Fenomena Keberadaan Belatung, Tungau dan Jamur Selama Proses Pengomposan

58 Electrical Conductivity dS.m -1 6,719 4,568 4,725 4,568 Na 0,102 0,059 0,059 0,059 CaO 1,759 2,043 2,043 2,043 MgO 0,537 0,437 0,250 0,403 P 2 O 5 0,201 0,091 0,091 0,091 Cd ppm 0,894 0,437 0,437 0,437 Cu ppm 0,673 0,078 0,078 0,078 Fe ppm 1,073 0,051 0,051 0,051 Pb ppm 1,246 0,080 0,080 0,080 Zn ppm 2,370 0,052 0,052 0,052 Lemak 2,15 1,430 1,430 1,430

4.3.7 Fenomena Keberadaan Belatung, Tungau dan Jamur Selama Proses Pengomposan

Selama berlangsungnya proses pengomposan dilakukan pengamatan keberadaan belatung, tungau dan jamur untuk mengetahui pengaruh terhadap proses pengomposan. Pada awal pengomposan, tandan kosong kelapa sawit memiliki moisture content sebesar 43,8286 lalu ditambahkan pupuk organik aktif yang mengandung mikroba perombak selulotik untuk menaikkan nilai moisture content berada pada range 55-65. Pada hari ke-3 proses pengomposan terlihat pertumbuhan belatung. Keberadaan belatung berpengaruh dalam proses pengomposan karena dapat mempercepat proses pembusukan material organik [50]. Adanya belatung pada komposter dapat dilihat pada gambar 4.13. Gambar 4.13 Belatung Pada hari ke-3 belatung mengalami pertumbuhan yang cukup banyak namun pada hari ke-7 belatung mengalami kematian. Seiring dengan semakin sedikitnya jumlah belatung pada hari ke-9 proses pengomposan terlihat pertumbuhan tungau. Dari hasil pengamatan terlihat pertumbuhan tungau berlangsung pada hari ke-9 sampai hari ke-15. Keberadaan tungau sangat Universitas Sumatera Utara 59 berpengaruh dalam proses pengomposan karena dapat mengubah material organik manjadi partikel yang lebih kecil dan tungau dapat menghambat pertumbuhan jamur karena tungau mengkonsumsi jamur untuk berkembangbiak [50,51]. Adanya tungau pada komposter dapat dilihat pada gambar 4.14. Gambar 4.14 Tungau Pada hari ke-18 terlihat pertumbuhan jamur pada komposter sehingga perlu ditambahkan pupuk organik aktif yang mengandung bakteri untuk menghambat ataupun menghilangkan pertumbuhan jamur. Pertumbuhan jamur berlangsung pada hari ke-18 sampai hari ke-24. Keberadaan jamur pada proses pengomposan berpengaruh pada nilai pH kompos. Jamur dapat tumbuh pada kondisi asam sehingga menunjukkan pH pada kompos berada dalam kondisi asam [42,43]. Adanya jamur pada komposter dapat dilihat pada gambar 4.15. Gambar 4.15 Jamur Universitas Sumatera Utara 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari penelitian kompos ini adalah sebagai berikut: 1. TKKS dengan campuran POA sebagai sumber mikroba, sumber nutrisi dan penyangga MC terbukti dapat menghasilkan kompos lebih kurang 10 hari. 2. Lubang asupan udara mempengaruhi suhu, pH, MC, CN dan kualitas kompos yang dihasilkan. 3. Total penambahan POA terbanyak diperoleh pada komposter dengan lubang asupan udara 144,78 cm 2 44.314,29 cm 2 dengan jumlah POA 35.500 ml. 4. Kualitas kompos pada hari ke-40 tidak begitu jauh berbeda dengan hari ke- 10, ini ditunjukkan dengan penurunan CN dari 21,47 ke 20,97 pada komposter 2. 5. Kualitas kompos terbaik dihasilkan adalah pada komposter dengan lubang asupan udara 72,39cm 2 44.314,29 cm 2 , TKKS dibelah 4, dan selama 40 hari, adalah kompos dengan pH 8,1; MC 79,14 , WHC 60 , C 25,16 , N 1,20 , P 2 O 5 0,091 , Na 0,059 ppm, Ca 2,043 ppm, Mg 0,250 ppm, Cd 0,437 ppm, Cu 0,078 ppm, Fe 0,051 ppm, Pb 0,080 ppm, Zn 0,052 ppm dan perbandingan CN 20,97.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian kompos ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi lubang asupan udara yang lebih banyak. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan TKKS Shredded Universitas Sumatera Utara