Aplikasi Crystal Soil Di Lapangan Terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus Communis Forst)

(1)

APLIKASI CRYSTAL SOIL DI LAPANGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst)

SKRIPSI

Oleh:

Indra M.S.M Haloho 061202028

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

APLIKASI CRYSTAL SOIL DI LAPANGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst)

SKRIPSI

Oleh:

Indra M.S.M Haloho 061202028 / Budidaya Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRACT

INDRA M.S.M HALOHO: Aplication of Crystal Soil to the Growth of

Bread three seed (Artocarpus communis Forst). Under academic supervision of DELVIAN and BUDI UTOMO.

Physiologically, water is very necessary for the growth of plant. The physiological and morphological activities of the plant will distur in the lack of water. This research study the number of Crystal Soil application to the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst) and to increase the growth of plant in the field. The treatment of crystal soil was used respectiveily 3 grains, 9 grains, 12 grains, 15 grains, 18 grains and 21 grains of Crystal soil. This research was conducted since January 2009 until July 2010 at the Haranggaol village, sub-district of Haranggaol Horisan, district of Simalungun by non factorial group random sampling. The analyzed parameters were the height of plant, diameter of stump and percentage of plant growth.

The results of research indicate that the application of the crystal soil in various number was not influenced the height and diameter of the plant significantly. The average of height of breadfruit the higher on A6 (18 grains) treatment for 13.07 cm while the lower on the treatment A4 (12 grains) for 6.45 cm. the average of diameter of bread three seed the higher on treatment A6 (18 grains) for 0.53 cm and the lower on the treatment A0 (control) for 0.28 cm. The growth percentage of breadfruit higher that influenced by the higher rain rate.


(4)

ABSTRAK

INDRA M.S.M HALOHO: Aplikasi Crystal Soil di Lapangan Terhadap

Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibawah bimbingan DELVIAN dan BUDI UTOMO.

Secara fisiologis air penting untuk pertumbuhan tanaman. Aktivitas fisiologis dan morfologis tanaman akan terganggu apabila tanaman kekurangan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberiaan crystal soil pada pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst), dan untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman di lapangan. Crystal soil yang digunakan yaitu kontrol, 3 butir, 6 butir, 9 butir, 12 butir, 15 butir, 18 butir dan 21 butir

crystal soil. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli

2010, di Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang dianalisis adalah tinggi bibit, diameter bibit dan persentase tumbuh bibit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jumlah crystal soil yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit dan diameter bibit. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18

butir) sebesar 13.07 cm sedangkan yang terendah yaitu pada perlakuan A4 (12

butir) sebesar 6.45 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18 butir) sebesar 0.53 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan

A0 (kontrol) sebesar 0.28 cm. Pesentase tumbuh bibit sukun dilapangan tinggi

karena dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang tinggi.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tiga Bolon pada tanggal 29 maret 1988 dari Ayah Sarlen Haloho, S. Pd dan Ibu Roida Simanjuntak, A.Md . Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara

.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 091429 Afd. E, perkebunan Sidamanik dan lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Swasta RK Cinta Rakyat 1 Pematang Siantar lulus tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Pematang Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalaui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (Himas) pada tahun 2006 sampai saat ini. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan mangrove desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, dan hutan dataran rendah Aras Napal (kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ) desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 11 sampai 19 Juni 2009. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Izin Usaha Pemamfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Andalas Merapi Timber (AMT) Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 21 Juni sampai 21 Juli 2010. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Januari sampai dengan Juli 2010 di desa Haranggaol, Kecamatan Harnggaol Horisan, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikaan skripsi dengan tema ”Aplikasi Crystal Soil Di Lapangan Terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan dukungan moril maupun materil. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Delvian, SP. MP., dan Dr. Budi Utomo, SP. MP., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada akhir penulisan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staff pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Semoga skripsi ini bermamfaat bagi kita semua.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah... 1

Tujuan ... 3

Hipotesa ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sukun (Artocarpus communis Forst) ... 4

Daerah asal dan penyebaran sukun ... 5

Budidaya sukun ... 8

Adaptasi tanamaan sukun terhadap iklim ... 8

Syarat tumbuh ... 8

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bibit ... 9

Peran Air dalam Pertumbuhan Tanaman ... 12

Karakteristik Crystal Soil ... 15

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Penyiapan bahan tanaman ... 20

Aklimatisasi ... 21

Persiapan lahan ... 21

Penanaman ... 21

Penyiapan crystal soil dan pengaplikasian ... 21

Penyiraman ... 22

Parameter Pengamatan ... 22

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun ... 22

Pertambahan Diameter Bibit Sukun ... 22


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 24

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun ... 24

Pertambahan Diameter Bibit Sukun ... 25

Pengukuran Persentase Pertumbuhan Tanaman ... 27

Pembahasan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Rataan pengaruh pemberiaan crystal soil terhadap pertambahan

tinggi bibit sukun ... 24 2. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan dilapangan ...25 3. Rataan pengaruh pemberiaan crystal soil terhadap pertambahan

diameter bibit sukun ... 26 4. Grafik pertumbuhan diameter bibit sukun selama pengamatan dilapangan ...26 5. Persentase pertumbuhan bibit sukun ... 27


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Bagan petak penelitian di lapangan ... 36 2. Data Pengamatan Tinggi dan Diameter Tanaman di Lapangan Selama Penelitian ... 37 3. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm)

Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) ... 41 4. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm)

Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) ... 42 5. Persentase Pertumbuhan bibit sukun dari masing-masing perlakuan ... 43 6. Perhitungan Dosis Pemberian Perlakuan Crystal Soil ... 44


(11)

ABSTRACT

INDRA M.S.M HALOHO: Aplication of Crystal Soil to the Growth of

Bread three seed (Artocarpus communis Forst). Under academic supervision of DELVIAN and BUDI UTOMO.

Physiologically, water is very necessary for the growth of plant. The physiological and morphological activities of the plant will distur in the lack of water. This research study the number of Crystal Soil application to the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst) and to increase the growth of plant in the field. The treatment of crystal soil was used respectiveily 3 grains, 9 grains, 12 grains, 15 grains, 18 grains and 21 grains of Crystal soil. This research was conducted since January 2009 until July 2010 at the Haranggaol village, sub-district of Haranggaol Horisan, district of Simalungun by non factorial group random sampling. The analyzed parameters were the height of plant, diameter of stump and percentage of plant growth.

The results of research indicate that the application of the crystal soil in various number was not influenced the height and diameter of the plant significantly. The average of height of breadfruit the higher on A6 (18 grains) treatment for 13.07 cm while the lower on the treatment A4 (12 grains) for 6.45 cm. the average of diameter of bread three seed the higher on treatment A6 (18 grains) for 0.53 cm and the lower on the treatment A0 (control) for 0.28 cm. The growth percentage of breadfruit higher that influenced by the higher rain rate.


(12)

ABSTRAK

INDRA M.S.M HALOHO: Aplikasi Crystal Soil di Lapangan Terhadap

Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibawah bimbingan DELVIAN dan BUDI UTOMO.

Secara fisiologis air penting untuk pertumbuhan tanaman. Aktivitas fisiologis dan morfologis tanaman akan terganggu apabila tanaman kekurangan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberiaan crystal soil pada pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst), dan untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman di lapangan. Crystal soil yang digunakan yaitu kontrol, 3 butir, 6 butir, 9 butir, 12 butir, 15 butir, 18 butir dan 21 butir

crystal soil. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli

2010, di Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang dianalisis adalah tinggi bibit, diameter bibit dan persentase tumbuh bibit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jumlah crystal soil yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit dan diameter bibit. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18

butir) sebesar 13.07 cm sedangkan yang terendah yaitu pada perlakuan A4 (12

butir) sebesar 6.45 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18 butir) sebesar 0.53 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan

A0 (kontrol) sebesar 0.28 cm. Pesentase tumbuh bibit sukun dilapangan tinggi

karena dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang tinggi.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dilatarbelakangi dengan kerusakan hutan dan lahan yang telah sedemikian parah bahkan telah dinyatakan oleh Pemerintah termasuk sebagai bencana nasional. Pemerintah (Departemen Kehutanan) sejak tahun 2003 telah mencanangkan suatu gerakan nasional yang dinamakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau disingkat GN-RHL/Gerhan. Gerakan ini merupakan suatu upaya untuk menekan atau untuk mengatasi laju kerusakan hutan.

Namun tingkat keberhasilan kegiatan ini masih rendah. Rendahnya keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama yaitu metode pendekatan yang kurang tepat, pendekatan pemecahan masalah selama ini baru pada faktor fisik dan tidak banyak memberikan perhatian pada faktor sosial ekonomi yang justru lebih berperan dalam perusakan hutan dan lahan. Faktor kedua yaitu sistem pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan yang selama ini dilakukan belum berorientasi pada keberhasilan tumbuh di lapangan dan belum diarahkan pada tujuan tertentu. Dan faktor ketiga yaitu partisipasi masyarakat rendah karena kurangnya pemberdayaan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan (Warta Gerhan, 2006).

Reboisasi dan penghijauan yang dilakukan melalui penanaman dengan menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan, dan agroklimat setempat diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang seimbang. Terlaksananya pembuatan tanaman reboisasi dan hutan rakyat diharapkan mampu memulihkan fungsi hutan sebagai pelindung sistem


(14)

penyangga kehidupan, pelestarian plasma nutfah, pengatur tata air, yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumber daya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Wibowo, 2006).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air. Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri (Daniel dkk., 1994).

Untuk meningkatkan daya tumbuh dan daya tahan tanaman di lapangan maka perlu suplai air yang cukup, karena bibit di lapangan sangat rentan terhadap kekurangan air. Ketidakmungkinan di lapangan dilakukan penyiraman menyebabkan banyak tanaman yang mati. Untuk meningkatkan daya tumbuh maka perlu pencarian alternatif yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman yaitu dengan pemberian crystal soil. Crystal soil merupakan salah satu media yang dapat menyimpan air atau yang dapat menyuplai air bagi tanaman. Dalam penelitiaan ini,yang ingin diketahui adalah crystal soil dapat mampu untuk menyadiakan air bagi tanaman. Sehingga untuk kedepannya dapat mengurangi tenaga dan waktu pada saat melakukan penanaman didaerah yang sulit untuk dijangkau.

Hal inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian ini, untuk mengkaji penggunaan crystal soil untuk dapat menyediakan air, dalam melakukan


(15)

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sehingga pelaksanaan RHL lebih efektif dalam hal pemeliharaan baik ditinjau dari segi waktu, tenaga kerja dan keberhasilannya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberiaan crystal soil pada pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst), dan untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman di lapangan.

Hipotesa

Aplikasi Crystal soil berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) di lapangan, dan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres kekeringan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi seberapa jauh aplikasi crystal soil ini berpengaruhterhadap pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).

2. Sebagai masukan kepada Dinas Kehutanan mengenai tehnik penanaman yang lebih efektif dalam melaksanakan reboisasi


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan alam tropika relatif sulit untuk direhabilitasi dengan berbagai alasan ekologis terutama jika lahan tersebut sudah dikolonisasi oleh alang-alang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya konsentrasi pada tanah. Proses regenerasi hutan alam yang kompleks turut memperendah keberhasilan reboisasi. Semai-semai jenis klimaks umumnya memiliki toleransi yang rendah terhadap kelembapan dan

cahaya sehingga tidak dapat tumbuh pada wilayah yang terbuka (Brown dan Lugo, 1990).

Terdapat beberapa pendekatan untuk mengatasi degradasi dan mempercepat proses pemulian ekosistem yakni rehabilitsi, reklamasi, dan restorasi. Masing-masing pendekatan tersebut berbeda berdasarkan tujuan akhir dari kegiatan pemulihan ekosistem yang dituju. Dalam pelaksanaan rehabilitasi hal yang sangat penting diperhatikan adalah kesesuain jenis tanaman yang akan ditanam dengan kondisi tapak. Jenis tanaman yang tidak sesuai dengan tapak akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik. Dalam pemilihan benih ataupun biji misalnya harus diperhatikan mulai dari pengumpulan benih, pemecahan dormansi, perkecambahan, samai pada penanaman di lapangan (Wibowo, 2006).

Sukun (Artocarpus communis Forst)

Sukun (Arthocarpus communis Forst) merupakan genus Arthocarpus, yang terdiri atas 40 spesies. Spesies yang terkenal antara lain nangka dan cempedak. Tanaman sukun mampu beradaptasi dengan lingkungan dan dapat tumbuh dengan


(17)

subur di daerah yang memiliki ketiggian tempat antara 0 – 100 m dari permukaan laut.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji) Suddivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Urticales

Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst

Secara umum, sukun memiliki dua kelompok yaitu sukun lokal dan sukun introduksi. Berdasarkan pengelompokan menurut Syah dan Nazarudin (1994), sukun lokal termasuk dalam kelompok sukun kecil sedangkan sukun introduksi termasuk dalam kelompok medium. Perbedaan pada kedua kelompok sukun dapat dilihat melalui ukuran dan warna yang berbeda.

Daerah asal dan penyebaran sukun

Sampai saat ini, terdapat beberapa versi mengenai sejarah penyebaran tanaman sukun di Indonesia. Ada yang beranggapan bahwa tanaman sukun adalah tanaman asli Indonesia. Dalam buku History of Indian Archipelago, disebut bahwa orang Jepang menemukan tanaman sukun di kepulauan Ambon, kemudian menyebar luas ke pulau Jawa dan Malaysia bagian barat. Beberapa ahli yang lain berpendapat bahwa tanaman sukun diduga berasal dari Amerika Latin, yaitu Peru,


(18)

Argentina, dan Chili. Pendapat lain menyebutkan bahwa tanaman sukun berasal dari kepulauan Pasifik, yakni di sekitar Polinesia. Tanaman sukun tersebut masuk ke Indonesia melalui orang –orang Spanyol dan Portugis yang datang ke Indonesia pada abad XV. Di Indonesia, tanaman sukun banyak dikembangkan di wilayah Cilacap, yang merupakan pusat produksi bibit sukun di Indonesia. Menurut sejarah, tanaman sukun yang dikembangkan di Cilacap ini berasal dari pulau Bawean (Gunarto, 1990).

Tanaman sukun terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, dan dikenal dengan berbagai nama seperti, Suune (Ambon), Amo (Maluku Utara), Kamandi, Urknem atau Beitu (Papua), Karara (Bima, Sumba dan Flores), Susu Aek (Rote), Naunu (Timor), Hatopul (Batak), Baka atau Bakara (Sulawesi Selatan). Nama lain sukun di berbagai negara yaitu : breadfruit (English); fruit a pain (French); fruta

pao, pao de massa (Portuguese); broodvrucht, broodboom (Holland); dan ulu (Hawai). Tanaman sukun mempunyai beberapa nama ilmiah yang sering

digunakan, yaitu Artocarpus communis Forst, Artocarpus incisa Linn, atau

Artocarpus altilis. Sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada

lahan kering (daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per buah. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (parthenocarphy), maka buah sukun tidak memiliki biji. Buah sukun akan menjadi tua setelah tiga bulan sejak munculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti oleh buah berikutnya.


(19)

Keberadaan sukun di Sumatera Barat dan Riau masih bersifat sporadis dan tidak dibudidayakan secara intensif. Sukun tumbuh begitu saja di tepian hutan dan sungai serta ditanam tanpa ada tujuan komersil dalam kebun atau pekarangan rumah padahal kondisi iklim maupun lokasi sangat cocok untuk membudidayakan sukun secara intensif (Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Dari segi morfologi terdapat dua jenis tanaman sukun, perbedaan antara dua jenis tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sukun Lokal.

Sukun lokal daunnya kurang rimbun bila dibandingkan dengan sukun introduksi. Sukun ini memiliki tinggi rata-rata 15 – 18 m sehingga kelihatan lebih tinggi dengan pohon lain disekitarnya. Diameter batang mencapai 50 – 70 cm. Jumlah bunga/buah per tandan 2 – 5 dengan rata-rata bunga/ buah per - tandan adalah 3. Buah kecil berwarna hijau cerah agak kekuningan bila sudah tua, berat rata-rata buah 0,8 – 1 kg. Bentuk buah lonjong dengan proporsi panjang lebar buah adalah 3 : 4.

2. Sukun Introduksi.

Sukun introduksi cenderung mempunyai daun yang lebih rimbun. Jumlah bunga/ buah per - tandan 1 – 2 buah, dengan rata-rata jumlah buah yang mampu bertahan sampai masak adalah 1. Buah berbentuk bundar dan berukuran besar berwarna hijau kekuningan bila sudah matang. Berat buah bisa mencapai 1 – 3 kg .proporsi panjang dan diameter hampir sama 1 : 1 (Soeseno, 1997).


(20)

Budidaya sukun

Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan, ladang atau kebun maupun dibudidayakan secara pada lahan komersil yang relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman sukun cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan membantu pertumbuhan tanaman sukun baik hingga lebih cepat berbuah. (Syamsuhidayat, 1991).

Adaptasi tanamaan sukun terhadap iklim

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80 - 100 inchi per - tahun dengan kelembaban 60 - 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab panas, dengan temperatur antara 15°- 38° C (Koswara, 2006).

Syarat tumbuh

Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian 1200 m dpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Tanah aluvial yang mengandung banyak bahan organik disenangi oleh tanaman sukun. Derajat keasaman tanah seldtar 6-7. Tanaman sukun relatif toleran terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan. Di tempat yang mengandung batu karang dan kadar garam agak tinggi serta sering tergenang air, tanaman sukun masih mampu tumbuh dan berbuah (Syamsuhidayat, 1991).


(21)

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bibit

Dalam kegiatan pembibitan, penyapihan merupakan salah satu tahapan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena kondisi semai yang masih sangat kecil dan lemah. Sehubungan dengan keberhasilan pertumbuhan semai, Daniel

dkk., (1994) menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan pertumbuhan semai adalah kemampuan semai dalam memproduksi akar. Selanjutnya dikatakan pula bahwa walaupun kondisi tempat tumbuh seperti suhu tanah dan ketersediaan air dalam tanah atau media cukup memadai namun semai akan hidup secara optimal jika semai mempunyai kemampuan fisiologis yang baik dalam memproduksi akar baru dan iklim sebagai salah satu faktor lingkungan fisik yang sangat penting dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada saat atau periode di mana semai secara fisiologis berada dalam kondisi yang siap untuk disapih serta memproduksi akar baru. Mengingat bahwa setiap jenis tanaman hutan mempunyai ukuran serta waktu (umur semai) yang berbeda dalam penyapihan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pada tingkat pembibitan perlu dilakukan penelitian yang menyangkut umur semai yang tepat saat penyapihan sehingga diperoleh pertumbuhan bibit yang optimal pada masing-masing jenis yang akan dikembangkan.

Kesiapan dan kemampuan fisiologis semai suatu jenis untuk dapat disapih tentunya sangat dipengaruhi oleh umur semai. Semai yang masih terlalu muda biasanya mempunyai akar yang relatif lemah dan mudah rusak selama proses penyapihan yaitu mulai pengangkatan semai sampai dengan penanaman ke dalam media sapih, selain itu karena batangnya masih relatif sukulen (memiliki


(22)

kandungan air yang sangat tinggi), semai akan lebih mudah stres oleh adanya proses penguapan (transpirasi) yang berasal dari seluruh bagian semai yang kemudian akan berpengaruh pada pertumbuhan semai pada periode selanjutnya, sebagai akibat dari hilangnya sebagian cairan dari seluruh bagian semai. Semai yang terlalu muda masih sangat rentan terhadap gangguan, baik gangguan internal berupa kehilangan cairan maupun kerusakan yang bersifat mekanis selama proses penyapihan, sedangkan semai yang relatif tua akan terkendala dalam pembuatannya. Semai yang relatif tua atau telat disapih umumnya tidak mempunyai pertumbuhan yang baik. Setelah disapih, semai biasanya mengalami stagnansi sehingga pertumbuhannya menjadi sangat lambat. Pada fase bibit, semua jenis tanaman tidak tahan intensitas cahaya penuh, butuh 30-40%, diatasi dengan naungan (Daniel dkk., 1994).

Menurut Gardner dkk., (1991) secara garis besar kriteria penyinaran cahaya matahari dibedakan menjadi empat kelompok :

1. Sinar kuat, berarti sinar matahari penuh atau 100 % tidak ada penghalang / peneduh, ini ada di daerah tropis.

2. Agak teduh, intensitas sinar matahari 50 – 100 %. Adanya peneduh, kalau berupa tirai adalah masih ada antara untuk masuknya cahaya yang cukup. Peneduh yang berupa pohon biasanya pohon yang mempunyai daun majemuk yang tipis seperti : flamboyan, sengon, petai, petai cina, asam, pinus dan lain-lain.

3. Setengah teduh, intensitas cahaya yang menjadikan keadaan setengah teduh menggambarkan kondisi cahaya matahari yang masuk sebesar 50 %.


(23)

Biasanya digunakan tirai kain, plastik bening disemprot cat putih susu, dapat pula dipakai tirai bambu.

4. Teduh sekali, suatu keadaan dimana sinar matahari tidak diterima langsung oleh tanaman, tetapi sinar diperoleh dari difrasi/ pemencaran diffuse. Disini intesitas cahaya matahari besarnya kurang dari 5 %..

Penutupan vegetasi pada suatu lahan sangat penting untuk mempertahankan eksistensi lahan tersebut dari faktor daya rusak erosi/abrasi. Persen hidup tanaman dipandang memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan RHL menjadi indikator penting dalam penilaian baik tidaknya penutupan lahan. Perhitungan persen hidup tanaman dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut

% 100

x n ni

Pi =

dimana:

Pi = Persen tumbuh tanaman

ni = Jumlah tanaman hidup di lapangan hasil sensus

n = Jumlah tanaman yang seharusnya ada (sesuai jarak tanam)

Berdasarkan perhitungan tersebut Shofiyah (2005) membagi 3 klasifikasi persen hidup tanaman yaitu:

1. Persen hidup tanaman pokok < 55 % = gagal

2. Persen hidup tanaman pokok 55 - 76 % = cukup berhasil 3. Persen hidup tanaman pokok > 76 % - 100 % = berhasil


(24)

Peran Air dalam Pertumbuhan Tanaman

Untuk dapat tumbuh dan berkembamg dengan baik, suatu tanaman tidak dapat terlepas dari sifat genetiknya dan faktor lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibedakan atas lingkungan biotik dan abiotik. Pada prinsipnya lingkungan abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor, yaitu : suhu, air, cahaya, tanah dan atmosfir (Ismal, 1979).

Di Bumi diperkirakan terdapat 1,3 – 1,4 milyar km3 air; 97,5% berasal dari laut, 1,75% berbentuk es (salju) di kutub dan puncak gunung, 0,73% di daratan sebagai sungai, danau, air tanah, rawa dan lain sebagainya, dan 0,001% berbentuk uap air yang terapung di udara (Jumin, 1988).

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuyhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnmya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuhtumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuk dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).


(25)

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerusakan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1981).

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Sumarno, 2004).

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi

tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan Utomo, 1995).

Kehilangan air dari tanaman oleh transpirasi merupakan suatu akibat yang tidak dapat dielakkan dari keperluan membuka dan menutupnya stomata untuk masuknya CO2 dan kehilangan air melalui transpirasi lebih besar melalui stomata

daripada melalui kutikula (Fitter dan Hay, 1981).

Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem


(26)

perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Islami dan Utomo, 1995).

Peningkatan pertumbuhan akar di bawah kondisi cekaman air ringan sampai sedang mungkin sangat penting dalam menyadap persediaan air baru bagi suatu tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Dalam kondisi lapangan, perakaran menembus tanah yang relative lembab sedangkan akar dan batang tumbuh ke atmosfer yang relative kering. Hal ini menyebabkan aliran air yang terus menerus dari tanah melalui tumbuhan ke atmosfer sepanjang suatu landaian energy potensial yang menurun. Setiap harinya, jumlah aliran air ini 1 sampai10 kali jumlah air yang tertahan dalam jaringan tanaman,10 sampai 100 kali jumlah air yang digunakan untuk perluasan sel-sel baru, dan 100 sampai 1000 kali jumlah air yang digunakan utnuk fotosintesis

Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi ileh genotype, kehebatan kekurangan air, dan tingkat perkembangan (Gardner dkk., 1991).


(27)

Karakteristik Crystal Soil

Crystal soil atau hidrogel adalah polimer penyerap air, yang mampu

menyerap dan menahan 80-180 kali dari volume air untuk waktu yang lama.

Crystal soil ini dapat menyimpan air terus sampai 2 bulan tanpa penyiraman dan pemupukan teratur. Crystal soil dapat mencegah bakteri nyamuk dan

masalah-masalah yang biasanya terjadi pada tanah biasa. Crystal soil adalah produk yang

baru dikembangkan yang populer untuk tujuan dekoratif. Crystal soil dapat

mencegah berkembangnya jamur dalam tanaman karena air tetap tersimpan dalam kristal sampai tanaman membutuhkannya. Dengan cara ini, tidak ada kesempatan untuk jamur atau bahkan penyakit penyebab busuk akar untuk berkembang. Crystal soil adalah kristal polimer gel (kationik Polyacrylamide) dan tidak beracun, ekologis netral (Indoinovasi, 2007).

Hydrogel adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi

dengan tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan unsur hara dalam jumlah yang besar. Tidak seperti produk lain, hydrogel tidak larut dalam air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan unsur hara tersebut secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan unsur hara setiap saat karena

hydrogel berfungsi menyerap dan melepaskan (absorption – release cycles). Hydrogel mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan

air dan unsur hara melalui leaching dan evaporasi. Air dan unsur hara tersimpan disekeliling akar sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman.

Hydrogel mampu menyerap air sebanyak 400 kali berat hydrogel itu sendiri. Hydrogel dapat terurai melalui pembusukan oleh mikrobia sehingga produk ini


(28)

sangat aman digunakan. Polymer ini sensitif terhadap sinar matahari langsung yang mana itu akan memutus rantai polymernya dan terurai menjadi beberapa oligomer. Hydrogel akan terurai secara alami di dalam tanah menjadi CO2, H2O

dan komponen nitrogen. Harap dapat dimengerti bahwa, hydrogel tidak dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang lebih effisien (Irawan, 2007).

Nama hidrogel dasarnya terdiri dari dua istilah, yaitu hidro artinya media tanam alternatif pengganti tanah dan gell yang maksudnya adalah jeli. Hidrogel sering digunakan sebagai media tanam bagi tanaman hidroponik. Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien karena tidak perlu repot-repot untuk mengganti dengan yang baru, menyiram, atau memupuk. Selain itu, media tanam ini juga memiliki keanekaragaman warna sehingga pemilihannya dapat disesuaikan dengan selera dan warna tanaman (Rahardjo, 2007).

Selain tampak indah, butiran hydrogel yang lebih mirip kristal sering mengecoh siapa saja yang baru melihatnya. Hydrogel juga menarik karena warnanya. Bisa dibayangkan betapa indahnya jika ruangan Anda ada vas bening berisi tanaman yang tumbuh di dalam media hydrogel dengan warna-warna yang menawan seperti biru, hijau, merah, kuning, orange, putih dan sebagainya yang berkilauan. Keuntungan menggunakan hydrogel :

-memastikan keteresediaan air sepanjang tahun.

-mengurangi frekuensi penyiraman/irigasi hingga 50%.

-mengurangi hilangnya air dan unsure hara disebabkan oleh leaching dan evaporasi.


(29)

-memperbaiki physical properties dari compact soils dengan membentuk aerasi/ventilasi udara yang baik.

-meningkatkan pertumbuhan tanaman karena air dan nutrisi selalu tersedia di sekitar tanaman sehingga mengoptimalkan penyerapan oleh akar.

-mengurangi angka mortalitas.

-mengurangi pencemaran lingkungan dari erosi dan pencemaran air tanah (Rahardjo, 2007)

Selain untuk mempercantik ruangan, hydrogel ini dapat digunakan untuk campuran media tanam pada tanaman pot, lahan pertanian, perkebunan, hutan dll Hampir semua jenis tanaman hias indoor bisa ditanam dalam media ini, misalnya philodendron dan anthurium. Namun, gel tidak bagus untuk tanaman hias berakar keras, seperti adenium atau tanaman hias bonsai. Hal itu bukan dikarenakan ketidakmampuan gel dalam memasok kebutuhan air, tetapi lebih dikarenakan pertumbuhan akar tanaman yang mengeras sehingga bisa membuat vas pecah. Sebagian besar di pembibitan lebih memilih gel sebagai pengganti tanah untuk pengangkutan tanaman dalam jarak jauh. Tujuannya agar kelembapan tanaman tetap terjaga.

Aplikasi hydrogel ada dua cara yaitu aplikasi kering dan aplikasi basah. - aplikasi kering (dry application)

Hydrogel ditabur merata pada tanah yang telah dipersiapkan untuk penanaman

dengan kedalaman 10-30 cm. Metode ini menjamin keuntungan yang berjangka panjang. Setelah polymer menyerap air, struktur tanah akan semakin baik dan kemampuan tanah untuk menampung air (water retention


(30)

- aplikasi basah (pre-hidrated)

Hydrogel pertama-tama harus direndam dalam air sebanyak 100-200 kali berat

polymer tersebut dan dibiarkan selama 1 jam sampai jenuh dan kemudian ditaburkan ke dalam tanah, kemudian ditutup dengan tanah agar polimer tidak rusak karena kontak langsung dengan sinar ultra violet. Dosis yang dianjurkan adalah 5-20 kg/ha (Rahardjo, 2007).

Menurut hasil penelitian Rahardjo (2007), hydrogel mempunyai potensi untuk digunakan sebagai salah satu teknologi mengatasi usaha budidaya tanaman di lahan kering dan efisiensi pemakaian air untuk tanaman-tanaman tertentu. Hasil penelitian aquasorb yang dilakukan di beberapa negara berpengaruh terhadap hasil lebih baik, umur tanaman pendek, dan tingkat kematian tanaman muda pada tahun pertama setelah tanam relatif sedikit

Produk hidrogel akhir-akhir ini terkenal di Indonesia sebagai media pengganti tanah untuk tanaman dalam ruangan ataupun sebagai hiasan/dekorasi ruangan. Sebenarnya ada banyak sekali aplikasi untuk produk ini di lapangan seperti: pembibitan, perkebunan/HTI, reklamasi lahan bekas tambang, pertamanan, lapangan golf/sepak bola, tanaman palawija, transportasi bibit jarak jauh, campuran media tanam, pengganti media tanaman dalam ruangan dan dekorasi (Irawan, 2007).


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2010.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain bibit sukunlokal, Crystal soil, contoh tanah dari areal penanaman dan air.

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain jangka sorong, gembor, meteran (penggaris), tally sheet, cangkul, parang, kamera digital, kalkulator dan tali rafia.

Metode Penelitian

Metode penelitian dengan penggunaan Crystal soil dilakukan dengan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 8 perlakuan dengan 4 kali ulangan:

A0 = Tanpa pemberian crystal soil (kontrol)

A1 = Pemberian crystal soil sebanyak 3 butir

A2 = Pemberian crystal soil sebanyak 6 butir

A3 = Pemberian crystal soil sebanyak 9 butir

A4 = Pemberian crystal soil sebanyak 12 butir

A5 = Pemberian crystal soil sebanyak 15 butir

A6 = Pemberian crystal soil sebanyak 18 butir


(32)

Penggunaan dosis crystal soil sebagai bahan penyimpan air digunakan sesuai dengan dosis anjuran 5-20 kg/ha.

Model linear rancangan acak kelompok non faktorial yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

ij j i

ij µ α β ε

γ = + + +

dimana: = ij

γ Pertumbuhan tanaman sukun pada ulangan ke-j yang mendapatkan perlakuan crystal soil ke-i

=

µ Nilai rataan umum pertumbuhan tanaman sukun =

i

α Pengaruh perlakuan crystal soil ke-i =

j

β Pengaruh ulangan ke-j =

ij

ε Galat percobaan pada ulangan ke-j pada perlakuan crystal soil ke-i

Pelaksanaan Penelitian

1. Penyiapan bahan tanaman

Bibit tanaman sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penjualan bibit tanaman sukun yang berada di dearah Tanjung Morawa Sumatera utara. Bibit dibawa dari lokasi pembibitan ke lokasi penelitian yang sebelumnya dilakukan penyeleksian agar didapat bibit yang benar-benar seragam dari segi umur, keadaan fisik dan kesehatan bibit. Bibit yang dipilih adalah bibit sukun yang berumur 3 bulan.


(33)

2. Aklimatisasi

Aklimatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang satu minggu dan setelah itu dipindahkan kelokasi penanaman dilapangan. Tanaman diletakkan pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari, kemudian disiram dengan perlakuan normal yaitu pada saat pagi dan sore hari.

3. Persiapan lahan

1. Dilakukan pembersihan lahan seluas 189 m dengan ukuran 9 x 21 m 2. Dibuat lubang tanam dengan ukuran 20 x 20 cm sedalam 10 cm

3. Dibuat jarak tanam diareal lahan dengan ukuran 3 x 3 m, dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan kelerengan.

4. Penanaman

Setelah pengaklimitisasian selama satu minggu maka dilakukan penanaman bibit yang sudah disiapkan di lapangan. Polibag bibit dikoyak dan dipindahkan kedalam lubang tanam yang sudah disiapkan dan ditutup lubang tanam dengan tanah bekas galian lubang tanam. Diberi ajir yang telah diberi tanda jenis perlakuan. Pembuatan ajir yang sudah diberi tanda dipasang secara acak yang bertujuan untuk menyeragamkan kondisi lingkungan. Dan dilakukan penyiraman pada bibit sukun setelah penanaman selama 1 minggu secara normal yaitu pagi dan sore.

5. Penyiapan crystal soil dan pengaplikasian

Crystal soil disiapkan dan direndam dalam air sampai crystal soil


(34)

sudah dapat diaplikasikan. Crystal soil ditanam disekitar media tanam sesuai denagan dosis yang sudah ditentukan. Dan dilakukan pengukuran parameter awal. Setelah pemberian criystal soil dilakukan penyiraman selama 3 hari setelah pengaplikasian dengan perlakuan normal yaitu pagi dan sore hari. Setelah penyiraman tiga hari maka dilakukan pengukuran parameter setelah dua minggu. Demikian pengukuran selanjutnya.

Parameter Pengamatan

1. Pertambaha tinggi bibit sukun

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan satu kali dalam dua minggu dengan menggunakan alat ukur meteran. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur dari atas permukaan tanah sampai ujung titiktumbuh tertinggi. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan data diameter batang.

2. Pertambahan diameter bibit sukun

Pengukuran diameter batang dilakukan satu kali dalam dua minggu, dengan menggunakn alat ukur jangka sorong. Diameter batang diukur pada pangkal 1 cm dari permukaan tanah. Pengukuran pertama diberi tanda dan pengukuran berikutnya pada daerah yang sudah diberi tanda dipengukuran pertama. Demikian untuk pengukuran selanjutnya.

3. Pengukuran persen pertumbuhan tanaman

Pengukuran persen tumbuh tanaman dilakukan pada saat akhir pengukuran parameter tanaman. Pengukuran persen tumbuh dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


(35)

% 100

x n ni

Pi =

di mana;

Pi = Persen tumbuh tanaman

ni = Jumlah tanaman hidup di lapangan hasil sensus

n = Jumlah tanaman yang seharusnya ada (sesuai jarak tanam) (Shofiyah, 2005)


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Pertambahan Tinggi Bibit Sukun

Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pemberian crystal

soil tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun. Rataan

pertambahan tinggi bibit sukun disajikan pada Gambar 1 dan pertambahan tinggi tanaman mulai dari minggu pertama sampai dengan minggu ke empat belas disajikan pada Gambar 2.

6.6 8.8 7.75 7.83 6.45 9.33 13.07 9.5 0 2 4 6 8 10 12 14

Kontrol (0) A1 (3 butir) A2 (6 Butir) A3 (9 Butir) A4 (12 Butir) A5 (15 Butir) A6 (18 Butir) A7 (21 Butir)

P e rt a m ba ha n T inggi ( c m ) Perlakuan

Gambar 1. Rataan pengaruh pemberiaan crystal soil terhadap pertambahan tinggi bibit sukun

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada gambar diatas terlihat adanya selisih dari setiap perlakuan yang diberikan, pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18 butir) sebesar 13.07 cm, sedangkan rataan

pertambahan tinggi terendah pada perlakuan A4 (12 butir) sebesar 6.45 cm. Dari

gambar juga dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol (tanpa pemberian crystal soil) ternyata memberikan pertambahan rataan tinggi bibit sukun yang lebih tinggi dari pada perlakuan A4 (12 butir).


(37)

0 2 4 6 8 10 12 14

II - I III - I IV - I V - I VI - I VII - I VIII - I Pengamatan Ke-S e lis ih T in g g i ( c m

) Kontrol

A1 (3 Butir) A2 (6 Butir) A3 (9 Butir) A4 (12 Butir) A5 (15 Butir) A6 (18 Butir) A7 (21 Butir)

Gambar 2. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan dilapangan Pada Gambar 2 tampak bahwa pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan menunjukkan kecenderungan yang sama. Pertambahan tinggi bibit sukun yang diamati mulai dari pemberian perlakuan crystal soil minggu ke-1 hingga minggu ke-14 dengan dosis yang sudah ditentukan tidak terlihat perbedaan pertambahan tinggi antara perlakuan kontrol dengan yang diberikan perlakuan. Perlakuaan A6 (18 butir) selalu memberikan pertambahan tinngi yang lebih tinggi,

sedangkan A4 (12 butir) pertambahan tinggi yang terendah.

2. Pertambahan Diameter Bibit Sukun

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian crystal

soil tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun. Rataan

pertambahan tinggi bibit sukun disajikan pada Gambar 3 dan pertambahan diameter tanaman mulai dari minggu pertama sampai dengan minggu ke empat belas disajikan pada Gambar 4.


(38)

0.28 0.31

0.38 0.39

0.34

0.48 0.53 0.46

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Kontrol (0) A1 (3 butir) A2 (6 Butir) A3 (9 Butir) A4 (12 Butir) A5 (15 Butir) A6 (18 Butir) A7 (21 Butir)

P e rt a m b a h a n D ia m e te r ( c m ) Perlakuan

Gambar 3. Rataan pengaruh pemberiaan crystal soil terhadap pertambahan diameter bibit sukun

Berdasarkan grafik diatas, pertambahan rataan diameter bibit sukun mulai dari minggu pertama (awal pengukuran setelah perlakuan) sampi dengan mingu ke empat belas (akhir pengukuran ) yang disajikan pada gambar di atas dapat dilihat bahwa perlakuan A6 (18 butir) menghasilkan pertambahan rataan

dimeter bibit sukun tertinggi sebesar 0.53 cm, sedangkan pertambahan rataan diameter bibit sukun terendah dari perlakuan kontrol sebesar 0.28 cm.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

II - I III - I IV - I V - I VI - I VII - I VII Pengamatan Ke-S e li si h D ia m e te r ( cm ) Kontrol A1 (3 Butir) A2 (6 Butir) A3 (9 Butir) A4 (12 Butir) A5 (15 Butir) A6 (18 Butir) A7 (21 Butir)

Gambar 4. Grafik pertumbuhan diameter bibit sukun selama pengamatan dilapangan


(39)

Pada Ganbar 4 tampak bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan diameter batang menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan A6 (18 butir)

selalau memberikan pertambahan diameter batang yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan kontrol (tanpa pemberian crystal soil) pertambahan diameter yang terendah.

3. Pengukuran Persentase Pertumbuhan Tanaman

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pertumbuhan bibit sangat signifikan atau dikatakan berhasil. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari persentase pertumbuhan bibit di lapangan. Besarnya persentase petumbuhan bibit di lapangan dapat dilihat pada Gambar 5.

100

75

100 100 100 100 100 100

0 20 40 60 80 100 120

Kontrol (0) A1 (3 butir) A2 (6 Butir) A3 (9 Butir) A4 (12 Butir) A5 (15 Butir) A6 (18 Butir) A7 (21 Butir)

pe

rs

e

nt

a

se

t

um

buh (

%)

Perlakuan

Gambar 5. Persentase pertumbuhan bibit sukun

Tingginya keberhasilan tumbuhnya bibit tanaman di lapangan bukan karena dipengaruhi oleh crystal soil, hal ini dipengaruhi oleh faktor curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan menyebabkan air selalu tersedia bagi tanaman, sehingga pada saat tanaman membutuhkan air selalu tersedia. Data curah hujan selama penelitian disajikan pada Tabel


(40)

Tabel. Curah hujan (CH) pada periode April, Mei, Juni dan Juli 2010

Tanggal Bulan Keterangan

April Mei Juni Juli 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 ttu 2,7 13,5 0.8 ttu ttu 45,5 6,0 0,8 5,3 1,6 8,5 25,0 43,0 7,5 7,8 54,0 34,0 1,8 0,2 4,5 1,1 0,6 1,5 0,7 1,5 2,9 10,5 ttu ttu 2,5 1,6 0,5 16,8 4,6 0,9 34,5 0,3 27,5 1,2 2,0 9,1 0,8 1,9 14,5 1,7 4,9 27,5 10,6 1,2 1,8 1,1 26,7 4,5 5,5 10,5 5,0 3,6 12,4 12,2 12,5 1,0 12,0 0,9 1,9 6,4 0,6 2.2 7.6

• Curah Hujan dalam

milimeter (mm)

• ttu adalah curah hujan tidak terukur (<0,1mm)

• Bulan Kering : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm

• Bulan Lembab : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm

• Bulan Basah : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm

(Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson)

Jumlah 258,0 27,9 120,7 167,7 Rata-rata 8,32 0,87 3,89 5,40

Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Balai Besar Wilayah I Medan

Berdasarkan data pengukuran curah hujan yang disajikan pada Tabel diatas menunjukkan bahwa bulan April, Juni dan Juli termasuk ke dalam kelas bulan basah dapat dilihat bahwa jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi pada bulan tersebut, sedangkan pada bulan Mei termasuk ke dalam kelas bulan kering berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson. Tingginya curah hujan menyebabkan crystal soil belum memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.


(41)

Pembahasan

Penggunaan crystal soil sebagai bahan komponen penahan air digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertambahan pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Crystal soil merupakan penahan air yang dapat menyimpan dan melepaskan air pada saat tanaman membutuhkan secara terus menerus. Menurut beberapa penelitian, bahan crystal soil ini mempunyai potensi untuk digunakan sebagai salah satu teknologi mengatasi usaha budidaya tanaman di lahan kering dan efisiensi pemakaian air untuk tanaman-tanaman tertentu.

Menurut Irawan (2007), Hydrogel (crystal soil) merupakan penahan air yang dapat digunakan bersinergi dengan tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan unsur hara dalam jumlah yang besar yang tidak larut dalam air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan unsur hara tersebut secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan unsur hara setiap saat karena

hydrogel berfungsi menyerap dan melepaskan (absorption – release cycles). Hidrogel atau crystal soil tidak dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalaui penggunaan yang lebih efisien. Pernyataan ini belum sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, dimana crystal soil belum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman karena dipengaruhi tingginya curah hujan.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberiaan perlakuan crystal soil tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus

communis Forst) baik pada pertambahan tinggi maupun diameter bibit sukun. Hal


(42)

bibit sukun pada Gambar 1 dan Gambar 3 bahwa selisih dari perlakuan kontrol dengan yang mendapatkan perlakuan tidak terlalu tinggi, hal ini dipengaruhi oleh faktor curah hujan yang tinggi.

Tidak adanya pengaruh dari crystal soil dengan perlakuan dosis atau jumlah yang sudah ditentukan dengan perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) yang diberikan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter. Hal ini diduga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama faktor curah hujan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian crystal soil dilapangan. Penelitian bertepatan dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli dimana bulan ini masuk ke dalam kelas bulan basah. Dapat dilihat pada Tabel curah hujan jumlah curah hujan per bulan mulai bulan April sampai bulan Juli berturut-turut 258.0 mm, 27.9 mm, 120.7 mm dan 167.7 mm. Bulan April, Juni dan Juli masuk dalam kelas bulan basah, sedangkan bulan Mei masuk ke dalam kelas bulan kering berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson. Dengan tingginya jumlah curah hujan atau banyaknya bulan basah pada saat melakukan penelitian menyebabkan pemberiaan crystal soil dengan jumlah yang telah ditentukan belum berpengaruh. Tingginya curah hujan dan banyaknya hari hujan menyebabkan kebutuhan air selalu tersedia sehingga tanaman selalu memiliki persediaan air pada saat tanaman membutuhkan air. Dengan pengaruh curah hujan yang tinggi dan banyaknya hari hujan, maka pemberian perlakuan crystal soil dengan dosis yang sudah ditentukan belum berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi maupun diameter bibit sukun. Hal ini dikarenakan sifat dari crystal soil yang menyerap dan menyimpan air dan akan melepaskannya pada saat tanaman membutuhkan air.


(43)

Pada Gambar 1 menunjukkan pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan A6 (18 butir) dan terendah pada perlakuan A4 (12 butir). Tidak

terdapat perbedaan setiap perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sukun. Ini ditunjukkan pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A4 (12 butir). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tinggi awal pada

saat penanaman bibit di lapangan. Tinggi tanaman perlakuan kontrol (23.2 cm) lebih tinggi dibanding perlakuan A4 (22.2 cm). Dengan adanya pengaruh curah

hujan sehingga pemberiaan cristal soil belum berpengaruh terhadap pertambahan tinggi bibit sukun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 pertambahan tinggi dilapangan selama pengamatan menunjukkan kecenderungan yang sama dari setiap perlakuan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingginya keberhasilan tanaman di lapangan pada Gambar 5 bukan dipengaruhi oleh faktor pemberian crystal soil melainkan faktor curah hujan. Berdasarkan hasil yang diperoleh ini berbeda dengan penelitian dirumah kaca oleh Manullang (2010) yang pada minggu ke-3 tanaman sudah mati dengan pemberiaan perlakuan crystal soil yang tidak jauh berbeda yaitu perlakuan kontrol (tanpa perlakuan), A1 (3 butir), A2 (5 butir),A3

(7 butir),A 4 (10 butir),A5 (12 butir) danA6 (15 butir). Hal ini disebabkan oleh

kondisi lingkungan rumah kaca yang tidak dipengaruhi oleh faktor curah hujan, sehingga tanaman stres air menyebabkan tanaman tersebut tidak mampu untuk bertahan hidup, dikarenakan air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam proses penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan


(44)

daur hidupnya. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Perlakuan dengan pemberian crystal soil pada tanaman sukun sebagai tanaman reboisasi lahan kritis merupakan suatu alternatif yang baik untuk melakukan penghijauan dilahan yang sulit untuk dijangkau,yang harus selalu melakukan penyiraman yang bertujuan untuk meningkatkan persen tumbuh dilapangan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahardjo (2007) menunjukkan bahwa hydrogel mempunyai potensi untuk digunakan sebagai salah satu teknologi mengatasi usaha budidaya tanaman di lahan kering dan efisiensi pemakaian air untuk tanaman-tanaman tertentu.


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan crystal soil yang diberikan belum berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan tingginya persentase tumbuh bibit di lapangan, tidak adanya pengaruh tersebut disebabkan oleh pengaruh faktor curah hujan yang tinggi.

Saran

Setelah dilakukan penelitian di lapangan, pemberian jumlah crystal soil yang dianjurkan belum berpengaruh terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit sukun karena dipengaruhi faktor curah hujan, sehingga perlu dilakukan penelitian yang hampir sama pada lokasi yang curah hujannya rendah.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Brown ,S dan Lugo, A.E. 1990. Tropical Secondary Forest. J. Trop. Ecol

Daniel, TW, JA Helm, FS Baker. 1994. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gajah Mada University Press. Bulaksumur. Yogjakarta.

Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkn oleh Sri Andani dan E.D.Purbayanti. Gadjah Mada University Press. 421 Hal

Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Diterjemahkan oleh Tohari. Gadjah Mada University Press. 874 Hal.

Gunarto, B. 1990. Budidaya Tanaman Sukun. Bandung. Yayasan Bhineka Swasembada.

Gardner, F.P.,R.B.Pearce dan R.L. Mitchel. 1991. Fosiologi Tumbuhan Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo. UI Press. Jakarta.

Hendalastuti, H. R. dan A. Rojidin. 2006. Identifikasi Sentra Produksi Buah dan Penanganan Pasca Panen Sukun Segar. Laporan Hasil Penelitian Lokal Litbang Hasil Hutan bukan Kayu. (tidak diterbitkan).

Indoinovasi, 2007. Crystal Soil. hhtp://cristal soil.synthasite.com/ [14 Februari2010].

Irawan, B. 2007. Pengenalan Teknis Hydrogel.

[16 Februari 2009]

Islami, Titik dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, ir dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Ismal, Gazali. 1979. Ekologi Tumbuh-tumbuhan dan Tanaman Pertanian. UNAND. Padang.

Jumin, H.B. 1988. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali. Jakarta.

Koswra, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif.

Manullang, N. 2010. Skripsi: Aplikasi Crystal Soil Terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Progaram Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.


(47)

Rahardjo, 2007. Jurnal Penelitian : Hydrogel Merupakan Salah Satu Teknologi

untuk Mengatasi Lahan Kering di Nusa Tenggara Barat. Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat.

Shofiyah . 2005. Indeks Kinerja Petani Dalam Membangun Hutan Rakyat Di Kecamatan Samarinda Utara .Tesis. Program Pascasarjana Universitas Mulawarman. Samarinda.

Soeseno, S. 1997. Budidaya Sukun. Penerbit Karnesius. Yogyakarta. Syah dan Nazarudin, 1994. Sukun dan Kluwih. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsuhidayat. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia, edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Sumarno, 2004. Pengelolaan Air Bagi Tanaman. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.

Warta Gerhan. 2006. Optimalisasi Peran Stakeholder dalam Implementasi Gerhan di Lapangan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Wibowo, S. 2006. Rehabilitasi Hutan Pasca Operasi Illegal Logging. Wana Aksara. Banten.

Widiyanto, R. 1988. Membuat stek, cangkok, dan okulasi. Jakarta: Penerbit Swadaya.


(48)

Lampiran 1. Bagan petak penelitian di lapangan 21 m Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV A1 3 m

A3 A6 A1

3m

A6 A6

3 m

A2 A3

3 m

A3 A2 A0

3 m

A5

3 m

A4

3 m

A1 A7 A0

45 m 3 m

A5 A7

3 m

A5 A6

3 m

A0 A5 A1

3 m

A4

3 m

A2

3 m

A4 A3 A2

3 m

A7 A0

3 m

A4 A7

Keterangan :

A0 = Tanpa pemberian crystal soil (kontrol) A4 = Pemberian crystal soil sebanyak 12 butir

A1 = Pemberian crystal soil sebanyak 3 butir A5 = Pemberian crystal soil sebanyak 15 butir A2 = Pemberian crystal soil sebanyak 6 butir A6 = Pemberian crystal soil sebanyak 18 butir A3 = Pemberian crystal soil sebanyak 9 butir A7 = Pemberian crystal soil sebanyak 21 butir


(49)

Lampiran 2. Data Pengamatan Tinggi dan Diameter Tanaman di Lapangan Selama Penelitian

Pegukuran tinggi pada ulangan I Perlakuan

Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 23.1 23.1 23.2 23.5 24.2 25.1 26.1 27.3

A1 = 3 butir 21.7 22 22.5 23.1 23.7 25.3 26.9 28.5

A2 = 6 butir 22 22.6 22.9 23.4 24 24.6 25.3 26.2

A3 = 9 butir 24 24.3 25.4 26.4 28.5 30.7 33.3 35.5

A4 = 12 butir 27.3 27.5 29.3 30.4 31.8 33.5 35.3 37.8

A5 = 15 bitir 25 25.6 25.7 26.4 27.5 28.9 30.2 32.2

A6 = 18 butir 17.6 19.1 20.1 20.7 22.6 25.5 28.5 31.9

A7 = 21 butir 21.1 21.5 21.8 22.2 23.3 23.9 24.5 26.4

Pengukuran diameter pada ulangan I

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.5 0.52 0.53 0.54 0.56 0.58 0.66 0.7

A1 = 3 butir 0.45 0.45 0.53 0.53 0.58 0.63 0.68 0.74

A2 = 6 butir 0.56 0.6 0.61 0.61 0.62 0.63 0.74 0.83

A3 = 9 butir 0.57 0.6 0.64 0.66 0.69 0.82 0.95 1.07

A4 = 12 butir 0.56 0.65 0.67 0.7 0.76 0.83 0.91 1.1

A5 = 15 bitir 0.5 0.52 0.53 0.56 0.6 0.67 0.74 0.9

A6 = 18 butir 0.56 0.62 0.64 0.71 0.76 0.92 1.08 1.26


(50)

Pegukuran tinggi pada ulangan II

Perlakuan Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 20 20.1 20.4 21.2 22.1 23.7 25.4 26.1

A1 = 3 butir 21.9 23 24 24.3 25.9 28 31.7 35.4

A2 = 6 butir 21.9 22.2 23 23.7 24.6 26.2 27.8 30.2

A3 = 9 butir 23.7 25.1 26 27 27.8 28.9 29.6 30.5

A4 = 12 butir 22.5 23 23.1 24.1 25 26.6 28.2 29.3

A5 = 15 bitir 22 22.6 23.4 23.6 24.7 26.6 28.6 30.2

A6 = 18 butir 22 22.6 23.7 25 25.5 28.8 32.4 35.2

A7 = 21 butir 23.1 24 25.2 26.4 27.5 30.2 32.9 36

Pengukuran diameter pada ulangan II

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.51 0.51 0.51 0.52 0.52 0.56 0.61 0.64

A1 = 3 butir 0.6 0.63 0.66 0.68 0.71 0.85 1 1.13

A2 = 6 butir 0.47 0.49 0.51 0.53 0.6 0.7 0.85 0.9

A3 = 9 butir 0.53 0.56 0.58 0.59 0.62 0.67 0.72 0.78

A4 = 12 butir 0.54 0.56 0.56 0.56 0.57 0.64 0.76 0.84

A5 = 15 bitir 0.47 0.48 0.51 0.55 0.6 0.69 0.8 1

A6 = 18 butir 0.57 0.58 0.6 0.6 0.61 0.7 0.8 1


(51)

Pegukuran tinggi pada ulangan III

Perlakuan Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 23 23.1 23.4 24 24.2 25.1 26.2 27.8

A1 = 3 butir 19.9 20.2 20.7 21.9 23.7 26.2 28.7 32.1

A2 = 6 butir 25.6 26.4 27.5 29 30.6 33.5 36.5 40.2

A3 = 9 butir 19.8 20.1 20.4 20.7 21.5 22.8 24.2 25.8

A4 = 12 butir 22.3 22.5 22.9 23.3 23.7 24 24.4 24.7

A5 = 15 bitir 23.2 23.4 24.4 25.9 27.6 30.4 33.2 37.1

A6 = 18 butir 21 22 23.1 24.3 26.9 29.1 31.4 33.4

A7 = 21 butir 29 29.9 31 32.3 34.2 36.7 39.2 41.6

Pengukuran diameter pada ulangan III

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.26 0.47 0.47 0.47 0.49 0.58 0.63 0.76

A1 = 3 butir 0.54 0.57 0.58 0.63 0.64 0.73 0.82 0.87

A2 = 6 butir 0.51 0.55 0.6 0.63 0.71 0.84 1.03 1.16

A3 = 9 butir 0.5 0.5 0.51 0.52 0.53 0.59 0.65 0.82

A4 = 12 butir 0.5 0.51 0.52 0.53 0.55 0.57 0.6 0.62

A5 = 15 bitir 0.6 0.65 0.72 0.79 0.86 0.96 1.08 1.27

A6 = 18 butir 0.56 0.59 0.61 0.63 0.65 0.74 0.83 1


(52)

Pegukuran tinggi pada ulangan IV

Perlakuan Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 27 27.2 28 29.4 30.5 33.2 36 38.3

A1 = 3 butir 23.7 24.5 25 25.1 25.4 25.7 26.1 26.4

A2 = 6 butir 17.4 17.4 17.8 18.2 18.5 18.9 20.6 21.3

A3 = 9 butir 26.7 27.3 27.8 28.7 29.4 30.7 32 33.7

A4 = 12 butir 16.7 17.1 17.3 17.6 18.2 19.5 20.8 22.8

A5 = 15 bitir 20 20.5 21.2 22 23 24.3 25.6 28

A6 = 18 butir 25.4 26 26.5 27 29 31.6 34.2 37.8

A7 = 21 butir 18.8 19.4 20.4 20.9 22.3 23.2 24.3 26

Pengukuran diameter pada ulangan IV

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.54 0.56 0.61 0.66 0.68 0.77 0.86 1.04

A1 = 3 butir 0.47 0.5 0.51 0.52 0.52 0.56 0.59 0.62

A2 = 6 butir 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.55 0.6 0.66

A3 = 9 butir 0.58 0.62 0.64 0.7 0.77 0.88 1 1.06

A4 = 12 butir 0.48 0.49 0.49 0.5 0.51 0.53 0.56 0.86

A5 = 15 bitir 0.61 0.63 0.64 0.67 0.7 0.81 0.92 0.94

A6 = 18 butir 0.56 0.6 0.66 0.7 0.76 0.87 0.98 1.11


(53)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

Rataan pertambahan tinggi (cm) bibit sukun

Perlakuan Kelompok Total Rataan

1 2 3 4

A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

4.2 6.8 4.2 11.5 10.5 7.2 14.3 5.3 6.1 13.5 8.3 6.8 6.8 8.2 13.2 12.9 4.8 12.2 14.6 6 2.4 13.9 12.4 12.6 11.3 2.7 3.9 7 6.1 8 12.4 7.2 26.4 35.2 31 31.3 25.8 37.3 52.3 38 6.60 8.80 7.75 7.83 6.45 9.33 13.07 9.50

Total 64 75.8 78.9 58.6 277.3 69.33

Analisis ragam pertambahan tinggi bibit sukun Sumber Keragman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F. Hitung F.Tabel 5% Crystal soil Kelompok Galat 7 3 21 110.573 40.506 287.516 15.796 13.502 13.691 1.153tn 0.986tn 2.490 3.070

Total 31 438.595

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

Keterangan: A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

Jumlah perlakuan = 8

Kelompok = 4


(54)

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

Rataan pertambahan diameter (cm) bibit sukun

Perlakuan Kelompok Total Rataan

1 2 3 4

A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

0.20 0.29 0.27 0.50 0.54 0.40 0.70 0.35 0.13 0.53 0.43 0.25 0.30 0.53 0.43 0.62 0.30 0.26 0.65 0.32 0.12 0.67 0.44 0.48 0.50 0.15 0.16 0.48 0.39 0.33 0.55 0.33 1.13 1.23 1.51 1.55 1.35 1.93 2.12 1.78 0.28 0.31 0.37 0.38 0.34 0.48 0.53 0.46

Total 3.25 3.22 3.24 2.89 12.60 3.15

Analisis ragam pertambahan diameter bibit sukun Sumber Keragman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F. Hitung

F.Tabel 5% Crystal soil Kelompok Galat 7 3 21 0.209 0.011 0.585 0.030 0.004 0.028 1.071tn

0.143tn 2.49 3.07

Total 31 0.805

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

Keterangan: A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

Jumlah perlakuan = 8

Kelompok = 4


(55)

Lampiran 5. Persentase Pertumbuhan bibit sukun dari masing-masing perlakuan No Perlakuan (4 Ulangan) ∑ Pertumbuhan % Pertumbuhan

1 A0 = kontrol 4 12.5

2 A1 = 3 butir 3 9.3

3 A2 = 6 butir 4 12.5

4 A3 = 9 butir 4 12.5

5 A4 = 12 butir 4 12.5

6 A5 = 15 bitir 4 12.5

7 A6 = 18 butir 4 12.5

8 A7 = 21 butir 4 12.5


(56)

Lampiran 6. Perhitungan Dosis Pemberian Perlakuan Crystal Soil • Dosis anjuran = 5 – 20 kg/ha (Rahardjo, 2007)

Asumsi :

dosis per hektar = 10 kg/ha 1 ha = 10000 m Jarak tanam = 3 m x 3 m

= 9 m

Jumlah tanaman per hektar = 10000 / 9 = 1111,111 = 1000 tanaman • Berat kering crystal soil :

1 gr = 45 butir 1 butir = 0.022 gr

Berat basah crystal soil (3 sampel) = 3,0 gr + 3,1 gr + 3.2 gr = 9,3 gr / 3

= 3,1 gr/butir • Dosis perlakuan :

10 kg = 10000 gr

1 tanaman = 10000 / 1000 = 10 gr/tanaman = 3 butir crystal soil


(1)

Pegukuran tinggi pada ulangan III

Perlakuan Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 23 23.1 23.4 24 24.2 25.1 26.2 27.8

A1 = 3 butir 19.9 20.2 20.7 21.9 23.7 26.2 28.7 32.1

A2 = 6 butir 25.6 26.4 27.5 29 30.6 33.5 36.5 40.2

A3 = 9 butir 19.8 20.1 20.4 20.7 21.5 22.8 24.2 25.8

A4 = 12 butir 22.3 22.5 22.9 23.3 23.7 24 24.4 24.7

A5 = 15 bitir 23.2 23.4 24.4 25.9 27.6 30.4 33.2 37.1

A6 = 18 butir 21 22 23.1 24.3 26.9 29.1 31.4 33.4

A7 = 21 butir 29 29.9 31 32.3 34.2 36.7 39.2 41.6

Pengukuran diameter pada ulangan III

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.26 0.47 0.47 0.47 0.49 0.58 0.63 0.76

A1 = 3 butir 0.54 0.57 0.58 0.63 0.64 0.73 0.82 0.87

A2 = 6 butir 0.51 0.55 0.6 0.63 0.71 0.84 1.03 1.16

A3 = 9 butir 0.5 0.5 0.51 0.52 0.53 0.59 0.65 0.82

A4 = 12 butir 0.5 0.51 0.52 0.53 0.55 0.57 0.6 0.62

A5 = 15 bitir 0.6 0.65 0.72 0.79 0.86 0.96 1.08 1.27

A6 = 18 butir 0.56 0.59 0.61 0.63 0.65 0.74 0.83 1


(2)

Pegukuran tinggi pada ulangan IV

Perlakuan Hasil Pengukuran Tinggi (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 27 27.2 28 29.4 30.5 33.2 36 38.3

A1 = 3 butir 23.7 24.5 25 25.1 25.4 25.7 26.1 26.4

A2 = 6 butir 17.4 17.4 17.8 18.2 18.5 18.9 20.6 21.3

A3 = 9 butir 26.7 27.3 27.8 28.7 29.4 30.7 32 33.7

A4 = 12 butir 16.7 17.1 17.3 17.6 18.2 19.5 20.8 22.8

A5 = 15 bitir 20 20.5 21.2 22 23 24.3 25.6 28

A6 = 18 butir 25.4 26 26.5 27 29 31.6 34.2 37.8

A7 = 21 butir 18.8 19.4 20.4 20.9 22.3 23.2 24.3 26

Pengukuran diameter pada ulangan IV

Perlakuan Hasil Pengukuran Diameter (cm)

I II III IV V VI VII VIII

A0 = kontrol 0.54 0.56 0.61 0.66 0.68 0.77 0.86 1.04

A1 = 3 butir 0.47 0.5 0.51 0.52 0.52 0.56 0.59 0.62

A2 = 6 butir 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.55 0.6 0.66

A3 = 9 butir 0.58 0.62 0.64 0.7 0.77 0.88 1 1.06

A4 = 12 butir 0.48 0.49 0.49 0.5 0.51 0.53 0.56 0.86

A5 = 15 bitir 0.61 0.63 0.64 0.67 0.7 0.81 0.92 0.94

A6 = 18 butir 0.56 0.6 0.66 0.7 0.76 0.87 0.98 1.11


(3)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

Rataan pertambahan tinggi (cm) bibit sukun

Perlakuan Kelompok Total Rataan

1 2 3 4

A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

4.2 6.8 4.2 11.5 10.5 7.2 14.3 5.3 6.1 13.5 8.3 6.8 6.8 8.2 13.2 12.9 4.8 12.2 14.6 6 2.4 13.9 12.4 12.6 11.3 2.7 3.9 7 6.1 8 12.4 7.2 26.4 35.2 31 31.3 25.8 37.3 52.3 38 6.60 8.80 7.75 7.83 6.45 9.33 13.07 9.50

Total 64 75.8 78.9 58.6 277.3 69.33

Analisis ragam pertambahan tinggi bibit sukun Sumber Keragman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F. Hitung F.Tabel 5% Crystal soil Kelompok Galat 7 3 21 110.573 40.506 287.516 15.796 13.502 13.691 1.153tn 0.986tn 2.490 3.070

Total 31 438.595

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

Keterangan: A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

Jumlah perlakuan = 8

Kelompok = 4


(4)

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

Rataan pertambahan diameter (cm) bibit sukun

Perlakuan Kelompok Total Rataan

1 2 3 4

A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

0.20 0.29 0.27 0.50 0.54 0.40 0.70 0.35 0.13 0.53 0.43 0.25 0.30 0.53 0.43 0.62 0.30 0.26 0.65 0.32 0.12 0.67 0.44 0.48 0.50 0.15 0.16 0.48 0.39 0.33 0.55 0.33 1.13 1.23 1.51 1.55 1.35 1.93 2.12 1.78 0.28 0.31 0.37 0.38 0.34 0.48 0.53 0.46

Total 3.25 3.22 3.24 2.89 12.60 3.15

Analisis ragam pertambahan diameter bibit sukun Sumber Keragman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F. Hitung

F.Tabel 5% Crystal soil Kelompok Galat 7 3 21 0.209 0.011 0.585 0.030 0.004 0.028 1.071tn

0.143tn 2.49 3.07

Total 31 0.805

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

Keterangan: A0 = kontrol

A1 = 3 butir

A2 = 6 butir

A3 = 9 butir

A4 = 12 butir

A5 = 15 bitir

A6 = 18 butir

A7 = 21 butir

Jumlah perlakuan = 8

Kelompok = 4


(5)

Lampiran 5. Persentase Pertumbuhan bibit sukun dari masing-masing perlakuan No Perlakuan (4 Ulangan) ∑ Pertumbuhan % Pertumbuhan

1 A0 = kontrol 4 12.5

2 A1 = 3 butir 3 9.3

3 A2 = 6 butir 4 12.5

4 A3 = 9 butir 4 12.5

5 A4 = 12 butir 4 12.5

6 A5 = 15 bitir 4 12.5

7 A6 = 18 butir 4 12.5

8 A7 = 21 butir 4 12.5


(6)

Lampiran 6. Perhitungan Dosis Pemberian Perlakuan Crystal Soil

• Dosis anjuran = 5 – 20 kg/ha (Rahardjo, 2007) Asumsi :

dosis per hektar = 10 kg/ha 1 ha = 10000 m Jarak tanam = 3 m x 3 m

= 9 m

Jumlah tanaman per hektar = 10000 / 9 = 1111,111 = 1000 tanaman

Berat kering crystal soil : 1 gr = 45 butir 1 butir = 0.022 gr

Berat basah crystal soil (3 sampel) = 3,0 gr + 3,1 gr + 3.2 gr = 9,3 gr / 3

= 3,1 gr/butir

• Dosis perlakuan : 10 kg = 10000 gr

1 tanaman = 10000 / 1000 = 10 gr/tanaman = 3 butir crystal soil