Ghalat , yang dimaksud adalah ghalat kesalahan pada obyek
akad, yakni suatu kesalahan dimana terjadi ketidak sesuaian materi atau sifat tertentu dari obyek akad yang dikehendaki oleh pihak
yang melakukan akad. c.
Tadlis atau Taghrir Tadlis
menyembunyikan cacat atau taghrir manipulasi adalah suatu kebohongan atau penipuan oleh pihak yang berakad yang
berusaha meyakinkan pihak lainnya dengan keterangan yang berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya. Kebohongan
melalui perbuatan dan perkataan lebih populer disebut sebagai taghrir
atau gharar, sedangkan kebohongan dengan menyembunyikan keadaan yang sesungguhnya lebih popular
disebut tadlis. d.
al-Ghabn Al-Ghabn
secara bahasa berarti “kurang atau pengurangan” adalah pengurangan obyek akad dengan jumlah yang tidak sesuai
dengan kesepakatan akad, atau jika salah harga atau nilai harta benda yang dipertukarkan tidak seimbang yang lainnya.
D. Rahn Gadai
Rahn atau gadai adalah menjamin utang dengan barang, dimana uang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Misalkan, si
A meminta pinjaman uang kepada si B, kemudian si B meminta si A menitipkan suatu barang kepadanya. Jika utang telah jatuh tempo dan si A tidak dapat
membayar utangnya, maka utangnya diambil dari barang gadai tersebut. Rahn dapat juga diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
52
Menurut istilah
syara’ , yang dimaksud dengan rahn adalah:
ﺪْ ْﻮﺿْﻮ
ْ ا سﺎ
لﺎ ﻮ
ءﺎ ْﻜ
ا ْْ
ءﺎ ْ
Artinya: “Akad yang obyeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.”
53
Dalam Ensiklopedi Indonesia, disebutkan bahwa gadai atau hak gadai adalah hak atas benda terhadap benda bergerak milik si berhutang yang diserahkan ke
tangan si pemiutang sebagai jaminan pelunasan hutang si berhutang tersebut tadi pasal 1150-1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jaminan dengan benda
tak bergerak disebut hipotek hak benda terhadap sesuatu benda tak bergerak yang memberi hak preferensi kepada seseorang yang berpiutangpemegang
hipotek untuk memungut piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
54
52
.Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, h. 187
53
Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, h.86-87
54
M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 253
Menurut Hery Sudarsono, SE.
55
, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah suatu hak diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai hutang atau orang lain
atas nama orang yang mempunyai hutang. Seseorang yang berhutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang untuk menggunakan barang bergerak
yang telah diserahkan untuk melunasi hutang apabila pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut ketentuan hukum adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai,
dengan ketentuan si penjual penggadai tetap berhak atas pengembalian tabahnya dengan jalan menebusnya.
56
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian gadai emas syariah adalah menahan atas salah satu harta milik si peminjam dalam hal ini objek gadai yaitu
“logam mulia emas” sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya sesuai konsep dan ketentuan gadai emas di perbankan syariah.
1. Dasar Hukum Rahn a. Dalil Al-Qur’an
55
Heri Sudarso, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, h.153
56
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta: Citra Media, 2006, h.76
Sebagai landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan adalah firman Allah SWT:
⌧ ⌧
⌦ ⌧
☺ ☺
☺ ⌦
☺ ☺
ﺮ ا :
٨
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara
tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
57
oleh yang berpiutang. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS.Al.Baqarah283 : 2
b. Hadits
ْ ﺎ
ﺔ إ ﺎ
: ىﺮ ْ ا
لْﻮ ر ﷲا
ﻰ ْﷲا
ْ و
ْ يدْﻮﻬ
ﺎ ﺎ و
هر ﺎ ْرد
ْ ﺪْﺪ
اور
Artinya: “Dari Aisyah R.A, bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan,
57
Barang tanggungan borg itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
2. Rukun dan Syarat Gadai Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa
rukun, antara lain:
59
a. Akad ijab dan Kabul
b. Aqid, yaitu orang yang menggadaikan rahin dan yang menerima
gadai murtahin. Adapun syarat bagi orang yang berakad adalah ahli tasharuf,
60
yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
c. Obyak yang digadaikan marhun, syarat pada benda yang
dijadikan obyek gadai adalah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar.
d. Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap.
3. Berakhirnya Akad Rahn
Sebuah perjanjian atau akad tidak akan berlaku selamanya, ia dibatasi oleh jangka waktu. Di samping itu, terkadang dengan adanya kejadian
tertentu dapat memberhentikan akad atau perjanjian yang bersangkutan
58
Imam Abi Husain Muslim ibn Hajjaji ibn Muslim Qusyairy Naisaburi, Sahih Muslim
, Riyadh:: Darussalam, 1998 M1419H, h.679. lihat juga Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, nomor hadis 1954, V. 7, h. 277.
59
H.Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah , h. 107-108
60
Tasarruf adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan iradah kehendak-nya dan syara’ menetapkan atasnya beberapa konsekuensi yang berkaitan
dengan hak.
sebelum masa berlakunya habis. Menurut ketentuan hukum syariat bahwa, apabila masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang telah
terlewati maka si berhutang punya kewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak punya kemauan dan atau
kemampuan mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberi izin kepada pemegang gadai untuk menjual barang yang ia jadikan sebagai
jaminan tersebut. Dari hasil penjualan setelah diambil uang sebesar utang pokok yang
ada, maka apabila terjadi sisa harus dikembalikan kepada pemberi gadai. Akan tetapi apabila terdapat kekurangan, maka pihak pemberi gadai masih
mempunyai kewajiban untuk membayar kekurangannya.
61
Akan lebih baik jika, pada saat pembuatan perjanjian dibuat klausula yang memberikan hak kepada pemegang gadai untuk menjual barang
gadai setelah jangka waktu jatuh tempo terlewati. Dengan melakukan hal ini diharapkan akan meminimalisir terjadinya sengketa di kemudian hari.
Dengan demikian secara singkat dapat diputuskan bahwa akad rahn berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:
62
a. Barang yang diserahkan kepada pemiliknya.
b. Rahin membayar utangnya.
61
.Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, h.80
62
Djumadi, Hukum Perburuhan: Perjanjian Kerja, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 23 edisi revisi
c. Dijual dengan perintah hakim atas perintah rahn.
d. Pembebasan utang dengan cara apapun, meskipun tidak ada
persetujuan dari pihak rahin. 4. Skema Ar-Rahn
63
2. Pemberi Hutang Marhun Bih
Hutang 1. Akad Transaksi
Murtahin Rahin
3. Penyerahan Marhun Marhun
Barang Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:
64
a. Milik nasabah sendiri.
b. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai rill
pasar. c.
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang
digadaikan dengan tidak mengurangin nilai dan merusak barang
63
Sunarti Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, h. 28
64
PKES, Buku Saku Perbankan Syariah, Jakarta: PKES Publishing, 2007 h. 24
yang digadaikan. Rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggung jawab.
d. Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan
barang yang digadaikan atas perintah hakim. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut
menjadi milik nasabah. Namun, apabila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, maka nasabah wajib melunasi sisa
hutang yang belum terbayar.
BAB III GAMBARAN UMUM BANK MEGA SYARIAH