Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan pada anak bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak semuanya cocok pada anak. Pemberian obat anti cacing tanpa dasar justru akan merugikan anak yang mana akan memperberat kerja hati. Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telurlarva dalam tinja, urin, sputum dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana perilaku ibu-ibu terhadap pemberian obat antihelmintik kepada anak-anak mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum 1.3.1.1. Untuk mengetahui perilaku ibu-ibu terhadap pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam mengobati infeksi cacing. 1.3.2.2. Untuk mengetahui sikap ibu dalam mengobati cacingan. 1.3.2.3. Untuk mengetahui tindakan ibu dalam mengobati cacingan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi ibu agar memberi obat antihelmintik pada anak sesuai dengan indikasi. 1.4.2. Data dan informasi hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat penyuluhan dalam upaya pengobatan, pencegahan dan pemberantasan infeksi cacing. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan mengjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dengan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit cacing masih tetap merupakan masalah disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara. Pada umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit yang parah, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang merupakan suatu faktor ekonomis yang penting. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum yang sama pentingnya dengan misalnya malaria dan TBC. Infeksinya dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing. Diperkirakan bahwa lebih dari 60 anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing. Jenis Penyakit Cacing 2.1.1. Askariasis Ascaris lumbricoides atau cacing gelang panjangnya kira-kira 10-15cm dan biasanya bermukim dalam usus halus. Kira-kira 25 dari seluruh penduduk dunia terinfeksi cacing ini, terutama di negara tropis 70-90. Cacing betina mengeluarkan telur yang sangat banyak, sehingga 200.000 telur sehari melalui tinja. Penularan terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larvanya panjangnya kira-kira 0,25 mm yang berkembang dalam usus halus. Larva ini menembus dinding usus, melalui hati untuk kemudian ke paru-paru. Setelah mencapai tenggorok, lalu larva ditelan untuk kemudian berkembang biak menjadi cacing dewasa di usus halus. Jumlahnya dapat menjadi sedemikian besar hingga dapat menimbulkan penyumbatan, juga komplikasi seperti ileus, appendicitis dan pancreatitis. Universitas Sumatera Utara Siklus Hidup Gambar 2.1 Siklus hidup Ascaris lumbricoides CDC, 2009 2.1.2. Oxyuriasis Enterobius vermicularis dahulu disebut Oxuriasis atau cacing kermi yang biasanya terdapat dalam cecum, menimbulkan gatal di sekitar dubur anus dan kejang hebat pada anak- anak.Infeksi ini juga dapat menimbulkan apendicitis. Pada wanita, cacing dapat migrasi dari saluran genital dan seterusnya ke rongga perut sehingga memungkinkan peritonitis Natural Vitality Centre, 2010. Penularan pada anak kecil sering kali terjadi melalui auto-reinfeksi, yakni melalui telur- telur yang melekat pada jari-jari sewaktu menggaruk daerah dubur yang dirasakan sangat gatal dan dengan demikian memungkinkan terjadinya infeksi sekunder. Penyebabnya adalah cacing betina yang panjangnya 8-13 mm, keluar dari dubur antara jam 8-9 malam untuk bertelur di kulit sekitar dubur. Infeksi cacing kermi adalah satu-satunya infeksi yang dapt ditularkan dari orang ke orang, sehingga semua anggota keluarga harus diobati serentak, walaupun tidak menunjukkkan sebarang gejala. Ini karena, cacing betina bertelur 3-6 minggu setelah infeksi. Universitas Sumatera Utara Siklus Hidup Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan mungkin akan keluar bersama tinja. Di dalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi telur dan kemudian cacing dewasa betina bertelur pada bagian dubur dan sekitar kulit bagian perianal. Diperkirakan juga bahwa setelah cacing betina meletakkan telur-telurnya, cacing betina kembali masuk ke dalam usus, tetapi hal ini belum terbukti Garcia, 1996. 2.1.3. Ancylostomiasis Infeksi cacing tambang hookworm pada manusia disebabkan oleh Necator americanus nekatoriasis dan Ancylostoma duodenale ankilostomiasis. Cacing tambang mempunyai siklus hidup yang kompleks, infeksi oleh larva melalui kulit dan mengalami migrasi ke paru – paru dan berkembang menjadi dewasa pada usus halus. Infeksi cacing tambang menyebabkan anemia mikrositik dan hipokromik karena kekurangan zat besi akibat kehilangan darah secara kronis. Cacing dewasa terutama hidup di daerah yeyunum dan duodenum. Telur dikeluarkan melalui tinja dan tidak infektif pada manusia. Larva filariform yang bersifat infektif hidup secara bebas di dalam tanah dan air Ideham, 2007. Siklus Hidup Gambar 2.3 Siklus hidup Hookworm CDC, 2009 Universitas Sumatera Utara 2.1.4. Trichiuriasis Trichuris trichiura merupakan penyebab penyakit trikuriasis. Karena bentuknya mirip cambuk, cacing ini sering disebut sebagai cacing cambuk whip worm. Cacing ini tersebar luas di daerah tropis yang berhawa panas dan lembab. Trichuris trichiura hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia sehingga cacing ini bukan parasit zoonosis. Adapun cacing dewasa melekat pada mukosa usus penderita, terutama di daerah sekum dan kolon, dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Kadang – kadang cacing ini ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal Soedarto, 2008. Siklus Hidup Gambar 2.2 Siklus hidup Trichuris trchiura CDC, 2009 2.2. Antihelmintik Antihelmintik atau obat anti cacing Yun. Anti = lawan, helmins = cacing adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh. Universitas Sumatera Utara Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing di dalam rongga usus agar kadar setempat setinggi mungkin. Sebaliknya terhadap cacing yang dapat menembus dinding-dinding usus dan menjalar ke jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya digunakan obat sistemik yang justeru diresorpsi baik ke dalam darah hingga mencapai jaringan Tan, 2007. 2.2.1. Mebendazol : Vermox Ester-metil dari benzimidazol ini 1972 adalah antihelmintik berspektrum luas yang sangat efektif terhadap cacing kermi, gelang, pita, cambuk dan tambang. Obat ini banyak digunakan sebagai monoterapi untuk penanganan massal penyakit cacing, juga pada infeksi campuran dengan dua atau lebih jenis cacing. Mebendazol bekerja sebagai vermisid, larvisid dan juga ovisid. Mekanisme kerjanya melalui perintangan pemasukan glukosa dan mempercepat penggunaan glikogen pada cacing. Penggunaan mebendazol tdak memerlukan laksans. Resorpsinya dari usus adalah kecil yaitu kurang dari 10. Kesetaraan biologis mebendazol juga rendah akibat dari first pass effect yang tinggi. Persentase pengikatan mebendazol pada protein adalah 95. Ekskresinya berlangsung lewat empedu dan urin. Albendazol Eskazole adalah derivat karbamat dari benzimidazol 1988, berspektrum luas terhadap cacing kermi, gelang, pita, cambuk dan tambang. Golongan obat ini terutama dianjurkan pada echinococciosis cacing pita anjing. Di dalam hati, zat ini segera diubah menjadi sulfoksida, yag kemudian diekskresikan melalui empedu dan urin Tan, 2007. 2.2.2. Piperazin : Upixon Zat basa ini 1949 sangat efektif terhadap cacing gelang Ascaris dan cacing kermi Oxyuris berdasarkan perintangan penerusan-impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan dan kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui gerakan peristaltik usus. Di samping itu juga, piperazin juga mempunyai khasiat sebagai laksans lemah. Dahulu obat ini banyak digunakan kerana efektif dan murah, tetapi sejak tahun 1984, banyak negara Barat menghentikan penggunaannya berhubung efek samping terutama neurotoksisitasnya. Resorpsi dari usus adalah cepat dan kurang lebih 20 diekskresikan melalui urin dalam keadaan utuh Universitas Sumatera Utara Dietilkarbamazin : DEC, Hetrazan Derivat piperazin ini 1948 dikembangkan sewaktu perang dunia kedua, ketika kurang lebih 15.000 tentara AS yang ditempatkan di pulau-pulau Pasifik Barat menderita filariasis. Obat ini khusus digunakan terhadap mikrofilaria cacing benang, antara lain Wucheria bancrofti dan Loa-Loa, sedangkan kurang efektif terhadap makrofilaria. Obat ini mengubah permukaan membran cacing sehingga sistem imun dapat memusnahkan cacing. Resorpsinya dari usus mudah sehingga kadar dalam plasma darah mencapai puncak dalam 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 10-12 jam. Lebih dari 50 diekskresikan melalui urin dalam keadaan utuh Tan, 2007. 