Pengaruh Perilaku Penderita Terhadap Angka Kesakitan Malaria Di Kabupaten Rokan Hilir

(1)

Oleh AFRIDAH 067012031/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Afridah : Pengaruh Perilaku Penderita Terhadap Angka Kesakitan Malaria Di Kabupaten Rokan Hilir, 2009 USU Repository © 2008


(2)

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AFRIDAH 067012031/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR

Nama Mahasiswa : Afridah Nomor Pokok : 067012031

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD) (Drs. Zulkifli Lubis, MA) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Pebruari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD Anggota : 1. Drs. Zulkifli Lubis, MA

2. Prof. Dr. Ida Yustina, MSi 3. Nurman Ahmad, S.Sos, MSoc.Sc


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Pebruari 2009

Afridah


(6)

ABSTRAK

Malaria adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terdapat di seluruh dunia terutama pada negara-negara berkembang. Perbedaan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi, sosial budaya (etnis) menyebabkan penyebaran malaria yang berbeda-beda. Penyakit malaria di Propinsi Riau khususnya Kabupaten Rokan Hilir masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di mana tahun 2004 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh perilaku penderita meliputi pengetahuan, sikap terhadap tindakan dan tindakan terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria di 4 (empat) kecamatan yaitu Bangko, Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri dan Sinaboi sebanyak 4.152 orang dengan teknik random sampling berjumlah 110 orang, data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan regresi ganda pada =0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden secara umum masih rendah (52,7%) berpengetahuan buruk, (51,8%) bersikap buruk dan (73,6%) tindakan kategori sedang terhadap pencegahan penyakit malaria. Berdasarkan hasil uji statistik pengetahuan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria (p=0,000), sikap berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria (p=0,000), dan tindakan berpengaruh terhadap angka kesakitan malaria (p=0,009).

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir dan Instansi terkait, agar meningkatkan kegiatan penyuluhan baik dalam kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat, tentang pencegahan penyakit malaria sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria sehingga angka kesakitan malaria dapat diminimalisasi. Kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir agar melakukan program modifikasi lingkungan seperti pembuatan drainase untuk mengalirkan air yang tergenang didaerah rawa ke laut Kata kunci : Perilaku masyarakat, Angka Kesakitan dan Malaria.


(7)

ABSTRACT

Malaria is a disease which is caused by parasite and is still become a public health problem which is found in a whole world, especially in developing countries. The different conditions of geographical environment, social economy, and social culture (ethnic) make the differences in spreading of malaria. The disease of malaria in the Province of Riau, especially in Rokan Hilir District still becomes a public health problem where in 2004 there was an outbrake.

The purpose of this research which used explanatory survey is to analyze the influence of patient’s behaviour on the Malaria cases in the Rokan Hilir District. The population were determined proportionally from 4 (four) sub-districts as the research locations, they are Bangko, Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri, and Sinaboi. The samples for this study were 110 malaria’s patients. The data were analyzed through multiple regression test.

The result of the multiple regression test shows that the knowledge of respondents 52.7% in bad category; the attitude 51.8% in bad category; and the behaviour 73.6% in middle category towards the malaria prevention. Based on the statistic test, the variables which have the influence on malaria’s patients behaviour are knowledge (p=0.000) and attitude (p=0,000). The malaria’s patients behaviour has influence on the malaria cases (p=0.009).

It is suggested to the Rokan Hilir District of Health and related institutions to increase the extension about malaria disease preventioneither in quality or quantity to the community , in order to minimize the cases of malaria. It is also suggested to Rokan Hilir District Government to modify environmental program such as cleaning the drainage to flow the stagnated water in the swamp area to the sea.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul "Pengaruh Perilaku Penderita Terhadap Angka Kesakitan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir".

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan serta cinta kasih, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.


(9)

Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, MSi dan Nurman Ahmad, S.Sos, MSoc.Sc sebagai Dosen Penguji Tesis yang telah memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.

Bapak Bupati Kabupaten Rokan Hilir yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr.HM. Junaidi Saleh, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Keluarga besar jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, yang telah memberikan motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Ibunda Hj. Komariah dan Ayahanda H. Anwar Harun yang telah memberikan dukungan baik moril dan do'a restu.


(10)

Teristimewa buat suami tersayang dan anak-anakku, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do'a serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Pebruari 2009 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Afridah, lahir pada tanggal 22 April 1974 di Panipahan, anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Anwar Harun dan Ibunda Hj.Komariah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 004 Panipahan selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di YP.Kartini Panipahan selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di YP.Kesatria Medan selesai Tahun 1992, Akademi Keperawatan Depkes RI Medan selesai tahun 1995, S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2003.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1997 di RSUP H.Adam Malik Medan sampai Tahun 2001, dan tahun 2001 s/d sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir.

Pada tanggal 11 Mei tahun 1996, penulis menikah dengan saudara Firdaus Auzar, SE anak ke delapan dari delapan bersaudara, yaitu anak dari Alm. Bapak Auzar Hamzah dengan Ibu Hj. Syarifah Lubis, dan penulis dikaruniai tiga orang anak, yaitu satu putra dan dua putri.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis Penelitian... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penyakit Malaria ... 10

2.1.1. Faktor Host... 11

2.1.2. Faktor Agent... 16

2.1.3. Faktor Environment... 16

2.1.4 Perilaku ... 18

2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)... 29

2.3. Konsep Sehat-Sakit ... 32

2.4. Landasan Teori ... 33

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38


(13)

3.6. Metode Pengukuran ... 40

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 44

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria ... 48

4.4. Sikap Responden tentang Penyakit Malaria... 54

4.5. Tindakan Pencegahan Malaria ... 60

4.6. Angka Kesakitan Malaria... 63

4.7. Hasil Uji Regresi Berganda... 65

BAB 5 PEMBAHASAN... 67

5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tindakan ... 67

5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Tindakan ... 69

5.3. Pengaruh Tindakan Terhadap Angka Kesakitan Malaria ... 71

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 73

6.1.Kesimpulan ... 73

6.2.Saran... 74


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Penderita Malaria menurut Jenis Kelamin pada 4 Kecamatan

Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2007... 7

1.2. Jumlah Penderita Malaria menurut Kelompok Umur pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2007... 8

3.1. Jumlah Penderita Malaria sebagai Sampel di Kabupaten Rokan Hilir... 38

3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 42

4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir ... 45

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kabupaten Rokan Hilir ... 46

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Rokan Hilir... 47

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir ... 47

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Rokan Hilir .. 47

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kabupaten Rokan Hilir ... 48

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 49

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Penularan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 49

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Perindukan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir 50 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Obat untuk Menyembuhkan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 50

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gejala Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 51


(15)

4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Mencegah Gigitan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 51 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk

Malaria Suka Beristirahat di Kabupaten Rokan Hilir ... 52 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Waktu Nyamuk

Malaria Aktif Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir ... 52 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk

Malaria Sering Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir ... 53 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Jenis Ikan

Pemakan Jentik Nyamuk di Kabupaten Rokan Hilir ... 53 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 54 4.18. Distribusi responden berdasarkan Sikap dalam Pencegahan Penyakit

Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 55 4.19. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Segera Memeriksakan

Kesehatan bila Merasakan Gejala Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 55 4.20. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Penyakit Malaria dapat

Dicegah dengan Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekitar di Kabupaten Rokan Hilir ... 56 4.21. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Melakukan Tindakan

Pencegahan untuk Menghindarkan Penyakit Malaria lebih baik daripada Mengobati Setelah Sakit di Kabupaten Rokan Hilir ... 56 4.22. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Adanya Genangan Air

Meningkatkan Risiko Terjadinya Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 57 4.23. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Penderita Malaria Harus

Mendapatkan Pengobatan Malaria dari Tenaga Kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir ... 57 4.24. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Membayar bila


(16)

4.25. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Melakukan Penyemprotan apabila di Lingkungan Tempat Tinggal ada Penderita Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 58 4.26. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Menghilangkan Jentik

Nyamuk dengan Penyemprotan Merupakan salah satu Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 59 4.27. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Ikut Serta dalam

Penyuluhan tentang Penyakit Malaria dapat Menambah Pengetahuan tentang Pencegahan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 59 4.28. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Penyakit

Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 60 4.29. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Pencegahan Malaria

di Kabupaten Rokan Hilir... 61 4.30. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Pencegahan

Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 62 4.31. Distribusi Responden Berdasarkan Angka Kesakitan Malaria di

Kabupaten Rokan Hilir ... 63 4.32. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Angka Kesakitan Malaria

di Kabupaten Rokan Hilir ... 63 4.33. Tabel Silang (Cross Tab) Pengetahuan, Sikap dengan Tindakan serta

Tindakan dengan Angka Kesakitan di Kabupaten Rokan Hilir ... 64 4.34. Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap

Tindakan Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 65 4.35. Hasil Uji Regresi Linier Pengaruh Tindakan terhadap Angka Kesakitan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 78

2. Uji validitas dan reliabilitas ... 82

3. Hasil Tabulasi Silang ... 86

4. Hasil Uji Regresi... 87


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan masih menjadi masalah kesehatan masayarakat yang terdapat di seluruh dunia terutama pada negara-negara berkembang. Penyebarannya secara endemis dijumpai yakni antara garis bujur 60° LU dan 40° LS meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis, dengan penduduk berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41 % dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 sampai 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Sub-Suhara (Gunawan, 2000).

Berdasarkan data WHO yang dikutip Harijanto (2000) sebanyak 80 % kasus dijumpai di Afrika dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria pada wilayah setempat. Perbedaan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi, sosial budaya (etnis) merupakan salah satu penyebab penyebaran penyakit malaria yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi tersebut diatas..

Berdasarkan kasus diatas diperlukan pendekatan baru dalam pemberantasan malaria seperti upaya kemitraan global yang dikenal dengan Roll Back Malaria (RBM) dimana badan kesehatan dunia (WHO) selain memimpin prakarsa juga bertindak sebagai katalisator dalam kemitraan tersebut, Roll Back Malaria bertujuan


(20)

mengurangi penderita malaria sebanyak 50 % pada tahun 2010 melalui pendekatan partnership (Laihad, 2005).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (Depkes RI, 2007), di Indonesia malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama di kawasan timur. Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemis malaria dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemis malaria sedang sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis. Walaupun upaya penanggulangan malaria sejak lama dilaksanakan, namun dalam beberapa tahun terakhir terutama sejak krisis ekonomi 1997 daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada daerah-daerah yang telah berhasil menanggulangi malaria. Pada tahun 2003 malaria telah tersebar di 6.053 desa pada 226 kabupaten di 30 provinsi (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan data profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI tahun 2003, Annual Parasic Incidence (API) 0,62 per 1000 penduduk tahun 2001 turun menjadi 0,42 per 1000 penduduk tahun 2002. Daerah luar Jawa dan Bali Annual Malaria Incidence (AMI) 22,27 per 1000 penduduk tahun 2001 (Depkes,RI.2003). Sementara itu target Nasional Indonesia sehat 2010 di harapkan menjadi hanya 5 per 1000 penduduk (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan kasus diatas dan diperberat dengan semakin luasnya daerah yang resisten terhadap obat anti malaria yang selama ini digunakan yaitu klorokuin bahkan


(21)

juga sulfadoksin-pyremethamin yang lebih dikenal dengan fansidar. Untuk mengatasi hal itu, Depkes sejak tahun lalu telah mengimpor obat malaria dari China yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa kombinasi derivate artenrisinin seperti kombinasi antara artesunat dan amodiaquin tablet untuk pengobatan malaria berat. Obat ini terbukti efektif dan efisien untuk penanggulangan malaria di China dan Vietnam. Pengobatan malaria dengan kombinasi derivate artemisinin ini telah diujicobakan di beberapa wilayah yang resisten klorokuin dan juga efektif dan efisien dalam penanggulangan penyakit malaria (Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, 2003).

Penyakit malaria di Propinsi Riau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Secara historis terdapat daerah endemis malaria misalnya Pelalawan, Rokan Hilir, Kuantan Singingi, Siak dan Kampar. Di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2004 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menimbulkan kematian satu orang akibat penyakit malaria. Selama tahun 2005 kasus malaria klinis sebanyak 32.644 kasus dengan Annual Malaria Incidence (AMI) di Propinsi Riau berkisar antara 0,32 - 13.92 per 1000 penduduk. AMI terendah di Kota Pekanbaru yaitu 0,28 per 1000 penduduk dan AMI tertinggi di Kabupaten Pelalawan yaitu 22,05 per 1000 penduduk. Dari data diatas menggambarkan, bahwa mayoritas kab/kota di Propinsi Riau berada dalam stratifikasi Low Incidence Area (LIA < 50 per 1000 penduduk) (Profil Dinkes Propinsi, 2005).

