Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Bentuk Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS DAN PUPUK KANDANG

DALAM BENTUK BIASA DAN BRIKET TERHADAP

PERTUMBUHAN SUKUN (Artocarpus communis Forst)

PADA LAHAN MARGINAL

SKRIPSI

Oleh:

FEHNI AL ASY’ARY HRP

071202019

BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Bentuk Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal

Nama : Fehni Al asy’ary Harahap NIM : 071202019

Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph.D Ketua Departemen Kehutanan


(3)

ABSTRAK

FEHNI AL ASY’ARY: Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang

dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor internal (sel) dan eksternal (salah satunya adalah air). Kekurangan air mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman khususnya pada lahan kering yang identik dengan kurangnya air. Salah satu media yang dapat menyimpan air adalah pupuk organik dan salah satu bentuk modifikasi pupuk organik agar dapat lebih tahan lama dalam menyimpan air yaitu dengan pemadatan (briket). Metode ini diharapkan mampu menahan air dan mensuplainya ke tanaman dalam waktu yang lebih lama serta menjadikan lebih efisien. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh pemberian pupuk kompos dan pupuk kandang yang diaplikasi dalam bentuk biasa dan briket terhadap pertumbuhan sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun bibit. Rata rata pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi adalah P11 (pupuk kompos briket 1 kg) sebesar 8.67 cm dan rata rata pertambahan tinggi bibit sukun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 3.33 cm. Rata rata pertambahan diameter bibit sukun terbesar P11 (pupuk kompos briket) sebesar 0.21 cm dan rata rata terendah yaitu P0 (kontrol) sebesar 0 cm. Rata rata pengamatan jumlah daun bibit sukun terbesar adalah P6 (pupuk kandang briket 1.5 kg) dan P8 (pupuk kompos biasa 1 kg) sebesar 5.33, serta rata rata pengamatan jumlah daun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 1.33.

Kata kunci : Pupuk organik, Pupuk Briket, Sukun (Artocarpus communis Forst),


(4)

ABSTRACT

FEHNI AL ASY’ARY: Effect of Compost and dung in the form of Ordinary and Briquettes Against Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst). Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI

Plant growth is the result of a complex interaction between internal factors (cell) and external (one of which is water). Water shortages will lead to atrophy due to disruption of physiological and morphological activity, especially in dry land crops are loaded with the lack of water. One of media that can store water is fertilization, ie organic fertilizer and one modified form of organic fertilizer to be more durable in storing water that is by compaction (briquettes). This method is expected to hold water and supply it to plants preformance longer time and make them more efficient. The purpose of this study to detect the influence of compost and manure are applied preformance and the usual form of briquettes on the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). The research was conducted in March through May 2011 in the village Hutaimbaru, Halongonan district, northern district of Padang Lawas using non-factorial randomized block design with 13 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application did not provide tangible effect on the growth of height, diameter and number of leaves of seedlings. Average high accretion is highest P11 breadfruit seeds (1 kg compost

briquettes) of 8.67 cm and average height increment breadfruit seedlings lowest P0 (control) is 3.33 cm. Average increase in diameter of the largest breadfruit

seedlings P11 (compost briquettes) is 0.21 cm and an average low of P0 (control)

of 0 cm. Average observation largest number of leaves of breadfruit seedlings is P6 (1.5 kg manure briquettes) and P8 (regular compost fertilizer 1 kg) of 5.33, and

the average number of observations of the lowest leaf is P0 (control) is 1.33..

Key words: Organic Fertilizer, Fertilizer Briquettes, Breadfruit (Artocarpus communis Forst), Water,


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 14 Maret 1989 dari Ayah Aswan Fahri Harahap dan Ibu Agustina Farida Lubis. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 112149 Rantau Selatan dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Muhammadiyah 35 Rantau Selatan dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 MATAULI Pandan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktik pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah Aras Napal, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 8 sampai 19 Juni 2009. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Garut Perum Perhutani unit III Jawa Barat pada tanggal 2 Januari sampai 2 Februari 2011. Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Maret sampai Mei 2011 di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan motifasi serta mendukung penulis dalam doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Komisi pembimbing Dr. Budi Utomo, SP. MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku anggota yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa kehutanan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis ... 6

Karakteristik Lahan Kritis ... 6

Rehabilitasi Lahan ... 7

Metode Rehabilitasi Lahan 1.Pupuk Kandang ... 9

2.Pupuk Kompos ... 9

Penggunaan Briket Pupuk ... 11

Fungsi Air Bagi Tanaman ... 11

Kebutuhan Air Suatu Tanaman ... 12

Hubungan Tanaman dan Air Tanah ... 13

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman... 14

Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman ... 16

Taksonomi Sukun ... 17

Karakteristik Sukun ... 17

Kegunaan Tanaman Sukun ... 18

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 21

Prosedur Penelitian 1.Penyiapan Bahan Tanaman ... 23

2.Pembuatan Briket Pupuk ... 23

3.Perhitungan Kadar Air ... 23

4.Aklimatisasi ... 24

5.Persiapan Lubang Tanam ... 24

6. Penanaman di Lapangan ... 24

7.Parameter Penelitian... 25


(8)

Diameter Bibit ... 25

Jumlah Daun... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Suhu dan Kelembaban ... 28

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (cm) ... 28

Pertambahan Diameter Bibit Sukun (cm) ... 31

Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun (helai) ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos... 10 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun

dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram...18 3. Data suhu dan kelembaban dari pengamatan 1 hingga pengamatan 6……... 27 4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)……….. 27 5. Data pertambahan diameter bibit sukun (cm)………. 31 6. Data pengamatan rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)……… 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta tipe iklim di Kabupaten Tapanuli Selatan………. 20

2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun……… 28

3. Rata-rata tinggi bibit sukun tiap pengamatan... 29

4. Rata-rata perbandingan tinggi antar perlakuan... 30

5. Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun... 31

6. Rata-rata diameter bibit sukun tiap pengamatan... 32

7. Rata-rata perbandingan diameter antar perlakuan... 33

8. Rata-rata jumlah daun bibit sukun... 34

9. Rata-rata jumlah daun bibit sukun tiap pengamatan... 35


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Penghitungan kadar air... 48

2. Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun... 49

3. Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun... 51

4. Data Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun... 53

5. Foto Pembuatan Briket Pupuk... 55


(12)

ABSTRAK

FEHNI AL ASY’ARY: Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang

dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor internal (sel) dan eksternal (salah satunya adalah air). Kekurangan air mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman khususnya pada lahan kering yang identik dengan kurangnya air. Salah satu media yang dapat menyimpan air adalah pupuk organik dan salah satu bentuk modifikasi pupuk organik agar dapat lebih tahan lama dalam menyimpan air yaitu dengan pemadatan (briket). Metode ini diharapkan mampu menahan air dan mensuplainya ke tanaman dalam waktu yang lebih lama serta menjadikan lebih efisien. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh pemberian pupuk kompos dan pupuk kandang yang diaplikasi dalam bentuk biasa dan briket terhadap pertumbuhan sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun bibit. Rata rata pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi adalah P11 (pupuk kompos briket 1 kg) sebesar 8.67 cm dan rata rata pertambahan tinggi bibit sukun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 3.33 cm. Rata rata pertambahan diameter bibit sukun terbesar P11 (pupuk kompos briket) sebesar 0.21 cm dan rata rata terendah yaitu P0 (kontrol) sebesar 0 cm. Rata rata pengamatan jumlah daun bibit sukun terbesar adalah P6 (pupuk kandang briket 1.5 kg) dan P8 (pupuk kompos biasa 1 kg) sebesar 5.33, serta rata rata pengamatan jumlah daun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 1.33.

Kata kunci : Pupuk organik, Pupuk Briket, Sukun (Artocarpus communis Forst),


(13)

ABSTRACT

FEHNI AL ASY’ARY: Effect of Compost and dung in the form of Ordinary and Briquettes Against Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst). Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI

Plant growth is the result of a complex interaction between internal factors (cell) and external (one of which is water). Water shortages will lead to atrophy due to disruption of physiological and morphological activity, especially in dry land crops are loaded with the lack of water. One of media that can store water is fertilization, ie organic fertilizer and one modified form of organic fertilizer to be more durable in storing water that is by compaction (briquettes). This method is expected to hold water and supply it to plants preformance longer time and make them more efficient. The purpose of this study to detect the influence of compost and manure are applied preformance and the usual form of briquettes on the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). The research was conducted in March through May 2011 in the village Hutaimbaru, Halongonan district, northern district of Padang Lawas using non-factorial randomized block design with 13 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application did not provide tangible effect on the growth of height, diameter and number of leaves of seedlings. Average high accretion is highest P11 breadfruit seeds (1 kg compost

briquettes) of 8.67 cm and average height increment breadfruit seedlings lowest P0 (control) is 3.33 cm. Average increase in diameter of the largest breadfruit

seedlings P11 (compost briquettes) is 0.21 cm and an average low of P0 (control)

of 0 cm. Average observation largest number of leaves of breadfruit seedlings is P6 (1.5 kg manure briquettes) and P8 (regular compost fertilizer 1 kg) of 5.33, and

the average number of observations of the lowest leaf is P0 (control) is 1.33..

Key words: Organic Fertilizer, Fertilizer Briquettes, Breadfruit (Artocarpus communis Forst), Water,


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya alam yang berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang, namun kenyataanya saat sekarang ini kondisi tersebut telah banyak mengalami perubahan ke arah yang cenderung negatif. Sumberdaya lahan yang notabene merupakan pusat dari aktifitas manusia merupakan salah satu sumberdaya yang telah dan terus mengalami kondisi tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjen RLPS, luas lahan kritis dan sangat kritis di Indonesia pada tahun 1999/2000 yaitu seluas 23.242.881 dimana 35 % berada dalam kawasan hutan, dan 65% berada di luar kawasan hutan. Sedangkan upaya rehabilitasi lahan kritis dari tahun 1999 s/d 2002 yaitu seluas 1.700.861 ha namun yang terealisasi hanya seluas 701.944 ha.

Penurunan kualitas maupun kuantitas sumber daya hutan di Indonesia akhir-akhir ini telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Penebangan dan penggarapan kawasan hutan dengan tanpa terkendali di hampir semua wilayah telah memusnahkan sebagian besar pepohonan dan flora lain yang kehidupannya (tempat dan sumber energinya) bergantung kepada keberadaan hutan sebagai suatu ekosistem yang stabil. Jumlah hutan yang semakin sedikit jelas mengakibatkan sumber daya alam hayati di dalamnya berkurang. Selain itu, degradasi sumber daya hutan telah berdampak buruk pada lingkungan secara makro. Keadaan iklim yang tidak menentu menyebabkan cuaca sulit untuk ditebak sehingga musibah kekeringan akibat kemarau panjang atau banjir dan tanah


(15)

longsor akibat curah hujan yang tidak dapat ditampung secara maksimal oleh hutan (Rauf, 2009).

Dampak buruk pada lingkungan secara makro tersebut menyebabkan lahan menjadi tandus (kurang subur). Tidak adanya vegetasi pada lahan juga menyebabkan daya serap tanah terhadap air menjadi rendah, sehingga hanya sedikit jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada kondisi kritis tersebut. Hal ini juga menyebabkan banyak areal lahan yang tidak produktif sehingga menurunnya hasil pertanian pada areal tersebut yang secara tidak langsung berdampak buruk pada nilai ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat, sebab terjadi ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan sumber pangan masyarakat dari hasil pertanian yang semakin besar dengan jumlah ketersediaan produksi pangan yang semakin menurun.

Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan upaya rehabilitasi lahan kritis. Rehabilitasi lahan kritis ini dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, sehingga lahan dapat berfungsi kembali secara optimal dan dapat berimplikasi terhadap pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan, dan kelestarian daya dukung lingkungan berdasarkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial.

Salah satu metode digunakan untuk merehabilitasi lahan yaitu dengan pemupukan, pupuk merupakan suatu zat berupa unsur hara yang ditambahkan ke dalam tanah yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kesuburan tanah, terlebih pada kondisi lahan marginal, pemberian pupuk merupakan salah satu cara untuk mengembalikan lahan agar dapat berfungsi kembali. Menurut Kusuma dkk. (2006) pemberian pupuk organik pada lahan-lahan marginal, selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman juga


(16)

merupakan salah satu komponen budidaya yang ramah lingkungan. Pupuk organik, baik pupuk kandang maupun kompos dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan kondisi kehidupan biologi dalam tanah, mengandung zat makanan bagi tanaman serta mampu membantu tanaman untuk menaikkan daya serap tanah terhadap air, dimana air merupakan komponen penting dan sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan pertumbuhan melalui proses fotosintesis. Air diserap tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian diangkut melalui pembuluh xylem (Lakitan, 1996).

Cara umum yang biasa digunakan dalam proses pemupukan yaitu dengan aplikasi secara langsung, namun ada juga yang melakukannya dengan pemadatan (briket) terlebih dahulu sehingga akan terbentuk pupuk. Pemadatan dimaksudkan agar tampilan lebih efisien tanpa mengurangi fungsi dari pupuk tersebut.

Hal lain yang penting dalam usaha rehabilitasi lahan selain metode pemanfaatan lahan yang digunakan yang tidak kalah perannya adalah pemilihan jenis tanaman. Jenis pohon yang ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis harus memiliki nilai adaptasi yang tinggi, tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini sukun (Artocarpus communis) merupakan salah satu jenis tanaman yang cocok ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis. Selain itu, sukun juga merupakan jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai alternatif penggganti bahan makanan yang dapat memberikan solusi terhadap kondisi pangan yang saat ini sedang menjadi permasalahan yang banyak mengundang perhatian. Menurut Hendalastuti dan Rojidin (2006) dalam bidang kehutanan sukun merupakan salah satu jenis pohon


(17)

yang dipilih dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan.

Sukun termasuk tanaman yang kompleks, jika dilihat dari sifat kayu sukun merupakan jenis tanaman yang memiliki kualitas kayu yang baik, secara ekologi sifat sukun tergolong tanaman yang mudah tumbuh baik pada kondisi basah namun dapat pula tumbuh pada kondisi yang kurang air (lahan kering). Menurut Koswara (2006) sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk merehabilitasi lahan pada suatu areal yang curah hujannya sedikit dilakukan dengan pemupukan yang dapat menahan air sehingga lebih tahan tehadap situasi kekeringan serta sukun yang notabene merupakan tumbuhan yang mampu hidup pada kondisi kering sehingga akan di peroleh suatu kondisi yang efektif terhadap pemberian pupuk dalam upaya rehabilitasi lahan kritis terutama pada kondisi kekeringan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pupuk kandang dan pupuk kompos secara biasa dan briket yang terbaik dalam menahan air dan mensuplai unsur hara terhadap tanaman sukun (Artocarpus communis Forst).


(18)

Hipotesis Penelitian

Pemberian pupuk kandang dan pupuk kompos dengan berbagai dosis melalui cara biasa dan dengan cara briket berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan rehabilitasi lahan kritis dengan penerapan pupuk yang efesien terhadap pertumbuhan tanaman serta mengetahui tentang berapa lama tingkat toleransi (daya hidup) dan pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap beberapa dosis pemupukan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Lahan Kritis

Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau yang diharapkan. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan.

Luas lahan kritis di Indonesia berdasarkan data Direktorat PDAS, Ditjen RLPS (2006), berupa lahan kritis (agak kritis, kritis dan sangat kritis) adalah seluas 77.806.880,78 Ha, sedangkan yang prioritas untuk ditangani adalah lahan dalam kategori sangat kritis dan sangat kritis seluas 30.196.799,92 Ha. Sedangakn untuk wilayah Sumatera Utara luas lahan kritis berdasarkan data (Dephut, 2007) yaitu seluas 6.745.587,5 ha sedangakan untuk lahan sangat kritis seluas 19.002.250,3 ha.

Karakteristik Lahan Kritis

Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal. Terdapat tiga permasalahan utama


(20)

pengusahaan lahan kering, yaitu: 1) erosi (terutama bila lahan miring dan tidak tertutup vegetasi secara rapat), 2) kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai akibat dari proses erosi yang berlanjut) dan 3) ketersediaan air (sangat terbatas karena tergantung dari curah hujan). Aspek lainnya adalah makin menurunnya produktifitas lahan sehingga berpengaruh terhadap vegetasi yang berada pada ruang lingkupnya. Ciri utama lahan kritis ialah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut. Masalah utama yang dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara.

Rehabilitasi Lahan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Dephut (2006), adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.


(21)

Pada prinsip penerapannya upaya pemulihan lahan telah banyak dilakukan dengan variasi metode, baik secara vegetatif, mekanis maupun konvensional yang kesemuanya bermuara pada tujuan yang sama yaitu agar lahan tersebut dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Salah satu cara untuk memulihkan fungsi lahan agar berfungsi kembali yaitu dengan pemberian bahan organik (pemupukan), cara ini berkaitan dengan peningkatan kesuburan tanah melalui kandungan unsur hara yang diketahui sangat penting terhadap proses pertumbuhan tanaman.

Menurut Syukur dan Harsono (2008), fungsi penting bahan organik antara lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, dan asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, meningkatkan KPK dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral, dan energi bagi organisme. Keuntungan pupuk NPK antara lain nutrisi tinggi, mengandung unsur kompleks, sesuai pada tanah marginal, dan dapat bersifat slow release. Stockdale dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan. Sumber hara yang juga diperkenankan dalam sistem pertanian organik adalah bahan galian tambang berupa kapur, batuan fosfat, bio-super (campuran batuan dan mikroorganisme yang membantu proses pelapukan dan pelepasan hara).


(22)

Metode Rehabilitasi Lahan dengan Bahan Organik 1. Pupuk Kandang

Sebagian besar masyarakat umumnya mengartikan pupuk kandang adalah hasil akhir pembuangan (kotoran) hewan dan telah banyak diaplikasikannya dalam kegiatan bercocok tanam. Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah.

Menurut Arsyad (1989) menyatakan bahwa bahan organik yang telah lapuk mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Sementara Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90% dari berat totalnya.

Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

2. Pupuk Kompos

Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Bahan – bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang telah gugur, air kencing hewan, dan sampah dapur. Menurut Sutejo (2004),


(23)

pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Pada tanah pasiran, pemberian kompos dapat meningkatkan daya ikat partikel tanah. Sedangkan pada tanah yang berat dapat mengurangi ikatan partikel tanah sehingga strukturnya menjadi remah. Kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu, kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui proses peningkatan humus.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos

Unsur Hara Jumlah

Nitrogen (N) 1,33 %

Fosfor 0,85%

Kalium 0,36%

Zat Besi 2,1%

Seng 28,5 ppm

Timah 575 ppm

Tembaga 65 ppm

Kadmium 5 ppm

Kalsium 5,61 %

pH 7,2

Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi (2005) dalam Suhut dan Salundik ( 2006)

Penggunaan Briket Pupuk

Salah satu bentuk aplikasi pupuk selain dengan penggunaan secara langsung ialah dengan metode pemadatan (briket). Penggunaan pupuk briket pada lahan yang marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanahnya, serta dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Menurut Herawady (2004),


(24)

pemberian briket kompos serta air dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta mampu menyimpan air jika dicampurkan ke dalam media tumbuh. Sementara menurut Annafi (2004), briket orgaik (kompos dan kandang) selain dapat digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif pemberian kompos terhadap tanah dan tanaman, jika di digunakan pada lahan lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air.

Fungsi Air Bagi Tanaman

Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan permukaan (Gardner dkk., 1991).

Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti:

1. Sebagai komponen sel terbesar

2. Pelarut unsur hara dan media transportasi 3. Media yang baik untuk reaksi biokimia

4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis

5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun 6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan


(25)

8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air, misalnya pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stomata dan bunga mekar. 9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan

10.Menstabilkan suhu

11.Penting dalam proses evolisi, baik tumbuhan di daerah kering (xerofit), sedang (mesofit) dan lembab (hidrofit).

(Gardner dkk., 1991).

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Sumarno, 2004).

Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner dkk., 1991).

Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat dihitung kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).


(26)

Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008).

Hubungan Tanaman dan Air Tanah

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90% dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jenis spesies tumbuhan tersebut (Fitter dan Hay, 1981).

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser


(27)

ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air tersedia (Hakim dkk., 1986).

Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri fisiologis yang dapat menghindari atau menunda tingkatan pengeringan (desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman

Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman antara lain:

a. Pembelahan dan pembesaran sel

Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3 menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contohnya seperti perluasan daun).


(28)

b. Perangkat fotosintesis

Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun.

c. Sistem reproduksi

Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan, pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji.

d. Layu dan menggulungnya daun

Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis.

Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000).

Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara dalam tanaman yang sedang tumbuh dengan berbagai suplai air adalah konstan,


(29)

padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi berkurang. Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam (Haryati, 2000).

Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman

Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi.

Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup : (1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2) meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Herawady, 2004).

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut evapotranspirasi.

Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah sehingga air dapat tinggal lebih lama di dalam tanah.


(30)

Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam asam yang membantu pertumbuhan. Asam-asam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman ( Herawady, 2004).

Taksonomi Sukun

Sukun (A. communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter (Dephut, 1998).

Taksonomi tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivision : Angiospermae Class : Dicotyledonae Subclass : Hamamelidae Ordo : Urticales Family : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst (Dephut, 1998).


(31)

Karakteristik Sukun

Tanaman sukun memiliki kulit kayu berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1998).

Syarat Tumbuh Sukun

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 1800 – 2250 mm per tahun dengan kelembaban 60% – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh lebih baik di tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C (Irwanto, 2006).

Kegunaan Tanaman Sukun

Kegunaan dari tanaman sukun adalah sebagai berikut:

1. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan makananan pokok (cadangan pangan).


(32)

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram

Jenis Bahan Pangan

Energi (Kal)

Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

Tepung sukun 302 3,6 0,8 78,9

Buah Sukun tua

108 1,3 0,3 28,2

Beras 360 6,8 0,7 78,9

Jagung 129 4,1 1,3 30,3

Ubi Kayu 146 1,2 0,3 34,7

Ubi Jalar 123 1,8 0,7 27,9

Kentang 83 2,0 0,1 19,1

2. Bunganya dapat diramu sebagai obat. Bunganya juga dapat menyembuhkan sakit gigi.

3. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan dapat juga diramu sebagai obat, yaitu menurunkan tekanan darah.

4. Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan peralatan rumah tangga lainnya. Serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman muda dan ranting dapat digunakan sebagai material serat pakaian.

(Irwanto, 2006).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Padang Lawas Utara adalah salah satu

kabupaten ini adalah2 dan memiliki 9

kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Halongonan tepatnya desa Hutaimbaru yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang Lawas Utara yang sebagian besar masih berupa lahan kritis yang tersebar pada


(33)

berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002).

Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan 0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai bergelombang dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya sebagian besar adalah ultisol. Berdasarkan curah hujan pada tahun 1994 hingga 2000 memperlihatkan bahwa curah hujan tahunan berkisar 1077 mm hingga 3400 mm dengan bulan basah mulai dari September hingga mei. Menurut klasifikasi Oldmen, daerah ini termasuk beriklim tipe C1 yaitu jumlah bulan basah (>200 mm) adalah 4-5 bulan dan jumlah bulan kering (>100 mm) adalah 7-8 bulan. (Pramono, 2002).

Gambar 1. Peta Tipe Iklim Di Kabupaten Tapanuli Selatan (lokasi penelitian adalah bagian peta yang diarsir lebih tebal)


(34)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei 2011. Penelitian ini dilaksanakan di desa Hutaimbaru, kecamatan Halongonan, kabupaten Padang Lawas Utara, serta perhitungan kadar air pupuk di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, jangka sorong, penggaris, pita ukur, alat tulis, pisau cutter, timbangan, cetakan kempa, ember, panic, kompor, mug, oven , digital thermo-hygro meter dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sukun (A. communis Forst) umur 3 bulan, label, kompos, pupuk kandang, tepung kanji, dan air.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) nonfaktorial dengan perlakuan yakni:

Dosis : P0 = 0 kg (Kontrol)

P1 = 0,5 kg (Pupuk Kandang) P2 = 1 kg (Pupuk Kandang) P3 = 1,5 kg (Pupuk Kandang)

P4 = 0,5 kg (Kompos) P5 = 1 kg (Kompos) P6 = 1,5 kg (Kompos)


(35)

P7 = 0,5 kg (Briket Pupuk Kandang) P8 = 1 kg (Briket Pupuk Kandang) P9 = 1,5 kg (Briket Pupuk Kandang) P10 = 0,5 kg (Briket Kompos) P11 = 1 kg (Briket Kompos) P12 = 1,5 kg (Briket Kompos)

Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sehingga didapat jumlah bibit sukun sebanyak 78 bibit.

Model linear rancangan acak kelompok non faktorial yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yij= µ + τi+ βj+ Єij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan pemberian pupuk ke-i

µ = Nilai rataan

τi = Pengaruh pemberian pupuk ke-i

βj = Pengaruh ulangan (kelompok) ke-j

Єij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan pemberian pupuk ke-i

Apabila Anova berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan

berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) (Gomez dan Gomez, 1995).


(36)

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Bahan Tanaman

Bibit tanaman sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari peangkar bibit tanaman sukun cv. Pati nutseri yang berada di daerah Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Bibit sukun ini merupakan hasil perbanyakan vegetatif stek akar. Bibit yang dibawa merupakan bibit yang telah diseleksi sehingga memiliki umur yang seragam (umur 3 bulan) dan memiliki kesehatan serta keadaan fisik bibit yang sama baiknya.

2. Pembuatan Briket Pupuk

Proses awal pembuatan briket ialah pemasakan tepung kanji yang dijadikan sebagai perekat, kanji dimasukkan dalam panci kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 7, setelah terbentuk perekat, pupuk kandang dan kompos yang akan dijadikan briket diambil dan dicampur dengan perekat dengan perbandingan 7 : 1, kemudian diaduk hingga merata. Setelah itu, pupuk yang telah diaduk dilakukan proses penyetakan, kemudian dilakukan pengempaan yang bertujuan untuk memperkuat rekatan antara pupuk dan bahan perekat. Tahap akhir pembuatan pupuk briket ini yaitu pengeringan alami di bawah sinar matahari hingga pupuk benar benar kering.

3. Perhitungan Kadar Air

Pupuk organik dalm bentuk biasa dan briket di hitung kadar airnya dengan menggunakan rumus :

KA = Berat awal – Berat oven / Berat awal x 100%

Dimana pupuk ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050 C tekanan atmosfer sampai suhu konstan (Marsall, 1988).


(37)

4. Aklimatisasi

Aklimatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari kemudian disiram dengan perlakuan normal. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih satu minggu dan setelah itu dipindahkan ke lapangan untuk selanjutnya melakukan kegiatan penelitian.

5. Persiapan Lubang Tanam

Sebelum melakukan kegiatan penanaman, terlebih dahulu melukukan pembuatan lubang tanman. Lubang tanam digali dengan ukuran 30 x 30 cm dan kedalaman 30 cm. Penanamn dilakukan dengan pembuatan jalur, dimana setiap jalur terdapat dua lobang tanamam yang akan digunakan.

6. Penanaman di Lapangan

Kegiatan di lapangam meliputi penanaman bibit sukun (A. communis) dengan sistem jalur dan tiga kali pengulangan, dimana setiap jalur ditanam sebanyak dua bibit, hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah kemungkinan terjadinya eror lapangan. Bibit ditanaman sesuai dengan perlakuan masing masing yaitu baris 1 tanpa perlakuan (kontrol), baris 2 pupuk kandang 0.5 kg, baris 3 pupuk kandang 1 kg, baris 4 pupuk kandang 1.5 kg, baris 5 briket kandang 0.5 kg, baris 6 briket kandang 1 kg, baris 7 briket kandang 1.5, baris 8 pupuk komos 0.5 kg, baris 9 pupuk kompos 1 kg, baris 10 pupuk kompos 1.5 kg, baris 11 briket kompos 0.5 kg, baris 12 briket kompos 1 kg, baris 13 briket kompos 1.5 kg.

Briket yang akan digunakan terlebih dahulu direndam selama kurang lebih 30 menit agar pupuk mengandung air yang nantinya akan difungsikan ke


(38)

bibit yang ditanam. Setelah ditanam, bibit disiram selama 1 minggu pagi dan sore, hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko stress bibit serta berkaitan dengan proses adaptasi terhadap lingkungan. rumah kaca meliputi penerapan perlakuan yang telah ditentukan pada masing-masing satuan percobaan yaitu penyiraman.

7. Parameter Penelitian

Pengamatan terhadap parameter dilakukan setiap dua minggu sekali selama 3 bulan, dimana parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tinggi Bibit

Pengambilan data parameter tinggi tanaman dilakukan sejak hari pertama mulai penelitian. Pengukuran ini menggunakan pita ukur dan penggaris. Pengukuran tinggi yang dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan tunas, dan pada titik tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan menghindari kesalahan pengukuran.

Diameter Bibit

Pengambilan data diameter dilakukan dua minggu sekali, dimana pengukuran tersebut dilakukan sejak hari pertama mulai penelitian. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter yang dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan tunas, dan pada titik tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan menghindari kesalahan pengukuran.


(39)

Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun juga dimulai pada hari pertama penelitian. Kemudian perhitungan berikutnya dilakukan pada akhir penelitian. Daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempura.


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Suhu dan Kelembaban

Hasil pengamatan lapangan diperoleh data suhu dan kelembaban sebagai berikut:

Tabel 3. Data suhu dan kelembaban dari pengamatan 1 hingga pengamatan 6

Pengamatan Total Rata-rata

1 2 3 4 5 6

Suhu ( 0C) 40 35 37 44.7 46.8 48.3 251.8 42 Kelembaban

(%)

39 42 38 37 36 35 227 38

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (cm)

Tinggi merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan bibit. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan tinggi bibit

sukun (cm)

Kontrol 3.33a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 5.33 a

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 5.67 a

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 7.00 a

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 6.00 a

Pupuk Kandang Briket 1 kg 6.67 a

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 6.33 a

Kompos Biasa 0.5 kg 7.67 a

Kompos Biasa 1 kg 6.67 a

Kompos Biasa 1.5 kg 7.33 a

Kompos Briket 0.5 kg 7.33 a

Kompos Briket 1 kg 6.33 a

Kompos Briket 1.5 kg 5.00 a

Total 80.66

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf, kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.


(41)

Gambar 2. Rata-rata Pertambahan Tinggi Bibit Sukun Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan tertinggi adalah perlakuan P7 yaitu 7.67 cm, sedangkan rata rata pertambahan tinggi yang paling rendah adalah perlakuan P0 yaitu 3.33 cm. Berikut grafik rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun tiap pengamatan:


(42)

Gambar 3. Rata-Rata Tinggi Bibit Sukun Tiap Pengamatan Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 3, seluruh bibit memperlihatkan pertambahan tinggi hingga akhir pengamatan. Setiap perlakuan hanya menunjukkan pertambahan tinggi rata rata 1-3 cm pada tiap minggu pengamatan. Laju pertambahan tinggi bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P7 kemudian P10 dan P9, sedangkan laju pertambahan tinggi bibit yang rendah adalah P0.

Jika dilihat rata-rata pertumbuhan antar perlakuan, menunjukkan bahwa pemberian dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap


(43)

pertumbuhan bibit dibandingkan dengan cara biasa, namun seluruh perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 4. Rata-rata perbandingan tinggi bibit sukun antar perlakuan

Dari Gambar 4 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi terbaik adalah pupuk kompos biasa yaitu 7.67 cm, sedangkan pupuk kompos briket adalah 7.00 cm. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan pupuk kandang, dimana nilai rata-rata pertumbuhan tinggi bibit dengan pupuk kandang biasa lebih baik yaitu 6.00 cm dibandingkan perlakuan pupuk kandang briket yaitu 4.78 cm.

Pertambahan Diameter Bibit Sukun (cm)

Hasil pengamatan rata-rata pertambahan diameter bibit sukun disajikan dalam tabel berikut :


(44)

Tabel 5. Data pertambahan diameter bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan diameter bibit

sukun (cm)

Kontrol 0.000a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 0.157ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 0.137ab

Kompos Biasa 0.5 kg 0.127ab

Kompos Biasa 1 kg 0.203ab

Kompos Biasa 1.5 kg 0.120ab

Kompos Briket 0.5 kg 0.153ab

Kompos Briket 1 kg 0.287b

Kompos Briket 1.5 kg 0.210b

Total 1.802

Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun juga disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut :


(45)

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 5 di atas menunjukkan perbedaan tingkat pertambahan diameter pada masing-masing perlakuan. Nilai pertambahan diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai terendah yaitu kontrol sebesar 0 cm yang berarti tidak mengalami pertambahan diameter. Berikut Gambar rata- rata pertambahan diameter setiap pengamatan :


(46)

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa laju pertambahan diameter bibit sukun tiap pengamatan berbeda beda. Rentang pertumbuhan diameter setiap pengamatan berkisar antara 0.01 cm – 0.22 cm. Laju pertambahan diameter bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P11 kemudian P8 lalu P2, sedangkan laju pertambahan diameter bibit yang rendah adalah P0 dimana tidak terjadi pertambahan diameter.

Berikut ini nilai rata-rata pertambahan diameter bibit sukun antar perlakuan:


(47)

Dari Gambar 7 tersebut menunjukkan perbedaan nilai rata-rata antar perlakuan, dimana nilai terbesar adalah pada perlakuan pupuk kompos briket yaitu 0.17 cm dibandingkan dengan pupuk kompos biasa sebesar 0.15 cm. Hal ini memang terlihat nyata jika dilihat secara grafis, namun berdasarkan pengolahan analisis data bahwa pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun.

Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan rata rata jumlah daun disajikan dalam tabel berikut : Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)

Perlakuan Rata-rata pengamatan rata-rata

jumlah daun bibit sukun (helai)

Kontrol 1.33a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 3.33ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3.67 ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 5.33b

Kompos Biasa 0.5 kg 4.67 b

Kompos Biasa 1 kg 5.33 b

Kompos Biasa 1.5 kg 4.67 b

Kompos Briket 0.5 kg 4.00ab

Kompos Briket 1 kg 4.33b

Kompos Briket 1.5 kg 4.00ab

Total 51.99

Hasil pengamatan jumlah daun bibit sukun juga disajikan dalam bentuk gambar. Berikut gambar pengamatan jumlah daun bibit sukun :


(48)

Gam bar 8. Rata-rata jumlah daun bibit sukun

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 8 di atas dapat dilihat rata-rata jumlah daun menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai rata-rata jumlah daun tertinggi adalah P6 dan P8 yaitu 5.33 sedangkan nilai rata rata terendah ialah P0 (kontrol) yaitu 1.33.


(49)

Gambar 9. Rata-rata jumlah daun bibit sukun tiap pengamatan

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 9 di atas, menunjukkan bahwa rata rata jumlah daun bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada pengamatan ke 5 seluruh perlakuan menunjukkan grafik yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan ke 5 yaitu 46.8 0C dan kelembaban 36% .


(50)

Berikut gambar perbandingan rata rata jumlah daun antar perlakuan :

Gambar 10. Rata-rata perbandingan jumlah daun antar perlakuan

Berdasarkan gambar 10 di atas menunjukkan nilai rata-rata jumlah antar perlakuan terbesar adalah pupuk kompos biasa sebesar 4.89 dan yang terendah adalah tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 1.33. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan memberi pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Akan tetapi pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata jika dibandingkan dengan pemberian pupuk cara biasa.

Pembahasan

Berdasarkan beberapa paramater yang diamati, menunjukkan nilai tertinggi dari parameter tinggi bibit adalah pupuk kompos biasa 0.5 kg (P7) yaitu 7.67 cm, sedangkan pupuk kompos 0.5 kg dengan cara briket (P10) adalah 7.33 cm. Hal serupa juga terjadi pada pupuk kandang dimana nilai rata pertumbuhan pupuk kandang dengan cara biasa 1.5 kg (P3) lebih baik yaitu 7.00 cm dibanding dengan pupuk kandang 1.5 kg (P6) dengan cara briket yaitu 6.33 cm. Data ini


(51)

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan cara briket tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun dibandingkan pemberian dengan cara biasa. Hal ini terjadi karena orientasi dari proses pembriketan pupuk tersebut adalah nilai jumlah sedangkan dalam proses pembuatan briket faktor yang dititikberatkan adalah kerapatan, dimana kerapatan sangat dipengaruhi oleh berat benda dengan volume benda tersebut, sehingga pengaruh terhadap pengaplikasiannya juga akan sangat berpengaruh. Selain faktor kerapatan, pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun didukung pula oleh faktor pengaruh tekanan yang berdampak pada kebaradaan pori pupuk briket. Proses pembuatan pupuk briket dengan metode konvensional memberikan perbedaan yang signifikan terhadap proses teknis serta sifat fisik briket. Dengan tekanan yang terlalu besar mengakibatkan briket mengalami tekanan yang besar pula sehingga pori pori pada briket yang berfungsi sebagai saluran suplai air menjadi kecil, akibatnya proses suplai air ke tanaman menjadi terhambat.

Nilai pertambahan diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai terendah yaitu kontrol yang tidak mengalami pertambahan diameter. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang ekstrim dengan suhu yang lebih dari 400 C mengakibatkan tumbuhan cepat kehilangan air sehingga pertumbuhan menjadi tetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2006) bahwa tanaman sukun tumbuh lebih baik di tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C.

Lahan tempat dilakukannya penelitian ini adalah lahan marginal atau lahan kritis dimana kondisi lingkungan berada dalam cengkraman kekeringan. Hal ini


(52)

sangat mendominasi dalam mempengaruhi proses pertumbuhan sehingga proses pertumbuhan begitu lambat. Dapat dilihat dari data bahwa pertambahan diameter bibit sukun hanya berkisar 0.01-0.22 cm. Pernyataan ini sesuai dengan Dephut (2006) salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal.

Pengamatan rata rata jumlah daun tertinggi yaitu P6 dan P8 yaitu 5.33 sedangkan nilai rata rata terendah ialah kontrol yaitu 1.33. Daun merupakan aspek penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan zat yang dibutuhkan tumbuhan dalam proses pertumbuhan, sementara sinar matahari juga merupakan komponen penting dalam proses fotosintesis yang didukung pula oleh keberadaan air. Intensitas cahaya yang sedikit tidak memberikan dampak optimal terhadap proses fotosintesis, namun intensitas cahaya yang terlalu besar juga tidak baik dalam proses fotosintesis karena akan dapat merusak pigmen-pigmen daun. Kondisi di lapangan ditemukan fakta bahwa temperatur yang tinggi serta ketersediaan air tidak mendukung sehingga mengakibatkan laju fotosintesis menjadi lambat. Pada kontrol, rata rata pertambahan jumlah daun hanya 1.33, paling rendah diantara perlakuan yang lai. Hal ini disebabkan oleh faktor ketersedian air yang merupakan asapek penting dalam proses fotosintesis, sementara pada perlakuan P6 hingga P8 memperoleh rata rata pertambahan jumlah daun yang lebih baik akibat pengaruh pupuk yang berfungsi sebagai media


(53)

penyimpan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1981), kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati

Pengamatan jumlah daun bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada pengamatan ke 5 seluruh perlakuan menunjukkan grafik yang codong menurun. Hal ini diakibatkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan ke 5 yaitu 46.8 0C dan kelembaban 36% . Hal ini mengakibatkan pigmen daun banyak yang rusak dan akhirnya menggugurkan daun sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Pernyataan di atas sesuai dengan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintesis.

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol, pupuk kandang biasa, pupuk kandang dengan cara briket, kompos biasa dan kompos dengan cara briket. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stockdale dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan.

Berdasarkan data rata-rata perbandingan antar perlakuan, dari parameter tinggi diperoleh nilai rat-rata perlakuan yang terbaik adalah pupuk kompos biasa


(54)

7.67 cm, lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos briket sebesar 7.00 cm, sedangkan pupuk kandang biasa juga lebih tinggi daripada pupuk kandang briket yaitu masing-masing sebesar 6.00 cm dan 4.78 cm. Dari data penambahan diameter diperoleh bahwa nilai rata-rata pertambahan diameter bibit tanpa perlakuan sebesar 0 cm, pupuk kandang biasa sebesar 0.12, dimana lebih tinggi dari pupuk kandang briket sebesar 0.10 cm. Namun, kompos briket lebih besar penambahan diameter dibanding dengan kompos biasa yaitu masing-masing sebesar 0.17 cm dan 0.15 cm. Dari data perbandingan jumlah daun antar perlakuan diketahui bahwa pupuk kandang biasa dan pupuk kandang briket memiliki nilai rata-rata yang sama yaitu 3.55, sedangkan pupuk dan kompos biasa lebih tinggi dibandingkan pemberiaan pupuk dengan cara briket yaitu 4.89 dan 4.11. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan lebih baik daripada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan organik ke dalam tanah yang berfungsi sebagai media penyuplai air dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Sesuai dengan pernyataan Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90% dari berat totalnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Pernyataan di atas didukung pula oleh Sutejo (2004) kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas


(55)

mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu, kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui proses peningkatan humus.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian pupuk dengan cara briket tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, dan jumlah daun bibit sukun.

Saran

Setelah dilakukan evaluasi ternyata pengaruh tekanan serta kerapatan dalam proses pembuatan briket sangat diperlukan sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat diterapkan agar pemberian briket memberikan pengaruh nyta terhadap pertumbuhan tanaman.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Annafi, Z. 2004. Pengaruh Waktu Penggunaan Briket Kompos Terhadap Sifat Fisika Tanah dan Pertumbuhan Jagung Manis Pada Pengolahan Minimum Latosol Sindang Barang. Skripsi. IPB. Bogor

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 1998. Buku Pedoman Kehutanan Indonesia. Jakarta

___________ . 2006. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Diakses dari

___________ . 2007. Luas Lahan Kritis di Sumatera Utara. Diakses dari ___________ . 2009. Lahan Kritis. Diakses dari

Kritis.Htm. (1/1/2011)

Direktorat Jendral RLPS. 2006. Ikhtisar lahan Kritis Akhir Pelita dan Rehabilitasi. Diakses dari http:www.google_Bab_3.PDF.htm (1/1/2011)

Fitter , A. H dan Hay. R. K. M. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Gardner, P. F. R., B. Pearce, dan R.L. Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian

Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsudin, dan J. S. Baharsyah. UI Press. Jakarta

Hakim, N., Nyapka, Y.M, Lubis, A.M, Nugroho, G. Saul, R. Diha, A. Hong, B.G. dan Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Haryati, S. S. 2000. Fisiologi Cekaman. EdisiRevisi. Jurusan Agronomis. Fakultas

Pertanian. IPB. Bogor

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Program Studi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian USU. Medan

Hendalastuti, H. dan A. Rojidin. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengolahan Buah Sukun Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan : 220-232


(58)

Herawady, E.K. 2004. Pengaruh Serbuk Briket Organik dan Pemberian Air Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah Latosol Merah (Oxic Dystrudept) Gunung Sindur, Evapotranspirasi, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactuta sativa). Skripsi. IPB. Bogor

Irwansyah. 2002. Efek Pemberian Bahan Organik Bokashi, Pupuk Kandang dan Kompos Pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea) Terhadap Sifat Fisik dan Mekanika Tanah (Skripsi). Bogor : Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Irwanto. 2006. Prespektif Silvika Dalam Keanekaragaman Hayati dan Silvikultur. Diakses dari http:www.irwanto.com. (1/1/2011)

Islami, T dan Utomo, W. H. 1995. Hubungan Tanah, Air danTanaman. IKIP Semarang Press. Semarang

Kusuma, I., Ansyarullah, Emmyzar, Y. Rubaya, Herman, dan Daswir. 2006. Pengaruh Pemupukan Terhadap Produksi dan Mutu Seraiwangi. Buletin Litro XVII (2) : 59-65

Koeswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. Diakses dari http:www.ebookpangan.com. (1/1/2011)

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Marshall, T. J., Holmes J. W. 1988. Soil physics. Second edition. New York : Press Syndicate of The University of Cambridge.

Musnamar, E.I. 2002. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan

Sinaga, S. 2008. Asam Abisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. 2010]

Stockdale, E.A., N. H. Lampkin, M. Hovi, R. Keatinge, E.K.M. Lennartsson, D.W. Macdonald, S. Padel, F. H. Tattersall, M. S. Wolfe, dan C. A. Watson. 2001. Agronomic and environmental implication of organic farming systems dalam Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Hijau Calopogonium mucunoides Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Panen Muda yang Dibudidayakan Secara Organik. Melati, M. dan Wisdiyastuti, A. 2005. Bul. Argon. (33) (2): 8-15

Sumarno. 2004. Pengelolaan Air Bagi Tanaman. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang


(59)

Sunarjono, H. H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta

Syukur, A. dan Harsono, E. S. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Tanah Pasir pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan (8) (2) : 138-145


(60)

(61)

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air

Dari hasil pengujian kadar air yang dilakukan terhadap pupuk yang digunakan diperoleh data sebagai berikut:

1. Pupuk Briket

Berat awal (kering udara) : 56.4 gr Berat Basah : 77.7 gr

Berat oven : 53.5 gr

KA 1 = (56.4 – 53.5)/56.4 x 100% = 5.14% KA 2 = (77.7 – 54.4)/77.7 x 100% = 29.9% Dimana dimensi dari pupuk briket adalah :

Panjang = 4 cm Lebar = 4 cm Tinggi = 3 cm

Sehingga kerapatan pupuk briket yaitu: P= m/v

= 56.4/(4x4x3) = 1.175 g/cm3 2. Pupuk Biasa

Berat awal (kering udara) : 10 gr

Berat oven : 6.5 gr


(62)

Lampiran 2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun (A. communis) (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rata

Rata

1 2 3

PO 3 4 3 10 3.33

P1 8 5 3 16 5.33

P2 6 6 5 17 5.67

P3 9 5 7 21 7.00

P4 4 5 9 18 6.00

P5 4 7 9 20 6.67

P6 7 6 6 19 6.33

P7 5 12 6 23 7.67

P8 8 3 9 20 6.67

P9 7 7 8 22 7.33

P10 8 9 5 22 7.33

P11 5 5 9 19 6.33

P12 3 5 7 15 5.00

Total 77 79 86 242 80.67

Rata Rata 5.92 6.08 6.62 18.62 6.21

Hasil sidik ragam rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun dengan perlakuan pemberian pupuk organik

Sumber Keragaman

db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F Hit F Tabel

Perlakuan 12 49.69 4.14 0.81 2.18

Ulangan 2 3.44 1.72 0.33 3.4

Error 24 123.23 5.13

Total 39 1678.00

Keterangan : Fhit < Ftabel, Pemberian pupuk dan ulangan tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi bibit sukun.


(63)

Lampiran 2. Lanjutan...

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Ulangan Taraf 5%

Keterangan

a

Kontrol 3 3.33 a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 3 5.33 a

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3 5.67 a

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 3 7.00 a

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 3 6.00 a

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3 6.67 a

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 3 6.33 a

Kompos Biasa 0.5 kg 3 7.67 a

Kompos Biasa 1 kg 3 6.67 a

Kompos Biasa 1.5 kg 3 7.33 a

Kompos Briket 0.5 kg 3 7.33 a

Kompos Briket 1 kg 3 6.33 a


(64)

Lampiran 3. Pertambahan diameter bibit sukun (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rata

Rata

1 2 3

P0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1 0.06 0.10 0.13 0.29 0.10

P2 0.02 0.35 0.10 0.47 0.16

P3 0.13 0.10 0.06 0.29 0.10

P4 0.16 0.03 0.13 0.32 0.11

P5 0.12 0.07 0.13 0.32 0.11

P6 0.19 0.06 0.16 0.41 0.14

P7 0.06 0.06 0.26 0.38 0.13

P8 0.32 0.26 0.03 0.61 0.20

P9 0.13 0.13 0.10 0.35 0.12

P10 0.07 0.26 0.13 0.45 0.15

P11 0.35 0.35 0.16 0.86 0.29

P12 0.10 0.32 0.03 0.45 0.15

Total 1.70 2.08 1.40 5.18 1.73

Rata Rata 0.13 0.16 0.11 0.40 0.13

Hasil Sidik Ragam Pertambahan Diameter Bibit Sukun

Sumber Keragaman

db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F Hit F Tabel

Perlakuan 12

0.163 0.014 1.452 2.18

Ulangan 2 0.011 0.005

0.563 3.4

Error 24

0.216 0.009

Total 39

1.101

Keterangan : Fhit < Ftabel, Pemberian pupuk dan ulangan tidak berpengaruh terhadap pertambahan diameter bibit sukun.


(65)

Lampiran 3. Lanjutan…

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Ulangan Taraf 5% Keterangan

a b

Kontrol 3 0.00 a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg

3 0.097 0.097 ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3 0.157 0.157 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg

3 0.097 0.097 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg

3 0.107 0.107 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3 0.107 0.107 ab Pupuk Kandang Briket 1.5

kg

3 0.137 0.137 ab

Kompos Biasa 0.5 kg 3 0.127 0.127 ab

Kompos Biasa 1 kg 3 0.203 b

Kompos Biasa 1.5 kg 3 0.120 0.120 ab

Kompos Briket 0.5 kg 3 0.153 0.153 ab

Kompos Briket 1 kg 3 0.287 b


(66)

Lampiran 4. Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

1 2 3

P0 1 2 1 4 1.33

P1 3 5 2 10 3.33

P2 3 4 3 10 3.33

P3 4 4 4 12 4.00

P4 4 5 3 12 4.00

P5 3 4 4 11 3.67

P6 6 6 4 16 5.33

P7 3 5 6 14 4.67

P8 6 7 3 16 5.33

P9 3 3 8 14 4.67

P10 3 3 6 12 4.00

P11 4 6 3 13 4.33

P12 3 6 3 12 4.00

Total 46 60 50 156 52.00

Rata Rata 3.54 4.62 3.85 12.00 4.00

Hasil Sidik Ragam Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Sumber Keragaman

db Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F Hit F Tabel

Perlakuan 12 38.00 3.17 1.52 2.18

Ulangan 2 8.00 4.00 1.92 3.4

Error 24 50.00 2.08

Total 39 720.00

Keterangan : Fhit > Ftabel, Pemberian pupuk dan ulangan berpengaruh nyata terhadap pengamatan jumlah daun bibit sukun.


(67)

Lampiran 4. Lanjutan…

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Ulangan Taraf 5% Keterangan

a b

Kontrol 3 1.33 a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg

3 3.33 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg

3 3.33 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg

3 4.00 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg

3 4.00 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg

3 3.67 3.67 ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg

3 5.33 b

Kompos Biasa 0.5 kg 3 4.67 b

Kompos Biasa 1 kg 3 5.33 b

Kompos Biasa 1.5 kg 3 4.67 b

Kompos Briket 0.5 kg 3 4.00 4.00 ab

Kompos Briket 1 kg 3 4.33 b


(68)

Lampiran 5. Foto Pembuatan Briket Pupuk

Proses Pembuatan Pupuk Briket


(69)

Lampiran 6. Foto Bibit Sukun

Kontrol P.Kandang Biasa 0.5 kg

P.Kandang Biasa 1 kg P.Kandang Biasa 1.5 kg


(70)

.

P. Kandang Briket 1.5 kg P. Kompos Biasa 0.5 kg

P.Kompos Biasa 1 kg P. Kompos Biasa 1.5 kg P.

Kompos Briket 0.5 kg P. Kompos Briket 1 kg P.Kompos Briket 1.5 kg


(1)

Lampiran 3. Lanjutan…

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Ulangan Taraf 5% Keterangan

a b

Kontrol 3 0.00 a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg

3 0.097 0.097 ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3 0.157 0.157 ab Pupuk Kandang Biasa 1.5

kg

3 0.097 0.097 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg

3 0.107 0.107 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3 0.107 0.107 ab Pupuk Kandang Briket 1.5

kg

3 0.137 0.137 ab

Kompos Biasa 0.5 kg 3 0.127 0.127 ab

Kompos Biasa 1 kg 3 0.203 b

Kompos Biasa 1.5 kg 3 0.120 0.120 ab Kompos Briket 0.5 kg 3 0.153 0.153 ab

Kompos Briket 1 kg 3 0.287 b


(2)

Lampiran 4. Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

1 2 3

P0 1 2 1 4 1.33

P1 3 5 2 10 3.33

P2 3 4 3 10 3.33

P3 4 4 4 12 4.00

P4 4 5 3 12 4.00

P5 3 4 4 11 3.67

P6 6 6 4 16 5.33

P7 3 5 6 14 4.67

P8 6 7 3 16 5.33

P9 3 3 8 14 4.67

P10 3 3 6 12 4.00

P11 4 6 3 13 4.33

P12 3 6 3 12 4.00

Total 46 60 50 156 52.00

Rata Rata 3.54 4.62 3.85 12.00 4.00

Hasil Sidik Ragam Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Sumber Keragaman

db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

F Hit F Tabel

Perlakuan 12 38.00 3.17 1.52 2.18

Ulangan 2 8.00 4.00 1.92 3.4

Error 24 50.00 2.08

Total 39 720.00

Keterangan : Fhit > Ftabel, Pemberian pupuk dan ulangan berpengaruh nyata terhadap pengamatan jumlah daun bibit sukun.


(3)

Lampiran 4. Lanjutan…

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Ulangan Taraf 5% Keterangan

a b

Kontrol 3 1.33 a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg

3 3.33 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg

3 3.33 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg

3 4.00 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg

3 4.00 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg

3 3.67 3.67 ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg

3 5.33 b

Kompos Biasa 0.5 kg 3 4.67 b

Kompos Biasa 1 kg 3 5.33 b

Kompos Biasa 1.5 kg 3 4.67 b

Kompos Briket 0.5 kg 3 4.00 4.00 ab

Kompos Briket 1 kg 3 4.33 b


(4)

Lampiran 5. Foto Pembuatan Briket Pupuk

Proses Pembuatan Pupuk Briket


(5)

Lampiran 6. Foto Bibit Sukun

Kontrol P.Kandang Biasa 0.5 kg

P.Kandang Biasa 1 kg P.Kandang Biasa 1.5 kg


(6)

.

P. Kandang Briket 1.5 kg P. Kompos Biasa 0.5 kg

P.Kompos Biasa 1 kg P. Kompos Biasa 1.5 kg

P.

Kompos Briket 0.5 kg P. Kompos Briket 1 kg

P.Kompos Briket 1.5 kg