Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan dan Sikap Penyemprot Pestisida di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2009

(1)

PENGARUH PENYULUHAN PESTISIDA TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENYEMPROT

PESTISIDA DI DESA PERTEGUHEN

KECAMATAN SIMPANG EMPAT

KABUPATEN KARO

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

JULIETTA Br GIRSANG 077033019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PENYULUHAN PESTISIDA TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENYEMPROT

PESTISIDA DI DESA PERTEGUHEN

KECAMATAN SIMPANG EMPAT

KABUPATEN KARO

TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIETTA Br GIRSANG 077033019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENYULUHAN PESTISIDA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PERTEGUHEN KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : Julietta Br Girsang

Nomor Induk Mahasiswa : 077033019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Edison Purba, Ph.D) Ketua

(Drs. Amir Purba, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama,M.S)

Dekan,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 November 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Edison Purba, Ph.D Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.Si

2. dr.Surya Dharma, M.P.H 3. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S


(5)

P E R N Y A T A A N

PENGARUH PENYULUHAN PESTISIDA TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENYEMPROT

PESTISIDA DI DESA PERTEGUHEN

KECAMATAN SIMPANG EMPAT

KABUPATEN KARO

TAHUN 2009

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu program pendidikan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2009


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada petani penyemprot pestisida di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo tahun 2009 dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida. Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan diskusi kelompok dan simulasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Pra Experimen dengan rancangan “One Group Pretest - Postest”. Jumlah sampel sebanyak 15 orang. Analisis data menggunakan uji t-test.

Setelah dilakukan penyuluhan pestisida pengetahuan responden meningkat sebesar 40,0 % dan sikap responden meningkat sebesar 46,7 %. Hasil penelitian dengan uji t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pestisida

Kepada pemerintah Kabupaten Karo disarankan agar lebih mengintensifkan penyuluhan pestisida dengan cara diskusi kelompok dan simulasi karena dalam diskusi kelompok dan simulasi terjadi transfer teknologi dan informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan dalam kelompok.


(7)

ABSTRACT

The research was conducted to evaluate the impact of extension to pesticide applicators in Perteguhen village Simpang Empat Sub-distric, Karo Distric on their knowledge and attitude. The extension was held by using the group discussion and simulation. The type of research used was Pre Experiment with the scheme of One Pretest and Postest group. The total of the sample were 15 respondents.

After doing the extension the the knowledge and attitude of the respondent increased 40 % and 46,7 % consecutively.The result by t- test showed that there was a difference of knowledge and attitude of the pesticide applicators after the pesticide extension.

It is suggested to the government of Karo Distric to intensity the pesticide extension by using the group discussion and simulation, because there would be transferred of technology information and also the changing of opinion and experience among the targets of extension in the group discussion and simulation


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan Pestisida terhadap Pengetahuan dan Sikap Penyemprot Pestisida di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”

Dalam menyusun Tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A(K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs Surya Utama, M.S selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan juga kepada Dr. Drs. R. Kintoko,MKM, selaku Sekretaris minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Edison Purba, Ph.D. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Amir Purba, M.Si selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan Tesis ini.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Julietta Br Girsang, lahir pada tanggal 14 Juni 1970 di Desa Beganding, dengan jumlah saudara 3 bersaudara tinggal di Jalan Veteran Gang Bakti No 14 Kabanjahe Kabupaten Karo.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Nomor 1 Beganding selesai tahun 1983, sekolah menengah pertama di SMP Katolik Sint Xaverius Kabanjahe selesai tahun 1986, sekolah menengah atas di SMA Negeri Kabanjahe selesai tahun 1989, Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara selesai tahun 1993.

Penulis menikah pada tanggal 15 Oktober 2002 dengan Caprilus Barus, dan sampai saat ini telah dikaruniai 2 orang putra yang diberi nama Paulino Deo Pramana Barus dan Hans Harold Barus.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Akademi Kebidanan Pemkab Karo mulai tahun 1997 sampai sekarang.

Tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penyuluhan Pestisida ... 8

2.2. Perubahan Perilaku... 34

2.3. Landasan Teori ... 37

2.4. Kerangka Konsep ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

4.2. Karakteristik Responden ... 45

4.3. Analisis Univariat ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1. Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Perubahan Pengetahuan ... 59


(11)

5.2. Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Perubahan

Sikap ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 68


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan Keracunan dan

Prognosisnya ... 26 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan dan Lama Menggunakan Pestisida ... 45 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ... 46 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Total Pengetahuan

Responden ... 52 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Responden ... 54 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Total Sikap Responden... 59


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 73

2. Kegiatan Penyuluhan ... 77

3. Daftar Hadir ... 78

4. Bahan Diskusi Kelompok ... 80

5. Surat Keterangan Penelitian... 81

6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... 82

7. Uji Normalitas Data ... 83

8. Hasil Uji Statistik t-test... 87

9. Master Data ... 88


(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada petani penyemprot pestisida di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo tahun 2009 dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida. Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan diskusi kelompok dan simulasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Pra Experimen dengan rancangan “One Group Pretest - Postest”. Jumlah sampel sebanyak 15 orang. Analisis data menggunakan uji t-test.

Setelah dilakukan penyuluhan pestisida pengetahuan responden meningkat sebesar 40,0 % dan sikap responden meningkat sebesar 46,7 %. Hasil penelitian dengan uji t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pestisida

Kepada pemerintah Kabupaten Karo disarankan agar lebih mengintensifkan penyuluhan pestisida dengan cara diskusi kelompok dan simulasi karena dalam diskusi kelompok dan simulasi terjadi transfer teknologi dan informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan dalam kelompok.


(16)

ABSTRACT

The research was conducted to evaluate the impact of extension to pesticide applicators in Perteguhen village Simpang Empat Sub-distric, Karo Distric on their knowledge and attitude. The extension was held by using the group discussion and simulation. The type of research used was Pre Experiment with the scheme of One Pretest and Postest group. The total of the sample were 15 respondents.

After doing the extension the the knowledge and attitude of the respondent increased 40 % and 46,7 % consecutively.The result by t- test showed that there was a difference of knowledge and attitude of the pesticide applicators after the pesticide extension.

It is suggested to the government of Karo Distric to intensity the pesticide extension by using the group discussion and simulation, because there would be transferred of technology information and also the changing of opinion and experience among the targets of extension in the group discussion and simulation


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pestisida merupakan salah satu hasil tekhnologi modern dan telah terbukti mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena telah menjadi unsur utama dalam meningkatkan hasil pertanian.

Pestisida selain berdampak positif dapat juga berdampak negatif. Bila tidak dikelola dengan baik dan bijaksana dampak negatif pestisida antara lain keracunan pada manusia, ternak, satwa liar, tanaman, kasus resistensi dan pencemaran lingkungan.

Memperhatikan manfaat dan dampak negatifnya maka pestisida harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.

Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa dengan penggunaan pestisida dapat meningkatkan hasil sebanyak 40% pada tanaman coklat, 33% pada tanaman tebu, dan 50% pada tanaman kapas (Sudarmo, 1995)

Pemakaian pestisida yang sangat besar berawal dari pelaksanaan program intensifikasi pertanian yang berorientasi pada peningkatan hasil panen yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Petani benar-benar dirangsang untuk menggunakan pestisida secara besar-besaran. Pada saat itu


(18)

secara berkala tanpa melihat ada tidaknya hama yang menyerang tanaman sehingga penyemprotan dapat dilakukan setiap minggu sepanjang musim tanam (Novizan, 2002).

Menurut Sa’id (1993) di Indonesia kasus pencemaran oleh pestisida menimbulkan berbagai kerugian yang cukup tinggi. Kerugian tersebut dapat berupa keracunan terhadap pemakai dan pekerja pestisida yang dapat mengakibatkan keracunan baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual dan muntah bahkan keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang bahkan meninggal dunia. Kerugian lain dapat terjadi bagi konsumen karena sisa-sisa (residu) pestisida yang terdapat dalam produk pertanian juga dapat terjadi keracunan bagi lingkungan (Sudarmo, 1995).

Menurut Ahmadi (1993) Indonesia adalah Negara agraris dimana 44 % penduduk yang bekerja disektor informal adalah bekerja di sektor pertanian. Salah satu masalah kesehatan petani adalah penyakit yang ditimbulkan oleh paparan pestisida. Para pekerja tani mempunyai bahaya potensial yang besar sebagai penderita keracunan pestisida yang digunakan dilahan usaha taninya. Namum ditinjau dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja program pengamanan pada tingkat petani kurang memadai. Sistim perlindungan ketenaga kerjaan termasuk perlindungan melalui jaminan sosial tenaga kerja diberikan kepada tenaga kerja formal dan belum terjangkaunya tenaga kerja sektor informal temasuk petani. Padahal petani adalah


(19)

warga negara yang berhak mendapat perlindungan kesehatan yang baik termasuk keselamatan dan kesehatan sehubungan dengan lingkungan pekerjaannya.

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (1999), berdasarkan pemeriksaan kholinestrase darah di Deliserdang pada 46 orang petani sampel diketahui 67,4% keracunan dan 63,2% tidak keracunan pestisida. Di Kabupaten Karo 73,6% keracunan 26,4% tidak keracunan, Kabupaten Dairi keracunan 48,8% tidak keracunan 51,2%, Kabupaten Labuhan Batu keracunan 77,5% tidak keracunan 22,5%.

Kabupaten Karo dikenal sebagai daerah pertanian tanaman buah dan sayuran (hortikultura) dimana sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Berdasarkan hasil pemeriksaan kholinestrasi darah petani dibeberapa kecamatan di Kabupaten Karo diketahui bahwa Kecamatan Simpang Empat merupakan kecamatan yang jumlah petani mengalami keracunan pestisida cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kholinesterase di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo tahun 2008 diketahui bahwa Desa Perteguhan memiliki tingkat keracunan tertinggi yaitu sebanyak 57,13% (keracunan ringan sebesar 44,28% dan keracunan sedang sebesar 12,85%) dan yang tidak keracunan sebanyak 42,85%

Salah satu penyebab penyakit kulit adalah paparan pestisida lebih dari 90 % kasus keracunan dari seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit (Panut, 1998). Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo tahun 2002 dan 2003 penyakit kulit berada diurutan 9 dari 10 penyakit terbesar dan ada kecenderungan


(20)

secara umum petani menggunakan pestisida, sehingga berpotensi terhadap terjadinya berbagai penyakit khususnya penyakit kulit.

Dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan petani mempunyai arti penting, karena pengetahuan petani dapat mempertinggi kemampuannya untuk mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap positip terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas. Demikian pula dalam kaitannya dengan konsep penggunaan pestisida yang aman bagi kesehatan, konsep tersebut akan diterapkan secara baik oleh petani, apabila petani memiliki pengetahuan yang baik dan petani bersikap positip terhadap konsep tersebut (Sudarta, 1991).

Hasil penelitian Rario, dkk (2004) tentang persepsi dan perilaku petani dalam penanganan resiko pestisida pada lingkungan menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang pestisida berhubungan nyata dan berpengaruh besar terhadap persepsi dan perilaku penanganan pestisida. Persepsi tentang pestisida juga berhubungan nyata dan berpengaruh besar terhadap perilaku penanganan pestisida.

Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Petugas penyuluh dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang dibutuhkan petani dan


(21)

menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik (Putra, 2000).

Pengetahuan tentang residu pestisida di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasarkan data hasil pemantauan PAN (Pesticide Action Network ) Indonesia-sebuah LSM pemerhati pestisida selama periode 1993-1994 dibeberapa tempat menunjukkan sebagian besar buruh tani dan petani di Indonesia tidak mengetahui arti residu pestisida dan bahaya yang ditimbulkannya (Riza, 1996).

Berdasarkan hasil observasi dilapangan Mei 2008 ditemukan bahwa petani dalam mengunakan pestisida masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan penggunaan pestisida. Mayoritas petani mengaduk pestisida dengan memakai tangan tanpa sarung tangan sambil memakan sirih, menyemprot sambil merokok dan tidak menggunakan alat pelindung diri, dosis dan konsentrasi yang dipakai sering ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan dengan alasan dosis yang rendah sudah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain itu wadah bekas pestisida sering dibuang disembarang tempat sehingga keterpaparan petani karo terhadap pestisida sangat tinggi sekali.

Permasalahan penggunaan pestisida menurut Achmadi (1993) bertumpu pada dua hal yaitu kuantitas jumlah petani yang sangat besar dan secara kualitas kurang memadai karena faktor pendidikan yang umumnya rendah sehingga tidak jarang petani tidak membaca petunjuk pengunaan pestisida. Selain itu kurang


(22)

disosialisasikan penggunaan pestisida yang benar, sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak pestisida masih sangat rendah.

Dikecamatan Simpang empat sudah ada beberapa kegitan penyuluhan yang dilakukan yang diharapkan mengubah prilaku petani. Dengan penyuluhan diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara praktek yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan teknologi yang selalu berkembang. (Kartasapoetra, 1994)

Penyuluhan merupakan suatu proses belajar mengajar yang tidak terlepas dengan kondisi interaktif antara penyuluh dengan sasaran penyuluhan (Setiana,1994). Peranan faktor pendukung penyuluhan seperti karakteristik penyuluh, karakteristik sasaran, ketepatan materi penyuluhan dan tekhnik atau metode yang digunakan termasuk media yang digunakan serta pengaturan waktu dan tempat yang sesuai situasi dan kondisi masyarakat sasaran sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan penyuluhan yang akhirnya dapat diukur dari seberapa jauh telah terjadi perubahan prilaku yang mengarah pada tindakan, pengetahuan, sikap dan ketrampilan seseorang dalam menggunakan pestisida. Karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida di desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2009.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap


(23)

penyemprot pestisida di desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap penyemprot pestisida di desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

1.4. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan penyemprot pestisida di desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

2. Terdapat pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap penyemprot pestisida di desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan pada petani agar terhindar dari dampak buruk penggunaan pestisida.

1.5.2. Sebagai bahan masukan/informasi bagi pihak-pihak terkait dalam hal penelitian lanjutan untuk promosi kesehatan dalam menggunakan pestisida.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan Pestisida

Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses dan perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan yang bersifat nonformal di luar sistem sekolah yang biasa.

Pendidikan masyarakat juga mengandung pengertian usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat diserap atau dipraktekkan oleh masyarakat. Dengan mengacu pada pengertian di atas penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah prilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan dan kemauan, serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya ( Kartasapoetra, 1994).

Dengan penyuluhan diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara praktek yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan tekhnologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan para petani tersebut.

2.1.1. Komunikasi dalam penyuluhan pertanian

Menurut Jones (1975) pengertian proses komunikasi dalam bidang pertanian adalah sangat kompleks, hal ini disebabkan karena banyak faktor yang terlibat


(25)

didalamnya. Proses komunikasi dalam kaitannya dengan penyuluhan pertanian mengharapkan bahwa komunikasi yang terjadi tidak semata mata berpindahnya pesan dari komunikator ke sasaran atau komunikan tetapi bagaimana pesan tersebut dapat diterima, dimengerti oleh sasaran sehingga timbul suatu kesadaran yang berlanjut keminat, keinginan untuk menimbang nimbang dan mencoba hingga menerapkan pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut dengan kesadarannya sendiri. 2.1.2. Difusi dan Inovasi dalam pelaksanaan penyuluhan

Dalam mengubah masyarakat terdapat suatu kegiatan yang dikenal dengan difusi inovasi, yaitu suatu proses penyebarserapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam merubah suatu masyarakat.

Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya melalui beberapa tahapan yang disebut dengan tahap putusan inovasi atau dikenal dengan model difusi inovasi.


(26)

MODEL DIFUSI INOVASI

PENGETAHUAN PERSUASI KEPUTUSAN KONFIRMASI

MENOLAK

ADOPSI TERLAMBAT

TERUS MENOLAK ADOPSI

STOP ADOPSI LANJUT ADOPSI

SUMBER KOMUNIKASI

Faktor penerima : Karakter Personal/sosial Tingkat kebutuhan

Sistem Sosial : Norma Sosial Struktur Sosial Tingkat Toleransi

Karakter Pesan : Keuntungan Kesesuaian Kompleksitas Dapat diujicoba Dapat diamati

Sumber : Rogers, M, E, 1992

Dalam proses penyuluhan dimana salah satu tujuannya adalah agar terjadi perubahan sikap prilaku yang mengarah pada tindakan maka proses terjadinya adopsi inovasi yang bertahap seringkali tidaklah sama pada setiap individu.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi juga dapat digolongkan dalam beberapa golongan, antara lain berdasarkan

1. Sifat Inovasinya

Dapat digolongkan dalam sifat dari dalam inovasi itu sendiri (instrinsik) dan dari luar inovasi yang disebut sifat ekstrinsik.

• Sifat Instrinsik meliputi :


(27)

Nilai keunggulan Inovasi Tingkat kerumitan Inovasi

Mudah tidaknya Inovasi tersebut dikomunikasikan

Mudah tidaknya dicobakan dan mudah tidaknya Inovasi tersebut diamati

• Sifat Ekstrinsik meliputi :

Kesesuaian Inovasi dengan lingkungan setempat

Tingkat keunggulan relatif Inovasi dibanding dengan tekhnologi yang sudah ada atau yang sudah berkembang didaerah tersebut.

2. Sifat sasaran

Berdasarkan tingkat kecepatan dalam mengadopsi inovasi, sasaran penyuluhan dipedesaan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok sasaran, antara lain : Kelompok perintis ( Innovator)

Kelompok pelopor (early adopter) Kelompok penganut dini (early majority) Kelompok penganut lambat (late majority) Kelompok kolot (laggard)

Faktor lain yang dalam beberapa kasus dapat ikut mempengaruhi Adopsi Inovasi dalam penyuluhan menurut Departemen Pertanian adalah : Luas usaha tani

Tingkat pendapatan


(28)

Tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi diluar lingkungan sendiri Aktivitas dalam mencari informasi dan ide-ide baru

Berbagai sumber informasi yang dapat sampai ketempat tersebut dan dapat dimanfaatkan

3. Luas usaha taninya

4. Sifat individu secara pribadi atau karakter individu

2.1.3. Kekuatan yang mempengaruhi penyuluhan dan faktor pendukung efektifitas penyuluhan

Mengukur efektifitas penyuluhan akan sangat sulit jika dihubungkan pada perubahan sikap prilaku sasaran penyuluhan, namun demikian beberapa ahli berpendapat bahwa efektifitas atau keberhasilan kegiatan penyuluhan dapat diukur dari seberapa jauh telah terjadi perubahan prilaku yang mengarah pada tindakan, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang.

Faktor Pendukung Efektifitas Penyuluhan 1. Metode Penyuluhan

a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode perorangan atau personal approach menurut Kartasapoetra (1994),sangat efektif digunakan dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari segi jumlah sasaran yang ingin dicapai, metode ini kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu.


(29)

b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kelompok. Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra (1994) cukup efektif dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer tekhnologi informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Termasuk metode pendekatan kelompok diantaranya adalah diskusi, demonstrasi, kursus tani, temu karya dan lain sebagainya.

c. Metode berdasarkan pendekatan Massal

Dipandang dari segi penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Termasuk dalam metode pendekatan massal antara lain siaran Radio, kampanye, pemutaran film, penyebaran leaflet, poster, surat kabar, dsb.

2. Media Penyuluhan

Media penyuluhan adalah alat bantu penyuluhan yang dalam peranannya berfungsi sebagai perantara yang dapat dipercaya menghubungkan antara penyuluh


(30)

Mardikanto(1993), media adalah alat bantu atau benda yang dapat diamati, didengar atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi untuk memperagakan atau menjelaskan uraian yang disampaikan penyuluh guna membantu proses belajar sasaran penyuluhan agar materi penyuluhan mudah diterima dan dipahami . Media dapat juga berfungsi untuk :

• Menarik perhatian atau memusatkan perhatian, sehingga konsentrasi sasaran terhadap materi tidak terpecah

• Menimbulkan kesan mendalam, artinya apa yang disuluhkan tidak mudah untuk dilupakan

• Alat untuk menghemat waktu yang terbatas, terutama jika penyuluh harus menjelaskan materi yang cukup banyak.

3. Materi penyuluhan

Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan, baik yang menyangkut ilmu atau tekhnologi. Materi yang baik dalam penyuluhan adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik karena dapat memperbaiki produksi pertanian dan yang lebih penting lagi dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran penyuluhan.

Kartasapoetra (1994) mengemukakan bahwa materi penyuluhan agar dapat diterima, dimanfaatkan dan diaplikasikan oleh sasaran penyuluhan dengan baik, antara lain harus :


(31)

• Tidak bertentangan atau sesuai/ selaras dengan adat atau kepercayaan yang berkembang diaerah setempat

• Mampu mendatangkan keuntungan

• Bersifat praktis mudah dipahami dan diaplikasikan sesuai tingkat pengetahuan Mengesankan dan dapat dimanfaatkan dengan hasil nyata dan segera dapat dinikmati. 2.1.4. Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari rangkaian kata “pest” yang berarti “hama” dalam arti “luas” dan “sida” yang berarti mematikan. Dalam PP No. 7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida ialah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yag digunakan untuk (Depkes RI, 1990) :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Mengatur atau mencegah pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk.

5. Mengatur atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.


(32)

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat dilindungi dengan penggunaan pada tanaman tanah dan air.

2.1.5. Golongan Pestisida

2.1.5.1. Insektisida dan Akarisida

Ada banyak jenis insektisida yang termasuk dalam kelompok ini. Diantaranya adalah pestisida golongan organofosfat yang banyak digunakan oleh petani. Sebagian besar bahan aktif golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia misalnya Diazinon, Fention dan Malatihon. Sedangkan bahan aktif lainnya masih diizinkan misalnya untuk herbisida: Score 250 EC, Polaris 240 AS, Roundup, untuk fungisida yaitu Kasumiron 25/WP, Afugon 300 EC, Rizolek 50 WP, untuk Insektisida yaitu Curacron 500 EC, Voltage 560 EC, Takuthion 500 E (Wudianto, 1993).

Golongan organofosfat sering disebut organik phosphates, phosphorus insectisides, phosphate insektisida dan phosporus esters atau phosphoric acid esters. Golongan organophosphates struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas saraf. Organofosfat selain toksik terhadap hewan bertulang belakang ternyata tidak stabil dan nonpersisten, khususnya untuk menggantikan DDT (Sudarmo, 1995).

Beberapa pestisida golongan karbamat, seperti karbaril dan metomil, telah dilarang penggunaannya di Indonesia. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif lain dari golongan karbamat yang digunakan untuk fungisida seperti Previcur-N, Topsin – M 70 WP dan Anvil 670 EC serta untuk insektisida seperti Curater 3 G, Dicarzol 25 SP. Seperti halnya golongan organofosfat bahan aktif


(33)

golongan karbamat ini bila masuk dalam tubuh manusia akan menghambat enzim

cholinesterase (Sudarmo, 1991).

Ada lagi dari golongan Piretroid. Insektisida ini merupakan tiruan atau analog dari piretrum. Efikasi biologis piretroid bervariasi, tergantung pada bahan aktif masing-masing. Pada umumnya piretroid memiliki spektrum pengendalian yang luas dan efektif terhadap banyak spesies serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera dan banyak lainnya tetapi piretroid tidak aktif terhadap tungau (mite, acarinae).

2.1.5.2. Fungisida dan Bakterisida

Ada beberapa macam dari golongan Fungisida ini seperti : Fungisida Biologis, Fungisida Multisite Inhibitor, Fungisida Monosite Inhibitor (Antibiotik), Fungisida Monosite Inhibitor (Organik Sintetik) dan Dikarboksimid yang merupakan kelompok fungisida dengan spektrum pengendalian yang luas.

2.1.5.3. Herbisida

Golongan herbisida ini ada yang terdiri dari senyawa organik, bioherbisida (herbisida yang berasal dari jamur), aryloxyalcanoic acid yang bekerja sebagai hormon pengatur tumbuh, aryloxyphenoxypropionate merupakan kelompok herbisida paskatumbuh, sistemik, selektif dan kuat terhadap gulma rumput.

2.1.5.4. Rodentisida

Terdiri atas 2 jenis yaitu : Anorganik dan Antikoagulan yang merupakan penghambat kompetitif vitamin K dalam sintesis faktor-faktor pembekuan darah di


(34)

2.1.6. Alat yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida

Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran (granula) untuk menyebarkannya tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang biasa digunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumugan dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang. Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi

(High Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif. (Wudianto, 1993)

2.1.7. Teknik dan Cara Aplikasi

Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama untuk menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubuh, orang lain dan lingkungannya. Ada beberapa petunjuk dan teknis serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah.


(35)

Petunjuk umum tentang keamanan dalam menggunakan pestisida oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia yaitu:

1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian RI.

2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida.

3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas.

4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu.

5. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan dalam ventilasi baik.

6. Pakailah sarung tangan, wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebih-lebih yang berhubungan dengan makanan dan minuman.

7. Bukalah tutup pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau berhamburan ke udara.

8. Gunakanlah pestisida yang sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang.


(36)

10.Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan pakaian.

11.Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan pembalut sebelum bekerja. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit.

12.Selama menyemprot, pakailah baju khusus berlengan panjang, penutup kepala, penutup muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot.

13.Jangan menyemprot berlawanan arah dengan arah angin.

14.Jika merasa kurang enak badan, berhentilah dengan segera dan bacalah petunjuk dalam label tentang pertolongan pertama segera hubungi dokter.

15.Setelah selesai bekerja dengan pestisida, mandilah segera dengan sabun, pakaian dan alat-alat pelindung lainnya yang dipakai harus segera dicuci.

16.Bersihkan selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan, minum atau merokok (Sumarto, 1982).

Selain petunjuk di atas, Departemen Kesehatan RI memberikan petunjuk bagi orang yang mengaplikasikan pestisida antara lain adalah :

1. Orang dewasa yang dapat membaca dan menulis.

2. Berbadan sehat dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala. 3. Terampil dalam menangani pestisida secara tepat dan aman.

4. Waktu kontak dengan pestisida maksimal 5 jam per hari dan 5 hari dalam seminggu. Sewaktu menangani pestisida yang relatif sangat berbahaya, diharapkan aplikator tidak bekerja sendirian. Batas minimal dalam aplikasi pestisida adalah 2 orang (Depkes RI, 1992).


(37)

2.1.8. Keracunan Pestisida dan Cara Masuk Pestisida Pada Manusia

Keracunan pestisida tidak sengaja terjadi dikalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama penyampuran, penyemprotan, dan memasuki wilayah penyemprotan. (Widyastuti, 2006)

Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni:

1. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (produk pestisida yang belum diencerkan).

2. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan. 3. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.

4. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Di antara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Hal ini dikarenakan ketika mencampur pestisida, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedangkan waktu menyemprot, kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan (Sumarto, 2000).

Cara Masuk Pestisida Pada Manusia

Sumarto (2000), menyatakan bahwa pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni:


(38)

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Toksistas dermal (Dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan yaitu makin rendah angka LD 50 makin berbahaya.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit yaitu makin pekat pestisida makin berbahaya.

c. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan WP lebih mudah diserap kulit daripada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida.

e. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar resikonya.

f. Lama kulit terpapar yaitu makin kulit terpapar makin besar resikonya.

g. Kondisi fisik seseorang yaitu makin lemah kondisi fisik seseorang makin tinggi resiko keracunannya.

Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:

a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.


(39)

b. Pencampuran pestisida. c. Mencuci alat-alat pestisida.

2. Masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fooging) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhisap dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.

Pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernapasan adalah:

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup atau ventilasi buruk.

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fooging, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai resiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernapasan). d. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).


(40)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena:

a. Kasus bunuh diri.

b. Makan, minum dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, dengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

e. Meniup nozzle yang tersumbat langsung dengan mulut.

f. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

g. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label.

2.1.9. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan

Secara tidak sengaja kita telah terpapar pestisida yang terdapat pada udara yang kita hirup, air yang kita minum, makanan yang kita makan dan bahkan produk yang kita beli. Sebagai akibat pencemaran lingkungan, konsentrasi pestisida tertentu dalam air susu manusia pada waktu tertentu pada beberapa daerah melebihi tingkat toleransi yang diperkenankan. Di negara-negara maju kejadian fatal akibat keracunan pestisida sudah jarang terjadi namun tidak demikian dengan negara-negara berkembang. Terdapat beberapa laporan mengenai berbagai penyakit atau gejala


(41)

klinik yang disebabkan oleh pemaparan kronik pestisida tetapi kondisi tersebut umumnya dapat berbalik sehingga belum dapat digolongkan terhadap keracunan kronik (Romeo, ect, 1999).

Penggunaan pestisida dapat menimbulkan keracunan baik yang bersifat akut maupun kronik. Keracunan dapat menimbulkan kematian secara mendadak. Keracunan akut diukur berdasarkan nilai dosis letal (LD-50). Keracunan kronik adalah keracunan yang disebabkan oleh pemaparan kadar rendah dalam waktu yang lama atau singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronik dapat ditemukan dalam bentuk kelainan saraf atau prilaku (bersifat neototoksik) atau mutagenitas. Gejala keracunan dapat besifat kronis maupun akut. Gejala biasanya menyebabkan keluhan yang tidak spesifik misalnya sakit kepala, insomnia, pusing, tidak dapat konsentrasi, dan merasa mual. Keracunan akut biasanya menimbulkan kejang-kejang yang didahului dengan fasikulasi otot lengan dan tungkai disertai penurunan kesadaran dan sesudah kejang sering timbul amnesia (Sudarmo, 1991).

Pestisida organoklorin yang meliputi etana berklor, sinkldien dan heksaklorosikloheksan. DDT digunakan karena toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama dalam lingkungan sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali, tetapi hal ini yang akan lebih berbahaya karenanya DDT akan semakin sulit lepas atau terurai (Depkes RI, 1992).

Pestisida organoklorin dikenal sebagai promoter kanker epigenetic oleh karena itu terlihat pengaruh biologik yang mungkin menjadi basis terjadinya kanker.


(42)

pada hati mulai dari pembengkakan sampai nekrosis pada sel, sedangkan pengaruh sitologi dikenal dengan fenomena induksi hati, yang dapat terjadi pada kosentrasi yang sangat rendah. Mekanisme xenobiotik pada umumnya dilakukan oleh enzim mikrosomal menjadi senyawa yang lebih polar, sedangkan metabolik yang terbentuk segera dieksresikan melalui kandung kemih atau dijadikan produk lain yang dapat diekstraksi. Aktifitas mikrosomal karena pengaruh induksi mengakibatkan kekurangan vitamin A dalam hati dan ketidak seimbangan hormonal. Sistem mikrosomal hati merupakan indikator biokimia yang sensitif atau pemantauan senyawa organoklorin (Said, 1994).

Untuk lebih jelas mengenai gejala klinis tingkat keracunan pestisida dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 2.1. Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan Keracunan dan Prognosisnya Aktifitas

AchE (%)

Tingkatan

Keracunan Gejala Klinis Prognosis

50 – 75 Ringan Lemah, sakit kepala, pening, mau muntah, berliur banyak, mata berair, miosis, detak jantung cepat

Sadar dalam waktu 1 – 3 hari 25 – 50 Sedang Lelah mendadak, penglihatan berkurang,

berliur banyak, berkeringat, muntah, diare, sukar bernafas, hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, miosis, nyeri dada, sianosis pada membrane mucosa

Sadar dalam waktu 1 – 2 minggu

0 – 25 Berat Tremor mendadak, kejang-kejang, otot tak dapat digerakkan, intensif sianosisi, pembengkakan paru, koma

Kematian karena gagal pernapasan dan gagal jantung Sumber: Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosa Pertolongan Pertama


(43)

2.1.10. Pencegahan Keracunan Pestisida

Tindakan pencegahan memang harus lebih diutamakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tindakan pencegahan ini tidak terbatas sewaktu kita menggunakan pestisida, tapi juga meliputi penyimpanan pestisida, pembuangan wadah pembungkus bekas isi pestisida atau pembuangan pestisida yang sudah lama atau tidak digunakan lagi (Wudianto, 1988).

Strategi pencegahan pestisida yang pada saat ini dijalankan adalah strategi yang bertumpu kepada pengelolaan pestisida oleh petani dalam suatu siklus (Siagian, 2001), yang meliputi :

1. Persiapan :

a. Pengadaan/pembelian pestisida.

• Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang akan dikendalikan.

• Pastikan luas area yang akan dikendalikan.

• Pilih bentuk dan formulasi pestisida serta jumlah yang sesuai kebutuhan.

• Pilih kemasan terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar dan isinya dapat habis dalam sekali pakai.

• Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan. b. Penyediaan alat.


(44)

Pestisida dengan bentuk EC, WP, atau SP didalam pengaplikasiannya digunakan alat penyemprot. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya tidak menggunakan alat.

• Alat bantu pencampuran pestisida. Alat bantu pencampur pestisida terdiri atas : Gelas ukur digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk cair yang akan dicampur atau timbangan yang berbentuk tepung. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih. Corong. Alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan, masker, pelindung mata, dan sepatu boot serta pakaian kerja.

• Pemahaman Arti Gambar (Pictogram) dalam Label Kemasan.

Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur atau leaflet. Disini biasanya dijumpai pictogram atau diagram gambar yang bermakna sehubungan dengan pestisida yang digunakan.

c. Pengangkutan.

• Sesuaikan jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan dan perhatikan gambar (pictogram) yang ada pada label.

• Jangan mengangkut pestisida dengan makanan, bahan makanan, binatang dan penumpang/orang.

• Jangan menempatkan pestisida dekat pengemudi.

• Bila mengangkut pestisida dengan jumlah banyak, letakkan/susun pestisida sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.


(45)

d. Penyimpanan pestisida.

• Penyimpanan skala kecil:

Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :

1) Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam kotak penyimpanan dan jauh dari jangkauan anak-anak dan binatang piaraan.

2) Tidak diletakkan dalam tempat penyimpanan makanan atau bahan makanan, dekat api, tungku, atau perapian.

3) Jangan disimpan dalam botol atau tempat makanan/minuman, simpanlah selalu pada kemasan aslinya.

4) Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung, air dan banjir.

5) Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan. 6) Tempat/botol/wadah pestisida diberi label.

7) Apabila ada pestisida tanpa label jangan mencoba-coba menerka isinya.

8) Jangan menyimpan pestisida disatu tempat bersama-sama dengan bahan kimia lain yang tidak berbahaya.

9) Herbisida atau defoliant (bahan perontok daun) jangan disatukan dengan bahan pemberantasan lainnya.

10)Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat penyimpanannya ambillah sebanyak yang diperlukan untuk selama satu hari.


(46)

• Penyimpanan skala besar

Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat yang aman dengan cara :

1) Semua pintu dan jendela harus dikunci.

2) Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan. 3) Pestisida harus disimpan di rak-rak.

4) Herbisida, insektisida dan fungisida harus disimpan terpisah.

5) Formulasi cair tidak boleh disimpan di atas formulasi tepung atau butiran untuk menghindari resiko tumpahan.

6) Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang tertutup rapat atau dilapisi jaring kawat.

7) Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik. 8) Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan di dekat pintu. 9) Kotak P3K harus diletakkan.

10)Bahan-bahan penyerap seperti tanah, pasir, atau serbuk gergaji harus tersedia di tempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau ceceran.

11)Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari, air dan banjir.

2. Pelaksanaan :


(47)

Formulasi pestisida yang diaplikasikan/dicampur dengan air adalah pekatan yang diemulsikan/emulsiable consentrate (EC), pekatan yang dapat disuspensikan/wettable powder (WP), tepung yang dapat larut dalam air/soluble powder (SP), pekatan yang larut dalam air/water soluble consentrate (WSC), dan larut dalam air/aqueos solution (AS).

1) Cara aplikasi :

• Kalibrasi volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang disemprot.

• Pastikan alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozzle diperiksa agar tidak tersumbat, sebagian atau seluruhnya. Penyumbatan sebagian akan mengakibatkan pancaran air hanya sebelah, sedangkan penyemprotan seluruhnya mengakibatkan cairan tidak mengabut.

• Waktu paling baik penyemprotan, dilakukan pada pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul 15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau sore akan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.

• Jangan melakukan penyemprotan saat angin kencang karena banyak pestisida yang tidak mengenai sasaran.

• Jangan menyemprot dengan melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang menyemprot.


(48)

• Gunakan alat pengaman berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos tangan, sepatu boot dan jaket.

• Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan tangan sewaktu melakukan penyemprotan.

• Tentukan terlebih dahulu penyebab kerusakan yang timbul dilapangan dengan mengamati gejala dan akibat serangan/gangguan apakah serangga, jamur, tikus, bakteri, cacing atau tungau.

• Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama mengenai jangka waktu antara penyemprotan pestisida terakhir dengan waktu panen. Hal ini penting jangan sampai sisa pestisida (residu) yang tertinggal pada tanaman yang telah dipanen membahayakan manusia.

• Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman lain sekitarnya seperti tempat untuk mengembala ternak, sungai atau aliran air, kolam, danau, atau tempat lain yang membahayakan hewan atau manusia.

2) Pasca Pelaksanaan :

Setelah selesai melakukan aplikasi dan sebelum menanggalkan pakaian pelindung, yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

• Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat campuran, segera dikubur dalam tanah.


(49)

• Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat aplikasi dan wadah pencampuran buang air cuciannya secara aman dan jangan membuang ke saluran pengairan, kolam dan sumber air.

• Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.

• Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dari sprayer ke tempat yang aman dan terkunci.

• Hancurkan wadah bekas pestisida yang kosong dan dikubur seperti yang diharuskan.

• Wadah mencampur pestisida jangan dipakai untuk keperluan air.

• Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk menyemprot, dan mandilah sampai bersih dengan memberikan perhatian khusus pada bagian yang mungkin terkena pestisida, seperti tangan, dan wajah.

• Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau deterjen, terpisah dengan pakaian sehari-hari.

• Setiap sisa campuran yang ada dalam aplikasi atau alat campur dikubur dalam tanah.

2.1.11. Kebersihan Diri dan Alat Pelindung Diri Pada Penggunaan Pestisida Sumarto (2000) menyebutkan sesudah aplikasi penyemprotan pestisida dilakukan maka ada beberapa tindakan kebersihan diri yang dapat dilakukan adalah : 1. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.


(50)

2. Segera mandi setelah sampai di rumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari.

3. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantong plastik tertutup, sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.

4. Cuci pakaian kerja terpisah dengan cucian lainnya.

5. Makan, minum, dan merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau setidaknya sesudah mencuci tangan dengan sabun.

6. Pakaian dan atau pelindung tubuh harus dipakai bukan saja pada waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah sebagai berikut : a). Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh, b). Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit, c). Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk menyemprot, d). Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana, sapu tangan atau kain sederhana lainnya, e). Pelindung mata, misalnya kaca mata, goggle, atau face shield, f). sarung tangan, dan g). Sepatu boot.

2.2. Perubahan Prilaku

Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2003) perilaku manusia adalah merupakan refleksi daripada berbagai kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan,


(51)

reaksi dan sebagainya. Namun demikian sulit dibedakan refleksi dari gejala kejiwaan yang manakah seseorang itu berprilaku tertentu.

Perilaku merupakan sesuatu yang sangat kompleks, dimana ia merupakan resultante dari berbagai macam aspek internal maupun eksternal, psikologis dan fisik, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan dan lingkungan secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk prilaku manusia. Ada kalanya prilaku tersebut menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan tak jarang juga mendukung upaya kesehatan.

Azwar dan Saifuddin (1985) mengatakan bahwa perilaku merupakan keadaan dalam diri manusia yang menggerakkannya untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan perasaan tertentu dalam menanggapi objek dan terbentuk atas dasar pengalaman pengalaman. Sikap merupakan tenaga pendorong (motif) dari seseorang untuk timbulnya sesuatu perbuatan atau tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang akan menentukan warna atau corak pada tingkah laku orang orang tersebut. Dengan mengetahui sikap seseorang maka akan dapat diduga respon atau perilaku yang akan diambil oleh seseorang terhadap masalah keadaan yang dihadapkan padanya.

Pembentukan atau perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal (dari diri sendiri) dan faktor eksternal (diluar dari diri). Faktor individu atau faktor dalam adalah bagaimana individu menanggapi dunia luarnya secara selektif. Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal atau keadaan dari luar yang merupakan rangsangan atau stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.


(52)

Menurut Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang antara lain :

1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi : a. Faktor biologis manusia meliputi : genetika, system syaraf, dan system

hormonal

b. Faktor sosio psikologis meliputi : komponen afektif ( emosional), kognitif (intelektual) dan konatif ( kebiasaan dan kemauan )

c. Motif sosiogenis atau motif skunder meliputi motif berprestasi, kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan berkuasa

2. Faktor situasional yaitu faktor dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik kelompok atau organisasi dimana ikut didalamnya meliputi :

a. Aspek psikososial yang dipersepsi oleh seseorang misalnya : iklim, struktur kelompok.

b. Lingkungan psikososial yang dipersepsi oleh seseorang misalnya : orang lain dan situasi pendorong perilaku

c. Stimulus yang mendorong dan memperteguh prilaku seseorang misalnya orang lain dan pendorong perilaku

3. Faktor stimulus yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang

Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan


(53)

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, rasa, pencium dan peraba. Sebahagian besar pengetahuan diperoleh mata dan telinga (Notoatmodjo,2003)

2. Perilaku dalam bentuk sikap

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi a) sikap positif, yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. b) sikap negatif yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda.

Menurut Sax (1980) dalam Saiifuddin ( 2008 ) bahwa beberapa dimensi dari sikap yaitu arah, intensitas, keleluasaan, konsistensi dan spontanitasnya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.3. Landasan Teori

Penyuluhan pestisida pada hakekatnya bukanlah suatu kegiatan yang sederhana atau sekedar penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat, tetapi yang sangat penting adalah penyuluhan pestisida itu merupakan suatu proses


(54)

kelompok tani sehingga dalam kehidupan sehari-hari secara sadar menerapkan perilaku penggunaan pestisida yang benar sehingga pola hidup sehat merupakan bahagian dari kehidupannya.

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

• Pengetahuan

• Sikap Penyuluhan

Variabel Intervening

• Karakreristik petani

• Lama menggunakan pestisida

• Karakter pesan Keterangan :

= diteliti = tidak diteliti


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Pra Experimen dengan rancangan

“One Group Pretest - Postest” (Cook and Campbell, 1979). Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut :

Pretest Perlakuan Postest

O1 X O2

Keterangan :

O1 : Pretest tentang pengetahuan dan sikap petani dalam menggunakan pestisida.

X : Dilakukan perlakuan yaitu penyuluhan tentang penggunaan pestisida O2 : postest setelah penyuluhan pestisida

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.

Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo dimana fokus penelitian dilaksanakan pada 1 desa yang memiliki jumlah keracunan pestisida paling banyak (berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, 2008) yaitu


(56)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2009

3.3.1.

nelitian ini adalah seluruh petani yang ada di desa sebanyak 202 orang

3.3.2

Purposive Sampling didasarkan pada kriteria

nggunakan pestisida

enyuluhan

timbangan efektivitas penyuluhan mlah sampel sebanyak 15 orang. (Notoa

lkan sebelum dan sesudah perlakuan (pre-test dan post-test) unakan kuesioner tertutup. Pengumpulan data dilakuk

esioner kepada responden 3.3.Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi dalam pe Perteguhen yaitu

Sampel

Sampel ditentukan dengan cara sebagai berikut :

1. Merupakan petani jeruk di desa Perteguhen 2. Me

3. Bersedia menjadi sampel penelitian 4. Berdasarkan efektivitas p

Berdasarkan kriteria tersebut dan dengan per pada kelompok kecil maka peneliti menentukan ju

dmojo, 2005).

3.4.Metode Pengumpulan Data Data dikumpu

pada responden dengan mengg

an melalui beberapa tahapan yaitu : 1. Tahap pertama/pre-test


(57)

tentang pengetahuan dan sikap. Kuesioner dikumpulkan dan responden tetap

2.

ada responden setelah er. Kegiatan penyuluhan diberikan oleh petugas

3.

han kepada responden, maka data post test pada responden

berada di tempat untuk mengikuti tahap selanjutnya Tahap kedua/perlakuan

a. Melakukan penyuluhan mengenai pestisida kep pembagian kuesion

penyuluh lapangan yang ada dikecamatan Simpang Empat. Responden diberikan penyuluhan dengan metode diskusi kelompok dan simulasi. Materi penyuluhan yang diberikan adalah tentang penggunaan alat pelindung diri ketika akan menggunakan pestisida baik pada saat menyimpan, meracik, menyemprot pestisida dan tindakan yang dilakukan kalau terpapar pestisida. Kegiatan diskusi kelompok dilakukan selama 90 menit dan dilanjutkan dengan acara tanya jawab antara petani dengan petugas penyuluh. Kemudian para petani diberi waktu istirahat selama 60 menit kemudian dilanjutkan dengan acara simulasi tentang penggunaan alat-alat pelindung diri ketika akan melakukan penyemprotan selama 90 menit kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

Tahap ketiga/post-test

Setelah dilakukan perlakuan berupa penyulu dilakukan pengumpulan


(58)

1. an keterangan atau informasi melalui pertemuan

in serta jasad renik dan virus yang

rtaniannya

yang diketahui oleh responden (petani)

ggapan petani terhadap pestisida dan efek negatif

engan memberi skor terhadap kuesioner dan ketentuan

ketentuan pemberian

umpulan data melalui pre-test dan post-test selesai selanju

Penyuluhan adalah penyampai

langsung petugas penyuluhan dengan petani. 2. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan la

digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang termasuk tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

3. Penyemprot pestisida adalah petani yang dalam kegiatan pe melakukan penyemprotan pestisida.

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu

tentang cara mengggunakan pestisida dan efek negatif dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan.

5. Sikap adalah respon atau tan pestisida terhadap kesehatan. 3.6.Metode Pengukuran

1 Pengetahuan diukur d

pemberian skor, jika menjawab “Tidak” diberi nilai satu dan jika menjawab “ya” diberi nilai 2.

2 Sikap diukur dengan memberi skor terhadap kuesioner dan

skor jika menjawab “tidak setuju” diberi nilai 1 dan jika “setuju” diberi nilai 2. 3.7Metode Analisis Data

Setelah tahap peng

tnya data yang ada diolah, dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut (editing), dimana data diberikan nilai tertentu


(59)

sesuai dengan kriteria yang ada pada daftar pertanyaan (coding), dan dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan kedalam suatu tabel (tabulasi).

Untuk m

engetahui perbedaan pengetahuan dan sikap pada responden dilakukan analisis univariat yaitu analisis statistik dengan uji t-test.


(60)

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada di

ebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi

atan

latan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe

tunya adalah desa Pertegu

duduk 853 jiwa dan kepadatan pendud

Kecamatan Simpang Empat

kabupaten Karo dengan ibukota kecamatan Ndokum Siroga yang berjarak 7 km dari Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten dan 84 km dari kota Medan ibukota propinsi.

Kecamatan Simpang Empat dengan luas ± 93,48 km2 berada pada ketinggian rata-rata 1300-1600 m di atas permukaan laut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. S

b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Payung

c. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Naman Teran dan Kecam Merdeka

d. Sebelah se

Kecamatan Simpang Empat memiliki 17 desa, salah sa

han dengan luas wilayah 2,97 km2. Desa Perteguhan merupakan salah satu desa dengan tingkat keracunan pertisida tertinggi pada petani di Kecamatan Simpang Empat (Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, 2008).

Desa Perteguhan memiliki jumlah pen

uk 287, 21 orang per km2. Penduduk desa Perteguhan umumnya bekerja sebagai petani dengan jumlah rumah tangga sebanyak 242 rumah tangga. Sedangkan


(61)

distribusi penduduk Desa Perteguhan terdiri atas 430 laki-laki dan 423 perempuan (Badan pusat statistik kabupaten Karo, 2008).

4.2. Karakteristik Respoden

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Lama Menggunakan Pestisida

Karakteristik Responden Jumlah % Umur

23 - 28 28 - 33 33 - 38 38 - 43 43 - 48 48 - 53

2 2 5 2 2 2 13,3 13,3 33,3 13,3 13,3 13,3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 13 2 86,7 13,3 Pendidikan SD SLTP SLTA 3 2 10 20,0 13,3 66,7 Lama Menggunakan Pestisida

1,5 – 5,5 5,5 – 9,5 9,5 – 13,5 13,5 – 17,5 17,5 – 21,5 21,5 – 25,5

3 1 3 5 2 1 20,0 6,7 20,0 33,3 13,3 6,7

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas ternyata sebagian besar responden berada pada usia 33 – 38 tahun yaitu sebanyak 33,3%, sedangkan pada kelompok umur lainnya rata-rata responden adalah sebesar 13,3%. Dari segi jenis kelamin, ternyata jumlah terbesar adalah laki-laki yaitu sebanyak 86,7%: sedangkan responden perempuan sebesar 13,3%.


(62)

Tingkat pendidikan responden mayoritas adalah tamatan SLTA yaitu sebesar 66,7%; selebihnya adalah tamatan SD sebesar 20,0%, dan tamatan SLTP sebesar 13,3%. Berdasarkan lama menggunakan pestisida mayoritas responden (33,3%) mengunakan pestisida pada kisaran 13,5 – 17,5 tahun. Selebihnya menggunakan pestisida pada kisaran 1,5 – 5,5 tahun dan 9,5 – 13,5 tahun masing-masing sebesar 20,0%, pada kisaran 17,5 – 21,5 tahun sebanyak 13,5% dan pada kisaran 21,5 – 25,5 tahun sebanyak 6,7%.

4.3. Analisis Univariat 4.3.1. Pengetahuan

Indikator pengetahuan diukur dengan menggunakan 18 pertanyaan. Berikut adalah distribusi frekuensi jawaban responden terhadap variabel pengetahuan sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pestisida (Tabel 4.2):

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Responden Pretest Postest Pengetahuan

n % n % Kegunaan pestisida tidak tahu tahu 8 7 53,3 46,7 4 11 26,7 73,3 Keracunan pestisida dapat melalui mulut, makanan,

pernafasan dan kulit tidak tahu tahu 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 Akibat pestisida tidak tahu tahu 8 7 53,3 46,7 7 8 46,7 53,3 Pestisida menyebabkan resisten

tidak tahu tahu 9 6 60,0 40,0 8 7 53,3 46,7


(63)

Manfaat alat pelindung diri tidak tahu tahu 9 6 60,0 40,0 7 8 46,7 53,3 Menggunakan alat pelindung diri sebelum

melakukan penyemprotan tidak tahu tahu 7 8 46,7 53,3 6 9 40,0 60,0 Pencampuran pestisida harus dengan alat khusus

tidak tahu Tahu 8 7 53,3 46,7 8 7 53,3 46,7 Tabel 4.2. (Lanjutan)

Teknis penyemprotan yang baik tidak tahu tahu 7 8 46,7 53,3 7 8 46,7 53,3 Waktu melakukan penyemprotan

tidak tahu tahu 6 9 40,0 60,0 6 9 40,0 60,0 Tempat menyimpan pestisida

tidak tahu tahu 8 7 53,3 46,7 7 8 46,7 53,3 Cara pencampuran yang baik

tidak tahu tahu 6 9 40,0 60,0 5 10 33,3 66,7 Sisa campuran pada alat harus dikubur

tidak tahu tahu 9 6 60,0 40,0 7 8 46,7 53,3 Wadah bekas pestisida dikubur

tidak tahu tahu 9 6 60,0 40,0 6 9 40,0 60,0 Kebersihan setelah menggunakan pestisida

tidak tahu tahu 7 8 46,7 53,3 5 10 33,3 66,7 Tindakan bila pestisida tertelan

tidak tahu tahu 8 7 53,3 46,7 6 9 40,0 60,0 Tindakan bila kulit terkontaminasi

tidak tahu tahu 6 9 40,0 60,0 5 10 33,3 66,7 Tindakan bila mata terkena pestisida

tidak tahu tahu 6 9 40,0 60,0 3 12 20,0 80,0 Tindakan bila pestisida terhirup

tidak tahu tahu 7 8 46,7 53,3 6 9 40,0 60,0


(64)

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas diketahui bahwa pada pertanyaan pertama tentang kegunaan pestisida (mencegah atau memberantas hama penyakit perusak tanaman, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, memberantas atau mencegah hama-hama air, binatang dan jasad renik, serta binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia), responden yang menjawab tahu meningkat dari 46,7% menjadi 73,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 26,7% atau penambahan jumlah responden yang jadi tahu tentang kegunaan-kegunaan pestisida setelah diberi penyuluhan.

Pada pertanyaan kedua tentang pestisida yang dapat menyebabkan keracunan pada manusia melalui mulut, makanan, pernafasan, responden yang menjawab tahu pada kelompok kasus meningkat dari 60,0% menjadi 73,3%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan pengetahuan sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang jalur masuk racun pestisida pada tubuh manusia. Sedangkan pada pertanyaan ketiga tentang akibat keracunan pestisida yang dapat menyebabkan sakit kepala, mual, muntah-muntah dan badan lemah, responden yang menjawab tahu meningkat dari 46,7% menjadi 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 6,6% atau penambahan jumlah responden yang jadi tahu tentang akibat keracunan pestisida pada manusia.

Pada pertanyaan keempat yang menyatakan bahwa pestisida dapat menyebabkan serangga/tanaman pengganggu menjadi resisten, responden yang menjawab tahu pada kelompok kasus meningkat dari 40,0% menjadi 46,7%. Hal ini


(65)

menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah responden yang jadi tahu tentang resistensi serangga/tanaman akibat pestisida.

Selanjutnya pada pertanyaan kelima tentang manfaat APD seperti melindungi kepala, mata, pernafasan, badan, tangan dan kaki, responden yang menjawab tahu pada kelompok kasus meningkat dari 40,0% menjadi 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang jadi tahu tentang manfaat APD.

Pada pertanyaan keenam tentang penggunaan alat pelindung diri saat melakukan penyemprotan, responden yang menjawab tahu meningkat dari 53,3% menjadi 60%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah responden yang jadi tahu tentang penggunaan alat pelindung diri saat melakukan penyemprotan. Namun pada pertanyaan ketujuh tentang penggunaan alat khusus saat melakukan pencampuran, responden yang menjawab tahu pada kelompok kasus tetap 46,7%. Hal ini menunjukkan bahwa meski diberi penyuluhan, tidak terjadi perubahan pengetahuan responden tentang perlunya penggunaan alat khusus saat melakukan pencampuran.

Demikian pula pada pertanyaan kedelapan tentang tehnik penyemprotan yang baik seperti, mengikuti arah angin, tidak berlawanan arah angin atau tidak menyemprot pada saat angin kencang, responden yang menjawab tahu tidak berubah yaitu tetap 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, responden


(66)

kesembilan tentang waktu yang paling baik untuk melakukan penyemprotan (pukul 08.00-11.00 dan 15.00-18.00) juga responden yang menjawab tahu tetap sebanyak 60%. Hal ini juga menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, responden tetap tidak berubah pengetahuannya tentang waktu penyemprotan.

Pada pertanyaan kesepuluh yang menyatakan bahwa pestisida harus ditempatkan di tempat khusus dan tidak mudah dijangkau anak-anak serta harus disimpan di wadah aslinya, responden yang menjawab tahu meningkat dari 46,7% menjadi 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 6,6% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang penempatan pestisida yang aman setelah diberi penyuluhan. Pada pertanyaan kesebelas yang menyatakan bahwa penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka atau di luar ruangan responden yang menjawab tahu meningkat dari 60% menjadi 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang aktifitas penekaran, pengenceran atau pencampuran pestisida yang dilakukan diluar ruangan setelah diberi penyuluhan.

Sedangkan pada pertanyaan kedua belas yang menyatakan bahwa setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat campuran harus dikubur dalam tanah, responden yang menjawab tahu pada kelompok kasus meningkat dari 40% menjadi 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang keharusan mengubur alat aplikasi atau alat campuran.


(67)

Pada pertanyaan ketiga belas yang menyatakan bahwa wadah bekas pestisida yang kosong harus dihancurkan dan dikubur dalam tanah responden yang menjawab tahu meningkat dari 40,0% menjadi 60,0%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 20,0% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang keharusan menghancurkan wadah bekas pestisida setelah diberi penyuluhan. Sedangkan pada pertanyaan keempat belas yang menyatakan bahwa setelah menggunakan pestisida harus menanggalkan pakaian yang digunakan dan membersihkan seluruh anggota badan dengan air dan sabun, responden yang menjawab tahu meningkat dari 53,3% menjadi 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 13,4% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang keharusan membersihkan badan setelah menggunakan pestisida.

Pada pertanyaan kelima belas tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida tertelan responden yang menjawab tahu meningkat dari 46,7% menjadi 60%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan pengetahuan responden sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida tertelan. Demikian pula pada pertanyaan keenam belas tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida terkontaminasi dengan kulit, responden yang menjawab tahu meningkat dari 60% menjadi 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah


(68)

responden yang menjadi tahu tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida terkontaminasi kulit.

Pada pertanyaan ketujuh belas tentang tindakan yang harus dilakukan jika pestisida terkena mata, responden yang menjawab tahu meningkat dari 60,0% menjadi 80,0%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan responden sebesar 20,0% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida terkena mata. Demikian pula pada pertanyaan kedelapan belas tentang tindakan yang harus dilakukan jika pestisida terhisap lewat pernafasan, responden yang menjawab tahu meningkat dari 53,3% menjadi 60,0%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah responden yang menjadi tahu tentang tindakan yang harus dilakukan bila pestisida terhisap lewat pernafasan.

Keseluruhan hasil pengukuran terhadap indikator pengetahuan kemudian diuji statistik dengan t test. Berikut distribusi frekuensi total pengetahuan seluruh responden (Tabel 4.3.) :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Total Pengetahuan Responden Pengetahuan

No

Pre test (x) Postest (y) d d 2

1 24 28 -4 16

2 28 30 -2 4

3 29 30 -1 1

4 27 28 -1 1

5 27 28 -1 1

6 24 27 -3 9


(69)

8 30 30 0 0

9 27 27 0 0

10 25 29 -4 16

11 26 27 -1 1

12 31 32 -1 1

13 30 31 -1 1

14 25 27 -2 4

15 26 29 -3 9

Statistik Σx Σy Σd Σd2

Jumlah 406 433 -27 73

rata-rata 27,067 28,867 -1,8 4,9

Berdasarkan uji t dapat ditarik kesimpulan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang signifikan pada penyemprot pestisida antara sebelum dengan setelah diberi penyuluhan.

4.3.2. Sikap

Indikator sikap diukur dengan menggunakan 14 pertanyaan. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap variabel sikap sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan pestisida dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Responden

Responden Pretest Postest Sikap

n % n % Membaca petunjuk pemakaian sebelum memakai

pestisida tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 Mengikuti petunjuk sesuai label pemakaian

tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 5 10 33,3 66,7 Mengunakan pestisida sesuai dengan dosis

yangditentukan tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3


(70)

Dosis yang digunakan sesuai petunjuk pemakaian tidak setuju setuju 8 7 53,3 46,7 2 13 13,3 86,7 Memakai APD ketika melakukan penyemprotan

tidak setuju setuju 8 7 53,3 46,7 6 9 40,0 60,0 jenis APD yang cocok meliputi masker, penutup

kepala dan penutup seluruh badan tidak setuju setuju 9 6 60,0 40,0 5 10 33,3 66,7 Menyemprot berlawanan arah angin

tidak setuju setuju 9 6 60,0 40,0 4 11 26,7 73,3 Menyemprot mengikuti arah angin

tidak setuju setuju 7 8 46,7 53,3 2 13 13,3 86,7 Menyemprot pada saat hujan

tidak setuju setuju 10 5 66,7 33,3 5 10 33,3 66,7 Menyemprot saat terik matahari

tidak setuju setuju 9 6 60,0 40,0 5 10 33,3 66,7 Menyemprot saat angin kencang

tidak setuju setuju 8 7 53,3 46,7 5 10 33,3 66,7 Pencampuran pestisida sebaiknya dengan kayu

tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 Mencuci tangan setelah melakukan pencampuran

pestisida tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 Petani harus mengikuti penyuluhan penggunaan

pestisida tidak setuju setuju 6 9 40,0 60,0 4 11 26,7 73,3 Berdasarkan Tabel 4.4. di atas diketahui bahwa pada pernyataan pertama yang menyatakan agar membaca petunjuk pemakaian sebelum menggunakan pestisida, responden yang menyatakan setuju meningkat dari 60,0% menjadi 73,3%. Hal ini


(71)

menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan sikap responden sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang menjadi lebih baik sikapnya tentang perlunya melihat petunjuk pemakaian pestisida sebelum digunakan. Demikian pula pada pernyataan kedua yang menyatakan bahwa pada saat menggunakan pestisida sebaiknya mengikuti petunjuk pemakaian sesuai label pemakaian, responden yang menyatakan setuju meningkat dari 60,0% menjadi 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan sikap responden sebesar 6,7% atau penambahan jumlah responden yang menjadi lebih baik sikapnya tentang perlunya mengikuti petunjuk sesuai label pemakaian pestisida.

Pada pernyataan ketiga yang menyatakan bahwa sebaiknya menggunakan pestisida sesuai dosis yang ditentukan, responden yang menyatakan setuju meningkat dari 60,0% menjadi 73,3%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan sikap responden sebesar 13,3% atau penambahan jumlah responden yang menjadi lebih baik sikapnya tentang perlunya penggunaan pestisida sesuai dengan dosis. Pada pertanyaan keempat yang menyatakan bahwa dosis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan petunjuk pemakaian, responden yang menyatakan setuju meningkat pada kelompok kasus dari 46,7% menjadi 86,7%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi penyuluhan, terjadi perubahan sikap responden sebesar 40,0% atau penambahan jumlah responden yang menjadi lebih baik sikapnya tentang perlunya dosis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan petunjuk pemakaian.


(1)

Uji Normalitas Data

Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

Explore

Case Processing Summary

15 100,0% 0 ,0% 15 100,0%

pengetahuan pre total

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Tests of Normality

,179 15 ,200* ,945 15 ,458

pengetahuan pre total

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

pengetahuan pre total

Normal Q-Q Plot of pengetahuan pre total

32 30

28 26

24 22

Expected Normal

2,0

1,5

1,0

,5

0,0

-,5

-1,0 -1,5


(2)

Pengetahuan Setelah Penyluhan

Explore

Case Processing Summary

15 100,0% 0 ,0% 15 100,0%

pengetahuan post total

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Tests of Normality

,173 15 ,200* ,911 15 ,182

pengetahuan post total

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

pengetahuan post total

Normal Q-Q Plot of pengetahuan post total

Observed Value

33 32 31 30 29 28 27 26

Expected Normal

2,0

1,5

1,0

,5

0,0

-,5

-1,0 -1,5


(3)

Sikap Sebelum Penyuluhan

Explore

Case Processing Summary

15 100,0% 0 ,0% 15 100,0%

sikap pre total

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Tests of Normality

,179 15 ,200* ,944 15 ,452

sikap pre total

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

sikap pre total

Normal Q-Q Plot of sikap pre total

Observed Value

26 24

22 20

18 16

Expected Normal

1,5

1,0

,5

0,0

-,5

-1,0

-1,5 -2,0


(4)

Sikap Setelah Penyuluhan

Explore

Case Processing Summary

15 100,0% 0 ,0% 15 100,0%

sikap post total

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Tests of Normality

,153 15 ,200* ,919 15 ,245

sikap post total

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

sikap post total

Normal Q-Q Plot of sikap post total

Observed Value

28 27 26 25 24 23 22 21 20

Expected Normal

1,5

1,0

,5

0,0

-,5

-1,0


(5)

Uji Statistik

Pengetahuan Sebelum dan Setelah Penyuluhan

T-Test

Paired Samples Statistics

27,07 15 2,19 ,56

28,87 15 1,60 ,41

pengetahuan pre total pengetahuan post total Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

15 ,800 ,000

pengetahuan pre total & pengetahuan post total Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-1,80 1,32 ,34 -2,53 -1,07 -5,281 14 ,000 pengetahuan pre total

-pengetahuan post total Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Sikap Sebelum dan Setelah Penyuluhan

T-Test

Paired Samples Statistics

21,07 15 2,22 ,57

24,07 15 1,98 ,51

sikap pre total sikap post total Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

15 ,763 ,001

sikap pre total & sikap post total Pair

1


(6)

Paired Samples Test

-3,00 1,46 ,38 -3,81 -2,19 -7,937 14 ,000

sikap pre total -sikap post total Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences