Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris, Karakteristik Komite Audit, dan Manajemen Laba Terhadap Fee Audit pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014.

(1)

PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS, KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP FEE AUDIT

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014

SKRIPSI

Oleh:

NI KADEK SUKANIASIH NIM: 1215351072

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

i

PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS, KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP FEE AUDIT

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014

SKRIPSI

Oleh:

NI KADEK SUKANIASIH NIM: 1215351072

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(3)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal: 15 Pebruari 2015

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Dr. I Ketut Budiartha, SE., M.Si., Ak ...………….

2. Sekretaris : Agus Indra Tenaya, SE., MSA (HumBis)., Ak ...………….

3. Anggota : Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak ...………….

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak Agus Indra Tenaya, SE., MSA (HumBis)., Ak


(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 25 Pebruari 2016 Mahasiswa,

Ni Kadek Sukaniasih NIM. 1215351072


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris, Karakteristik Komite Audit, dan Manajemen Laba Terhadap Fee Audit pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. A.A G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak dan Dr. I Dewa Nyoman Badera,

SE., M.Si., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suardhika Natha, M.Si., dan Drs. I Made Jember, M.Si., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si., selaku Koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Made Yenni Latrini, SE., MSi., Ak selaku Pembimbing Akademik yang telah


(6)

v

7. Agus Indra Tenaya, SE., MSA (HumBis), Ak., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu serta banyak memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Dr. I Ketut Budiartha, SE.,M.Si., Ak., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Orang Tua tercinta I Wayan Kana dan Ni Ketut Sukasih, serta kakak tersayang I Wayan Kardiasa, ST., beserta keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan moral serta doa yang tulus dan tiada hentinya.

10. Sahabat tercinta Intan, Taritha, dan Reza yang telah memberikan motivasi dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman FEB Unud angkatan 2012 Nathania, Sukrisna, Nindya, Pratiwi,

Nana, Dwi, Kartika Wijayanthi, Kartika Pradani, Putri Rahayu, Susi, Dewi Widnyani, Dewik Erina, Dayu Tri, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan motivasinya selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan yang berharga. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 25 Pebruari 2016


(7)

vi

Judul : Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris, Karakteristik Komite Audit, dan Manajemen Laba Terhadap Fee Audit pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014.

Nama : Ni Kadek Sukaniasih NIM : 1215351072

ABSTRAK

Besarnya fee audit di Indonesia masih belum terpublikasikan oleh Kantor Akuntan Publik. Untuk menghitung besar kecilnya fee yang diberikan ditentukan dari kekuatan tawar-menawar diantara auditor dan klien. Independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, independensi komite audit, ukuran komite audit, intensitas pertemuan komite audit, dan manajemen laba merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi fee audit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris dari adanya independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, independensi komite audit, ukuran komite audit, intensitas pertemuan komite audit, dan manajemen laba terhadap fee audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Jumlah populasi yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 140 perusahaan dengan menggunakan metode purposive sampling sebagai metode pengambilan sampel penelitian, sehingga diperoleh jumlah sampel penelitian dalam 1 (satu) tahun sebanyak 28 perusahaan. Analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan alat uji t. Sebelum dilakukan uji regresi, data terlebih dahulu diuji menggunakan uji asumsi klasik. Penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, intensitas pertemuan komite audit, dan ukuran perusahaan

mempunyai pengaruh signifikan terhadap fee audit. Sementara variabel

independensi dewan komisaris, independensi komite audit, dan manajemen laba tidak signifikan terhadap fee audit.


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1Landasan Teori ... 14

2.1.1 Teori Keagenan ... 14

2.1.2 Definisi Corporate Governance ... 17

2.1.3 Mekanisme Corporate Governance ... 19

2.1.3.1 Dewan Komisaris... 19

2.1.3.2 Komite Audit ... 22

2.1.4 Manfaat Corporate Governance... 24

2.1.5 Definisi Manajemen Laba ... 25

2.1.6 Bentuk Manajemen Laba ... 26

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba ... 27

2.1.8 Fee Audit ... 28

2.2Penelitian Terdahulu ... 31

2.3Rumusan Hipotesis ... 33

2.3.1 Hubungan antara Independensi Dewan Komisaris dengan Fee Audit... 33

2.3.2 Hubungan antara Ukuran Dewan Komisaris dengan Fee Audit... 34

2.3.3 Hubungan antara Independensi Komite Audit dengan Fee Audit... 35

2.3.4 Hubungan antara Ukuran Komite Audit dengan Fee Audit ... 36

2.3.5 Hubungan antara Intensitas Pertemuan Komite Audit dengan Fee Audit ... 36


(9)

viii

2.3.6 Hubungan antara Manajemen Laba dengan Fee

Audit ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 40

3.2Lokasi Penelitian ... 42

3.3Objek Penelitian ... 42

3.4Identifikasi Variabel ... 42

3.5Definisi Operasional Variabel ... 43

3.6Jenis dan Sumber Data ... 49

3.6.1 Jenis Data ... 49

3.6.2 Sumber Data ... 50

3.7Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 50

3.8Metode Pengumpulan Data... 51

3.9Teknik Analisis Data ... 51

3.9.1 Uji Regresi Linier Berganda ... 51

3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 52

3.9.3 Uji Statistik ... 54

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56

4.2Analisis Statistik Deskriptif ... 57

4.3Analisis Regresi Linear Berganda ... 60

4.3.1 Uji Asumsi Klasik ... 60

4.3.2 Uji Hipotesis ... 64

4.3.2.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 67

4.3.2.2 Uji Statistik t ... 68

4.4Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

4.5Pembahasan Variabel Kontrol ... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan ... 82

5.2Saran ... 84

DAFTAR RUJUKAN ... 85


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

4.1 Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 57

4.2 Statistik Deskriptif ... 57

4.3 Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) ... 61

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 63

4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 63


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Struktur BoD dan BoC dalam Two Tiers System yang

Berkembang Di Indonesia ... 20 2.2 Kerangka Rumusan Hipotesis ... 39 3.1 Kerangka Penelitian ... 41


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1 Daftar Perusahaan yang Memenuhi Kriteria Pengambilan

Sampel ... 91

2 Tabulasi Manajemen Laba ... 92

3 Data Mentah Penelitian ... 108

4 Regression (Manajemen Laba) ... 115

5 Statistik Deskriptif Data Uji.. ... 116

6 Uji Normalitas ... 117

7 Uji Multikolinearitas ... 118

8 Uji Heteroskedastisitas.. ... 120

9 Uji Autokorelasi ... 121


(13)

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang panjang. Demi mempertahankan aktivitas perusahaan di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan akan mengalami kendala dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai mengubah status perusahaannya dari perusahaan yang tertutup menjadi perusahaan yang terbuka melalui penawaran saham kepada publik (go public) dan mencatatkan sahamnya dengan memanfaatkan pasar modal di PT Bursa Efek Indonesia. Terkait dengan perusahaan yang go public tersebut harus memenuhi berbagai peraturan yang diterbitkan oleh pasar modal, salah satunya adalah mempublikasikan laporan keuangan auditan tahun buku terakhir yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Melalui keputusan ketua Badan pengawas pasar modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor: Kep-346/BL/2011 dan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor: Kep-00001/BEI/01-2014 menyatakan bahwa emiten atau perusahaan go public wajib menyampaikan laporan keuangan auditan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Hal tersebut justru akan meningkatkan permintaan atas jasa audit dari akuntan publik. Informasi yang diberikan melalui laporan keuangan tersebut akan menjadi pertimbangan bagi investor maupun para kreditor


(15)

2

dalam memutuskan untuk melakukan investasi atas dana yang mereka miliki. Oleh karena itu diperlukan kegiatan audit untuk memeriksa laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang relevant dan reliable. Menggunakan jasa akuntan publik merupakan alternatif yang diharuskan oleh pasar modal terkait pemberian pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan.

Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan dewasa ini, dimana hubungan keagenan ini mengatur kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik maupun investor (principal). Dalam teori agensi, agen diharuskan memberikan informasi yang rinci dan relevan kepada principal. Namun, pada kenyataannya hal tersebut bukanlah hal yang mudah karena adanya perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal. Manajer sebagai pihak yang melaksanakan kegiatan operasional perusahaan mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Namun di sisi lain pihak manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Perbedaan kepentingan antara pihak pengelola perusahaan (manajer) sebagai agen dengan pihak pemegang saham (prinsipal) akan menyebabkan konflik kepentingan yang biasa disebut sebagai masalah keagenan atau agency problem.

Permasalahan yang muncul dari agency problem mampu diatasi melalui salah satu mekanisme pengawasan yang dinamakan audit. Watts et al. (1986) berargumen bahwa pengauditan memainkan peranan penting dalam memonitor kontrak dan mengurangi risiko informasi. Selain itu, Wallace et al. (2005) juga


(16)

3

menyatakan bahwa audit merupakan cara yang mampu mengurangi biaya agensi akibat adanya perilaku mementingkan diri sendiri oleh manajer dan asimetri informasi. Berkaitan dengan auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi, di mana setiap tindakan yang dilakukan termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan.

Auditing merupakan suatu proses sistematik yang terdiri atas langkah-langkah yang berurutan termasuk evaluasi internal control accounting dan tes terhadap susbtansi transaksi-transaksi dan saldo. Auditor harus mempelajari dan mengevaluasi pengendalian intern sebelum melakukan tes substansi dari transaksi-transaksi dan saldo-saldo perkiraan (substantive testing). Pengendalian intern yang kuat meningkatkan tingkat kepercayaan auditor dan mengurangi jumlah tes atas transaksi-transaksi dan saldo-saldo perkiraan. Auditor kemudian mengkomunikasikan hasil pekerjaan auditnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini berarti auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham (prinsipal) dengan pihak manajer (agen) dalam mengelola keuangan perusahaan termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan


(17)

4

perusahaan. Adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepentingan ini, kemudian akan menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya keagenan.

Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya/monitoring cost dalam bentuk biaya audit atau yang biasa disebut dengan fee audit, yang merupakan salah satu dari agency cost. Biaya pengawasan (monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi perilaku agen apakah agen telah bertindak sesuai kepentingan prinsipal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer (agen) tersebut. Iskak (dalam Suharli, dkk., 2008) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Pada tanggal 2 Juli 2008, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Kebijakan tersebut menjelaskan mengenai besarnya fee audit yang wajar dengan mempertimbangkan jasa audit yang diberikan oleh anggota IAPI.

Biaya pokok pemeriksaan akan diperoleh dari tawar menawar yang dilakukan antara klien dengan kantor akuntan publik (Iskak, 1999). Proses tawar menawar tersebut menjelaskan bahwa terjadi perbedaan besarnya fee audit di setiap perusahaan yang akan diauditnya maupun antar kantor akuntan publik itu sendiri, sehingga akan berpengaruh pada penetapan fee audit yang terlalu tinggi maupun rendah. Belum banyaknya perusahaan go publik yang mencantumkan


(18)

5

data fee audit di dalam laporan tahunan dikarenakan pengungkapan data tentang fee auditdi Indonesia masih berupa voluntary disclosures (Rizqiasih, 2010).

Corporate governance tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory), dimana masalah agensi yang timbul dapat diatasi dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (corporate governance). Corporate governance bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan apakah sudah seimbang dengan kepentingan para pemegang saham (Susiana, dkk., 2007). Upaya pengawasan ini akan menimbulkan agency cost yaitu ongkos atau risiko yang terjadi ketika seseorang (principal) membayar seseorang (agent) untuk menjalankan sebuah tugas (Erlina, 2013). Keadaan ini akan mendorong pihak agen dalam mengawasi pengungkapan informasi laporan keuangan agar sesuai dengan kepentingan pihak prinsipal, salah satunya dengan memberikan fee audit yang tinggi kepada akuntan publik sehingga mampu memberikan kualitas audit yang tinggi. Jadi dengan adanya pengawasan dari struktur corporate governance ini tidak akan menguntungkan salah satu pihak antara pemilik perusahaan dengan para pemegang saham.

Mekanisme internal corporate governance adalah cara untuk

mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director (Iskandar,

dkk. dalam Chintya 2014). Dewan komisaris sebagai struktur corporate

governance, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya


(19)

6

menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance (Wawo, 2010). Komposisi dewan komisaris dapat dilihat dari persentase komisaris independen dan ukuran dewan komisaris.

Hay et al. (dalam Rizqiasih, 2010) menyatakan bahwa komisaris independen dipandang dapat melakukan pengawasan secara signifikan terhadap kegiatan dan pengendalian dalam perusahaan sehingga memerlukan informasi yang independen yang berasal dari auditor eksternal. Hal ini menunjukkan semakin kuat independensi dewan komisaris sebagai salah satu struktur governance akan cenderung menuntut akuntan publik untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi demi meningkatkan penilaian perusahaan di mata para pemegang saham. Permintaan komisaris independen terhadap kualitas audit yang lebih tinggi berarti menuntut fee audit yang tinggi pula atas jasa dari akuntan publik. Hasil penelitian Hamid et al. (2012) menguatkan pernyataan tersebut, yang menyimpulkan bahwa dengan proporsi komisaris independen yang lebih tinggi, maka berpengaruh terhadap fee audit yang lebih tinggi pula.

Jumlah anggota atau ukuran dewan komisaris yang tepat bergantung pada sektor industri perusahaan tersebut, karena akan turut menentukan jenis kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris secara keseluruhan (Prastuti, 2013). Mengingat tanggung jawab dewan komisaris sebagai pengawas perusahaan, maka dengan meningkatnya ukuran dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan sistem pengawasan perusahaan seperti mempengaruhi proses pelaporan keuangan yang selanjutnya akan berdampak pada proses audit. Nadia


(20)

7

dkk. (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris yang tinggi akan membuat laporan keuangan menjadi semakin baik, sehingga akan mengurangi kerja dari auditor eksternal. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa ukuran dewan komisaris yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap fee audit.

Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya dapat membentuk komite-komite yang membantu pelaksanaan tugasnya. Salah satunya adalah komite-komite audit, yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan dan pengendalian internal perusahaan serta sebagai penengah antara auditor internal dan eksternal (Hay et al. dalam Widiasari, 2009). Karakteristik komite audit dapat dilihat dari persentase komite audit independen, ukuran komite audit, dan intensitas pertemuan komite audit.

Selama peninjauan terhadap program audit dan hasilnya, independensi komite audit dapat melakukan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai ruang lingkup audit untuk menghindari salah saji keuangan (Abbot et. al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa indepedensi komite audit menginginkan tingkat yang lebih tinggi untuk kepastian audit yang secara tidak langsung berarti memberikan dukungan kepada akuntan publik dalam lingkup negosiasi dengan pihak manajemen. Tuntutan atas peningkatan hasil audit ini akan diikuti dengan peningkatan fee audit atas jasa profesional. Teori tersebut konsisten dengan penelitian Abbot et al. (2003) dan Dillan (2007), mereka menemukan adanya pengaruh positif signifikan antara independensi komite audit (komite audit yang berasal dari luar perusahaan) terhadap fee audit.


(21)

8

Rekomendasi dari Blue Ribbon Committee (1999), bahwa komite audit yang lebih independen, memiliki anggota lebih banyak, dan sering mengadakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Searah dengan penelitian Nadia dkk. (2013) yang menemukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Hal ini diakibat oleh keinginan komite audit untuk mempertahankan reputasinya sebagai organisasi komite audit yang memiliki keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan komite audit.

Pertemuan yang teratur dan terkendali dengan baik akan membantu komite audit dalam memeriksa akuntansi berkaitan dengan sistem pengendalian internal, dan dalam hal menjaga informasi manajemen McMullen et al. (dalam Rahmat et al., 2008). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mewajibkan komite audit untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan dikontrol dengan baik oleh ketua komite.

Penelitian Razman et al. (2004) mengamati di Malaysia bahwa perusahaan memiliki pelaporan bagus ketika mereka bertemu lebih sering karena mereka dapat memantau kegiatan manajemen. Bertentangan dengan penelitian Abbot et, al., (2003) menemukan bahwa perusahaan dengan komite audit yang memenuhi setidaknya empat kali setiap tahunnya cenderung sudah menyajikan kembali laporan keuangan yang telah diaudit oleh mereka. Konsisten dengan pendekatan berbasis risiko atas jasa audit bahwa komite audit yang lebih sering bertemu


(22)

9

diharapkan akan mengurangi masalah pelaporan keuangan yang mengarah kepada fee audit eksternal yang lebih rendah.

Surat perikatan audit (audit engagement letter) merupakan surat persetujuan antara auditor dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Menurut SA Seksi 320 (PSA No. 55) bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat tersebut umumnya berisi tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan serta dasar perhitungan fee audit dan pengaturan penagihan yang digunakan oleh auditor. Isi surat perikatan audit menjelaskan wajib adanya surat pernyataan manajemen yang kemudian menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal membebaskan dan mengganti rugi kepada kantor akuntan publik yang bersangkutan dan stafnya atas segala tuntutan kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang diberikan sesuai dengan perikatan tersebut.

Praktik manajemen laba merupakan salah satu cara manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan. Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melanggar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menyebabkan auditor eksternal akan memperluas scope pemeriksaan auditnya. Perluasan lingkup audit akan menyebabkan akuntan publik membutuhkan waktu audit yang lebih lama dan munculnya biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan


(23)

10

sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen, sehingga hal ini akan mendorong terjadinya perubahan fee audit. Penelitian Chaney et al. (dalam van

Cameghem, 2009) menemukan bahwa perusahaan membayar fee audit lebih

tinggi karena menggunakan jasa auditor dalam mengaudit laporan keuangannya yang merupakan alat monitor bagi stakeholders.

Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa terdapat ketidakkonsistenan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya sehingga belum memberikan arah hubungan yang pasti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memeriksa pengaruh komposisi dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan manajemen laba terhadap fee audit pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh independensi dewan komisaris terhadap fee audit? 2) Bagaimana pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fee audit? 3) Bagaimana pengaruh independensi komite audit terhadap fee audit? 4) Bagaimana pengaruh ukuran komite audit terhadap fee audit?

5) Bagaimana pengaruh intensitas pertemuan komite audit terhadap fee audit? 6) Bagaimana pengaruh manajemen laba terhadap fee audit?


(24)

11 1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan permasalahan, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis:

1) Pengaruh independensi dewan komisaris terhadap fee audit. 2) Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fee audit. 3) Pengaruh independensi komite audit terhadap fee audit. 4) Pengaruh ukuran komite audit terhadap fee audit.

5) Pengaruh intensitas pertemuan komite audit terhadap fee audit. 6) Pengaruh manajemen laba terhadap fee audit.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, yaitu:

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi tambahan terhadap pengembangan teori perilaku di dalam literatur akuntansi menyangkut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fee audit dalam lingkungan Auditing.

2) Kegunaan Praktik

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan, pengetahuan, pengertian dan pemahaman bagi para auditor atau para praktisi akuntansi atau akuntan profesional tentang hubungan antara independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, independensi komite audit, ukuran


(25)

12

komite audit, intensitas pertemuan komite audit, dan manajemen laba perusahaaan terhadap fee audit.

1.5Sistematika Penulisan

Sebagai arahan dalam memahami skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai landasan teori yang mendasari diadakannya penelitian meliputi teori agensi, corporate governance terutama terkait dengan dewan komisaris dan komite audit, manajemen laba, fee audit, penelitian terdahulu, dan penjelasan hipotesis.

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis data yang meliputi lokasi penelitian, obyek penelitian, identiifikasi variabel, definisi operasional tentang variabel yang digunakan dalam penelitian, jenis dan sumber data, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan data, teknik analisis, serta pengujian hipotesis.


(26)

13

Bab IV Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang deskripsi obyek penelitian yang terdiri dari gambaran umum sampel dan hasil olah data serta pembahasan hasil penelitian.

Bab V Simpulan dan Saran

Pada bab ini diuraikankan mengenai kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Kemudian, disajikan keterbatasan serta saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.


(27)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan

Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori agensi ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Jensen dan Meckling (1976:17) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

Tjager, dkk. (2003:25) menyatakan teori keagenan mengalisis dua

permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para “principal

(pemilik/pemegang saham) dan “agent” (manajemen puncak):

1) Agency problem yang muncul ketika (a) timbul konflik antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dan para direksi (top management), dan (b) para pemilik mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen.

2) Risk sharing problem yang muncul ketika pemilik dan direksi memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko.

Menurut Jensen dan Meckling (dalam Siti Muyassaroh, 2008), adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari:


(28)

15

a) The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan.

b) The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.

c) The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi.

Perbedaan kepentingan antara principal (pemegang saham) dan agent (manajer) dapat memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (kesenjangan informasi). Masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Manajer dalam hal ini dapat melakukan tindakan kecurangan (fraud) untuk melakukan manajemen laba sehingga akan menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan, disisi lain kompensasi ekonomi yang diberikan oleh prinsipal kepada agen akan semakin besar. Tindakan–tindakan seperti memanipulasi laba inilah yang menjadi pentingnya adanya pengendalian internal dan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) (Wibowo, dkk., 2013).

Seperti yang telah dikemukakan bahwa baik principal maupun agent ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya serta ingin terhindar dari resiko yang mungkin terjadi dalam perusahaan. Adanya asimetri informasi dapat menciptakan kebutuhan akan adanya pihak ketiga yang independen untuk memeriksa dan memberikan assurance pada laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Oleh


(29)

16

karena itu, prinsipal perlu menempatkan mekanisme dengan cara menyewa auditor sebagai pihak independen untuk mengaudit laporan keuangan guna untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dapat membuat kepercayaan publik terhadap laporan keuangan tersebut (Ittonen, 2010).

Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen (auditor eksternal) memerlukan biaya atau monitoring cost dalam bentuk fee audit, yang merupakan salah satu dari agency cost. Biaya pengawasan (monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan principal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan perusahaan termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan.

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Menurut Shleifer et al. (dalam Ujiyantho, dkk. 2007), corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan melakukan penggelapan atau menginvestasikan ke dalam investasi yang tidak menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer.


(30)

17

Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost) dan meningkatkan kinerja entitas sehingga laporan keuangan yang disajikan mempunyai integritas yang tinggi sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya.

2.1.2 Definisi Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001:1)

mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang

mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan corporate governance sebagai struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.

Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting corporate

governance ini, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (dalam Tjager, dkk., 2003:49) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip good corporate governance sebagai berikut.

1) Fairness (Kewajaran)

Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham dengan keterbukaan informasi yang penting. Prinsip ini diwujudkan dengan membuat peraturan


(31)

18

korporasi yang melindungi kepentingan minoritas dan menetapkan peran dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi dan komite.

2) Disclosure dan Transparency (Transparansi)

Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan. Prinsip ini dapat diwujudkan dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasis standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas.

3) Accountability (Akuntabilitas)

Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, dewan komisaris dan auditor. Prinsip ini diwujudkan dengan mengembangkan komite audit dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris serta

mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit

sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practices (bukan sekedar audit).

4) Responsibility (Responsibilitas)

Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Prinsip ini diwujudkan dengan menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.


(32)

19 2.1.3 Mekanisme Corporate Governance

Mekanisme Corporate Governance merupakan suatu aturan main, prosedur

dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol di mana selanjutnya dilakukan pengawasan terhadap keputusan tersebut (Walsh et al. dalam Arifin, 2005). Mekanisme yang dapat mengendalikan perilaku manajemen atau sering disebut mekanisme corporate governance dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok. Pertama Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris, komite audit dan pertemuan dengan board of director. Kedua external mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar (Iskandar et al. dalam Chintya, 2014)..

2.1.3.1 Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance (KNKG, 2006:13). Terdapat dua sistem manajemen yang berbeda yang berasal dari dua system hukum yang berbeda (FCGI, 2001) yang membedakan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa.


(33)

20

Sistem yang berkembang di Indonesia adalah sistem dua tingkat berasal dari Sistem Hukum Kontinental Eropa. Dalam sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajamen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris. Sehingga dewan komisaris terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.

Gambar 2.1 Struktur BoD dan BoC dalam Two Tiers System yang Berkembang di Indonesia

Pengawasan

Sumber: FCGI (2001:5)

Menurut Forum For Corporate Governance In Indonesia (2001:5) tugas-tugas utama dewan komisaris meliputi:

a) Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset;

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dewan Komisaris (BoC)

Dewan Direksi (BoD)


(34)

21

b) Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan

penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil;

c) Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat

manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan memanipulasi transaksi perusahaan;

d) Memonitor pelaksanaan governance dan mengadakan perubahan yang

diperlukan;

e) Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.

Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris non-independen. Independensi profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang, Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEI tanggal 30 Januari 2014. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:

1) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;


(35)

22

2) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

3) Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

4) Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal;

5) Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas

yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2.1.3.2Komite Audit

Berdasarkan peraturan No.IX.1.15 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004 perusahaan-perusahaan publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris. Komite audit memiliki tugas dalam memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen (Egon, 2000:21).

Forum for Corporate Governance in Indonesia mengemukakan bahwa komite audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan pengawasan secara menyeluruh yang dijelaskan sebagai berikut.


(36)

23

Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, serta rencana dan komitmen jangka panjang.

Ruang lingkup pelaksanaa dalam bidang ini adalah: a) Merekomendasikan auditor eksternal;

b) Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal seperti surat penunjukkan auditor, perkiraan biaya audit, jadwal kunjungan auditor, koordinasi dengan internal audit, pengawasan terhadap hasil audit, dan menilai pelaksanaan pekerjaan auditor;

c) Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;

d) Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi: Laporan Paruh Tahun, Laporan Tahunan, dan Opini Auditor dan Management Letters.

(2) Tata kelola perusahaan (corporate governance)

Tanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. (3) Pengawasan perusahaan (corporate control)

Tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi


(37)

24

mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan. Jumlah anggota Komite Audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan (FCGI, 2001:16).

Peraturan Bapepam mewajibkan perusahaan publik untuk membentuk suatu komite audit yang beranggotakan paling sedikit tiga orang dan diketuai oleh komisaris independen, dengan pihak lain yang berasal dari luar perusahaan (eksternal). Komposisi pembentukan tersebut diatur demikian agar terbentuk suatu sifat independensi yang sangat berpengaruh terhadap kinerja komite audit.

2.1.4 Manfaat Corporate Governance

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam suatu perusahaan akan memberikan keuntungan atau manfaat yang dapat dirasakan perusahaan secara


(38)

25

langsung maupun tidak langsung. Manfaat yang diperoleh dari mekanisme corporate governance adalah sebagai berikut:

1) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. 2) Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari

pengelolaan perusahaan yang baik menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

3) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

4) Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan (Efendi, 2009:15).

2.1.5 Definisi Manajemen Laba

Scott (1997) mendefinisikan bahwa “manajemen laba sebagai upaya yang dilakukan manajer untuk mencapai keuntungan pribadi melalui rekayasa komponen akrual yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan yang dapat merugikan pihak lain, karena dengan adanya manajemen laba, laporan perusahaan tidak mencerminkan nilai fundamental dari perusahaan.”

Gumanti (2001) menyatakan bahwa “Manajemen laba tidak harus selalu dikaitkan dengan upaya untuk manipulasi data atau informasi, tetapi lebih dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting method) untuk


(39)

26

mengukur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.Definisi tersebut menggambarkan manajemen laba sebagai suatu tindakan oportunis manajer sehingga dapat me-manage earning pada tingkat yang diinginkan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu dengan cara tertentu pula.

2.1.6 Bentuk Manajemen Laba

Scott (1997:306) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer antara lain:

1) Taking a bath, yaitu melaporkan kerugian yang besar, serta perusahaan berada dalam keadaan yang buruk dan mengalami kemunduran kinerja yang tidak menguntungkan dan tidak dapat dihindari pada periode berjalan. Hal ini dilakukan dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan.

2) Income minimization, yaitu penurunan tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Manajemen laba ini dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan untuk mengurangi biaya politik. 3) Income maximization, yaitu upaya perusahaan untuk memaksimalkan tingkat

laba yang diperoleh melalui pemilihan metode-metode akuntansi dan pemilihan waktu pengakuan transaksi, seperti mempercepat pencatatan, dan menunda biaya.

4) Income smoothing, manajer akan menurunkan laba jika terjadi peningkatan laba yang cukup besar, begitu pula sebaliknya, manajer akan menaikkan laba jika tingkat laba yang diperoleh dinilai rendah atau berada dibawah target.


(40)

27

Dengan demikian manajer dapat mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Scott (1997:302) menjelaskan beberapa motivasi yang mendorong manajer untukmelakukan aktivitas manajemen laba adalah:

1) Kompensasi Manajemen

Pada saat insentif manajer didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan, manajer akan terdorong untuk mengutamakan kepentingan mereka dengan menampilkan kinerja yang lebih baik melalui manajemen laba.

2) Debt Covenant (kontrak hutang jangka panjang)

Sejalan dengan debt hypothesis yang dikemukakan oleh Watts et al. (1986), bahwa manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba perusahaan (income increasing) jika perusahaan semakin dekat pada pelanggaran perjanjian hutang. Manajemen laba akan dilakukan bertujuan agar perusahaan secara signifikan menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage berada pada tingkatan yang ditentukan. 3) Political Motivation (motivasi politik)

Kebanyakan perusahaan akan melakukan manajemen laba dalam bentuk penurunan laba agar dapat mengurangi biaya politis, utamanya pada saat laba yang diperoleh perusahaan sangat tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah, seperti subsidi, serta berkaitan dengan berbagai peraturan lain yang ditetapkan oleh pemerintah.


(41)

28 4) Taxation Motivation (motivasi perpajakan)

Manajer akan memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat menghasilkan laba yang rendah, karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan, maka beban pajak yang harus dibayarkan pada pemerintah juga dapat diminimalkan.

5) Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

Bonus plan hypothesis memprediksikan bahwa seseorang CEO yang mendekati pensiun atau habis masa jabatannya akan cenderung melakukan

strategi income maximization untuk mencegah atau membatalkan

pemecatannya. Wedari (2004) mengemukakan bahwa CEO akan melakukan take a bath untuk meningkatkan profitabilitas peningkatan laba dimasa mendatang.

6) Initial Public Offering (IPO)/Penawaran saham perdana

Manajemen laba yang dilakukan pada saat IPO bertujuan untuk mempengaruhi persepsi pihak eksternal atas nilai perusahaan. Pada saat perusahaan go public, informasi keuangan yang terdapat dalam prospectus merupakan sumber informasi penting bagi calon investor, oleh karena itu perusahaan akan menampilkan kinerja yang baik dengan menaikkan tingkat laba untuk menarik investor.

2.1.8 Fee Audit

Iskak (dalam Suharli, dkk., 2008) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Penetapan


(42)

29

biaya audit yang dilakukan oleh KAP berdasarkan perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya tenaga yaitu manager, supervisor, auditor junior dan auditor senior. Sedangkan biaya tidak langsung seperti biaya percetakan, biaya penyusunan komputer, gedung dan asuransi.

Setelah dilakukan perhitungan biaya pokok pemeriksaan maka akan dilakukan tawar menawar antar klien yang bersangkutan dengan kantor akuntan publik. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 pada tanggal 2 Juli 2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa pandauan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan praktik sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang diberikannya.

Dijelaskan dalam Surat Keputusan mengenai penetapan fee audit, yang harus dipertimbangkan oleh akuntan publik adalah:

a) Kebutuhan klien;

b) Tugas dan tanggungjawab menurut hukum;

c) Independensi;

d) Tingkat keahlian dan tanggungjawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan.

e) Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh akuntan publik dan sifatnya menyelesaikan pekerjaan.


(43)

30

Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit yaitu: (a) Besar kecilnya auditee

Masalah besar kecilnya fee audit menjadi krusial jika ketika kita banyak melihat yayasan ataupun organisasi nirlaba yang memerlukan jasa audit namun kondisi keuangannya minim.

(b) Lokasi Kantor Akuntan Publik (KAP)

Biaya overhead Kantor Akuntan Publik di daerah secara umum lebih kecil dibandingkan dengan biaya overhead di ibukota.

(c) Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)

Ketika dikaitkan dengan besar kecilnya kantor, kantor yang berdomisili di kota besar akan memiliki standar gaji yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan KAP yang terletak di kota pinggiran.

Faktor-faktor diatas sangat berpengaruh terhadap penentuan fee audit yang dibebankan KAP kepada kliennya. Professional fee terbagi atas dua yaitu: (1) besaran fee dan (2) fee kontinjen (Halim, 2008:36).

a) Besaran fee

Fee audit adalah biaya yang harus ditanggung klien karena telah mendapatkan jasa audit dari sebuah KAP. Besarnya fee dapat bervariasi tergantung antara lain risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.


(44)

31 b) Fee kontijen

Fee kontijen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. 2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan dewan komisaris, komite audit, fungsi internal audit, manajemen laba dan fee audit yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, hasil peneliti-penelitiannya dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu mengenai dewan komisaris, komite audit, fungsi internalaudit, manajemen laba dan fee audit.

Yatim et al. (2006) dalam “Governance Structures, Ethnicity, and Audit Fees of Malaysian Listed Firms” menguji pengaruh antara fee audit eksternal, dewan komisaris serta karakteristik komite audit. Jumlah sampel penelitian sebesar 736 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2003 dengan menggunakan uji regresi berganda, peneliti menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fee audit dan independensi dewan komisaris, komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara fee audit dan perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (bumiputera).


(45)

32

Goodwin-Stewart et al. (2006) dalam “Relation Beetwen External Audit Fees, Audit Committee Characteristics and Internal Audit” menguji hubungan keberadaan komite audit, karakteristik komite audit, dan fungsi internal audit terhadap kenaikan fee audit eksternal. Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Australian Stock Exchange (ASX) pada tahun 2000 dan menggunakan analisis Ordinary Least Squares (OLS) untuk menguji hipotesisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit, pertemuan komite audit serta peningkatan fungsi internal audit berhubungan positif dengan kenaikan fee audit.

Carcello et al. (2000) dalam “Board Characteristics and Audit Fees” menguji pengaruh antara karakteristik dewan dalam perusahaan dengan fee yang dibayarkan untuk auditor eksternal. Penelitian ini menggunakan sampel dari Fortune 1000 Companies dan menggunakan analisis OLS untuk menguji hipotesisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara board independence, diligence and expertise dan fee audit.

Abbot et al. (2003) dalam “The Association between audit committee Characteristics and Audit Fees” menguji pengaruh independensi komite audit, keahlian komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit terkait dengan kenaikan fee audit. Hasil analisis data menunjukkan bahwa independensi komite audit dan keahlian komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap kenaikan fee audit. Sementara variabel frekuensi pertemuan komite audit tidak terkait dengan fee audit yang lebih tinggi.


(46)

33

Tirta, dkk. (2013) dalam “Pengaruh Kepemilikan Perusahaan dan Manajemen Laba Terhadap Tipe Auditor dan Audit Fees pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” menguji hubungan tipe kepemilikan perusahaan dan manajemen laba terhadap besarnya fee audit. Sampel penelitian dari 85 laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011. Terjadinya praktik manajemen laba diukur menggunakan akrual diskresioner berdasarkan Modified Jones Model. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara tipe kepemilikan perusahaan BUMN terhadap fee audit, sedangkan manajemen laba memiliki pengaruh yang signifikan terhadap besarnya fee audit dengan arah positif. Perusahaan dengan manajemen laba yang tinggi cenderung mebayar fee audit yang tinggi.

2.3 Rumusan Hipotesis

2.3.1 Hubungan antara Independensi Dewan Komisaris dengan Fee Audit Penerapan good corporate governance berguna untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan karena itu perusahaan harus berjalan sesaui dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sebagai pihak yang independen, komisaris independen harus bisa mencegah eksploitasi dari pemegang saham mayoritas pada pemegang saham minoritas dalam pengelolaan perusahaan (Hay et al. 2008). Prastuti (2013) menemukan bahwa independensi dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap fee audit. Penelitian tersebut memnjelaskan bahwa dewan komisaris yang independen akan menuntut kualitas yang lebih tinggi dari auditor eksternal, sehingga menyebabkan fee audit yang lebih tinggi. Hal ini


(47)

34

menunjukkan bahwa perusahaan dengan struktur governance yang kuat cenderung mencari jasa audit dengan kualitas yang lebih tinggi untuk melindungi nama baik perusahaan dan melindungi kekayaan pemegang saham. Kualitas audit yang tinggi menuntut fee audit yang lebih tinggi pula. Hasil serupa dapat ditemukan dalam penelitian Hamid et al. (2012) dan Yatim et al. (2006). Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Independensi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap fee audit

2.3.2 Hubungan antara Ukuran Dewan Komisaris dengan Fee Audit

Hasil penelitian dari Carcello et al. (2000) menemukan bahwa jumlah dari dewan komisaris secara signifikan mempengaruhi kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Searah dengan Carcello et al. (2000), hasil penelitian yang dilakukan Beasley (1996) dalam Yatim et. al., (2006) menunjukan bahwa ukuran dewan secara signifikan mempengaruhi kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Ukuran dewan yang lebih besar dianggap kurang efektif dalam memantau pelaporan keuangan yang menyebabkan penilaian audit lebih diperlukan sehingga waktu audit yang dibutuhkan lebih lama yang berakibat pada tingginya fee audit eksternal.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jumlah anggota komisaris yang tepat bergantung pada sektor industri perusahaan tersebut, karena akan turut menentukan jenis kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris secara keseluruhan. Ukuran dewan komisaris yang besar akan dapat membuat proses mencari kesepakatan dan proses membuat keputusan menjadi


(48)

35

sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah dewan komisaris (Prastuti, 2013). Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap fee audit

2.3.3 Hubungan antara Independensi Komite Audit dengan Fee Audit

Independensi Komite audit, sebagai sebuah struktur yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris akan memanfaatkan posisi mereka sebagai sarana meningkatkan reputasi mereka sebagai seorang ahli dalam pengendalian keputusan (Fama et al., 1983). Selama meninjau program audit dan hasilnya, independensi komite audit dapat melakukan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai ruang lingkup audit dalam rangka menghindari salah saji keuangan dan mempertahankan reputasi modal. Hal ini menunjukkan bahwa independensi komite audit menuntut tingkat yang lebih besar dari kepastian audit.

The Blue Ribbon Committee (1999) merekomendasikan bahwa komite audit yang independen memiliki anggota yang lebih banyak, dan sering mengadakan dan melaksanakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Komite audit yang independen akan lebih baik dalam hal perlindungan reliabilitas proses akuntansi dan memajukan objektivitas dari komite audit. Hal itu akan memperkuat pengendalian internal dan mengarah kepada berkurangnya risiko pengendalian. Oleh karena itu, pengujian substantif dapat dikurangi sehingga diharapkan dapat memperkecil fee audit. Pernyataan tersebut mendukung penelitian dari Lifschutz et. al., (2010) yang


(49)

36

menemukan adanya pengaruh negatif antara independensi komite audit terhadap fee audit. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit

2.3.4 Hubungan antara Ukuran Komite Audit dengan Fee Audit

Braoitta (2000) dalam Yatim et al. (2006) menyatakan bahwa rekomendasi jumlah komite audit konsisten dengan keinginan untuk meningkatkan status organisasi komite audit. Sesuai dengan rekomendasi dari Blue Ribbon Company (1999), bahwa komite audit yang lebih independen, memiliki anggota lebih banyak, dan sering mengadakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Berdasarkan rekomendasi dar i The Blue Ribbon Company tersebut penelitian ini berpendapat bahwa ukuran komite audit yang lebih besar akan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang berakibat pada rendahnya fee audit eksternal. Searah dengan penelitian Nadia dkk. (2013) yang menemukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit

2.3.5 Hubungan antara Intensitas Pertemuan Komite Audit dengan Fee Audit

Razman et al. (2004) mengamati di Malaysia bahwa perusahaan memiliki pelaporan bagus ketika mereka bertemu lebih sering karena mereka dapat


(50)

37

memantau kegiatan manajemen. Searah dengan penelitian Goodwin-Stewart at al. (2006) pertemuan komite audit berhubungan dengan kenaikan fee audit. Hal ini konsisten dengan permintaan peningkatan kualitas audit oleh komite audit, dimana perusahaan dengan struktur governance yang baik memiliki permintaan kualitas audit yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan fee audit eksternal. Kenaikan biaya karena waktu tambahan yang dikeluarkan oleh auditor yang mempersiapkan untuk menghadiri pertemuan dengan anggota komite audit yang dapat mengakibatkan fee audit meningkat. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Intensitas pertemuan komite audit berpengaruh positif terhadap fee audit

2.3.6 Hubungan antara Manajemen Laba dengan Fee Audit

Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang berada diluar jalur yang sesuai atau dengan kata lain melanggar Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) menyebabkan auditor eksternal akan memperluas scope

pemeriksaan auditnya. Surat perikatan audit (audit engagement letter) merupakan surat persetujuan antara auditor dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Menurut SA Seksi 320 (PSA No. 55) isi surat perikatan audit wajib adanya surat pernyataan manajemen yang kemudian menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal membebaskan dan mengganti rugi kepada KAP yang bersangkutan dan stafnya atas segala tuntutan kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang diberikan sesuai dengan perikatan


(51)

38

tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa jika terjadi praktik manajemen laba di dalam perusahaan klien maka auditor cenderung akan memperluas scope pemeriksaan audit karena memerlukan penilaian audit yang lebih, sehingga waktu audit yang diperlukan oleh staf Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk melaksanakan audit menjadi lebih lama. Perubahan waktu yang diperlukan diluar perencanaan audit menyebabkan perubahan tarif per jam dari staf KAP tersebut sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta keahlian yang diperlukan. Keadaan tersebut mengakibatkan munculnya biaya-biaya lain diluar perencanaan audit sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen. Biaya tambahan tersebut akan berakibat perubahan pada fee audit yang diberikan kepada auditor.

Chaney et al. (dalam Van Cameghem, 2009) menemukan bahwa perusahaan membayar fee audit lebih tinggi karena menggunakan jasa auditor dalam mengaudit laporan keuangannya yang merupakan alat monitor bagi stakeholders. Pambudi dkk. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat manajemen laba yang tinggi terhadap fee audit. Hasil penelitian tersebut menguatkan temuan dari Van Cameghem (2009) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat manajemen laba yang tinggi lebih cenderung untuk membayar fee audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat manajemen laba yang rendah. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


(52)

39

Gambar 2.1 Kerangka Rumusan Hipotesis

H1

H2

H3 H4

H5

H6

Sumber: Data Diolah, 2015 Intensitas Pertemuan

Komite Audit (X5)

Fee Audit (Y) Independensi Dewan

Komisaris (X1)

Ukuran Dewan Komisaris (X2)

Independensi Komite Audit (X3)

Ukuran Komite Audit (X4)

Manajemen Laba (X6)


(1)

34

menunjukkan bahwa perusahaan dengan struktur governance yang kuat cenderung mencari jasa audit dengan kualitas yang lebih tinggi untuk melindungi nama baik perusahaan dan melindungi kekayaan pemegang saham. Kualitas audit yang tinggi menuntut fee audit yang lebih tinggi pula. Hasil serupa dapat ditemukan dalam penelitian Hamid et al. (2012) dan Yatim et al. (2006). Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Independensi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap fee audit

2.3.2 Hubungan antara Ukuran Dewan Komisaris dengan Fee Audit

Hasil penelitian dari Carcello et al. (2000) menemukan bahwa jumlah dari dewan komisaris secara signifikan mempengaruhi kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Searah dengan Carcello et al. (2000), hasil penelitian yang dilakukan Beasley (1996) dalam Yatim et. al., (2006) menunjukan bahwa ukuran dewan secara signifikan mempengaruhi kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Ukuran dewan yang lebih besar dianggap kurang efektif dalam memantau pelaporan keuangan yang menyebabkan penilaian audit lebih diperlukan sehingga waktu audit yang dibutuhkan lebih lama yang berakibat pada tingginya fee audit eksternal.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jumlah anggota komisaris yang tepat bergantung pada sektor industri perusahaan tersebut, karena akan turut menentukan jenis kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris secara keseluruhan. Ukuran dewan komisaris yang besar akan dapat membuat proses mencari kesepakatan dan proses membuat keputusan menjadi


(2)

35

sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah dewan komisaris (Prastuti, 2013). Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap fee audit

2.3.3 Hubungan antara Independensi Komite Audit dengan Fee Audit

Independensi Komite audit, sebagai sebuah struktur yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris akan memanfaatkan posisi mereka sebagai sarana meningkatkan reputasi mereka sebagai seorang ahli dalam pengendalian keputusan (Fama et al., 1983). Selama meninjau program audit dan hasilnya, independensi komite audit dapat melakukan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai ruang lingkup audit dalam rangka menghindari salah saji keuangan dan mempertahankan reputasi modal. Hal ini menunjukkan bahwa independensi komite audit menuntut tingkat yang lebih besar dari kepastian audit.

The Blue Ribbon Committee (1999) merekomendasikan bahwa komite audit yang independen memiliki anggota yang lebih banyak, dan sering mengadakan dan melaksanakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Komite audit yang independen akan lebih baik dalam hal perlindungan reliabilitas proses akuntansi dan memajukan objektivitas dari komite audit. Hal itu akan memperkuat pengendalian internal dan mengarah kepada berkurangnya risiko pengendalian. Oleh karena itu, pengujian substantif dapat dikurangi sehingga diharapkan dapat memperkecil fee audit. Pernyataan tersebut mendukung penelitian dari Lifschutz et. al., (2010) yang


(3)

36

menemukan adanya pengaruh negatif antara independensi komite audit terhadap fee audit. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit

2.3.4 Hubungan antara Ukuran Komite Audit dengan Fee Audit

Braoitta (2000) dalam Yatim et al. (2006) menyatakan bahwa rekomendasi jumlah komite audit konsisten dengan keinginan untuk meningkatkan status organisasi komite audit. Sesuai dengan rekomendasi dari Blue Ribbon Company (1999), bahwa komite audit yang lebih independen, memiliki anggota lebih banyak, dan sering mengadakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Berdasarkan rekomendasi dar i The Blue Ribbon Company tersebut penelitian ini berpendapat bahwa ukuran komite audit yang lebih besar akan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang berakibat pada rendahnya fee audit eksternal. Searah dengan penelitian Nadia dkk. (2013) yang menemukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit

2.3.5 Hubungan antara Intensitas Pertemuan Komite Audit dengan Fee

Audit

Razman et al. (2004) mengamati di Malaysia bahwa perusahaan memiliki pelaporan bagus ketika mereka bertemu lebih sering karena mereka dapat


(4)

37

memantau kegiatan manajemen. Searah dengan penelitian Goodwin-Stewart at al. (2006) pertemuan komite audit berhubungan dengan kenaikan fee audit. Hal ini konsisten dengan permintaan peningkatan kualitas audit oleh komite audit, dimana perusahaan dengan struktur governance yang baik memiliki permintaan kualitas audit yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan fee audit eksternal. Kenaikan biaya karena waktu tambahan yang dikeluarkan oleh auditor yang mempersiapkan untuk menghadiri pertemuan dengan anggota komite audit yang dapat mengakibatkan fee audit meningkat. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Intensitas pertemuan komite audit berpengaruh positif terhadap fee

audit

2.3.6 Hubungan antara Manajemen Laba dengan Fee Audit

Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang berada diluar jalur yang sesuai atau dengan kata lain melanggar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menyebabkan auditor eksternal akan memperluas scope pemeriksaan auditnya. Surat perikatan audit (audit engagement letter) merupakan surat persetujuan antara auditor dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Menurut SA Seksi 320 (PSA No. 55) isi surat perikatan audit wajib adanya surat pernyataan manajemen yang kemudian menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal membebaskan dan mengganti rugi kepada KAP yang bersangkutan dan stafnya atas segala tuntutan kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang diberikan sesuai dengan perikatan


(5)

38

tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa jika terjadi praktik manajemen laba di dalam perusahaan klien maka auditor cenderung akan memperluas scope pemeriksaan audit karena memerlukan penilaian audit yang lebih, sehingga waktu audit yang diperlukan oleh staf Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk melaksanakan audit menjadi lebih lama. Perubahan waktu yang diperlukan diluar perencanaan audit menyebabkan perubahan tarif per jam dari staf KAP tersebut sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta keahlian yang diperlukan. Keadaan tersebut mengakibatkan munculnya biaya-biaya lain diluar perencanaan audit sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen. Biaya tambahan tersebut akan berakibat perubahan pada fee audit yang diberikan kepada auditor.

Chaney et al. (dalam Van Cameghem, 2009) menemukan bahwa perusahaan membayar fee audit lebih tinggi karena menggunakan jasa auditor dalam mengaudit laporan keuangannya yang merupakan alat monitor bagi stakeholders. Pambudi dkk. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat manajemen laba yang tinggi terhadap fee audit. Hasil penelitian tersebut menguatkan temuan dari Van Cameghem (2009) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat manajemen laba yang tinggi lebih cenderung untuk membayar fee audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat manajemen laba yang rendah. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


(6)

39

Gambar 2.1 Kerangka Rumusan Hipotesis

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Sumber: Data Diolah, 2015 Intensitas Pertemuan

Komite Audit (X5)

Fee Audit (Y) Independensi Dewan

Komisaris (X1)

Ukuran Dewan Komisaris (X2)

Independensi Komite Audit (X3)

Ukuran Komite Audit (X4)

Manajemen Laba (X6)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 79 86

Analisis pengaruh islamic corporate governance terhadap corporate social responsibility (Studi kasus pada Bank Syariah di Indonesia)

0 3 26

Pengaruh Komite Audit, Profitabilitas, Dewan Komisaris, dan Ukuran Klien dalam Penentuan Fee Audit Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014

0 4 89

PENGARUH INDEPENDENSI DEWAN KOMISARIS, KOMITE AUDIT, DAN INTERNAL AUDIT TERHADAP FEE AUDIT EKSTERNAL Pengaruh Independensi Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Internal Audit Terhadap Fee Audit Eksternal (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terd

0 2 17

Pengaruh Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

0 0 24

Pengaruh independensi dewan komisaris, fungsi internal audit, dan praktek manajemen laba terhadap fee audit pada perusahaan manufaktur di bursa efek indonesia.

0 0 15

Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Karakteristik Komite Audit terhadap Manajemen Laba.

1 1 1

Pengaruh Komite Audit, Profitabilitas, Dewan Komisaris, dan Ukuran Klien dalam Penentuan Fee Audit Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014

0 0 12

Pengaruh Komite Audit, Profitabilitas, Dewan Komisaris, dan Ukuran Klien dalam Penentuan Fee Audit Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014

0 0 2

PENGARUH KOMITE AUDIT, DEWAN KOMISARIS DAN PROFITABILITAS TERHADAP AUDIT FEE (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ 45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016)

0 0 13