Kabupaten Rokan Hilir terletak di Propinsi Riau, mempunyai luas wilayah ± 8.881.59 Km2, terletak di pesisir Timur Sumatera dan berhadapan dengan Selat Melaka. Kabupaten Rokan Hilir terbagi atas 96 Kepenghuluan, 7 Kelurahan dalam 13


(22)

wilayah Kecamatan, dengan jumlah penduduk 459.391 jiwa (Profil Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2006).

Penyakit malaria merupakan penyakit menular utama yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir dari dahulu sampai sekarang. Sebagian besar wilayah Rokan Hilir terdiri dari dataran rendah dan rawa -rawa, terutama di sepanjang Sungai Rokan hingga ke muara.

Gambaran penderita malaria di Kabupaten Rokan Hilir per kecamatan menunjukkan jumlah penderita klinis paling tinggi selama 2 tahun terakhir (2005-2006), yaitu peningkatan AMI sebesar 1,8 per 1.000 penduduk yaitu dari 35,5 per 1000 penduduk menjadi 37,3 per 1000 penduduk (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2006)

Berbagai program telah dilakukan Sub Din P2PL Dinas Kesehatan Rokan Hilir sebagai upaya penurunan kejadian malaria seperti penyemprotan rumah penduduk di daerah endemis (lavarciding), pembagian kelambu yang sudah dicelup dengan zat insektiside, kontrol larva atau jentik,dan penyuluhan secara berkala. Hasil pelaksanaan program ini belum tercapai sepenuhnya seperti yang diharapkan hal ini terlihat dari tingginya angka penyakit malaria (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2007).

Khususnya penyakit malaria di daerah ini belum dapat ditangani sepenuhnya oleh sebab itu diperlukan penanganan yang terintegrasi (lintas sektoral) untuk penanggulangan penyakit malaria. Derajat kesehatan masyarakat menurut teori Blum (dalam Notoatmodjo, 2005) ditentukan oleh empat faktor yaitu perilaku masyarakat,


(23)

lingkungan, sistem pelayanan kesehatan dan faktor biologis manusia. Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dipandang dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Konsep perilaku menurut Green (1990) adalah bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Ketiga faktor tersebut erat hubungannya dengan keadaan geografis Kabupaten Rokan Hilir yang berawa-rawa dan berhutan bakau (mangrove) sehingga menjadi habitat perindukan nyamuk Anoppheles sp penyebab penyakit malaria.

Sesuai dengan penelitian Hidayat (2001) bahwa fenomena penyebaran malaria diikuti dengan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi dan sosial budaya (etnis) di wilayah tertentu dimana lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan manusia dan nyamuk berada pada satu wilayah yang memungkinkan terjadinya transmisi malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

Penelitian Dasril (2005) menyatakan bahwa ada hubungan perilaku masyarakat terhadap angka kejadian malaria. Rumah yang mempunyai ventilasi tetapi tidak memakai kawat kasa memiliki resiko terkena malaria sebesar 5,2 kali dibandingkan dengan rumah yang berventilasi dengan kawat kasa. Tindakan pencegahan penyakit malaria berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria serta sikap masyarakat terhadap pentingnya dilakukan upaya pencegahan gigitan nyamuk penyebab malaria. Selanjutnya diketahui bahwa masyarakat yang tidak menggunakan obat anti nyamuk oles (repellent) memiliki


(24)

resiko sebesar 3,2 kali untuk terkena malaria dibandingkan dengan orang yang menggunakannya jika keluar rumah pada malam hari.

Menurut Achmadi (2003) kelemahan dalam program penanggulangan penyakit malaria diakibatkan karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara berkesinambungan. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit malaria, khususnya petugas lapangan adalah lemahnya pengawasan pelaksanaan kegiatan penanggulangan malaria, padahal sebagian besar program tersebut sangat membutuhkan pengawasan yang baik.

Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu daerah endemis malaria dengan jumlah kasus malaria klinis terbanyak diantara kabupaten endemis malaria yang ada di Propinsi Riau. Dari 13 kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir terdapat 4 kecamatan yang endemis malaria, yaitu: Kecamatan Sinaboi, Bangko, Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri dengan gambaran topografi terdiri dari daratan, di pinggir laut banyak terdapat pohon bakau, persawahan, perkebunan dan air sungai yang payau. Keadaan topografis seperti ini secara entomologi telah mengakibatkan luasnya tempat perkembangbiakan vector malaria atau nyamuk anoples.

Penduduk Kabupaten Rokan Hilir mayoritas mempunyai perilaku yang mendukung terhadap terjadinya penyakit malaria (man-made malaria), misalnya perilaku mengobrol dan minum kopi di kedai kopi dari pagi sampai malam hari. Karena daerah pinggir laut, pada malam hari panas mereka akan membuka baju. Hal tersebut merupakan perilaku dan kebiasaan yang berisiko untuk tertular malaria.


(25)

Data jumlah penyakit malaria di Kabupaten Rokan Hilir, khususnya di 4 (empat) kecamatan yang endemis berdasarkan data tahun 2007, di Kecamatan

Sinaboi sebanyak 527 penderita atau AMI sebesar 50,01 per 1000 penduduk, Kecamatan Bangko sebanyak 3.190 penderita atau AMI sebesar 38,99 per 1.000 penduduk, Kecamatan Rantau Panjang Kiri sebanyak 2.252 penderita atau AMI sebesar 39,60 per 1.000 penduduk, dan Kecamatan Bangko Pusako sebanyak 295 penderita atau AMI sebesar 22,99 per 1.000 penduduk. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Penderita Malaria menurut Jenis Kelamin pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun

2007

Penderita Malaria Menurut Jenis Kelamin

Pria Wanita No Kecamatan

Jlh % Jlh %

1 Sinaboi 309 58,63 218 41.37

2 Bangko 1.674 52.47 1.516 47.53

3 Rantau Panjang Kiri 1.222 54.25 1.030 45.75

4 Bangko Pusako 159 53.79 136 46.21

Jumlah 3.364 53.70 2.900 46.30

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2008

Berdasarkan Tabel 1.1 diatas diketahui bahwa persentase penderita malaria di setiap kecamatan yang endemis malaria di Kabupaten Rokan Hilir yang paling besar adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3.364 orang (53,70%).


(26)

Tabel 1.2. Jumlah Penderita Malaria menurut Kelompok Umur pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun

2007

Penderita Malaria Menurut Umur (Tahun) No Kecamatan

<1 1-4 5-9 10-14 15-19 20-44 45-54 55-59 60-69

1 Sinaboi 32 45 59 60 121 93 49 38 30

2 Bangko 194 272 357 363 732 563 297 230 182 3 RP. Kiri 137 192 252 256 517 397 209 162 128 4 B. Pusako 18 25 33 34 68 52 27 21 17 Jumlah 380 535 701 713 1.438 1.105 582 452 357

Persen 6,07 8,54 11,20 11,39 22,96 17,65 9,30 7,21 5,69 Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2008

Berdasarkan Tabel 1.2 diatas diketahui bahwa persentase penderita malaria di Kecamatan Sinaboi yang paling besar adalah pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 1.438 orang dari 3.190 orang.

Pekerjaan penduduk di Kabupaten Rokan Hilir umumnya adalah nelayan dan petani, yaitu sekitar 35% nelayan dan 45% petani. Dengan persentase penduduk yang bekerja sebagai petani dan nelayan merupakan indikator yang menunjukkan persentase penderita malaria juga pada penduduk yang pekerjaannya nelayan dan petani.

Tingkat pendidikan penderita umumnya adalah yang berpendidikan rendah (SD dan tidak sekolah), yaitu sebesar 60%, hal ini menunjukkan penduduk yang berpendidikan rendah kurang memahami perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit malaria.


(27)

1.2. Permasalahan

Kasus malaria di Kabupaten Rokan Hilir masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, hal ini diduga terkait dengan faktor perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu dalam penelitian ini dikaji bagaimana pengaruh pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan serta tindakan penderita terhadap angka kesakitan malaria”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan serta tindakan penderita terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh yang positif dan signifikan pengetahuan dan sikap penderita terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria serta ada pengaruh tindakan penderita terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan:

1. Bagi pemerintah kabupaten dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan kesehatan khususnya penganggulangan penyakit malaria. 2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman serta


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Malaria

Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembangbiakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles.

Masa inkubasi penyakit malaria dapat beberapa hari sampai beberapa bulan, setelah masa tunas, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing, mual. Penghancuran sel-sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar, sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah (Sudradjat, 2000).

Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria diklasifikasikan atas 4 (empat) bentuk manifestasi berdasarkan penyebabnya yaitu:

a. Malaria tertiana, disebabkan oleh plasmodium vivax, demam muncul setiap hari ketiga.

b. Malaria quartana, disebabkan oleh plasmodium malariae, demam setiap hari keempat


(29)

c. Malaria serebral, disebabkan oleh plasmodium falciparum, demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma dan kematian yang mendadak. d. Malaria pemisiosa, disebabkan oleh plasmodium vivax, gejala dapat timbul

sangat mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.

Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini diantaranya disebabkan oleh meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat anti malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh karena adanya variasi antigenik antar plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik di Indonesia, perlu dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari beberapa daerah endemik di Indonesia (Ditjen PPM & PLP, 2004).

Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host, agent, dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria.

2.1.1. Faktor Host

Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia) dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria.


(30)

a. Host Intermediate

Menurut Pribadi (2004), pada dasamya setiap orang dapat terinfeksi oleh agen biologis (Plasmodium), tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host terhadap Agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas.

(1) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria.

(2) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature dan kematian janin intrauterine.

(3) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressw (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak mempunyai reseptornya.

(4) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya.


(31)

(5) Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria.

(6) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

(7) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk. (8) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya

mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria.

b. Host Definitif

Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina. Hanya nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif 'ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

(1) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat katagori, yaitu perilaku hidup, perilaku berkembangbiak, perilaku mencari darah dan perilaku beristirahat.


(32)

apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembangbiak.

b. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan terlindung dari sinar matahari (teduh).

c. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh

perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu : (1) berdasarkan waktu menggigit, biasanya mulai senja hari hingga tengah

malam, bahkan ada yang menggigit sampai dini hari, (2) berdasarkan tempat, (3) berdasarkan sumber darah, anthrofofilik, (4) berdasarkan frekuensi menggigit.

d. Perilaku istirahat, (1) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenamya yang merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah, (2) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah).


(33)

(2) Faktor lain yang mendukung:

a. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.

b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit. c. Frekuensi menggigit manusia.

d. Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).

(3) Syarat-syarat nyamuk sebagai vektor:

a. Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai dengan daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk antara 2-3 km. b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit

dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.

c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya menghisap darah manusia (Anthropofilik).

d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.

e. Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit yang berasal dari obyek gigitandan menjadi infektif setelah menyelesaikan siklus hidupnya.


(34)

2.1.2. Faktor Agent

Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Aljazair menemukan parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890 Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (Hidayat, 2001).

Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :

a. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat.

b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana. c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.

d. Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Pasifik Barat.

2.1 3. Faktor Environment

Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembapan, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air.

b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.


(35)

timah, gabus, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya temak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada manusia.

d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan breading places potensial untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM & PLP,1999).

Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal), malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu menjadi perhatian adalah terdapatnya kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan berkesinambungan (Achmadi, 2003).


(36)

2.1.4. Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata (konkret).

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan mahluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yantg berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron


(37)

memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005)

Perilaku mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat. Berdasarkan analisis Blum (1956) dalam konteks kesehatan, maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari faktor lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat itu sendiri. Secara keseluruhan keempat faktor tersebut mempunyai derajat atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Disimpulkan bahwa faktor perilaku masyarakat mempunyai peran yang sangat besar terhadap peningkatan kesehatan setelah pengaruh faktor lingkungan.

Green (1980) menganalisis perilaku manusia dalam hal kesehatan. Dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan (environment). Yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seseorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu :

a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat


(38)

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan.

b. Enabling factor (faktor pemungkin), faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya tempat pembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat, ketersediaan kondom/kemudahan mendapatkan kondom, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, dokter paktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

c. Reinforcing factor (faktor penguat), faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.


(39)

Ada beberapa ahli menyatakan pengertian perilaku, diantaranya Blum (1956) berpendapat bahwa ada tiga masalah perilaku, yakni cognitif, afektif dan psikomotor. Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa perilaku itu dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan responsi terhadap situasi di luar subjek.

Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk operasional yaitu:

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau rangsangan dari luar

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak

sendiri perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

b. Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bahagian besar, antara lain sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.


(40)

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Menurut Blum (1956), perilaku sangat luas dan kompleks dan dapat dibagi menjadi tiga domain atau ranah yaitu : cognitive, affective dan psychomotor. Dalam perkembangannya, teori Blum ini dimodifikasikan untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi : Knowledge (Pengetahuan), Attitude ( Sikap) dan Practice (Tindakan) atau disingkat KAP.

1. Knowledge (Pengetahuan).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba).

Menurut Rogers (1974) sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sbb:

a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya stimulus.

b. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, menimbang-nimbang/ mengevaluasi baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.


(41)

d. Trial, mencoba perilaku baru

e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Rogers (1974) juga menyimpulkan bahwa proses adopsi baru akan relatif lebih langgeng jika didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif.

2. Attitude ( Sikap)

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).

Tingkatan sikap adalah :

a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (object)

b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/ mendiskusikan sesuatu masalah.

d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.

Menurut Allport (1954) yang dikutip Azwar (1995), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :


(42)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek c. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

3. Practice (Tindakan)

Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu :

a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil.

b. Guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mechanism (mekanisme), telah terjadi mekanisme dan melakukan sesuatu secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan.

d. Adoption (adopsi), tindakan yang sudah berkembang dengan baik

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana


(43)

fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:

1. Latar Belakang

Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

2. Kepercayaan dan Kesiapan Mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

3. Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya


(44)

latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

4. Faktor Pencetus

Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit kulit.

5. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru (inovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah, karena menyangkut suatu proses yang terjadi dalam diri individu itu sendiri maupun dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.

Menurut Notoatmodjo (2005), ada berbagai macam perubahan perilaku masyarakat yaitu:

a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh kejadian yang alamiah

b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan itu terjadi karena memang direncanakan sendiri


(45)

c. Kesediaan untuk Berubah (readiness to change): Sebahagian orang sangat cepat untuk menerima sesuatu perubahan, tetapi sebahagian orang lagi sangat lambat untuk menerima sesuatu perubahan.

e. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (Health behavior) adalah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.

Menurut Sarwono (1997), masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalamannya atau informasi yang diperolehnya dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan, pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana kesehatan tersebut, sehingga mereka akan memutuskan untuk tidak menggunakan pelayanan yang tersedia berdasarkan pengalaman yang pernah diperoleh dari pelayanan tersebut.

Menurut Tjiptoherijanto dan Soestyo (1994), pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Bila berbicara kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya semua dari kita akan menjawab bila merasa adanya gangguan pada kesehatan (sakit). Kita tidak pernah akan tahu kapan sakit dan tidak seorangpun dapat menjawab dengan pasti. Hal ini memberi


(46)

informasi bahwa kita selaku konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan pada masalah ketidakpastian.

Hubungan antara keinginan sehat dan permintaan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplek. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli. kesehatan masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto dan Soestyo, 1994).

Barbara Gallation Andersen (1986) mengemukakan 7 (tujuh) kategori penggunaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Demografi, variabel yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan dan besarnya keluarga yang digunakan sebagai alasan mutlak untuk indikator fisiologis yang berbeda dan juga siklus hidup dan asumsi bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyaknya berhubungan dengan variabel tersebut.

2. Struktur sosial, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial tertentu akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara tertentu pula.

3. Sosial psikologis, variabel yang digunakan merupakan ukuran sikap dan keyakinan individu.


(47)

digunakan untuk mengukur kemampuan bayar individu atau keluarga untuk pelayanan kesehatan mereka.

5. Sumber daya manusia, variabel yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan ketercapaian pelayanan kesehatan serta sumber masing-masing dalam masyarakat.

6. Organisasi, hal ini mencerminkan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan tersebut.

7. Sistem Kesehatan, model ini mengintegrasikan keenam hal diatas menjadi satu yang sempurna.

Menurut Lapau (1997) kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas kebutuhan yang tidak dirasakan dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan (Perceived need dan Evaluated need) yang dirasakan membuat individu mengambil kebutuhan untuk mencari pelayanan kesehatan atau tidak terhadap pelayanan kesehatan adalah merupakan penggunaan dari pelayanan kesehatan

2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)

Pendekatan teori Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dari Wolinsky (dalam Kalangie, 1994), menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya yang menunjukkan tingkat permintaan pelayanan kesehatan, yaitu: (1) kerentanan, (2) keseriusan,


(48)

(3) manfaat dan (4) hal yang memotivasi.

Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an. HBM diuraikan dalam usaha menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.

HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian (health beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya,. Asumsinya adalah bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.

Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:

a. Ketidak-kebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka.


(49)

b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.

Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.Tambahan untuk penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk berperilaku (cues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan.

Ancaman, keseriusan, ketidak-kebalan dan pertimbangan keuntungan dan kerugian, dipengaruhi oleh:

a. variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya), b. variabel sosio psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial), c. variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang masalah).

Fokus asli dari HBM adalah perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman penyakit berdasarkan perilaku yang dirasakan sehingga memerlukan pemeriksaan penyakit (cek-up) untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening).

HBM saat ini telah menggunakan ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan dengan perkembangan dari kondisi kronis: termasuk gaya


(50)

hidup tertentu seperti merokok, diet, olah raga, perilaku keselamatan, penggunaan alkohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS dan gosok gigi. Penekanan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit telah diganti kontrol dari resiko dan HBM telah diterapkan pada perilaku itu sendiri maupun yang lebih penting, untuk mencegah perubahan dalam perilaku.

Perluasan yang berarti dari HBM melebihi pencegahan telah terjadi ketika keterangan disusun untuk keadaan kesakitan dan ‘perilaku peran sakit’. Penelitian tentang ‘terjadinya gejala’ (symptom occurrence) dan respon terhadap gejala (symptom response) menggambarkan secara lebih lengkap bagaimana orang-orang menginterpretasikan keadaan tubuh dan bagaimana berperilaku selektif.

Model keyakinan-kesehatan menurut Rosenstoch dan Becker (dalam Potter, 2005) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan. Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berperilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan. Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:

a. Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit. Misalnya seseorang perlu mengenal adanya pernyakit malaria melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka orang tersebut mungkin merasakan resiko mengalami penyakit malaria.

b. Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran


(51)

untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll) c. Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.

Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.

2.3. Konsep Sehat-Sakit

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu hitam atau putih. Kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit (Purnawan, 2007).

Pendekatan yang digunakan saat ini, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Potter, 2005).

Sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total. Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik,


(52)

emosional, intelektual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat. Sedangkan sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya. Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan sesuai titik-titik tertentu pada skala rentang sehat-sakit (Potter, 2005).

2.4. Landasan Teori

Sebagai landasan teori menggunakan pendekatan teori Green (1980) kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor–faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: faktor–faktor predisposisi (presdiposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, dan bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Dalam teori Green (1980) juga dikatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.


(53)

Ada keterkaitan antara aspek perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang memicu terjadinya penyakit malaria. Keterkaitan perilaku penderita tentang penyakit malaria dapat digambarkan dari masing-masing aspek dalam teori perilaku, yaitu: (a) pengetahuan penderita tentang penyakit malaria yang rendah, karena kurang memahami tentang cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk anopheles, serta bagaimana cara pencegahannya, (b) sikap penderita terhadap penyakit malaria kurang baik, karena menganggap nyamuk anopheles sebagai penular penyakit malaria bukan sesuatu yang perlu diperhatikan secara khusus, (c) tindakan penderita dalam upaya pencegahan penyakit malaria belum mampu menurunkan angka kesakitan, karena beberapa kegiatan yang dilakukan pada saat bekerja maupun saat istirahat pada malam hari masih berisiko untuk terkena gigitan nyamuk anopheles Perilaku atau tindakan masyarakat tersebut terkait dengan lingkungan tempat tinggal yang secara alami merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk malaria.

2.5. Kerangka Konsep penelitian

Mengacu kepada bagan pokok atau bagan teoritik yang digunakan sebagai landasan penelitian, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Tindakan Pengetahuan

Sikap

ANGKA

KESAKITAN MALARIA


(54)

Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan arah atau alur penelitian sebagai berikut: faktor perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam kasus ini pengetahuan dan sikap mempengaruhi tindakan penderita dalam kehidupan sehari-hari serta tindakan mempengaruhi angka kesakitan malaria seperti tidur tidak menggunakan kelambu, sering keluar malam hari tidak mengenakan baju, tidak mengetahui gejala penyakit malaria, tidak membersihkan genangan air dan tidak pernah mengikuti program penyuluhan.


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah sebuah survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh perilaku terhadap angka kesakitan malaria melalui pengujian hipotesis.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Kecamatan Sinaboi, Bangko, Bangko Pusako dan Rantau Panjang Kiri, dengan pertimbangan kecamatan tersebut merupakan daerah endemis malaria yang ditandai dengan tingginya angka kesakitan malaria pada masyarakat.

Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survei awal, konsultasi judul penyusunan proposal, seminar kolokium, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil penelitian. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan mulai bulan Juni sampai dengan Desember 2008

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria yang terdapat di 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Kecamatan Sinaboi, Bangko,

Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri berdasarkan data terakhir pada Desember 2007, yaitu sebanyak 6.262 orang. Mengingat penderita malaria bervariasi antara anak-anak


(56)

sampai dewasa, maka populasi dibatasi dengan kriteria eksklusi, yaitu penderita anak-anak (0-9 tahun) dikeluarkan dari populasi, dengan alasan anak-anak-anak-anak mengalami penyakit malaria karena perilaku orangtua dan orangtualah yang mengambil keputusan terhadap anaknya karena anak-anak tidak dapat mengambil keputusan. Jumlah penderita anak-anak sebanyak 2.090 orang, dengan demikian jumlah populasi sebanyak 4.172 orang.

Besar sampel ditentukan dengan rumus penentuan besar sampel untuk penelitian survei (Notoatmodjo, 2002) sebagai berikut:

N n =

l + N(d2)

dimana:

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d2 = Tingkat Kesalahan (0,1)

Berdasarkan perhitungan sampel menggunakan rumus di atas, diperoleh besar sampel sebanyak 109,87 (110 orang), jumlah sampel yang diambil menjadi 110 orang (dibulatkan).

Penentuan sampel setiap kecamatan dilakukan secara proporsional sebagai berikut:


(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Rokan Hilir adalah salah satu kabupaten baru di Propinsi Riau yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, dibentuk pada tanggal 4 Oktober 1999 berdasarkan UU No 53 tahun 1999, mempunyai luas wilayah 8.881,59 Km2.

Wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak di pesisir timur Sumatera pada koordinat 1014’ sampai 2045’ lintang utara dan 100017’ hingga 101021’ bujur timur dan berhadapan dengan Selat Malaka. Kabupaten Rokan Hilir terbagi atas 103 Kepenghuluan/Kelurahan dalam 13 wilayah kecamatan, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Dumai, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar/Kabupaten Bengkalis, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu (Sumatera Utara).

Kondisi wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari beberapa sungai dan pulau. Sungai Rokan merupakan sungai terbesar yang melintas sejauh 350 Km2 dari muara di Rokan Hilir hingga hulunya di Rokan Hulu. Sebagian besar wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah dataran rendah dan rawa-rawa, terutama di sepanjang Sungai Rokan yang dijadikan lahan persawahan oleh masyarakat.


(58)

KK. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri dari 261.695 perempuan dan 232.070 laki-laki. Kompoisi penduduk paling banyak pada kelompok umur produktif (15 -44 tahun). Rasio beban tanggungan penduduk sebesar 69,52 yang berarti setiap 100 penduduk yang usia produktif menanggung 70 orang usia tidak produktif

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari rumah sakit sebanyak 3 unit, yang terdiri dari 1 unit rumah sakit pemerintah dan 2 unit rumah sakit swasta. Puskesmas sebanyak 15 unit, dimana 5 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap. Puskesmas pembantu sebanyak 69 unit, serta didukung oleh 9 unit puskesmas keliling darat dan 1 unit puskesmas keliling air (Puskesmas Panipahan)

Komposisi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar adalah tenaga perawat dan bidan, yaitu sebanyak 483 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir

No Jenis Tenaga Jumlah Persen

1 Medis 62 9.9

2 Perawat dan Bidan 483 77.3

3 Farmasi 26 4.2

4 Gizi 8 1.3

5 Teknisi Medis 24 3.8

6 Sanitasi 14 2.2

7 Kesehatan Masyarakat 8 1.3

Jumlah 625 100.0


(59)

Kondisi lingkungan pada lokasi penelitian yang terkait dengan penderita malaria, dapat dilihat berdasarkan keberadaan rawa-rawa di lingkungan tempat tinggal penduduk pada keempat kecamatan, dimana dari keseluruhan wilayah kecamatan ini merupakan pesisir pantai, sehingga banyak terdapat daerah rawa-rawa yang luasnya mencapai sekitar 30% di setiap kecamatan dan hutan bakau (mangrove). Dimana rawa-rawa dan hutan bakau tersebut berdekatan dengan pemukiman penduduk yang memungkinkan terjadinya perkembangbiakan nyamuk malaria.

4.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik masyarakat yang dilihat meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada uraian berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kabupaten Rokan Hilir

No Umur Jumlah Persen

1 < 20 tahun 23 20.9

2 20-40 tahun 52 47.3

3 > 40 tahun 35 31.8

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui sebagian besar responden berumur diantara 20 - 40 tahun (47,3%), selebihnya berusia < 20 tahun dan > 40 tahun. Hal ini menunjukkan persentase penderita malaria yang paling banyak pada kelompok usia produktif. Pengelompokan umur responden berdasarkan usia produktif, merupakan acuan untuk melihat persentase responden yang menderita penyakit malaria, dikaitkan dengan keberadaannya sebagai manusia produktif secara ekonomi.


(60)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Rokan Hilir

No Jenis Kelamin Jumlah Persen

1 Laki-laki 61 55.5

2 Perempuan 49 44.5

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui sebagian besar responden merupakan laki-laki (55,5%), selebihnya adalah perempuan. Penyebab lebih tinggi penderita malaria pada laki-laki dibandingkan perempuan terkait dengan pekerjaan laki-laki lebih banyak di luar rumah dibandingkan perempuan.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persen

1 Tidak Sekolah 8 7.3

2 Tamat SD 16 14.5

3 Tamat SLTP / Sederajat 43 39.1

4 Tamat SLTA / Sederajat 39 35.5

5 Akademi /Sarjana(S.l) 4 3.6

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.4. diketahui pendidikan responden dominan tamat SLTP (39,1%), selebihnya mempunyai tingkat pendidikan SLTA, SD, tidak sekolah dan paling sedikit pendidikan Akademi/ Sarjana.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Rokan Hilir

No Pekerjaan Jumlah Persen

1 Bekerja 86 78.2

2 Tidak Bekerja 24 21.8


(61)

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui umumnya penderita malaria mempunyai pekerjaan (78,2%), selebihnya responden tidak mempunyai pekerjaan atau tidak bekerja tetap. Persentase yang tinggi pada penderita yang bekerja menunjukkan nyamuk penular malaria umumnya menggigit pada saat berada di luar rumah atau bekerja.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kabupaten Rokan Hilir

No Penghasilan Jumlah Persen

1 > UMK Kab Rokan Hilir 68 61.8

2 ≤ UMK Kab Rokan Hilir 42 38.2

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.6. diketahui penghasilan responden di atas Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rokan Hilir tahun 2006 sebesar Rp.785.000 (61,8%), selebihnya mempunyai penghasilan kurang atau sama dengan UMK.

4.3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria

Aspek pengetahuan yang diperoleh dari responden meliputi pengetahuan tentang penyebab malaria, cara penularan malaria, tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, gejala malaria, pengobatan penderita malaria, upaya menghindari gigitan nyamuk penyebab malaria, waktu nyamuk aktif menggigit, tempat nyamuk suka beristirahat, tempat nyamuk penyebab malaria sering menggigit, serta pengetahuan responden tentang jenis ikan yang menjadi predator nyamuk anopheles.


(62)

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Penyebab Penyakit Malaria Jumlah Persen

1 Nyamuk Anopheles 43 39.1

2 Nyamuk Aedes Aegepty 40 36.4

3 Lalat 22 20.0

4 Lipas 5 4.5

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.7. diketahui 39,1% responden mempunyai pengetahuan yang benar tentang penyebab malaria yaitu nyamuk anopheles, yaitu disebabkan oleh nyamuk anopheles, sedangkan responden lainnya menjawab salah tentang penyebab penyakit malaria. Persentase responden yang mengetahui penyebab malaria menunjukkan penduduk di Kabupaten Rokan Hilir lebih banyak yang mengetahui penyebab malaria, namun yang tidak mengetahui penyebab malaria juga masih banyak, sehingga rentan untuk menderita malaria.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Penularan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Cara penularan penyakit malaria Jumlah Persen

1 Melalui gigitan nyamuk Anopheles 43 39.1 2 Melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty 40 36.4

3 Melalui makanan. 19 17.3

4 Kontak langsung dengan penderita malaria 8 7.3

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.8. diketahui bahwa 39,1% responden mempunyai pengetahuan yang benar tentang cara penularan penyakit malaria yaitu melalui gigitan nyamuk anopheles, responden lainnya menjawab salah tentang cara penularan


(63)

penyakit malaria. Responden yang mengetahui cara penularan malaria cukup besar, namun jenis pekerjaan yang dilakukan di luar rumah menyebabkan mereka menderita malaria, meskipun telah berusaha menghindari gigitan nyamuk anopheles.

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Perindukan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Tempat Perindukan Nyamuk Penular Penyakit Jumlah Persen

1 Rawa 23 20.9

2 Air tergenang 27 24.5

3 Air mengalir 31 28.2

4 Air Selokan 29 26.4

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.9. diketahui bahwa persentase responden yang mengetahui dengan benar tentang tempat perindukan nyamuk penyebab malaria yaitu rawa dan air tergenang lebih kecil dibandingkan responden yang mempunyai pengetahuan yang salah tentang tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, yaitu air mengalir dan air selokan.

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Obat untuk Menyembuhkan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Obat untuk Menyembuhkan Penderita Jumlah Persen

1 Obat dari sarana kesehatan/petugas kesehatan 19 17.3

2 Obat turun panas 32 29.1

3 Obat tradisional 38 34.5

4 Obat nyamuk yang dibeli di warung 21 19.1


(64)

Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa hanya sebagian kecil 17,3% responden yang mengetahui tentang obat untuk menyembuhkan penyakit malaria yaitu obat dari sarana kesehatan/petugas kesehatan, sedangkan persentase terbesar tidak mengetahui obat menyembuhkan penderita malaria.

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gejala Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Gejala penyakit malaria Jumlah Persen

1 Demam panas, menggigil, berkeringat, disertai sakit kepala, mual dan muntah

28 25.5

2 Demam panas dan menggigil 26 23.6

3 Demam panas dan bintik merah pada kulit 32 29.1

4 Demam dan muntah darah 24 21.8

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.11. diketahui bahwa 25,5% responden yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang gejala penyakit malaria yaitu: demam panas, menggigil, berkeringat, disertai sakit kepala, mual dan muntah, sedangkan responden lainnya tidak mengetahui secara lengkap gejala penyakit malaria.

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara

Mencegah Gigitan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Cara mencegah gigitan nyamuk penular penyakit

malaria Jumlah Persen

1 Memakai kelambu 23 20.9

2 Menggunakan obat nyamuk bakar 37 33.6

3 Mengoleskan obat nyamuk Autan (cair) 29 26.4

4 Menutup tempayan 21 19.1


(65)

Berdasarkan Tabel 4.12. diketahui responden yang benar tentang cara mencegah gigitan nyamuk penular penyakit malaria yaitu dengan memakai kelambu 20,9%, responden lainnya menjawab salah tentang cara mencegah gigitan nyamuk penular penyakit malaria. Hal ini mengakibatkan penggunaan kelambu oleh masyarakat untuk mencegah malaria masih rendah.

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk Malaria Suka Beristirahat di Kabupaten Rokan Hilir No Tempat nyamuk malaria suka beristirahat Jumlah Persen

1 Di baju yang bergantungan 18 16.4

2 Air tergenang 21 19.1

3 Di bak mandi 27 24.5

4 Selokan 44 40.0

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.13. diketahui hanya sebagian kecil 16,4% responden yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang tempat nyamuk malaria suka beristirahat yaitu pada baju yang bergantungan.

Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Waktu Nyamuk Malaria Aktif Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir

No Waktu nyamuk malaria aktif menggigit Jumlah Persen

1 Malam hari 38 34.5

2 Siang hari 20 18.2

3 Pagi hari 16 14.5

4 Sore hari 36 32.7

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.14. diketahui bahwa persentase responden yang mengetahui tentang nyamuk malaria aktif menggigit yaitu pada malam hari sebesar 34,5%, responden lainnya menjawab salah tentang waktu nyamuk malaria aktif menggigit.


(66)

Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk Malaria Sering Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir No Tempat nyamuk malaria sering menggigit Jumlah Persen

1 Di luar rumah (beraktifitas) 41 37.3

2 Di dalam rumah (istirahat) 23 20.9

3 Di sawah 20 18.2

4 Di warung 26 23.6

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.15. diketahui masih banyak responden yang tidak mengetahui tempat nyamuk malaria sering menggigit yaitu di luar rumah 37,3%.

Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Jenis Ikan Pemakan Jentik Nyamuk di Kabupaten Rokan Hilir

No Jenis ikan pemakan jentik nyamuk Jumlah Persen

1 Kepala timah, Gambus, Nila, Mujair 36 32.7

2 Lele, Gabus 32 29.1

3 Sepat 26 23.6

4 Ikan mas 16 14.5

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.16. diketahui pengetahuan responden yang benar tentang jenis ikan pemakan jentik nyamuk yaitu ikan kepala timah, gambus, nila dan mujair 32,7% secara keseluruhan lebih kecil dibandingkan responden yang mengetahui tentang jenis ikan pemakan jentik nyamuk.

Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No Kategori Pengetahuan tentang Penyakit Malaria Jumlah Persen

1 Tinggi 52 47.3

2 Rendah 58 52.7

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.17. diketahui kategori atau tingkat pengetahuan responden tentang penyakit malaria dominan pada kategori rendah 52,7% lebih tinggi


(67)

dibandingkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang penyakit malaria kategori tinggi.

4.4. Sikap Responden tentang Penyakit Malaria

Sikap responden meliputi: menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penular penyakit malaria, pengobatan malaria, pemeriksaan penyakit malaria, pencegahan penyakit malaria, genangan air dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit malaria, penyemprotan apabila dilingkungan tempat tinggal sudah ada penderita malaria, menghilangkan jentik nyamuk dengan penyemprotan adalah salah satu pencegahan penyakit malaria dan ikut serta dalam penyuluhan tentang penyakit malaria dapat menambah pengetahuan tentang pencegahan malaria., serta sikap tentang membayar kalau dilakukan penyemprotan, dengan uraian sebagai berikut.

Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dalam Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir

No

Menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penular

penyakit malaria

Jumlah Persen

1 Setuju 53 48.2

2 Kurang Setuju 36 32.7

3 Tidak Setuju 21 19.1

Jumlah 110 100.0

Berdasarkan Tabel 4.18. diketahui sikap responden yang setuju dengan menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penular penyakit malaria 48,2% lebih besar dibandingkan persentase


(1)

Regression

Variables Entered/Removedb

sikap,

pengetahuana . Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: tindakan b.

Model Summary

.794a .631 .624 3.48

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), sikap, pengetahuan

a.

ANOVAb

2220.572 2 1110.286 91.501 .000a

1298.346 107 12.134

3518.918 109 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), sikap, pengetahuan a.

Dependent Variable: tindakan b.

Coefficientsa

-3.186 2.250 -1.416 .160

.822 .070 .705 11.717 .000

1.112 .122 .549 9.135 .000

(Constant) pengetahuan sikap Model

1

B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardi zed Coefficien ts t Sig.

Dependent Variable: tindakan a.


(2)

8

Regression

Variables Entered/Removedb

tindakana . Enter

Model 1 Variables Entered Variables Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: penyakit malaria b.

Model Summary

.248a .061 .053 .47

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), tindakan

a.

ANOVAb

1.542 1 1.542 7.048 .009a

23.631 108 .219

25.173 109 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), tindakan a.

Dependent Variable: penyakit malaria b.

Coefficientsa

1.113 .205 5.419 .000

.021 .008 .248 2.655 .009

(Constant) tindakan Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients Beta Standardi zed Coefficien ts t Sig.

Dependent Variable: penyakit malaria a.


(3)

Gambar 1: Peneliti sedang melakukan wawancara dengan responden, dengan latar

89

Gambar 2: Kondisi rumah responden yang sebagian tidak mempunyai dinding dan atap


(4)

2

Gambar 3: Responden sedang beristirahat di dalam rumahnya dengan keadaan baju yang


(5)

(6)

2

Gambar 7: Salah satu rumah masyarakat yang dikelilingi oleh rawa yang berpotensi