TINJAUAN PUSTAKA Sindroma Depresif Pada Lanjut Usia Di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Depresi Pada Lanjut Usia Depresi pada lanjut usia late-life depression merujuk pada sindroma- sindroma depresif yang didefinisikan di dalam revisi teks edisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-IV-TR dan di dalam edisi kesepuluh dari The International Classification of Diseases ICD-10 yang terjadi pada lansia. Diagnosis dari sindroma-sindroma depresi tersebut dapat berupa : gangguan depresi mayor, gangguan depresi minor, gangguan distimik, gangguan bipolar I atau II episode kini depresi, gangguan penyesuaian dengan mood terdepresi, depresi yang disebabkan oleh kondisi medis umum, dan depresi yang diinduksi oleh zat. 16 Prevalensi sindroma depresi pada lansia lebih sering dijumpai pada tempat-tempat perawatan medis. 16 Pada studi-studi yang dilakukan di masyarakat menunjukkan bahwa 25 persen dari populasi lansia mengeluhkan pernah mengalami simtom-simtom depresi, tetapi hanya 1 sampai dengan 9 persen yang memenuhi kriteria gangguan depresi mayor. 17 Prevalensi simtom depresi pada orang lansia yang berobat jalan berkisar antara 10 sampai dengan 20 persen, sedangkan pada lansia yang diopname prevalensi simtom depresi bahkan lebih tinggi mencapai 22 sampai dengan 34 persen. 18 Namun beragam prevalensi dijumpai tergantung dari populasi yang dijadikan sampel. Sebagai contoh, prevalensi yang lebih tinggi dilaporkan pada lansia yang diopname di rumah sakit sekitar 36 sampai dengan 46 persen dan 10 sampai dengan 22 persen pada tempat perawatan jangka panjang long-term care facilities. 19 Suatu studi meta analisis pada komunitas melaporkan prevalensi depresi pada lansia sekitar 13,5 persen. Studi lainnya melaporkan bahwa prevalensi depresi pada lansia bervariasi, tergantung pada situasi tempat dimana dilakukan penilaian, mulai dari 15 persen pada populasi umum, 25 persen pada tempat pelayanan kesehatan primer, hingga lebih dari 30 persen pada lansia yang tinggal di panti-panti jompo. 20 Depresi minor mempunyai prevalensi 4 sampai dengan 13 persen. Sedangkan gangguan distimik, yang dikarakteristikkan dengan intensitas gejala- gejala depresi yang rendah selama sedikitnya 2 tahun atau lebih, terjadi kira-kira 2 persen pada lanjut usia. 21 Copeland dkk mengatakan bahwa prevalensi depresi pada penyakit klinis yang berat kira-kira 10 persen pada yang berusia 65 tahun dan 2-3 persen cenderung depresi berat. 2 Koenig Blazer melaporkan rasio depresi pada lanjut usia sekitar 0,4-1,4 persen di masyarakat, 5-10 persen pada pasien rawat jalan, 10-15 persen pada pasien rawat inap dan 15-20 persen pada penderita yang dilakukan perawatan di rumah . 2 Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, Oxford Institute of Ageing mengungkapkan bahwa 30 persen dari responden lanjut usia usia di atas 60 tahun tidak bahagia atau depresi. 22 Prevalensi secara umum dari gangguan depresi mayor pada orang-orang yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan 1 persen sekitar 1,4 persen pada wanita dan 0,4 persen pada pria. Suatu persentase yang lebih besar pada orang-orang lanjut usia, diperkirakan sebesar 15 persen, memiliki simtomatologi depresif yang tidak memenuhi suatu kriteria untuk sindroma depresif yang spesifik. 8 Laporan mengenai prevalensi simtom-simtom depresif yang signifikan secara klinis pada komunitas lanjut usia diperkirakan sekitar 8 hingga 16 persen. Simtom-simtom depresif pada lanjut usia yang lebih sering dijumpai mungkin berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti proporsi jenis kelamin wanita yang lebih tinggi, lebih banyak terjadi disabilitas fisik dan gangguan kognitif, serta status sosial-ekonomi yang lebih rendah. 23 Berbeda dengan pada orang dewasa, pada lansia depresi yang dialami sering bersamaan dengan penyakit medis lain, tetapi hanya sedikit pengetahuan tentang diagnosis dan akibat depresi terhadap komorbiditas dengan penyakit medis. 24 Depresi pasca stroke merupakan suatu komplikasi yang terjadi pada lebih dari 30 persen lansia yang mengalami stroke. Kejadian depresi pasca stroke ini pada usia yang lanjut merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya depresi. 25 Begitu juga faktor risiko penyakit serebrovaskuler seperti hipertensi, diabetes dan penyakit jantung, merupakan faktor risiko terjadinya depresi pada lansia. 26 Depresi pada orang tua dapat dibagi dalam onset awal early-life onset yang terjadi sebelum berusia 65 tahun yang kemudian dapat berulang kembali pada usia lanjut, dan onset akhir late-life onset yang terjadi setelah usia 65 tahun. Baik early-life onset maupun late-life onset penyebabnya masih belum jelas, namun faktor-faktor biologi, psikologi dan sosial dipercaya berperan untuk terjadinya depresi. 21 Selain faktor biologi, faktor psikologi, sosial dan faktor medis lain dapat menjadi predisposisi pada orang lanjut usia untuk menjadi depresi. Stresor psikologis banyak dialami orang lanjut usia diantaranya perubahan dalam status yang terjadi ketika mereka yang dahulu bekerja sekarang memasuki masa pensiun. Kematian atau penyakit yang terjadi pada teman dekat dan orang yang dicintai sangat mempengaruhi untuk berkembangnya depresi. 21 Adanya disabilitas dan gangguan kognitif juga merupakan faktor yang mempengaruhi. 16 Adanya persepsi atas tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada seseorang sebelumnya dapat menjadi prediktor yang kuat akan perkembangan gejala- gejala depresif di masa depannya. 27 Walaupun telah diketahui bahwa risiko depresi akan lebih banyak dijumpai jika ditemukan adanya riwayat keluarga yang depresi, tidak ada faktor biologi tunggal sebagai penyebab depresi pada lanjut usia. 21 Faktor-faktor risiko lainnya mencakup status kesehatan yang buruk, trauma otak, rendahnya asupan folat dan vitamin B12, serta meningkatnya kadar homosistein di dalam plasma darah. 28 Faktor sosial yang dapat sebagai predisposisi orang lanjut usia untuk menjadi depresi adalah menjadi jandaduda atau bercerai, sosial ekonomi yang rendah, pendukung sosial yang buruk dan kejadian kehidupan yang tidak diperkirakan dan laki-laki lebih rentan terhadap faktor-faktor ini. 21 Selama tahun pertama setelah berduka, 10 sampai dengan 20 persen akan berkembang menunjukkan simtom-simtom depresi yang secara umum akan menetap jika tidak ditangani. 16 Orang lanjut usia mempunyai lebih banyak gangguan-gangguan medis danatau neurologis dibandingkan dewasa dan kondisi komorbiditas ini secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan terjadinya depresi pada lanjut usia. 21 Depresi pada lanjut usia dipandang sebagai suatu yang heterogen. Depresi pada lanjut usia umumnya terjadi pada gangguan medis. Kadang- kadang kondisi-kondisi gangguan medis ini dapat menjadi predisposisi atau pencetus terjadinya depresi, seperti depresi pada penderita infark miokard, penderita kanker 29 , penderita penyakit kronis 30 , penyakit serebrovaskuler 26 , penderita penyakit Parkinson 31 yang menimbulkan disabilitas dan merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya depresi. 7 Lansia yang mengalami depresi dengan nyeri kronis lebih rentan untuk memiliki ide-ide bunuh diri. 28 Penderita depresi lebih banyak memiliki penyakit medis dibandingkan yang tidak depresi. Pasien depresi dengan penyakit medis dirawat lebih lama dibandingkan penderita berpenyakit kronis. 8 Penyakit-penyakit neurologis dan penyakit fisik lain sering mengalami depresi dibandingkan orang lansia yang tidak depresi. Gangguan depresi dengan onset pada lanjut usia late-onset depressive disorder kira-kira 23 kasusnya mempunyai gangguan neurologis atau medis lain. 32,33 Depresi, baik sebagai gejala maupun sebagai diagnosis, sering dijumpai pada populasi umum. Seringnya dijumpai pada yang berpenyakit medis dikarenakan dua hal yaitu, penyakit dan pengobatan penyakit itu sendiri dan kerentanan dari faktor psikologis pasien itu sendiri. Pada suatu penelitian epidemiologi mengenai depresi pada orang lanjut usia, disimpulkan bahwa penyakit ill health merupakan prediktor timbulnya gejala depresi predictor of subsequent depressive symptoms. Terdapat juga bukti bahwa disabilitas dan keterbatasan aktivitas sebagai prediktor munculnya gejala depresi. 34 Depresi juga secara konsisten dilaporkan lebih sering terjadi pada pasien lansia dengan penyakit fisik dibandingkan dengan lansia yang sehat. Kennedy dkk mendapatkan hasil bahwa 30 persen pasien lanjut usia dengan 4 atau lebih penyakit mengalami depresi dibandingkan dengan hanya 5 persen pada lanjut usia yang sehat. 34 Depresi pasca stroke juga sering terjadi dengan rentang 18 sampai dengan 61 persen, selama periode akut pasca stroke lebih dari 50 persen pasien stroke berkembang menjadi depresi, sedangkan pada populasi stroke yang dirawat jalan prevalensi depresi sekitar 30 persen. 32,35 Belum dapat dibedakan dengan jelas secara klinis gangguan depresi pada lanjut usia dengan dewasa, namun terdapat beberapa gejala yang lebih mencolok pada lansia. 2,36 Gejala-gejala cemas dan hipokondriasis sering didapati pada lansia. 37 Jarang dikenalinya depresi pada lansia mungkin karena pengamatan bahwa depresi lebih sering tampak dengan gejala somatik daripada depresi pada kelompok yang lebih muda. 1 Post menyatakan bahwa pasien depresi yang lanjut usia mempunyai gejala retardasi dan agitasi yang berat. Abas menyatakan bahwa 70 persen penderita depresi yang lanjut usia mengalami gangguan kognitif menyelesaikan tugas, belajar, memori dan konsentrasi yang buruk. 2 Gambaran klinis penderita dengan depresi adalah sebagai berikut: A. Mood Depresif. Suatu mood depresif dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari depresi. Mood yang tertekan adalah karakteristik yang utama pada gejala, timbul hampir pada 90 persen dari seluruh pasien. 1 Gambaran diri pasien biasanya seperti perasaan sedih, rendah diri, kosong, tidak tertolong lagi atau putus asa, murung atau tampak seperti orang bodoh. 8,36 Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan atau tidak berguna lagi. Pasien sering kali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu rasa nyeri emosional yang menderita sekali dan kadang-kadang mereka mengeluhkan sudah tidak bisa menangis lagi. 1 Untuk mendiagnosis depresi dengan menggunakan DSM-IV-TR membutuhkan gambaran mood depresif atau kehilangan minat atau kegembiraan anhedonia, sedangkan jika menggunakan ICD-10 harus memenuhi 3 gejala, yaitu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan keadaan yang mudah lelah. ,37,38 B. Kehilangan minat, Kelelahan, Gangguan Tidur, Kehilangan Nafsu Makan. Ketidakmampuan dalam menikmati aktivitas adalah yang paling umum dijumpai pada pasien depresi. Pasien atau keluarga pasien akan melaporkan pengurangan minat pada hampir semua aktivitas yang dahulu dinikmati. Pasien atau keluarga pasien akan melaporkan pengurangan minat pada semua hal, aktivitas yang selalu dinikmati seperti seks, hobi dan kegiatan rutin sehari-hari. 17,38 Hampir semua pasien depresi 97 persen melaporkan kehilangan energi tenaga. Malas dan kelelahan yang tidak biasanya dan terhambatnya efisiensi pada pekerjaan kecil atau sedang yang menyebabkan mereka kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan kurang termotivasi. 17,33 Delapan puluh persen pasien depresi mengeluhkan beberapa tipe gangguan tidur, yang paling sering adalah insomnia selama masa mereka mungkin merenungkan masalahnya. Insomnia biasanya dibagi menjadi insomnia awal masalah susah untuk memulai tidur, pertengahan tidur tertidur tetapi sering terbangun sepanjang malam atau akhir tidur pasien bangun terlalu cepat. 13,33 Sekitar 70 persen pasien diobservasi mengalami pengurangan nafsu makan dan disertai kehilangan berat badan, hanya sebagian kecil pasien yang mengalami kenaikan nafsu makan, peningkatan berat badan dan tidur yang berlebihan. 13,34 C. Retardasi dan Agitasi Psikomotor. Sekitar setengah dari pasien depresi berkembang dengan terjadinya kemunduran dan perlambatan gerakan atau aktivitas. Kadang-kadang timbul keluhan seperti lambat dalam berpikir, berbicara, gerakan tubuh atau pengurangan kosa kata dengan diam yang lama sebelum menjawab. 13,31 Retardasi psikomotor tidak selalu ada dan umumnya dikaitkan dengan gambaran melankolik atau depresi vaskuler. 35 Gerakan-gerakan yang melambat ini, pada kasus yang berat ditandai dengan pikiran yang melambat, dapat membawa meningkatnya kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan aktivitas hidup sehari-hari, diet yang buruk dan akhirnya tidak mau makan dan minum. Berkurangnya mobilitas dapat berlanjut sampai tidak ada gerakan sama sekali 34 D. Sulit Konsentrasi. Simtom kognitif seperti laporan subyektif sulit berkonsentrasi 87 sering terjadi. Mereka dapat merasakan bahwa mereka tidak mampu berpikir sebaik dahulu dan mereka sukar berkonsentrasi atau mereka mudah bingung. Seringkali ragu-ragu terhadap kemampuan untuk menilai sesuatu dan menemukan kalau mereka kesulitan dalam mengambil keputusan kecil. 13,33 E. Perasaan Bersalah. Perasaan bersalah dan menyalahkan diri, perasaaan tidak berharga yang berlebihan dan rasa bersalah yang tidak sesuai pada individu. 13,33 F. Bunuh Diri. Bunuh diri kira-kira dua kali lebih sering terjadi pada orang lanjut usia dibanding populasi umum. 8,16 Banyak pasien depresi mengalami pikiran yang berulang-ulang untuk mati, perasaan singkat bahwa orang lain akan lebih baik dengan kematiannya, juga merencanakan untuk melakukan bunuh diri. Lebih dari 15 persen pasien depresi berat yang parah menyukai kematian dengan bunuh diri. Risiko bunuh diri pasien timbul pada episode depresif tetapi kemungkinan tinggi setelah permulaan terapi dan selama 6-9 bulan setelah periode perbaikan simtomatik. Kira-kira 23 dari semua pasien terdepresi merenungkan untuk melakukan bunuh diri dan 10 sampai dengan 15 persen melakukan bunuh diri. 13,33 Pada orang lanjut usia diatas 74 tahun yang melakukan bunuh diri, sekitar 80 persen menunjukkan sindroma depresi. 8 Gangguan mood pada orang lanjut usia merupakan faktor risiko bunuh diri sementara itu penyakit fisik dan disabilitas akan meningkatkan risiko bunuh diri tetapi pengaruhnya diperantarai oleh depresi. 8,16 Kebanyakan yang bunuh diri adalah mereka yang hidup sendiri jandaduda, tidak menikah, bercerai. Faktor yang sering mempresipitasi bunuh diri pada lanjut usia adalah masalah kesehatan fisik dan rasa kehilangan. 8 III.2. MMSE Mini Mental State Examination MMSE merupakan suatu pemeriksaan dengan nilai maksimum 30, dan nilai minimum 0, yang cukup baik untuk mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Status kognitif sebaiknya dinilai dengan MMSE karena kemungkinan yang besar dari komorbiditas depresi dan disfungsi kognitif. 39 III.3. GDS Terdapat suatu alat untuk menilai depresi pada lanjut usia yang disebut dengan The Geriatric Depression Scale GDS. Pertama sekali dibuat oleh Yesavage dan kawan-kawan, alat penilaian ini telah teruji dan digunakan secara luas pada populasi kaum lanjut usia. Formulir panjang GDS merupakan suatu kuesioner singkat yang terdiri atas 30 butir pertanyaan dimana setiap peserta dimintakan untuk memberi jawaban ya atau tidak sebagai rujukan pada bagaimana perasaan mereka selama satu minggu terakhir. Secara umum direkomendasikan sebagai bagian dari penilaian rutin yang lengkap pada lansia. Juga semakin luas penggunaannya pada studi-studi mengenai depresi pada lansia. Formulir panjang GDS terdiri atas 30 butir pertanyaan. Dari 30 butir pertanyaan tersebut, 20 buah diantaranya 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 26, dan 28 mengindikasikan adanya depresi ketika dijawab dengan positif ya, sedangkan 10 buah pertanyaan lainnya nomor 1, 5, 7, 9, 15, 19, 21, 27, 29 dan 30 mengindikasikan depresi ketika dijawab dengan negatif tidak. Respons berupa jawaban ya atau tidak terlihat lebih mudah untuk dipergunakan daripada meminta jawaban yang bertingkat seperti pada skala penilaian depresi standar lainnya seperti penilaian depresi dari Beck Beck Depression Inventory, The Hamilton rating scale for depression, atau Zung self- rating depression scale. GDS dapat dipakai baik pada lanjut usia yang sehat, yang menderita penyakit medis umum, maupun yang menderita gangguan kognitif ringan hingga sedang. Alat penilaian ini telah digunakan secara luas di dalam komunitas, di tempat-tempat perawatan akut, maupun jangka panjang. Formulir pendek GDS lebih mudah untuk digunakan pada pasien yang mengalami penyakit fisik dan menderita demensia ringan hingga sedang yang memiliki tahanan perhatian yang singkat danatau lebih mudah untuk merasa lelah. Dibutuhkan waktu sekitar 5 hingga 7 menit untuk menyelesaikan pemeriksaannya. Validitas dan reliabilitas dari GDS dapat berkurang pada subyek-subyek dengan fungsi kognitif yang terganggu. 40,41 III.4. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas merupakan salah satu tempat diperolehnya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat dan yang terdekat di masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya sebagai tempat pelayanan masyarakat, puskesmas memiliki tugas-tugas pokok, dan mempunyai tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 42 Fungsi puskesmas di era desentralisasi adalah : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga 3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama Dari seluruh kegiatan pokok puskesmas, Puskesmas Padang Bulan membagi dalam dua kelompok kegiatan, yaitu : a. Upaya Kesehatan Wajib, antara lain : 1. Promosi Kesehatan 2. Kesehatan Lingkungan 3. KIA Kesehatan Ibu dan Anak dan KB Keluarga Berencana 4. Perbaikan Gizi Masyarakat 5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 6. Pengobatan Dasar b. Upaya Kesehatan Pengembangan : 1. Kesehatan Sekolah 2. Kesehatan Kerja 3. Kesehatan Gigi dan mulut 4. Kesehatan Jiwa 5. Kesehatan Mata 6. Kesehatan Lanjut Usia 7. Laboratorium 8. Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Padang Bulan awalnya bukanlah sebuah Puskesmas melainkan sebuah poliklinik dan rumah dokter. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pangdam I Bukit Barisan yaitu Bapak Sarwo Edhi Wibowo Brigjen TNI pada tanggal 27 Maret 1968 dan selesai pada tanggal 20 Juli 1968. Lokasi Puskesmas ini terletak di Jalan Letjen. Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Puskesmas Padang Bulan wilayahnya meliputi satu kecamatan yaitu Kecamatan Medan Baru, dan enam kelurahan yaitu : Titi Rante, Padang Bulan, Merdeka, Babura, Darat dan Petisah Hulu. Di setiap kelurahan terdapat Pos Pelayanan Terpadu Lansia Posyandu Lansia dimana setiap lanjut usia berhak memeriksakan kesehatannya setiap satu bulan sekali. Setiap bulannya lansia yang datang ke Puskesmas berjumlah sekitar 600-an orang, sebagian diobati dan sebagian lagi dirujuk ke rumah sakit- rumah sakit umum milik pemerintah yang ada di kota Medan. 42 Data-data geografis Kecamatan Medan Baru yaitu : a. Luas wilayah : 540 Ha b. Jumlah kelurahan : 6 c. Jumlah lingkungan : 63 d. Jumlah penduduk : 58.168 jiwa. e. Jumlah lansia : 2.452 jiwa. f. Kelurahan Titi Rante : 11.580 Kelurahan P. Bulan : 12.120 Kelurahan Merdeka : 10.420 Kelurahan Darat : 3.822 Kelurahan Petisah Hulu : 9.461 Kelurahan Babura : 10.761 g. Batas wilayah : • Utara : Kecamatan Medan Petisah. • Selatan : Kecamatan Medan Johor. • Barat : Kecamatan Medan Sunggal dan Medan Selayang. • Timur : Kecamatan Medan Polonia. 42

BAB IV KERANGKA KONSEP