Yahya Harahap, Op.cit., hal. 297 Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana

Pandangan Moeljatno terhadap perbuatan pidana seperti tercermin dalam istilah yang beliau gunakan dalam rumusannya, menampakkan bahwa beliau memisahkan antara perbuatan dengan orang yang melakukannya. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 KUHP seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dihukum apabila memenuhi hal-hal berikut : 14 Menurut Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal tersebut tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini. a. Ada norma pidana tertentu b. Norma pidana tersebut beradasarkan undang-undang c. Norma pidana tersebut telah berlaku sebelum perbuatan terjadi Dengan perkataan lain, bahwa tidak seorangpun karena suatu perbuatan tertentu, bagaimanapun bentuk perbuatan tersebut dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu. Jadi, syarat dari adanya perbuatan pidana adalah kenyataan bahwa ada aturan hukum yang melarang dan mengancam dengan pidana barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Pengertian Ahli dan Keterangan Ahli

15 Menurut A. Karim Nasution, janganlah hendaknya berpendapat bahwa orang yang disebut ahli tersebut adalah seorang yang telah memperoleh 14 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal. 3 15

M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 297

Universitas Sumatera Utara pendidikan khusus atau orang yang telah memiliki ijazah tertentu. Setiap orang menurut hukum acara pidana dapat diangkat sebagai ahli, asal saja dianggap mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang khusus mengenai sesuatu hal, atau memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang hal itu. Selanjutnya, Nederburgh mengemukakan bukan berarti bahwa dalam memerlukan bantuan ahli harus selalu meminta bantuan sarjana-sarjana atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, tetapi juga pada orang-orang yang berpengalaman dan kurang pendidikan, namun dalam bidangnya sangat cendikia. Misalnya tukang kayu, tukang sepatu, pembuat senjata, pemburu, dan sebagainya yang untuk soal-soal tertentu dapat memberikan bantuan yang sangat diperlukan. 16 Di muka persidangan ahli tersebut di atas, khusus dimaksudkan sebagai ilmuwan yang melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapat kesimpulan. Oleh karena itu, ada pula ilmuwan yang tidak melakukan pemeriksaan, akan tetapi hanya didengar pendapatnya saja. Oleh karena itu, untuk istilah ahli expert sebenarnya dapat dibagi dalam tiga macam ahli yang biasanya terlibat dalam proses peradilan, yaitu : 17 1. Ahli deskundige Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang ditanyakan kepadanya, tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Contoh ahli demikian adalah dokter spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, yang diminta pendapatnya. 16 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, CV. Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 55 17

R. Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana

, CV. Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 65 Universitas Sumatera Utara 2. Saksi ahli getuige deskundige Orang ini menyaksikan barang bukti, melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya, misalnya seorang dokter yang melakukan pemeriksaan mayat. Jadi, ia menjadi saksi karena menyaksikan barang bukti dan kemudian menjadi ahli karena mengemukakan pendapatnya tentang kematian orang itu. 3. Zaakkundige Orang ini menerangkan tentang sesuatu persoalan yang sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu, misalnya seorang pegawai Bea dan Cukai diminta dan menerangkan prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan atau seorang karyawan bank diminta menerangkan prosedur untuk mendapatkan suatu kredit dari bank. Tanpa orang ini mengemukakan pendapatnya, hakim sendiri sudah dapat menentukan, apakah telah terjadi suatu tindak pidana atau tidak, karena hakim dapat dengan mudah mencocokkan, apakah dalam kasus yang diperiksa ini telah terjadi penyimpangan dari prosedur yang sebenarnya atau tidak. Dalam tahap penyidikan, maka apabila penyidik menganggap perlu demi kepentingan penyidikannya, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Di dalam tahap penyidikan, maka keterangan yang diberikan sebagai pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus itu disebut pula dengan keterangan ahli. 18 18 Ibid. Universitas Sumatera Utara Mengenai pengertian ahli, KUHAP telah memberikan beberapa definisi yaitu : 19 Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Tidak semua keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, melainkan yang dapat memenuhi syarat-syarat kesaksian adalah yang diberikan dimuka persidangan Pasal 186 KUHAP. a. Menurut Pasal 120 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli atau ahli yang mempunyai keahlian khusus; b. Menurut Pasal 132 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu; c. Menurut Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 179 KUHAP, untuk menentukan korban luka, keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya. Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas tidak disebutkan secara jelas syarat-syarat tentang seorang ahli, kecuali untuk dokter ahli kehakiman atau dokter. Sehingga dibuka kemungkinan seorang ahli dari kalangan tidak terdidik secara formal. 20 Dari keterangan di atas, maka lebih jelas lagi bahwa keterangan ahli tidak dituntut suatu penyidikan formal tertentu, tetapi juga meliputi seorang yang ahli 19 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit., hal. 54 20 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, CV. Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 108 Universitas Sumatera Utara dan berpengalaman dalam suatu bidang tanpa pendidikan khusus. Ahli mempunyai 2 dua kemungkinan yaitu dapat sebagai alat bukti keterangan ahli atau alat bukti surat. Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan dalam bentuk laporan, dan dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan maka keterangan ahli tersebut sebagai alat bukti surat. 21 Sebelum berlakunya KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana istilah yang dipergunakan bagi penyidikan, belum terdapat keseragaman. HIR Herziene Inlands Reglement menggunakan istilah pengusutan Pasal 39 HIR. Undang-Undang Pokok Kepolisian Nomor 13 Tahun 1961 menggunakan istilah penyidikan Pasal 2 ayat 2. Undang-Undang Pokok Kejaksaan Nomor 15 Tahun 1961 menggunakan istilah penyidikan dan penyidikan lanjutan Pasal 2 ayat 2. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi menggunakan istilah pengusutan Pasal 17 ayat 1. Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi menggunakan istilah penyidikan Pasal 4 dan Pasal 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan istilah penyidikan Pasal 3.

