melalui studi kepustakaan yang merupakan buku-buku, jurnal, dokumen- dokumen, serta sumber teoritis lainnya sedangkan teknik wawancara
dilakukan guna membuat deskripsi atau eksplorasi terhadap rumusan masalah yang telah ada. Kemudian keseluruhan dari pada data tersebut digunakan
untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif, pendapat- pendapat atau tulisan para ahli dan pihak lain berupa informasi formal
maupun melalui naskah resmi.
4. Alat Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen yang mana pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh
data dan atau dokumen dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah
ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan menggunakan
suatu pedoman wawancara yakni dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat dan Kepala Bidang
Pengembangan dan Pendapatan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat serta melakukan wawancara secara langsung mengenai jawaban terhadap
daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya, sedangkan untuk wawancara kepada Bupati Nias Barat dilakukan wawancara secara
langsung mengenai topik pertanyaan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun dan dianalisis secara kualitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam
bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian disajikan
secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas pokok permasalahan dalam
penelitian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN SUMBER-SUMBER KEUANGAN DAERAH DALAM
KERANGKA OTONOMI DAERAH A. Defenisi Hukum Keuangan daerah
Sebelum membahas defenisi hukum keuangan daerah maka terlebih dahulu diketahui tentang pengertian keuangan daerah. Defenisi keuangan daerah dapat
ditinjau dari beberapa sisi yaitu :
67
1. Dari sisi objek, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah, dalam kerangka APBD. Pengertian ini sejalan dengan penjelasan Pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang
berbunyi sebagai berikut : “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala
berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
2. Dari sisi subjek, keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam pengelolaan
keuangan daerah dalam hal ini pemerintah daerah dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah, seperti
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, dan Badan Pemeriksa Keuangan BPK.
3. Dari sisi proses, keuangan daerah adalah mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Dari sisi tujuan, keuangan daerah adalah keseluruhan kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan danatau penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan keuangan daerah di atas pada dasarnya berada pada satu kegiatan yang disebut dengan pengelolaan keuangan
67
Hendra Karianga, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Bandung : Alumni, 2011, hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
daerah. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.
68
Dalam menjalankan pengelolaan tersebut dikenal adanya kekuasaan pengelola. Pemegang
kekuasaan mengelola keuangan di daerah adalah gubernurbupati atau walikota selaku kepala pemerintahan daerah.
69
Pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan oleh dua komponen yaitu Kepala Satuan
Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBN dan Kepala SKPD selaku Pejabat AnggaranBarang Negara.
70
Penjabaran pengertian dari keuangan daerah tidak jauh berbeda dengan defenisi hukum keuangan daerah. Hukum keuangan daerah merupakan hukum yang
mengatur masalah-masalah keuangan daerah atau dengan kata lain hukum keuangan daerah adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan
penyelenggaraan keuangan daerah yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan pemerintahan yang
lain
71
. Dari rumusan pengertian diatas, berarti pengaturan di bidang keuangan daerah akan menyangkut yang antara lain adalah :
72
1. Dasar- dasar keuangan daerah menyangkut kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, asas-asas pengelolaan keuangan daerah seperti norma efisiensi, keefektifan, akuntabilitas, profesionalisme pelaksana keuangan daerah, maksud
dan tujuan dari penyelenggaraan keuangan daerah, serta yang berkaitan dengan perbendaharaan.
68
Ibid.
69
Pasal 6 ayat 2 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
70
Pasal 10 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
71
Muhamad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Keuangan Daerah, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal.12.
72
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Kedudukan hukum pejabat keuangan daerah seperti kaidah-kaidah mengenai
bendahara umum daerah, pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran ataupun pihak yang terafiliasi dalam kegaiatan keuangan daerah juga mengenai
bentuk badan pelayanan umum, perusahaan daerah, pengelolaan barang daerah dan barang daerah yang dipisahkan serta mengenai kepemilikannya.
3. Kaidah-kaidah keuangan daerah yang secara khusus memperhatikan kepentingan
umum, seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan yang tidak wajar dalam penyediaan dan pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah, keadilan anggaran
untuk masyarakat untuk memerhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan dalam penganggaran, dan lainnya.
4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung kebijakan
keuangan daerah, seperti DPRD, BPK, serta hubungan keuangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah dan juga pihak lainnya.
5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan penyelenggaraan keuangan daerah yang berupa
dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya, misalnya pertanggungjawaban
pelaksanaan keuangan daerah, pengenaan sanksi pidana, sanksi administrasi dan ganti rugi.
Dengan demikian hukum keuangan daerah yang merupakan satu sistem akan mengandung pengertian-pengertian dasar berupa orientasi pada tujuan, berinteraksi
dengan sistem yang lebih besar yakni hukum pemerintahan, hukum tata negara, hukum keuangan negara, atau hukum secara keseluruhan.
B. Pengaturan Sumber-Sumber Keuangan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah
1. Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah
Dengan adanya Undang-Undang Dasar, maka Negara Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum sehingga tidak berdasar atas kekuasaan semata.
Pemerintah yang berdasarkan sistem konstitusi tidak bersifat absolutisme sehingga kebijaksanaan Pemerintah Pusat untuk menyerahkan sebagian urusan-urusannya
untuk menjadi kewenangan daerah, garis-garis besarnya diserahkan melalui
Universitas Sumatera Utara
peraturan-peraturan perundang-undangan.
73
Oleh karena itu, sejak proklamasi kemerdekaan dapat dilihat bahwa pemerintah daerah beberapa kali membentuk undang-undang tentang pemerintahan
daerah. Perubahan-perubahan terlihat karena masing-masing undang-undang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Terdapat beberapa Undang-Undang
Pemerintahan Daerah setelah kemerdekaan yakni: Sebagai pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945
di bidang ketatanegaraan, pemerintah Republik Indonesia melaksanakan pembagian daerah-daerah dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-
Undang Pemerintahan Daerah.
74
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah berlaku mulai tanggal 23 Juli 1974, undang-undang ini dinamakan pokok-pokok pemerintahan di daerah sebab dalam undang-undang ini diatur
tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintahan berdasarkan atas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas
pembantuan di daerah
75
73
Josef Riwu Kaho, Analisis, op.cit hal. 29.
. Dasar hukum otonomi ini ialah Pasal 18 UUD 1945 dengan rujukan Tap MPRS No. XIIIMPRS1966 yang di dalamnya
ditetapkan bahwa pemerintahan otonomi adalah seluas-luasnya kepada daerah. Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah berdasarkan
pengalaman dapat menimbulkan kecenderungan yang membahayakan
74
Nomensen Sinamo, Hukum Tata Negara-Suatu Kajian Kritis Tentang Kelembagaan Negara, Jakarta : Permata Aksara, 2012 hal. 157.
75
Nimatul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo, 2005, hal. 332.
Universitas Sumatera Utara
keutuhan Negara Kesatuan RI, dengan demikian pemberian otonomi kepada daerah didasarkan kepada otonomi yang nyata dan bertanggungjawab.
Dikatakan nyata dalam arti pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan pada faktor-faktor, perhitunga-perhitungan dan tindakan-tindakan
atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin derah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.
Sedangkan dikatakan bertanggung jawab dalam artian bahwa pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan
pembangunan yang tersebar diseluruh pelosok negara dan serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi
antara pemerintah pusat dan daerah, serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Pada masa berlakunya undang-undang ini, demokrasi
tidak berkembang bahkan pemerintah sering mencurigai aktifitas masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Pemerintahan daerah terdiri dari
Kepala Daerah dan DPRD. 2.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, berdasarkan undang-undang ini daerah diberi kesempatan luas untuk
mengatur daerahnya dengan ditopang pendanaan yang lebih memadai. Melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1999 terdapat prinspi-prinsip
pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggungjawab. c.
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah provinsi
merupakan otonomi yang terbatas. d.
Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antara daerah. e.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota
tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita,
kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan
perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah ekonomi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi
Universitas Sumatera Utara
pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g. Pelaksanaan asas dekonsentralisasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah. h.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepala daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjwabkan kepada yang menugaskannya. 3.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,kebutuhan untuk menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dalam rangka
perbaikan dan pembenahan pengaturan di bidang pemerintahan derah merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan, baik itu kebutuhan rekonstruksi
hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah, kebutuhan esensi pengawasan, demokrasi dan otonomi daerah, kebutuhan efesiensi anggaran,
politik, struktur hubungan antar tingkat pemerintahan, pusat, propinsi dan kabupaten dan kota maupun kebutuhan penyesuaian terhadap prinsip dan
sistem pemerintahan presidensil yang terdapat dalam UUD 1945 pasca amandemen maka atas kebutuhan-kebutuhan tersebut pada tanggal 15
Oktober 2004 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disahkan dan diundangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
76
76
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah-Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung : Alumni, 2008, hal. 197.
, berdasarkan undang-undang ini ditegaskan bahwa pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan urantar susunan pemerintahan. Penegasan ini merupakan koreksi terhadap
pengaturan sebelumnya di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota
masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Akibat pengaturan yang demikian kepala daerah kabupatenkota
menanggap gubernur bukanlah atasan mereka sehingga jika akan berhubungan dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupatenkota tidak perlu
berkoordinasi dengan gubernur tetapi langsung ke pusat. Akhirnya kewenangan gubernur menjadi tidak ada, hal ini berbeda apabila
dibandingkan dengan kedudukan gubernur pada masa Undang-Undang No.5 Tahun 1974.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan antara Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dengan Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
77
1. Tidak dikenal Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II namun yang dikenal
adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah KabupatenKota. 2.
Penekanan titik berat otonomi ada pada daerah kabupaten dan daerah kota dari kombinasi dekonsentrasi dan desentralisasi menjadi desentralisasi.
3. Dilihat dari struktur kelembagaan atas pembagian tugas dan tanggungjwab
yang tadinya menyatu antara kepala daerah dan DPRD dalam struktur pemerintahan kini kedua lembaga itu terpisah.
4. Sistem penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, pelayanan
masyarakat yang tadinya cenderung seragam kini lebih heterogen sesuai daerah masing-masing dan adat istiadat daerah.
5. Kecenderungan konsentrasi kekuasaan dan yang bersifat sentral menjadi
sentrifugal yaitu adanya pemencaraan kekuasaan atau kewenangan. 6.
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atau kepala daerah kepada DPRD yang tadinya formalitas kini bersifat menentukan.
7. Kemampuan keuangan daerah termasuk kewenangan memantapkan
pendapatan daerah kini menjadi lebih besar bagi daerah yang bersangkutan sehingga dengan pendapatan asli daerah yang besar daerah provinsi,
kabupatenkota yang satu akan lebih makmur dari provinsi, kabupatenkota yang lain.
77
Nomensen Sinamo, op.cit, hal.169.
Universitas Sumatera Utara
8. Untuk menciptakan koordinasi antara Gubernur dengan BupatiWalikota
maka dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dipertegas agar BupatiWalikota memperhatikan dan mendengarkan instruksi Gubernur demi
kebaikan bersama. 9.
Peraturan daerah yang dibentuk harus mendapatkan pengesahan dari pemerintah pusat Kementrian Dalam Negeri
Berkaitan dengan keuangan daerah maka pemerintah daerah memiliki beberapa kewenangan dalam mengurus keuangan daerahnya sendiri sebab pemerintah
daerah dalam hal ini gubernurbupatiwalikota selaku kepala daerah telah ditunjuk untuk mengelola keuangan daerahnya dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yakni gubernurbupatiwalikota
bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah daerah. Dengan, demikian
pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah yakni Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah. Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
perihal keuangan daerah diatur dalam BAB VIII tentang Keuangan Daerah, yangmana terdiri atas 11 paragraf dan 40 puluh pasal. Adapun kesebelas paragraf
tersebut yakni : a.
Paragraf Kesatu tentang umum.
Universitas Sumatera Utara
b. Paragraf Kedua tentang Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
c. Paragraf Ketiga tentang Surplus dan Defisit APBD.
d. Paragraf Keempat tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi.
e. Paragraf Kelima tentang BUMD.
f. Paragraf Keenam tentang Pengelolaan Barang Daerah.
g. Paragraf Ketujuh tentang APBD.
h. Paragraf Kedelapan tentang Perubahan APBD.
i. Paragraf Kesembilan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
j. Paragraf Kesepuluh tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan
Kepala Daerah tentang APBD, Perubahan APBD, dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
k. Paragraf Kesebelas tentang Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah.
Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa mekanisme yang telah ditetapkan bertujuan agar pengaturan tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang
optimal terutama dalam menggali potensi PAD.
2. Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah