yang benar, termasuk juga sistem pengendalian keuangan beserta sumber daya manusianya.
Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh asisten apoteker. Pengelolaan yang baik dari sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan di apotek akan mempengaruhi kelengkapan, harga, pelayanan dan persediaan obat serta keuangan yang pada akhirnya akan
menentukan citra suatu apotek.
2.2.1 PengadaanPembelian
Pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan didasarkan atas kebutuhan penjualan melalui resep dan penjualan bebas. Apoteker harus
merencanakan pembelian dengan baik untuk mencegah terjadinya kekosongan ataupun penumpukan barang sehingga perputaran barang tidak mengalami
hambatan. Dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan penting
dipertimbangkan pemilihan distributor meliputi legalitas, harga yang kompetitif, pelayanan yang cepat, potongan harga yang diberikan, tenggang waktu
pembayaran yang ditawarkan serta dapat membeli barang dalam jumlah yang sedikit.
Pemesanan barang dilakukan dengan cara menghubungi pemasok melalui penjualnya atau melalui telepon dengan menggunakan Surat Pesanan 1. Khusus
narkotika, pemesanan dilakukan kepada PBF Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika rangkap 4 yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek, untuk psikotropika digunakan Surat Pesanan Psikotropika.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam penerimaan barang dari pemasok, perlu dilakukan pemeriksaan di apotek. Tujuan pemeriksaan adalah untuk memastikan bahwa barang yang masuk
sesuai dengan faktur dan pesanan pembelian, tanggal kadaluarsanya dan kondisi barang yang dibeli dalam keadaan baik.
2.2.2 Penyimpanan dan penataan
Dalam merancang tata letak, harus dipertimbangkan seluruh aspek terkait. Berbagai jenis pertimbangan harus disesuaikan. Misalnya kesesuaian antara
apotek dengan barang yang dijual, pelaksanaan kebersihan, klasifikasi barang, dan kelancaran arus keluar masuknya barang.
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang bermutu baik dan terjamin
keabsahannya kepada pasien yang membutuhkan. Untuk kegiatan penyimpanan tentunya difokuskan pada tujuan agar tetap
terjaminnya kualitas obat sekaligus mendukung jalannya proses pelayanan sesuai yang ditetapkan. Jelas hal ini juga memerlukan wawasan pendukung yang
memadai serta tenaga yang cukup terlatih. Penataan dilakukan dengan memperhatikan point of interest, efektivitas
dan efisiensi pelayanan, efek farmakologis dan urutan abjad. Keterbatasan tempat penyimpanan seringkali bisa disiasati dengan optimalisasi penggunaan ruang yang
ada serta menyederhanakan jalur pelayanan. Penyimpanan perbekalan farmasi obat di apotek dilakukan sebagai berikut:
1. Obat bebas dan bebas terbatas disimpan di etalase penjualan bebas berdasarkan
efek farmakologinya. Misalnya kelompok obat analgetikantipiretik, obat batuk, vitamin dan lain-lain.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
Ada beberapa kriteria dalam menempatkan posisi perbekalan farmasi untuk penjualan bebas OTC yaitu:
a. Barang yang sedang menjadi modetren, permintaannya cenderung lebih
dari jenis barang lain. Dengan demikian bila barang tersebut diletakkan di tempat yang agak sedikit tersembunyi tidak masalah asalkan bisa
dipastikan tanda atau lorong-lorong yang menuju ke barang yang dimaksud itu menunjang. Biarkan pelanggan mudah dan nyaman untuk
mencapai lokasi itu. Sementara itu, tempat dimana jalur pelanggan menuju kesana, diletakkan barang-barang yang potensial untuk dibeli secara
spontan oleh pelanggan. b.
Tempatkan barang-barang yang memiliki laba yang tinggi ditempat yang paling nyaman bagi pembeli.
c. Barang-barang impulse item adalah barang-barang yang dibeli pelanggan
secara spontanitas tanpa perencanaan. Hal ini tidak boleh dianggap remeh, kerena seringkali pelanggan tertarik saat melihat suatu barang,
kemudian langsung membeli. d.
Barang-barang terkait related merchandising Barang-barang tertentu yang sifatnya saling melengkapi dapat dipajang di
satu lokasi.Tempat tersebut harus diatur agar pandangan pelanggan dimudahkan untuk melihat barang terkait dari satu barang, karena hal
tersebut akan memudahkan pelanggan untuk membeli. 2.
Obat-obat keras disimpan di ruang peracikan yang disusun menurut bentuk sediaan kemudian diurutkan menurut abjad.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
3. Barang yang fast moving yang dipesan dalam jumlah besar, sebagian disimpan di
gudang sebagai stok. 4.
Bahan baku obat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan diberi label. 5.
Sediaan supositoria dan obat yang penyimpanannya di bawah suhu kamar seperti vaksin, serum, insulin dll disimpan dalam lemari pendingin.
6. Narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan lainnya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO First In First Out dan FEFO First Expire First Out.
2.2.3 Penjualanpelayanan
Pelayanan apotek antara lain : 1.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dokter hewan dan pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola
Apotek. Dalam melayani resep harus sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesi apoteker dengan dilandasi kepentingan masyarakat.
2. Apotek wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan pada pasien. 3.
Apotek melayani dan memenuhi kebutuhan konsumen baik obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, alat kesehatan dan perbekalan farmasi
lainnya. 4.
Di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras yang termasuk Daftar
Obat Wajib Apotek DOWA tanpa resep.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
Bagian penjualan mempunyai tugas yaitu menjaga kelengkapan persediaan barang dan obat-obatan dengan cara selalu mengadakan pengawasan terhadap
barang yang hampir kosong. Disamping itu ia juga bertugas melayani konsumen, memberikan informasi kepada konsumen, memelihara kebersihan dan kerapian
etalase. Saat ini penjualan obat bebas hampir sama besarnya obat dengan resep,
bahkan beberapa apotek, penjualan bebas lebih besar dari penjualan resep. Pada penjualan bebas perlu diperhatikan:
• Harga
Umunya persentase keuntungan lebih kecil dari penjualan resep, karena obat bebas terdapat dimana-mana, sehingga pasien tahu akan harga.
• Kelengkapan
Usahakan selalu semua obat yang sering diminta jangan dibiarkan sampai habis, perlu dibuat catatan dalam buku untuk obat-obat yang sering
diminta tetapi belum disediakan. •
Susunan obat Obat-obat disusun di etalase menurut daya kerja farmakologinya,
sehingga jika orang meminta sesuatu dapat mengadakan pilihan. •
Susunan obat dalam jumlah yang cukup Penyusunan obat tidak boleh dalam jumlah yang sedikit, misalnya 1 atau 2
botol dengan alasan agar pasien tahu bahwa obat tersebut ada. Hal ini memberikan kesan bahwa apotek tidak mempunyai modal yang cukup.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
2.3 Pelayanan Kefarmasian
Perubahan orientasi pelayanan kefarmasian dari pelayanan produk product oriented menjadi pelayanan obat drug oriented telah menuntut
Apoteker untuk bisa memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar kompetensi. Peran FarmasisApoteker tidak hanya menjual obat, tetapi lebih
menjamin tersedianya obat yang berkualitas, jumlah yang cukup, aman, serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan
pada saat penggunaan obat dan pada akhirnya di evaluasi. Pelayanan farmasi atau yang dikenal dengan istilah “Pharmaceutical Care” diharapkan dapat mengelola
sediaan obat secara efektif dan efisien dimana manfaat, keamanan dan mutu yang tepat, jenis obat yang tepat dan diberikan dengan dosis yang tepat dan terus
mewaspadai kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan, disamping itu pengelolaan pelayanan kefarmasian yang profesional, etis dan memenuhi
kriteria pelayanan yang berdasarkan keilmuan. Selain itu, dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri swamedikasi untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan Apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu penyebarluasan informasi, antara lain dengan pengedaran brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
2.4 Sumber Daya Manusia SDM
Banyak kasus jatuhnya bisnis ritel dipicu oleh lemahnya pelayanan dan kurangnya pemahaman personil terhadap produk, atau pengabaian terhadap
keluhan pelanggan, serta rendahnya keterampilan untuk menjual, karena itu, harus diperhatikan mengenai pengelolaan SDM, mulai dari perekrutan.
Afifatul Munawaroh Harahap: Laporan Praktek Kerja Profesi Apotek Kimia Farma 255 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008