3. Pengertian Penyidikan

21 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit., hal.56 Universitas Sumatera Utara Dengan demikian sebelum berlakunya KUHAP digunakan dua istilah yaitu pengusutan dan penyidikan. 22 Sejak berlakunya KUHAP dualisme dalam penggunaan istilah tersebut telah berakhir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa KUHAP telah berhasil mengadakan uniformitas istilah tersebut, yaitu dengan membakukan istilah penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Penyidikan merupakan tindak lanjut daripada penyelidikan, tentunya pengertian penyidikan tersebut erat kaitannya dengan pengertian penyelidikan. Pasal 1 angka 5 KUHAP merumuskan penyelidikan adalah rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dengan cara yang diatur dalam undang- undang ini. 23 Penyidikan merupakan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing Belanda dan investigation Inggris atau penyiasatan atau siasat Malaysia. Menurut de Pinto, menyidik opsporing berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum. 24 Sebagaimana telah disinggung pada uraian sebelumnya, penyidikan ini merupakan tindakan lanjut dari tindakan penyelidikan. Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP memberi definisi penyidikan adalah : “ Serangkaian tindakan penyidikan 22 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 99 23 Ibid, hal. 100 24 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Arikha Media Cipta, Jakarta, 1993, hal. 118 Universitas Sumatera Utara dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. 25 Pelaksanaan tugas-tugas penyidikan ditangani oleh pejabat penyidik atau penyidik pembantu, sesuai dengan kewenangannya masing-masing sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 11 KUHAP. Secara redaksional di dalam KUHAP dapat menemukan pengertian penyidik, di dalam ketentuan umum disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Pasal 1 angka 1 KUHAP. Sementara di dalam pasal yang lain memberikan pengertian bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia, dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b. 26 Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, menyebutkan : Meskipun secara redaksional itu menunjukkan perbedaan, akan tetapi hakekatnya sama bahkan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b menegaskan kembali tentang pengertian penyidik sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP. 27 25 Waluyadi, Op.cit., hal. 43 26 Harun M. Husein, Op.cit., hal. 87 27 Waluyadi, Op.cit., hal. 44 1 Penyidik adalah : a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang- kurangnya berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi; b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I Golongan IIb atau yang disamakan dengan itu. Universitas Sumatera Utara 2 Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik. Selanjutnya untuk mengetahui siapakah yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b, penjelasan dari Pasal 7 ayat 2 KUHAP memberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil misalnya pejabat bea cukai, pejabat imigrasi, dan pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyidikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara dan menemukan pelakunya. Pada saat melakukan penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti yang tercantum di dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP, yaitu : 1 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditemukan kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Universitas Sumatera Utara 2 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya dibawah koordinasi penyidik dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a. Kewenangan tersebut semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan keluarnya hasil penyelidikan yang menyatakan suatu peristiwa pidana dan harus diadakan suatu penyidikan maka tindakan pertama yang diambil adalah pengumpulan bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan mencari pelaku tindak pidana tersebut. Penyidikan dapat dikatakan telah dimulai ketika penyidik telah menggunakan kewenangannya yang berkaitan langsung dengan hak asasi tersangkadalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan kewenangan penyidik untuk menahan tersangka. 28 a. Tindakan pertama di tempat kejadian Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk membuat jelas suatu tindak pidana dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. Proses itu terdiri atas : Yang dimaksud disini adalah tindakan yang dilakukan penyidik di tempat kejadian perkara, yang diperlikan untuk : 29 1. Menyelamatkan nyawa korban 28 H. Hamran Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal. 36 29 Harun. M. Husein, Op.cit., hal. 104 Universitas Sumatera Utara 2. Menangkap pelaku yang masih berada di sekitar lokasi tempat kejadian perkara 3. Menutup tempat kejadian untuk siapapun demi menjaga keadaan lokasi kejadian agar tetap seperti aslinya pada saat tejadinya tindak pidana. Hal ini sangat diperlukan untuk kepentingan penyidikan agar kejadian tersebut menjadi jelas dan dapat ditemukan kebenaran dari tindak pidana tersebut 4. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan dan mengambil barang bukti yang dapat membantu penyidik untuk mendapatkan petunjuk tentang identitas pelaku, cara dan alat yang digunakan pelaku. Semuanya ini diperlukan untuk mengatasi kemungkinan pelaku memberikan alibi atau kebohongan yang dapat diungkapkan oleh pelaku pada saat pemeriksaan dilakukan atas pelaku 5. Menemukan dan mencari saksi yang dapat membantu penyidik untuk membantu memecahkan persoalan yang dihadapi penyidik dalam membuat terang peristiwa tersebut. Tempat kejadian perkara adalah tempat dimana data dan fakta dapat ditemukan. Tempat kejadian perkara merupakan awal dari usaha untuk mengungkapkan suatu tindak pidana. A. Hamzah menyatakan : “Penyidik waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian sedapat mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di tempat kejadian agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti- bukti yang lain seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut dan sebagainya tidak hapus atau hilang”. 30 30 Ibid, hal. 108 Universitas Sumatera Utara b. Penangkapan Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersngaka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan defenisi penangkapan yang disebut dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang berwenang melakukan penangkapan adalah : 31 1. Penyidik dan atas perintah penyidik juga penyelidik serta penyidik pembantu untuk kepentingan penyidikan 2. Penuntut umum untuk kepentingan penuntutan 3. Hakim untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan Menurut Pasal 16 KUHAP, menentukan bahwa : 1 Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan 2 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan Penangkapan yang akan dilakukan ditujukan kepada orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Oleh sebab itu, penangkapan tidak dapat 31 Ratna Sari, Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, Kelompok Studi Hukum FH USU, Medan, 1995, hal. 36 Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada orang yang benar- benar melakukan tindak pidana. Dalam hal tertangakap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah penangkapan, tetapi harus segera menyerahkan orang yang ditangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik. 32 c. Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi penahanan adalah suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, penahanan adalah suatu bentuk upaya untuk mengungkapkan suatu tindak pidana dan dalam hal ini penyidik haruslah benar-benar berhati-hati untuk menahan seseorang. Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan. 33 32 Nico Ngani, I. Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana Bagian Umum dan Penyidikan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 24 33 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 164 Penahanan bukan saja menjadi kewenangan penyidik. Hal ini ditetapkan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP yang menyatakan, penahanan adalah penempatan tersangka atas terdakwa di temapt tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan pasal tersebut, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan yaitu penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum, hakim di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Universitas Sumatera Utara Tujuan dilakukannya penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP, yang menjelaskan : 34 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk menyelesaikan fungsi pemeriksaan penyidikan yang tuntas dan sempurna. Ketika penyidikan selesai, maka penahanan tidak lagi diperlukan 2. Penahanan yang dilakukan penuntut umum bertujuan untuk kepentingan penuntutan 3. Penahan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sahnya dilakukannya penahanan ditentukan dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP yang menyatakan penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberi bantuan dalam tindak pidana. d. Penggeledahan Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan. Ditinjau dari segi hukum, penggeledahan adalah tindakan penyidik yang 34

M. Yahya Harahap, Op.cit., hal.165