2.2.3. Pirantel : Combantrin Derivat pirimidin ini 1966 berkhasiat terhadap Ascaris, Oxyuris dan Necator, tetapi tidak efektif terhadap Trichiuris. Mekanisme bekerjanya melumpuhkan cacing dengan jalan menghambat propagasi impuls neuromuskuler. Kemudian, parasit dikeluarkan oleh peristaltik usus tanpa memerlukan laksans. Resorpsinya dari usus adalah ringan Howland, 2006. Ia diekskresikan dalam keadaan utuh bersama metabolitnya melalui tinja sebanyak 50 dan lebih kurang 7 dikeluarkan melalui urin. 2.2.4. Levamisol : Levotetramisol, Askamex, Ergamisol Derivat imidazol ini 1969 sangat efektif terhadap cacing gelang dan cacing tambang dengan jalan melumpuhkannya. Khasiat lainnya yang sangat penting adalah stimulasi sistem imunologi tubuh imunostimulator pada kemoterapi. 2.2.5. Praziquantel : Biltricide Derivat pirazino-isokinolin ini 1980 berkhasiat baik terhadap jenis tertentu Schistosoma dan Taenia, sedangkan terhadap cacing hati Fasciola hepatica tidak efektif. Obat ini satu-satunya digunakan pada schistosomiasis dan juga dianjurkan pada taeniasis. Khasiatnya berdasarkan kontraksi cepat pada cacing dan disintegrasi membran cacing. Universitas Sumatera Utara 2.2.6. Niklosamida : Yomesan Senyawa nitrosalisilanilida ini 1960 sangat efektif sebagai vermisid terhadap cacing pita, tetapi tidak efektif terhadap telurnya. Khasiatnya diperkirakan melalui peningkatan kepekaan cacing terhadap enzim protease dalam usus penderita hingga cacing lebih mudah dicerna. Umumnya terapi dinilai efektif bila setelah 3-4 bulan tidak ditemukan lagi segmen cacing proglottida dan telurnya dalam tinja Tan H.T., Rahardja K., 2007. Khususnya pada infeksi oleh Taenia solium setelah segmen dicernakan, telurnya akan dibebaskan dalam rongga usus, sehingga timbul kemungkinan cysticercosis bagi pasien. Dalam hal itu perlu diberikan laksans garam 3-4 jam setelah pengobatan untuk mengeluarkan segmen mati. Laksans tidak diperlukan pada infeksi Taenia saginata karena tidak ada resiko cysticercosis. Resorpsinya dalam saluran cerna sekitar 15 dan sebagian besar diekskresiakan melalui urin dalam bentuk yang sudah direduksi, sisanya melalui tinja dalam 1-2 hari. Waktu paruhnya dalam plasma darah adalah selama 3 jam. 2.2.7. Ivermectin : Stromectol Hasil fermentasi 1987 dari jamur Streptomyces avermitilis ini merupakan obat terpilih untuk infeksi cacing benang onchocerciasis. Obat ini berdaya mengurangi mikrofilaria di kulit dan di mata dengan efektif. Ivermectin juga sangat efektif terhadap Ascaris dan Strongyloides, tetapi lebih ringan daya kerjanya terhadap Oxyuris dan Trichiuris. Selain itu, ampuh juga terahadap kudis dan kutu rambut. Waktu paruhnya selama 12 jam dan ekskresinya berlangsung khusus melalui tinja. Obat ini dikontraindikasi pasa pasien mengidap meningitis dan juga pada ibu hamil. Pembasmian mikrofilaria dapat mengakibatkan reaksi Mazotti yaitu demam, nyeri kepala, somnolens dan hipotensi Howland, 2006. Universitas Sumatera Utara 2.3. Perilaku Menurut Notoadmodjo, perilaku dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu pengetahuan,sikap dan tindakan. 2.3.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoadmojo, 2003. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting akan terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bagus daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan Notoatmodjo, 2003. 2.3.2. Sikap attitude Sikap adalah merupakan reaksi atau respons sesorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoadmodjo 2003 , sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni: 1. Menerima Receiving diartikan bahwa orang subjek mahu dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek . 2. Merespon Responding adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai Valuing , mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga 4. Bertanggung jawab Responsible , bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resikop adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 2.3.3. Tindakan practise Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior . Untuk terwujudnya sikap menajdi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Universitas Sumatera Utara Adapun tingkat – tingkat praktik tindakan yaitu : 1 Persepsi Perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2 Respon Terpimpin Guided Respons Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. 3 Mekanisme Mechanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan. 4 Adaptasi Adaptation Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut Notoadmodjo, 2003. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep