BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Menurut Statement of Financial
Accounting Concept SFAC No. 1, informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi
laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecenderungan lebih
memperhatikan laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut, sehingga mendorong
timbulnya perilaku menyimpang, yang salah satu bentuknya adalah manajemen laba.
Dari sudut pandang lainnya, Lev 2003 menyatakan bahwa indikasi adanya praktik manajemen laba dapat dapat dibuktikan dengan bukti langsung dan
bukti tidak langsung. Bukti langsung di antaranya mengacu pada fraud ligitigation atau penyajian kembali laporan keuangan corporate earnings restatements.
Sementara, pembuktian dengan bukti tidak langsung dapat menggunakan beberapa model studi empiris.Pada prinsipnya, walaupun angka yang disajikan
dalam laporan keuangan adalah fakta, nilainya bisa saja merupakaan manipulasidari penyusunannya, mengingat kebijakan akuntansi yang berbeda bisa
menghasilkan nilai laba yang berbeda.
Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa
kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris bahkan sama
sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat.
Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya sehingga,
dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas.
Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham
yang terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota
Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat.
Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan
tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang
penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas
ataupun hubungannya denganDewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan
Komisaris. Urgensi keberadaan komite audit ada pula kaitannya dengan belum
optimalnya peran pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara korban krisis yang lalu. Indonesia khususnya
semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis kita berupa pemusatan kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan
di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja. Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan
Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan,
memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi
oleh eksternal auditor.Dalam pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan
eksternal auditor.Tugas komite audit juga erat kaitannya dengan penelaahan terhadap resiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan terhadap peraturan.
Dari gambaran sederhana mengenai tugas dan fungsi dari lembaga tersebut, sudah barang tentu, keberadaan komite audit menjadi sangat penting
sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good corporate governance.Keberadaannya dipertegas dengan keputusan Bapepam yang
dituangkan dalam SE BAPEPAM no. 03 tahun 2000 mengenai pembentukan
komite audit dan juga Kep. Direksi BEJ No. 339 tahun 2001 mengenai peraturan pencatatan efek di Bursa yang mencakup komisaris Independen, komite audit,
sekretaris perusahaan; keterbukaan; dan standar laporan keuangan per sektor. Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal
Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Dengan contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Bapepam Badan Pengawas Pasar Modal, 2002, diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk., berupa
kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba
pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar.Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan
hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. Badan Pengawas Pasar Modal, 2004, ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih
tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu
tinggi overstated persediaan sebesar Rp28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah understatedsebesar Rp28,8 miliar dan laba bersih
disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama. Penelitian-penelitian di Indonesia menghasilkan kesimpulan yang
mendukung adanya praktik-praktik manajemen laba. Widyaningdyah 2001 dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa perusahaan yang terancam melanggar
perjanjian utang cenderung melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba
dalam rangka memperbaiki posisi tawarnya saat negosiasi ulang atau sebagai upaya melakukan go public untuk mendapatkan dana segar karena kesulitan
mencari dana pinjaman. Sedangkan manajemen laba untuk perusahaan yang go public dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum Initial
Public Offeringagar investor tertarik menanamkan modalnya. Mawarti 2007 dalam penelitian dengan objek perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Jakarta BEJ, menemukan 32 perusahaan yang dikategorikan melakukan income smoothing perataan laba dari 58 perusahaan populasi sasaran.
Dumbi 2010 dalam penelitiannya dengan objek BMUN manufaktur yang di Indonesia menemukan kecenderungan manajemen BUMN manufaktur untuk
menurunkan laba pada saat terdapat surplus arus kas keluar mencerminkan keengganan manajer untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang dan
membayarkan deviden kepada pemegang saham dalam hal ini pemerintah. Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi
perdebatan dan persoalan yang rumit.Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta
motivasi dan tujuan dilakukannya manajemen laba tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba pada
Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”.
Penelitian ini adalah penelitian replikasi yang telah dilakukan oleh Rini Budi Utami dan Rahmawati yaitu “PENGARUH KOMPOSISI DEWAN
KOMISARIS DAN KEBERADAAN KOMITE AUDIT TERHADAP AKTIVITAS MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BERSA EFEK JAKARTA” dengan periode penelitian 2000-2004 sedangkan peneliti sekarang meneliti “Pengaruh Komposisi Dewan
Komisaris Dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” dengan menggunakan periode penelitian
2010-2013. Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian Rini Budi Utami dan Rahmawati diantaranya, sampel yang digunakan merupakan
perusahaan perbankan dan tidak terdapat variabel kontrol dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah