Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Tembakau Deli Medan Tahun 2008.

(1)

PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH

SAKIT UMUM TEMBAKAU DELI MEDAN

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ARMA LIDYA NIM : 050600104

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2009

Arma Lidya

Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Tembakau Deli Medan Tahun 2008.

x + 39 halaman

Perencanaan kebutuhan obat sebagai tahap awal dalam pengelolaan obat merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam pengadaan obat di suatu instalasi farmasi rumah sakit. Perencanaan obat dapat menggunakan tiga metode yaitu metode konsumsi, metode epidemiologi dan kombinasi keduanya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi langsung kepada pegawai dan staf yang terlibat.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi kenaikan pemakaian dana sebanyak 7,26% dari anggaran yang ada. Stok akhir obat pada tahun 2008 mencapai angka ribuan dan terdapat obat dengan sisa 37,14% dari stok yang ada. Selain itu terjadi gangguan dalam pendistribusian karena perhitungan pesanan jumlah obat berdasarkan konsumsi dan pola penyakit tahun sebelumnya, namun data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan tidak digunakan. Daftar Rujukan : 14 (1990-2008).


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Juli 2009

Pembimbing : Tanda tangan

Simson Damanik, drg., M.Kes NIP : 131 126 696


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 16 Juli 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Sondang Pintauli, drg.,Ph.D

ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg.,M.Kes 2. Simson Damanik, drg.,M.Kes


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan pertolonganNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan penghormatan teristimewa kepada Ibunda tercinta Hj. Ermawati dan Ayahanda H. Azhar Nazir, S.H. yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberikan dukungan dengan setulus hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya, juga kepada kakanda tersayang dr. Arma Citra, Adinda Indra Reza dan M. Ridho Azhar yang juga turut membantu dan memberi semangat. Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada Zikri yang tak pernah lelah mendengarkan keluh-kesah penulis dan senantiasa memberikan semangat, doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Daniel Nasution, drg., Sp.Pros.,PhD selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(6)

2. Prof. Dr. Nurmala Situmorang, drg.,M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat yang turut membantu penulis untuk kelancaran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Simson Damanik, drg.,M.Kes sebagai dosen pembimbing dan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Sondang Pintauli, drg.,Ph.D dan Rika Mayasari Alamsyah, drg.,M.Kes sebagai dosen penguji.

5. Hj. Tuty Ramona Ketaren, dr. selaku Kepala RSU Tembakau Deli yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

6. Hj. Zulfawarni, Apt selaku kepala instalasi farmasi RSU Tembakau Deli yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di instalasi ini serta seluruh pihak RSU Tembakau Deli yang telah meluangkan waktu dan turut membantu peneliti selama penelitian.

7. Trikut Bangun, drg. dan Yendriwati, drg. sebagai dosen wali penulis dalam menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. D’Zero (Fany Wahyuni, Rara Syafara, Putri Emilia, Beby Ayu Pratiwi, dan Maulina Juwita) yang selalu bersama penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis: Aya, Pipit, Defrina, Nanda bela, Sri mawar, Sally GO, Meinarly, Carolin M, Adi praja dan teman-teman stambuk 2005 FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta


(7)

sahabat-sahabat penulis di HMI Komisariat FKG USU (kakanda, abangda, dan adinda).

10.Kepada sahabat penulis dari kecil, Dian Fazdillah dan Talita. Sahabat penulis lainnya Agustiar, Yogi, Rona, Sari Widari, Cut Nela, Wana, Nurfaizah, Rapika, Ema dan Siska yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna bagi yang membutuhkan.

Medan, 16 Juli 2009

Penulis,

NIM: 050600104 (Arma Lidya)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Input dalam perencanaan obat ... 6

2.1.1 Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit... .. 6

2.1.2 Ketenagaan di instalasi farmasi rumah sakit... . 7

2.1.3 Prosedur operasional baku ... 7

2.2 Proses dalam perencanaan obat ... 8

2.2.1 Pemilihan jenis obat... 8

2.2.2 Perhitungan kebutuhan obat ... 9

2.2.3 Efisiensi dana ... 15

2.3 Output dalam perencanaan obat. ... 16

2.4. Kerangka konsep penelitian ... 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Rancangan penelitian ... 18

3.2 Populasi dan sampel ... 18


(9)

3.3.1 Data primer ... 18

3.3.2 Data sekunder ... 19

3.4 Instrumen penelitian ... 19

3.5 Defenisi operasional variabel ... 19

3.6 Pengolahan dan analisis data ... 20

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 21

4.1 Struktur organisasi IFRS Tembakau Deli ... 21

4.2 Ketenagaan di IFRS Tembakau Deli ... 22

4.3 Prosedur operasional di IFRS Tembakau Deli ... 23

4.4 Pemilihan jenis obat di IFRS Tembakau Deli ... 25

4.5 Perhitungan kebutuhan obat di IFRS Tembakau Deli ... 26

4.6 Efisiensi penggunaan dana di IFRS Tembakau Deli ... 27

4.7 Persediaan dan konsumsi obat di IFRS Tembakau Deli ... 29

BAB 5 PEMBAHASAN ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 37

DAFTAR RUJUKAN ... 38


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah tenaga di Instalasi farmasi RSU Tembakau Deli tahun 2008… 26 2. Jumlah anggaran dan pemakaian dana di IFRS Tembakau Deli

Tahun 2007 dan 2008………. 31

3. Dua puluh obat jenis tablet dengan sisa terbesar pada periode

1 Januari – 31 Desember 2008 di RSU Tembakau Deli Medan………. 32


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Pedoman wawancara untuk mendapatkan informasi tentang perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008.

2. Surat keterangan selesai penelitian. 3. Struktur organisasi IFRS Tembakau Deli.

4. Job descriptions bagian instalasi farmasi RSU Tembakau Deli PTPN-II

(PERSERO).

5. Penyakit terbanyak pasien rawat jalan di RSU Tembakau Deli Medan tahun 2007 Dan 2008.

6. Penyakit terbanyak pasien rawat inap di RSU Tembakau Deli Medan tahun 2007 Dan 2008.

7. Formularium obat RSU Tembakau Deli Medan tahun 2007.

8. Keterangan nama dagang untuk dua puluh obat jenis tablet dengan sisa terbesar pada periode 1 Januari – 31 Desember 2008 di RSU Tembakau Deli Medan.


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2009

Arma Lidya

Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Tembakau Deli Medan Tahun 2008.

x + 39 halaman

Perencanaan kebutuhan obat sebagai tahap awal dalam pengelolaan obat merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam pengadaan obat di suatu instalasi farmasi rumah sakit. Perencanaan obat dapat menggunakan tiga metode yaitu metode konsumsi, metode epidemiologi dan kombinasi keduanya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi langsung kepada pegawai dan staf yang terlibat.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi kenaikan pemakaian dana sebanyak 7,26% dari anggaran yang ada. Stok akhir obat pada tahun 2008 mencapai angka ribuan dan terdapat obat dengan sisa 37,14% dari stok yang ada. Selain itu terjadi gangguan dalam pendistribusian karena perhitungan pesanan jumlah obat berdasarkan konsumsi dan pola penyakit tahun sebelumnya, namun data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan tidak digunakan. Daftar Rujukan : 14 (1990-2008).


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan, baik di pusat pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Keberadaan obat merupakan kondisi pokok yang harus terjaga ketersediaanya. Penyediaan obat sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu menjamin tersedianya obat dengan mutu terjamin dan tersedia merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

1,2

3

Pelayanan farmasi ini merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi dan pemasukan rumah sakit 50% dihasilkan dari perbekalan farmasi.

Instalasi Farmasi merupakan satu-satunya unit yang bertugas merencanakan, mengadakan, menyimpan, mendistibusikan, melakukan pengendalian penggunaan, serta melakukan pencatatan dan pelaporan obat dalam suatu rumah sakit.

4

5,6,7

Perencanaan kebutuhan obat sebagai tahap awal dalam pengelolaan obat merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam pengadaan obat, dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dan menghindari kekosongan obat.7,8


(14)

Dalam melakukan kegiatan perencanaan obat ini diperlukan kemampuan Manajerial melalui sistem yang baik. Kemampuan manajerial dilihat dari alokasi masukan melalui suatu proses dalam menghasilkan keluaran tertentu. Tujuan sistem tersebut adalah mengubah sarana masukan menjadi suatu nilai tertentu (keluaran) yang dapat memenuhi kebutuhan.9 Dalam perencanaan obat komponen input meliputi struktur organisasi yang jelas, ketenagaan yang cukup dan berkualitas, serta prosedur yang tepat untuk dapat melakukan proses kegiatan pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah obat, dan menetapkan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, sehingga menghasilkan keluaran berupa tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat serta sesuai kebutuhan (konsumsi).2,3,7 Perencanaan obat/sediaan farmasi ini harus sesuai formularium yang selalu mutakhir dan sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh Panitia Farmasi Terapi (PFT) dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).5

Rumah sakit umum Tembakau Deli yang diklasifikasikan sebagai rumah sakit type B plus tempat pendidikan merupakan rumah sakit milik PTP. Nusantara II (Persero). Rumah sakit ini melayani seluruh karyawan PTPN-II dan juga merupakan rumah sakit rujukan dari langganan antar badan hukum seperti: PTPN-I,III,IV,V,VI, dan XIII, PT.SAN, PT. PLN, PT. Bakrie SP, PT. Padasa, PT. Tolan Tiga, serta LPP; serta melayani masyarakat umum.10 Instalasi farmasi rumah sakit Tembakau Deli sebagai suatu unit yang sepenuhnya berfungsi sebagai penyelenggara obat di rumah sakit tersebut diharapkan dapat menjamin pemerataan kelangsungan pelayanan kesehatan melalui obat-obatan yang cukup.


(15)

Pemberian resep di rumah sakit ini tidak selalu terikat dengan sistem formularium obat yang ada sehingga IFRS Tembakau Deli harus memenuhi resep di luar sistem formularium tersebut, akibatnya pasien harus menunggu karena obat yang dibutuhkan tidak langsung tersedia. Selain itu karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujuka n dari rumah sakit perkebunan lainnya, mengakibatkan peningkatan jumlah kunjungan pasien tidak dapat ditentukan. Akibatnya apabila stok obat berkurang menyebabkan pasien harus menunggu pesanan obat yang dilakukan oleh IFRS Tembakau Deli.

Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk perencanaan obat di suatu instalasi farmasi yaitu metode konsumsi yang didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya, metode epidemiologi yang didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada, serta kombinasi kedua metode tersebut.3,7,8

Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut guna memperoleh gambaran tentang perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit tersebut.

Untuk dapat mewujudkan motto dari rumah sakit ini yaitu “Kepuasan Pasien adalah Prioritas Utama”, IFRS Tembakau Deli harus melakukan perencanaan obat yang mengacu pada ketiga metode tersebut, sehingga kebutuhan obat pasien dapat terpenuhi tepat waktu.


(16)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana metode yang digunakan oleh instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan untuk dapat memenuhi kebutuhan obat pasien setiap tahunnya ?

1.3 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui unsur-unsur input (struktur organisasi, ketenagaan, dan prosedur) dalam perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008.

b. Untuk mengetahui unsur-unsur proses (pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah obat, efisiensi dana) dalam perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008.

c. Untuk mengetahui unsur-unsur output (persediaan obat dan konsumsi obat) dalam perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai bahan masukan bagi instalasi farmasi rumah sakit dalam pelaksanaan perencanaan obat di RSU Tembakau Deli Medan.

b. Menambah kepustakaan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat mengenai perencanaan obat di suatu instalasi farmasi rumah sakit.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le Breton).

Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

11

Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk mendapatkan:

3

1. Prakiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati kebutuhan.

,2,6,7

2. Menghindari terjadinya kekosongan obat. 3. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Adapun yang menjadi pedoman dalam perencanaan pengadaan obat yaitu DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku; data catatan medik; anggaran yang tersedia; penetapan prioritas; siklus penyakit; sisa persediaan; data pemakaian periode yang lalu; serta rencana pengembangan.3


(18)

Kegiatan pokok dalam perencanaan pengadaan obat adalah:

1. Seleksi/perkiraan kebutuhan, meliputi memilih obat yang akan dibeli dan menentukan jumlah obat yang akan dibeli.

2

2. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

2.1 Input dalam perencanaan obat

Adapun yang termasuk dalam input perencanaan obat yaitu struktur organisasi IFRS, ketenagaan IFRS dan prosedur operasional baku di IFRS.

2.1.1 Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit

Instalasi farmasi rumah sakit harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker yang mampu dan professional karena instalasi farmasi rumah sakit mempunyai bermacam-macam bagian yang melakukan pekerjaan tertentu.

Secara umum struktur organisasi IFRS terdiri atas

5,12

pimpinan dan bagian administrasi, bagian penelitian, bagian pelayanan penderita rawat inap, bagian penderita rawat jalan, bagian informasi obat, bagian pengadaan perbekalan kesehatan dan bagian perbekalan.12 Struktur organisasi IFRS tersebut dibuat dalam suatu bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

2.1.2 Ketenagaan di instalasi farmasi rumah sakit

3

Penyelanggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi professional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan


(19)

baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.

Jenis ketenagaan yang dibutuhkan di IFRS yaitu:

3

1. Untuk pekerjaan kefarmasian, tenaga yang dibutuhkan adalah apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker.

3

2. Untuk pekerjaan administrasi di IFRS, tenaga yang dibutuhkan adalah operator komputer / teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi.

3. Pembantu pelaksana

2.1.3 Prosedur operasional baku

Instalasi farmasi rumah sakit memerlukan berbagai prosedur yang terdokumentasi. Salah satu golongan prosedur yang diperlukan oleh IFRS adalah prosedur operasional baku (POB). POB harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.

Inti POB perencanaan perbekalan kesehatan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, serta pembelian perbekalan kesehatan yaitu:

5

1. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan dirumah sakit harus sesuai dengan formularium rumah sakit.

