntutan 3.
Penahan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan
dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sahnya dilakukannya penahanan ditentukan dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP yang menyatakan penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka
atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberi bantuan dalam tindak pidana.
d. Penggeledahan
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan. Ditinjau dari segi hukum, penggeledahan adalah tindakan penyidik yang
34
M. Yahya Harahap, Op.cit., hal.165