5

2. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan dirumah sakit harus dikelola hanya oleh IFRS.

3. Instalasi farmasi rumah sakit harus menetapkan spesifikasi produk semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan persyaratan


(20)

resmi (Farmakope Indonesia edisi terakhir) dan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh PFT.

4. Pemasok perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PFT.

5. Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok atau industri, apoteker rumah sakit harus mengujungi pemasok/industri tersebut untuk memeriksa kesesuaian penerapan sistem mutu dan jaminan mutu.

2.2 Proses dalam perencanaan obat

Adapun yang termasuk proses dalam perencanaan obat yaitu pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah kebutuhan obat dan efisiansi dalam penggunaan dana anggaran.

2.2.1 Pemilihan jenis obat

Pemilihan jenis obat berfungsi untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit didaerah.7 Keanekaragaman obat-obatan yang tersedia serta kompleksnya masalah keamanan dan efektivitas penggunaan obat menyebabakan pentingnya suatu rumah sakit membentuk program untuk memaksimalkan rasionalisasi pengunaan obat, sehingga pasien dapat menerima perawatan yang terbaik. Organisasi yang menyusun dan menjalankan program ini adalah Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dan staf farmasi. Anggotanya terdiri atas dokter yang mewakili spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker wakil farmasi rumah sakit serta tenaga kesehatan lainnya. PFT berfungsi mengkaji penggunaan


(21)

obat, menetapkan kebijakan penggunaan obat, serta mengelola sistem formularium dan standar terapi.

Adapun dasar-dasar seleksi kebutuhan obat untuk mendapat pengadaan obat yang baik yaitu:

12

1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.

7

2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.

3. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

4. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.

5. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

2.2.2 Perhitungan kebutuhan obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh Apoteker yang bekerja di pelayanan kesehatan dasar ataupun di unit pengelolaan obat/gudang farmasi. Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Melalui koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah serta waktu.2,7


(22)

Ada 3 metode perencanaan perbekalan farmasi, yaitu: 1. Metode Konsumsi

3,7,8

Metode konsumsi ini didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan pengolahan data

2

1)Sumber data adalah melalui pencatatan, pelaporan, dan informasi yang ada. 2)Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-obatan yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks maksimum, waktu tunggu, stok pengaman, dan perkembangan pola kunjungan.

b. Analisis data untuk informasi dan evaluasi

Untuk melihat lebih mendalam pola penggunaan obat-obatan, perlu dilakukan analisis data konsumsi tahun sebelumnya. Hasil analisis ini dapat digunakan sebagai panduan perencanaan kebutuhan obat-obatan tahun berikutnya.

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat-obatan, dengan 9 langkah berikut: 1)Menghitung pemakaian nyata per tahun (a)

*Sisa stok dihitung per 1 November.

(a) = stok awal + penerimaan - sisa stok* - jumlah obat hilang/rusak/kadaluarsa


(23)

2)Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b)

n = bulan

3)Menghitung kekurangan obat (c)

4)Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun (d)

5)Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e)

y = Kenaikan jumlah penduduk pertahun 6)Menghitung waktu tunggu (f)

n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat dianjurkan sampai obat diterima.

7)Menghitung stok pengaman (g)

Diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring dinamika logistik. 8)Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang (h)

(b) = (a) : n

(d) = (a) + (c)

(c) = waktu kekosongan obat x pemakaian rata-rata

(e) = (d) + y %


(24)

9)Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan datang (i)

d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. 2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah pokok dalam metode ini adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan pengolahan data

2

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara : 1)Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani

Untuk menentukannya sangat diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah penduduk yang akan diobati serta distribusi umur dari penduduk.

2)Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit

Jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit atau yang memerlukan pelayanan kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu data-data mengenai gejala, diagnosa atau jenis pelayanan.

b. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan untuk perencanaan.

Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah kebutuhan obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat.


(25)

c. Menghitung perkiraan kebutuhan obat

Dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode epidemiologi perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1)Perhitungan jumlah setiap obat dengan menghitung jumlah masing-masing obat yang diperlukan perpenyakit serta pengelompokkan dan penjumlahan masing-masing obat.

2)Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan mempertimbangkan peningkatan kunjungan, kemungkinan hilang, rusak atau kadaluarsa.

3)Menghitung kebutuhan obat yang diprogramkan untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman.

4)Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan datang. 5)Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan.

d. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. 3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi.

Adapun kelebihan dan kekurangan metode konsumsi dan metode epidemiologi

Kelebihan metode konsumsi:

a. Data konsumsi akurat (metode paling mudah).

2


(26)

c. Jika data konsumsi dicatat dengan baik, pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan.

Kekurangan metode konsumsi:

a. Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit untuk didapat.

2

b. Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan pola preskripsi.

c. Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan, obat yang berlebih atau adanya kehilangan.

d. Pencatatan data morbiditas yang baik tidak diperlukan. Kelebihan metode epidemiologi:

a. Perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran.

2

b. Program-program yang baru dapat digunakan.

c. Usaha memperbaiki pola penggunaan obat dapat didukung oleh standar pengobatan.

Kekurangan metode epidemiologi:

1. Memerlukan waktu yang banyak dan tenaga yang terampil.

2

2. Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor.

3. Memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan. 4. Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.

5. Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil tidak terpenuhi.


(27)

6. Variasi obat terlalu luas. 2.2.3 Efisiensi dana

Untuk mengefisiensikan penggunaan dana dalam pengadaan obat dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pemilihan obat yang dibutuhkan dengan teliti.

2,13

b. Cara pengadaan obat yang efisien. c. Penggunaan obat yang rasional.

d. Pengelolaan yang baik khususnya perencanaan obat sebagai tahap awal dari manajemen pengelolaan obat

2.3 Output dalam perencanaan obat

Output dari perencanaan obat ini adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin dan tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.

Adapun tanda-tanda ketidaktepatan perhitungan kebutuhan obat antara lain:

1,2

1. Kekurangan obat-obat yang sering dipakai.

2

2. Kelebihan obat-obat tertentu.

3. Bentuk dan dosis yang tersedia tidak disukai oleh dokter atau pasien. 4. Efektifitas penggunaan dana yang tidak memadai karena kecenderungan mengadakan/menggunakan obat-obatan yang lebih mahal dari pada obat-obatan yang lebih murah dengan efektifitas yang sama.

5. Penyesuaian yang tidak rasional terhadap kendala anggaran. 6. Preskripsi yang tidak rasional dan tidak efektif.


(28)

2.4 Kerangka konsep penelitian

PERENCANAAN OBAT

INPUT PROSES OUTPUT

Struktur Organisasi

Ketenagaan

Prosedur

Pemilihan Jenis Obat

Perhitungan Jumlah Obat

Persediaan Obat

Konsumsi Obat

PERENCANAAN OBAT YANG TEPAT


(29)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode wawancara dan observasi untuk mendapatkan data primer dan data sekunder dalam perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008 yang meliputi komponen input yaitu struktur organisasi, ketenagaan dan prosedur; proses terdiri atas pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah obat dan efisiensi dana; serta komponen output yang terdiri atas persediaan obat dan konsumsi obat.

3.2 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai atau staf di Instalasi Farmasi di RSU Tembakau Deli Medan.

Sampel diambil dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Jadi yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah lima orang yaitu kepala instalasi farmasi, asisten apoteker rawat jalan, asisten apoteker rawat inap, bagian administrasi, dan kepala gudang farmasi.

3.3 Metode pengumpulan data 3.3.1 Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap sampel dengan bantuan pedoman wawancara dan jawabannya ditulis, kemudian melakukan observasi langsung di lapangan untuk mendapatkan data input mengenai prosedur operasional


(30)

yang dilaksanakan serta data proses yang meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah obat dan operasional dalam melakukan efisiensi dana.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian Instalasi Farmasi RSU Tembakau Deli berupa:

a. Data input yang terdiri atas struktur organisasi dan ketenagaan, dan prosedur operasional perencanaan obat.

b. Data proses meliputi anggaran dan biaya pembelian obat tahun 2007 dan 2008.

c. Data output yang meliputi laporan pemakaian obat dan kartu stok obat.

3.4 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.

3.5 Definisi operasional variabel

Perencanaan obat adalah kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.

Aspek Input dalam perencanaan obat ditinjau dari:

1)Struktur Organisasi adalah struktur yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

2)Ketenagaan adalah orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan di instalasi farmasi rumah sakit.


(31)

3)Prosedur operasional baku adalah prosedur yang selalu digunakan untuk melakukan kegiatan tertentu dan rutin di instalasi farmasi rumah sakit.

Aspek proses dalam perencanaan obat ditinjau dari:

1)Pemilihan jenis obat adalah proses yang dilaksanakan untuk seleksi jenis obat yang dibutuhkan.

2)Perhitungan kebutuhan obat adalah proses yang dilaksanakan untuk menentukan jumlah obat yang dibutuhkan.

3)Efisiensi dana adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengefisiensikan dana dalam penggunaan obat.

Aspek output dalam perencanaan obat ditinjau dari:

1)Persediaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat.

2)Konsumsi obat adalah pemakaian obat sesuai jenis dan jumlah yang tersedia.

3.6 Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder yang diperoleh. Analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai data primer dan data sekunder yang ada kemudian hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi.


(32)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian mengenai perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan tahun 2008 akan disajikan dalam bentuk deskripsi sebagai berikut.

4.1 Struktur organisasi IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian mengenai struktur organisasi di IFRS ini yang dikategorikan dalam komponen input yaitu bahwa Instalasi farmasi RSU Tembakau Deli berada dibawah pengawasan kepala rumah sakit, dimana instalasi ini dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa petugas yang masing-masing menempati sub-sub kegiatan di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). Bagan struktur organisasi IFRS Tembakau Deli dapat dilihat pada lampiran 3.

Dari struktur organisasi tersebut terlihat bahwa kepala rumah sakit membawahi instalasi farmasi rumah sakit yang berhubungan langsung dengan kepala IFRS, bagian SDM/Umum, serta kepala tata usaha rumah sakit. Kepala IFRS juga berhubungan langsung dengan bagian SDM/Umum dan kepala tata usaha rumah sakit serta membawahi asisten apoteker koordinator di instalasi farmasi serta asisten apoteker/kepala gudang farmasi. Gudang farmasi selain dibawahi oleh kepala IFRS juga berhubungan langsung dengan kepala tata usaha rumah sakit. Selanjutnya koordinator instalasi famasi membawahi asisten apoteker lainnya dan petugas administrasi di instalasi farmasi. Begitu juga dengan kepala gudang farmasi yang membawahi petugas distribusi dan administrasi untuk gudang farmasi.


(33)

Menurut hasil wawancara dengan kepala IFRS setempat, diketahui bahwa struktur organisasi tersebut dibuat berdasarkan keputusan kepala rumah sakit yang merujuk kepada keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang struktur organisasi minimal di suatu IFRS, bahwa setiap komponen dalam struktur organisasi tersebut mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

Berdasarkan observasi langsung di lapangan, terlihat bahwa setiap petugas di IFRS Tembakau Deli mengerjakan pekerjaannya sesuai tugas, wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. (Tugas, wewenang dan tanggung jawab petugas IFRS Tembakau Deli dapat dilihat pada lampiran 4).

4.2 Ketenagaan di IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian yang diperoleh untuk ketenagaan dalam mengelola IFRS Tembakau Deli yang termasuk dalam kategori input ini yaitu diketahui bahwa jumlah tenaga kerja di instalasi farmasi Tembakau Deli sebanyak 13 orang. Tenaga kerja terbanyak terdapat pada bagian administrasi apotek yaitu sebesar 46,15% dari seluruh tenaga kerja di instalasi farmasi tersebut. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, yang paling banyak adalah tamatan SAA (Sekolah Asisten Apoteker) atau SMA (Sekolah Menengah Atas). Secara rinci ketenagaan di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli ini dapat dilihat pada Tabel 1.


(34)

Tabel 1. Jumlah tenaga di Instalasi farmasi RSU Tembakau Deli tahun 2008

Apoteker D3 SMA /SAA

SMP SD Jumlah Jumlah (%)

Kepala IFRS 1 - - - - 1 7,69%

Asisten Apoteker - - 4 - - 4 30,77%

Administrasi Apotek - 1 4 1 - 6 46,15%

Pembantu Pelaksana - - 1 - 1 2 15,39%

JUMLAH 1 1 9 1 1 13 100%

Sumber : IFRS Tembakau Deli Tahun 2008

4.3. Prosedur operasional di IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian yang diperoleh untuk prosedur operasional baku yang juga merupakan kategori input yaitu:

1. Instalasi farmasi rumah sakit ini tidak mempunyai prosedur yang tertulis dalam perencanaan obatnya, informasi ini diperoleh dari hasil wawancara dengan kepala IFRS setempat.

2. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan kebijakan kepala instalasi farmasi dengan mempertimbangkan sistem formularium obat-obatan yang telah disepakati oleh panitia farmasi terapi, yang anggotanya terdiri atas apoteker, dokter umum dan dokter yang mewakili spesialisasi yang ada.

3. Semua obat yang digunakan di rumah sakit ini hanya dikelola oleh IFRS Tembakau Deli.

Pendidikan Jenis Tenaga


(35)

4. Semua produk perbekalan farmasi yang akan diadakan di IFRS ini telah memenuhi persyaratan yang ditetapakan oleh PFT di rumah sakit ini.

5. Pemasok perbekalan farmasi di IFRS ini juga telah memenuhi persyaratan yang ditetapakan oleh PFT. Dalam melakukan pemesanan obat-obatan, IFRS Tembakau Deli tidak selalu memesan pada perusahaan besar farmasi (PBF). Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit atau dikategorikan obat khusus dipesan kepada apotek rekanan yang juga sudah ditetapkan. Ini dilakukan untuk menghindari overstock karena pembelian pada PBF harus dalam jumlah besar, sementara yang dibutuhkan hanya sedikit ataupun obat yang jarang digunakan.

6. Pemesanan obat-obatan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan alasan menghindari penumpukan obat, mengingat rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dimana kunjungan penyakitnya tidak menentu dan supaya tidak banyak dana yang terduduk.

7. Anggaran dana untuk pembelian obat diberikan setiap tiga bulan sekali dan setiap tahunnya anggaran dana tersebut dinaikkan sebanyak 10-15% sebagai antisipasi jika terjadi kenaikan harga perbekalan farmasi.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan ditemui bahwa pelaksanaan sistem formularium yang telah ditetapkan tidak kaku, sehingga dokter dapat menulis resep di luar sistem formularium tersebut. Jika dokter menulis resep di luar sistem formularium, maka ia harus membuat protokol terapi untuk kemudian meminta persetujuan kepada kepala rumah sakit, setelah itu barulah IFRS Tembakau Deli memenuhi resep tersebut. Pengelolaan obat-obatan di rumah sakit ini hampir seluruhnya dilakukan oleh IFRS setempat dikarenakan sebagian besar pasien adalah


(36)

pegawai perusahaan yang merupakan tanggungan perusahaan. Dalam pemberian obat tidak ada perbedaan jenis obat antara karyawan dan staff. Selain itu dari hasil pengamatan juga ditemui bahwa pemesanan obat-obatan tidak hanya dilakukan setiap dua minggu sekali, sering terlihat IFRS Tembakau Deli melakukan pemesanan obat-obatan setiap harinya. Ini dilakukan untuk memenuhi obat-obat-obatan yang stoknya telah habis ataupun yang tidak tersedia di instalasi farmasi.

4.4. Pemilihan jenis obat di IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian yang diperoleh dalam hal pemilihan jenis obat di RSU Tembakau Deli yang dikategorikan komponen proses perencanaan obat yaitu:

1. Pemilihan jenis obat dilakukan oleh panitia farmasi terapi di rumah sakit tersebut dan juga atas kebijakan kepala instalasi farmasi sendiri.

2. Obat yang dipilih telah melalui proses seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan risiko efek samping yang akan ditimbulkan.

3. Semua obat yang dipilih tersebut tercantum dalam sistem formularium obat yang dijadikan dasar bagi para dokter dalam penulisan resepnya.

4. Apabila ada obat baru yang diusulkan untuk dicantumkan dalam sistem formularium, harus melalui seleksi terlebih dahulu.

5. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan jenis obat di rumah sakit ini yaitu berdasarkan harga obat, efek obat, pola penggunaan obat, pola penyakit dan mudah dalam pengadaanya.


(37)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemilihan jenis obat di rumah sakit ini terdiri atas 30% obat generik, 60% obat menengah dan 10% obat paten. Kriteria ini dilakukan sebagai antisipasi, ketika ada kasus baru, obat yang diberikan terlebih dahulu adalah jenis generik. Obat menengah adalah obat rutin yang diberikan dan obat paten digunakan jika obat yang dibutuhkan tidak dapat digantikan dengan obat lain untuk kasus tertentu.

4.5. Perhitungan jumlah obat di IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian untuk perhitungan jumlah obat di IFRS ini yang dikategorikan dalam komponen proses perencanaan obat, diperoleh informasi melalui wawancara bahwa untuk menentukan perkiraan jumlah obat yang akan digunakan di RSU Tembakau Deli dilaksanakan oleh kepala instalasi farmasi dan asisten apoteker koordinator. Rumah sakit ini menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi untuk melakukan perhitungan jumlah obat. Adapun Data yang dikumpulkan sebagai dasar untuk perhitungan jumlah obat yang akan dipesan adalah daftar obat-obatan yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, dan terutama adalah jumlah pemakaian obat tahun sebelumnya serta pola kunjungan penyakit tahun sebelumnya. Standar pengobatan tidak dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan jumlah obat di IFRS ini, meskipun data penyakit terbesar di rumah sakit ini tersedia. Adapun data penyakit terbanyak pasien rawat jalan dan rawat inap tahun 2007 dan 2008 di RSU Tembakau Deli Medan dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 6. Pada lampiran 5 tersebut terlihat bahwa hipertensi merupakan penyakit yang terbanyak dengan persentase kenaikan dari 2007 ke 2008 sebanyak 5,83%,


(38)

mialgia mengalami peningkatan yang paling besar sebanyak 35,64%, Nyeri tulang belakang mengalami penurunan yang paling besar sebanyak 22,49% dan terdapat empat penyakit yang pada tahun 2007 merupakan dua puluh penyakit terbesar tetapi tidak termasuk dua puluh penyakit terbesar pada tahun 2008. Pada lampiran 6 dapat dilihat penyakit terbanyak adalah febris, dimana pada tahun 2008 mengalami penurunan sebanyak 13,02% dibandingkan tahun 2007. Penyakit yang mengalami peningkatan terbesar yaitu hipertensi dengan persentase 24,00%, Paru obstruktif kronis merupakan penyakit yang mengalami penurunan yang paling besar sebanyak 48,48% dan terdapat empat penyakit yang pada tahun 2007 merupakan dua puluh penyakit terbesar tetapi tidak termasuk dua puluh penyakit terbesar pada tahun 2008.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa IFRS Tembakau Deli memesan obat dengan melihat resep dua minggu sebelumnya dan memesan untuk stok dua minggu ke depan berdasarkan data-data yang telah disebutkan di atas. Dalam mengatasi keadaan dimana obat habis sebelum waktunya atau bila terjadi penyakit mewabah yang menyebabkan kebutuhan obat meningkat, rumah sakit memiliki prosedur untuk memesan pada apotek rekanan atau jika dibutuhkan dalam jumlah besar dipesan ke PBF(Perusahaan Besar Farmasi).

4.6. Efisiensi penggunaan dana di IFRS Tembakau Deli

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sumber dana IFRS Tembakau Deli diperoleh dari subsidi dari PTPN-II dan hasil usaha RSU Tembakau Deli yang berasal dari pasien yang bukan tanggungan PTPN-II. Anggaran dana untuk IFRS rumah sakit


(39)

ini setiap tahunnya dinaikkan sebanyak 10-15% sebagai antisipasi jika terjadi kenaikan harga perbekalan farmasi.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemakaian dana pada tahun 2007 dan 2008 melebihi anggaran yang ditetapkan. Pada tahun 2007 kelebihan dana yang dipakai sebanyak 0,95% dan pada tahun 2008 sebanyak 7,26%.

Tabel 2. Jumlah anggaran dan pemakaian dana di IFRS Tembakau Deli Tahun 2007 dan 2008

Sumber: Bagian Keuangan IFRS Tembakau Deli

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemilihan jenis obat di rumah sakit ini terdiri atas 30% obat generik, 60% obat menengah dan 10% obat paten. Selain itu juga diketahui bahwa anggaran diberikan oleh perusahaan setiap tiga bulan sekali. Perencanaan pembelian obat dilakukan berdasarkan anggaran yang diberikan pertigabulan tersebut. Anggaran dana tersebut 60% langsung digunakan dan sisanya dicanangkan untuk pembelian obat cito bila ada kasus khusus, untuk kemoterapi, serta alat kesehatan yang berhubungan dengan kasus cito tersebut. Selain itu, usaha lainnya yang dilakukan instalasi farmasi dalam mengefisiensikan dana adalah dengan mensaling-silangkan kebutuhan obat dalam tiga bulan tersebut. Misalnya jika terjadi kenaikan biaya pembelian obat pada bulan pertama, maka untuk dua bulan berikutnya pembelian obat disesuaikan dengan sisa dana yang ada dengan cara memperbanyak pembelian obat generik dan obat menengah.

Tahun Anggaran Pemakaian Persentase Kenaikan

2007 16.037.031.060,00 16.343.151.566,97 0,95% 2008 17.056.459.928,00 19.727.189.121,58 7,26%


(40)

4.7. Persediaan dan konsumsi obat di IFRS Tembakau Deli

Hasil penelitian untuk persediaan dan konsumsi obat di IFRS ini yang dikategorikan dalam komponen output yaitu diketahui bahwa pada tahun 2008, terdapat beberapa obat yang overstock dalam jumlah yang besar. Ini dapat dilihat pada data 20 obat jenis tablet dengan stok akhir terbesar dalam Tabel 3.

Pada Tabel 3 tersebut, dapat dilihat bahwa obat yang tersisa mencapai angka ribuan dan obat dengan persentase sisa terbanyak terhadap stok yang ada yaitu obat yang mempengaruhi metabolisme, gizi vitamin dan mineral (3) sebanyak 37,14%, sedangkan persentase terkecil sisa obat terhadap stok yang ada adalah obat yang bekerja pada saluran kemih yang persentasenya 0,49%.

Tabel 3. Dua puluh obat jenis tablet dengan sisa terbesar pada periode 1 Januari – 31 Desember 2008 di RSU Tembakau Deli Medan

Nama Obat Stok

Awal Jumlah masuk Jumlah Keluar Stok akhir Persentase stok akhir Obat Anti Mikroba (1) 600 39315 35295 4620 11,57% Obat yang

Mempengaruhi Metabolisme & gizi Vitamin dan mineral (1)

500 46500 43790 3210

6,83% Obat Anti Inflamasi (1) 0 50510 48260 2250 4,45% Obat yang

Mempengaruhi Metabolisme & gizi Vitamin dan mineral (2)

480 55480 53320 2160

3,86%

Obat Antiemetik 0 7700 5900 1800 23,38%


(41)

Sumber : Kartu Stok Obat Tahun 2008 IFRS Tembakau Deli

Nama Obat Stok

Awal Jumlah masuk Jumlah Keluar Stok akhir Persentase stok akhir Obat Saluran Cerna (1) 0 122610 121010 1600 1,30%

Obat Anti Alergi 0 24300 22910 1390 5,72%

Obat Saluran Cerna (2) 0 6000 4680 1320 22,00% Obat yang

Mempengaruhi Metabolisme & gizi Vitamin dan mineral (3)

0 3500 2200 1300

37,14% Obat Kortikosteroid (1)

1000 3000 2800 1200

30,00% Obat Anti Diabetes

Melitus (1)

0 31150 30190 960

3,08% Obat yang

Mempengaruhi

Metabolisme & gizi Vitamin dan mineral (4)

230 18220 17500 860

4,66% Obat Anti Inflamasi (2) 260 6875 6550 585 8,20% Obat Kortikosteroid (2) 0 3000 2540 460 15,33% Obat Anti Hipertensi 0 2400 1980 420 17,50% Obat yang bekerja pada

saluran kemih

400 81500 81500 400

0,49% Obat Anti Mikroba (2) 80 28512 28282 310 1,08% Obat Anti Diabetes

Melitus (2)

0 3020 2790 230

7,62% Obat Anti Diabetes

Melitus (3)

0 19655 19425 230


(42)

Semua obat yang tersisa ini masih dalam keadaan baik, tidak kadaluarsa dan akan digunakan sebagai stok awal untuk tahun berikutnya. Kekurangan stok obat di IFRS ini tidak dapat dilihat, karena jika obat yang dibutuhkan habis, IFRS langsung melakukan pemesanan.


(43)

BAB 5 PEMBAHASAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Tembakau Deli Medan pada tahun 2008. Adapun aspek yang ditinjau yaitu struktur organisasinya, ketenagaan yang tersedia, prosedur perencanaan obatnya, pemilihan jenis obatnya, perhitungan jumlah obatnya, efisiensi penggunaan dana serta persediaan dan konsumsi obat di rumah sakit tersebut.

Instalasi farmasi rumah sakit Tembakau Deli memiliki struktur organisasi tertulis yang telah mengacu pada struktur organisasi minimal yang harus dimiliki oleh suatu instalasi farmasi rumah sakit yaitu di bawah pengawasan kepala rumah sakit, dikepalai oleh apoteker, memiliki bagian administrasi, asisten apoteker rawat jalan, asisten apoteker rawat inap, serta asisten apoteker untuk gudang farmasi. Dengan adanya struktur organisasi tersebut dan pelaksanaannya dilapangan telah sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan, sangat membantu dalam menunjang kelancaraan pengelolaan obat di IFRS Tembakau Deli.

Instalasi farmasi rumah sakit Tembakau Deli, untuk pekerjaan kefarmasian hanya memiliki apoteker dan asisten apoteker, untuk pekerjaan administrasi terdapat operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi serta pembantu pelaksana. Banyaknya tenaga kerja pada bagian administrasi apotek yaitu sebesar 46,15% membantu dalam kelancaraan pekerjaan di instalasi ini. Secara umum terlihat bahwa tenaga kerja di IFRS ini kebanyakan tamatan SMA sederajat. Keadaan ini tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Keputusan MenKes RI


(44)

N0.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit pada Bab IV yang menyatakan bahwa untuk pekerjaan kefarmasian juga dibutuhkan tamatan sarjana farmasi. Ini dimungkinkan karena petugas IFRS Tembakau Deli sudah dapat melaksanakan tugasnya berdasarkan pengalaman kerja yang didapat walaupun tanpa adanya tenaga tamatan sarjana farmasi.

Dalam perencanaan obatnya IFRS Tembakau Deli ini tidak mempunyai prosedur tertulis, hanya berdasarkan kebijakan kepala IFRS yang merujuk kepada sistem formularium yang telah ditetapkan oleh panitia farmasi terapi rumah sakit Tembakau Deli. Ini dimungkinkan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan yang kunjungan penyakitnya tidak menentu sehingga perencanaan obatnya berdasarkan kebijakan kepala IFRS nya. Pengelolaan obat-obatan di rumah sakit ini hampir seluruhnya dilakukan oleh IFRS setempat, artinya IFRS Tembakau Deli telah menerapkan sistem farmasi satu pintu. Untuk pembelian obat yang tidak dibeli pada PBF (Perusahaan Besar Farmasi), tentunya harus dibayar dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu diketahui bahwa IFRS Tembakau Deli tidak hanya setiap dua minggu sekali melakukan pemesanan obat-obatan, tetapi sering terlihat hampir setiap harinya juga melakukan pemesanan obat-obatan untuk menyediakan obat yang telah habis stok sebelum waktunya dan memenuhi permintaan obat yang tidak tersedia di IFRS. Ini dimungkinkan karena adanya kenaikan kunjungan di rumah sakit tersebut dan adanya kasus baru yang obatnya tidak termasuk dalam formularium rumah sakit. Keadaan seperti ini yang menyebabkan terganggunya pendistribusian obat kepada pasien sehingga mengakibatkan pasien harus menunggu dahulu untuk mendapatkan obatnya.


(45)

Instalasi farmasi Tembakau Deli dalam pemilihan jenis obatnya telah melalui proses seleksi ilmiah, medik dan statistik yang dilakukan oleh panitia farmasi terapi rumah sakit dan juga atas kebijakan kepala instalasi farmasi. Hal ini membantu dalam penyediaan obat di rumah sakit tersebut, sehingga obat yang tersedia sesuai dengan jenis yang dibutuhkan.

Instalasi farmasi rumah sakit Tembakau Deli menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi untuk melakukan perhitungan jumlah obat. Penggunaan metode epidemiologi disini hanya sebatas untuk melihat pola kunjungan penyakit, tidak melihat secara rinci jumlah kunjungan dan frekuensi penyakit serta tidak menggunakan standar pengobatan dalam perhitungan jumlah obatnya, sehingga perkiraan kebutuhan obat tidak mendekati jumlah sebenarnya. Ini mungkin disebabkan karena untuk memenuhi persyaratan metode epidemiologi lainnya seperti data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan memerlukan waktu yang banyak, tenaga yang terampil serta pencatatan yang akurat. Faktor ini dimungkinkan sebagai salah satu penyebab terjadinya kekurangan stok obat di IFRS Tembakau deli.

Instalasi farmasi rumah sakit ini mendapat anggaran setiap tiga bulan sekali dan dalam penggunaannya tidak seluruhnya langsung digunakan, karena sebagian dari anggaran tersebut dicanangkan untuk pembelian obat cito bila ada kasus khusus, untuk khemoterapi, serta alat kesehatan yang berhubungan dengan kasus cito tersebut. Selain itu dalam pembelian obatnya yaitu 30% obat generik, 60% obat menengah dan 10% obat paten, ini membantu dalam mengefisiensikan anggaran dana yang ada, sehingga sedapat mungkin memaksimalkan penggunaan anggaran yang


(46)

diberikan. Pada tahun 2008 (seperti yang terlihat dalam Tabel 2) terjadi peningkatan jumlah pemakaian dana sebanyak 7,26%, ini terjadi bukan semata-mata akibat ketidakefisienan dalam penggunaan anggaran, karena melihat data jumlah kunjungan pada tahun 2008 memang terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pada tahun 2007.

Output dari perencanaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin dan tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Dari data yang diperoleh yang disajikan pada Tabel 3, diketahui jumlah obat yang tersisa pada akhir tahun 2008 mencapai angka ribuan dan terdapat obat dengan sisa 37,14% dari stok yang ada. Selain itu dari pengamatan yang dilakukan tidak sedikit resep yang beberapa obat didalamnya tidak dapat langsung dipenuhi. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan obat.


(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk komponen input, kesimpulannya adalah bahwa struktur organisasi IFRS Tembakau Deli telah mengacu pada struktur organisasi minimal yang harus dimiliki oleh suatu IFRS. Selain itu ketenagaan di instalasi farmasi ini, 46.15% terdapat pada bagian administrasi apotek dan secara umum terlihat bahwa tenaga kerjanya kebanyakan tamatan SMA sederajat serta tidak ada tenaga tamatan sarjana farmasi. Dalam perencanaan obatnya IFRS Tembakau Deli ini tidak mempunyai prosedur tertulis, hanya berdasarkan kebijakan kepala IFRS yang merujuk kepada sistem formularium yang telah ditetapkan oleh panitia farmasi terapi rumah sakit. Selain itu terlihat hampir setiap hari melakukan pemesanan obat-obatan untuk menyediakan obat yang telah habis stok sebelum waktunya dan memenuhi permintaan obat yang tidak tersedia di IFRS.

2. Dalam komponen proses kesimpulannya bahwa pemilihan jenis obat di IFRS ini dilakukan oleh PFT rumah sakit dan atas kebijakan kepala instalasi farmasi. Selain itu perhitungan jumlah obat yang akan dipesan tidak melihat secara rinci jumlah kunjungan dan frekuensi penyakit serta tidak menggunakan standar pengobatan, sehingga perkiraan kebutuhan obat tidak mendekati jumlah sebenarnya. Inilah salah satu penyebab terganggunya pendistribusian obat kepada pasien.


(48)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemilihan jenis obat di rumah sakit ini terdiri atas 30% obat generik, 60% obat menengah dan 10% obat paten, keadaan ini membantu dalam mengefisiensikan anggaran dana yang ada.

3. Untuk komponen output, kesimpulannya adalah bahwa dari data yang diperoleh tidak sedikit jumlah obat yang tersisa pada akhir tahun 2008 dan resep yang beberapa obat didalamnya tidak dapat langsung dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena adanya ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan obat.

6.2 Saran

1. Untuk komponen input peniliti menyarankan agar tenaga kerja di IFRS Tembakau Deli mengikuti pelatihan tentang computerize obat-obatan. Selain itu peneliti juga menyarankan kepada pihak rumah sakit untuk membuat prosedur perencanaan obat secara tertulis guna memudahkan pekerjaan di IFRS Tembakau Deli.

2. Untuk perhitungan jumlah obat peniliti menyarankan agar pihak IFRS Tembakau Deli menggunakan data jumlah kunjungan pasien, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang sebagai dasar dalam perhitungan jumlah obatnya sehingga perhitungan kebutuhan obat dapat mendekati kebutuhan sebenarnya.

3. Peneliti menyarankan kepada peniliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut tentang prosedur perencanaan obat dan perhitungan jumlah obat di instalasi farmasi di RSU Tembakau Deli ini.


(49)

DAFTAR RUJUKAN

1. Djuliana Hardiah, Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. Dampak Desentralisai Terhadap Pengadaan Obat Di Kabupaten Bantul. KMPK UGM 2006; No. 5.

2. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman perencanaan dan pengelolaan obat. Jakarta 1990: 1-3, 12-30.

3. Departemen Kesehatan RI. Keputusan menteri kesehatan RI, no. 1197/MENKES/SK/X/2004, tentang : standar pelayanan farmasi di rumah sakit. 19 Oktober 2004.

4. Suciati S dan Adisasmita WBB. Analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis di instalasi farmasi. J Manajemen Pelayanan Kesehatan 2006; 9(1): 19.

5. Siregar CJP. Farmasi rumah sakit: teori & penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2003: 37, 48, 54-55, 325-326.

6. Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Jakarta 2003: 10.

7. Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Jakarta 2002: 14-16.

8. Astuti Y. Penentuan obat fast moving melalui analisa ABC. J Persi 2003; Vol 3: 39. 9. Anief M. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995: 12,


(50)

10.PT. Perkebunan Nusantara (Persero). Profil rumah sakit Tembakau Deli. Medan 2008: 2, 6, 7.

11.Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996:182.

12.Yusmainita. Pemberdayaan instalasi farmasi rumah sakit pemerintah (bagian II).

13.Darmansjah Iwan. Petunjuk Praktis Pengobatan Rasional. 6 Februari 2001.

14.Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2005: 36-50, 88, 140, 185, 189.


(1)

Instalasi farmasi Tembakau Deli dalam pemilihan jenis obatnya telah melalui proses seleksi ilmiah, medik dan statistik yang dilakukan oleh panitia farmasi terapi rumah sakit dan juga atas kebijakan kepala instalasi farmasi. Hal ini membantu dalam penyediaan obat di rumah sakit tersebut, sehingga obat yang tersedia sesuai dengan jenis yang dibutuhkan.

Instalasi farmasi rumah sakit Tembakau Deli menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi untuk melakukan perhitungan jumlah obat. Penggunaan metode epidemiologi disini hanya sebatas untuk melihat pola kunjungan penyakit, tidak melihat secara rinci jumlah kunjungan dan frekuensi penyakit serta tidak menggunakan standar pengobatan dalam perhitungan jumlah obatnya, sehingga perkiraan kebutuhan obat tidak mendekati jumlah sebenarnya. Ini mungkin disebabkan karena untuk memenuhi persyaratan metode epidemiologi lainnya seperti data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan memerlukan waktu yang banyak, tenaga yang terampil serta pencatatan yang akurat. Faktor ini dimungkinkan sebagai salah satu penyebab terjadinya kekurangan stok obat di IFRS Tembakau deli.

Instalasi farmasi rumah sakit ini mendapat anggaran setiap tiga bulan sekali dan dalam penggunaannya tidak seluruhnya langsung digunakan, karena sebagian dari anggaran tersebut dicanangkan untuk pembelian obat cito bila ada kasus khusus, untuk khemoterapi, serta alat kesehatan yang berhubungan dengan kasus cito tersebut. Selain itu dalam pembelian obatnya yaitu 30% obat generik, 60% obat


(2)

diberikan. Pada tahun 2008 (seperti yang terlihat dalam Tabel 2) terjadi peningkatan jumlah pemakaian dana sebanyak 7,26%, ini terjadi bukan semata-mata akibat ketidakefisienan dalam penggunaan anggaran, karena melihat data jumlah kunjungan pada tahun 2008 memang terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pada tahun 2007.

Output dari perencanaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan

jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin dan tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Dari data yang diperoleh yang disajikan pada Tabel 3, diketahui jumlah obat yang tersisa pada akhir tahun 2008 mencapai angka ribuan dan terdapat obat dengan sisa 37,14% dari stok yang ada. Selain itu dari pengamatan yang dilakukan tidak sedikit resep yang beberapa obat didalamnya tidak dapat langsung dipenuhi. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan obat.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk komponen input, kesimpulannya adalah bahwa struktur organisasi IFRS Tembakau Deli telah mengacu pada struktur organisasi minimal yang harus dimiliki oleh suatu IFRS. Selain itu ketenagaan di instalasi farmasi ini, 46.15% terdapat pada bagian administrasi apotek dan secara umum terlihat bahwa tenaga kerjanya kebanyakan tamatan SMA sederajat serta tidak ada tenaga tamatan sarjana farmasi. Dalam perencanaan obatnya IFRS Tembakau Deli ini tidak mempunyai prosedur tertulis, hanya berdasarkan kebijakan kepala IFRS yang merujuk kepada sistem formularium yang telah ditetapkan oleh panitia farmasi terapi rumah sakit. Selain itu terlihat hampir setiap hari melakukan pemesanan obat-obatan untuk menyediakan obat yang telah habis stok sebelum waktunya dan memenuhi permintaan obat yang tidak tersedia di IFRS.

2. Dalam komponen proses kesimpulannya bahwa pemilihan jenis obat di IFRS ini dilakukan oleh PFT rumah sakit dan atas kebijakan kepala instalasi farmasi. Selain itu perhitungan jumlah obat yang akan dipesan tidak melihat secara rinci jumlah kunjungan dan frekuensi penyakit serta tidak menggunakan standar


(4)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemilihan jenis obat di rumah sakit ini terdiri atas 30% obat generik, 60% obat menengah dan 10% obat paten, keadaan ini membantu dalam mengefisiensikan anggaran dana yang ada.

3. Untuk komponen output, kesimpulannya adalah bahwa dari data yang diperoleh tidak sedikit jumlah obat yang tersisa pada akhir tahun 2008 dan resep yang beberapa obat didalamnya tidak dapat langsung dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena adanya ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan obat.

6.2 Saran

1. Untuk komponen input peniliti menyarankan agar tenaga kerja di IFRS Tembakau Deli mengikuti pelatihan tentang computerize obat-obatan. Selain itu peneliti juga menyarankan kepada pihak rumah sakit untuk membuat prosedur perencanaan obat secara tertulis guna memudahkan pekerjaan di IFRS Tembakau Deli.

2. Untuk perhitungan jumlah obat peniliti menyarankan agar pihak IFRS Tembakau Deli menggunakan data jumlah kunjungan pasien, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang sebagai dasar dalam perhitungan jumlah obatnya sehingga perhitungan kebutuhan obat dapat mendekati kebutuhan sebenarnya.

3. Peneliti menyarankan kepada peniliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut tentang prosedur perencanaan obat dan perhitungan jumlah obat di instalasi farmasi di RSU Tembakau Deli ini.


(5)

DAFTAR RUJUKAN

1. Djuliana Hardiah, Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. Dampak Desentralisai Terhadap Pengadaan Obat Di Kabupaten Bantul. KMPK UGM 2006; No. 5.

2. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman perencanaan dan pengelolaan obat. Jakarta 1990: 1-3, 12-30.

3. Departemen Kesehatan RI. Keputusan menteri kesehatan RI, no. 1197/MENKES/SK/X/2004, tentang : standar pelayanan farmasi di rumah sakit. 19

Oktober 2004.

4. Suciati S dan Adisasmita WBB. Analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis di instalasi farmasi. J Manajemen Pelayanan Kesehatan 2006; 9(1): 19.

5. Siregar CJP. Farmasi rumah sakit: teori & penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2003: 37, 48, 54-55, 325-326.

6. Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Jakarta 2003: 10.

7. Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Jakarta 2002: 14-16.

8. Astuti Y. Penentuan obat fast moving melalui analisa ABC. J Persi 2003; Vol 3: 39. 9. Anief M. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995: 12,


(6)

10.PT. Perkebunan Nusantara (Persero). Profil rumah sakit Tembakau Deli. Medan 2008: 2, 6, 7.

11.Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996:182.

12.Yusmainita. Pemberdayaan instalasi farmasi rumah sakit pemerintah (bagian II).

13.Darmansjah Iwan. Petunjuk Praktis Pengobatan Rasional. 6 Februari 2001.

14.Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2005: 36-50, 88, 140, 185, 189.