E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dari hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengaturan Sumber PAD
Dalam Kerangka Otonomi Daerah Studi pada Kabupaten Nias Barat belum pernah dilakukan penelitian dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini
dapat disebut asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan
kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat saya pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Namun sebagai bahan perbandingan, terdapat tesis yang
berkaitan dengan PAD yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap PAD di Kabupaten Deli Serdang” atas nama Eli
Esra S. Tarigan, mengangkat beberapa permasalahan yakni mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap pedagang kaki lima sebagai pembayar retribusi sesuai
dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2000, apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi pedagang kaki lima PKL memberi kontribusi terhadap PAD di
Kabupaten Deli Serdang? serta upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar pedagang kaki lima?.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Kajian pustaka merupakan aktivitas penelitian yang sangat berguna dalam menemukan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian yang telah
dirumuskan. Kajian pustaka diperoleh melalui buku teks, monograf, jurnal, disertasi
Universitas Sumatera Utara
maupun hasil-hasil penelitian yang terdokumentasikan. Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah berikutnya yang dilakukan adalah mencari teori, konsep serta
generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan landasan teoritis untuk penelitian yang dilakukan
18
. Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang diteliti dapat dianalisis secara komprehensif dan objektif. Kerangka
teori disusun untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang pemecahan masalah yang telah disusun.
19
Kegiatan penelitian senantiasa berkaitan erat dengan teori. Dengan penelitian, pengkaji dapat menguji teori dan mengembangkannya sesuai dengan keluasan dan
ruang lingkup yang dibahas. Teori akan mengarahkan kegiatan penelitian dalam upaya memperluas cakrawala pengetahuan secara teoritis.
20
Teori juga bermanfaat untuk memberi dukungan analisis atas topik yang sedang dikaji
21
serta bermanfaat sebagai pisau analisis dalam pembahasan terhadap masalah penelitian, berupa fakta
dan peristiwa hukum yang terjadi.
22
18
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta : Rajawali Press, 2010, hal. 18.
Dengan demikian teori dapat digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai
wacana yang memperkaya dan mempertajam argumentasi dalam memahami masalah yang menjadi objek penelitian.
19
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010 hal. 93.
20
Agus Salim, Bangunan Teori : Metodologi Penelitian Untuk Bidang Sosial, Psikologi, dan Pendidikan, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006, hal. 84.
21
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, op.cit, hal. 44
22
Ibid, hal. 146
Universitas Sumatera Utara
Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara
lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori
berfungsi memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dikaji.
23
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori desentralisasi politik dan fiskal sebagai teori utama serta teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman
sebagai teori pendukung . Teori-teori dimaksud untuk dijadikan sebagai pisau analisis sekaligus wacana dalam menganalisis dan menjelaskan masalah yang akan diteliti,
dimana desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal mengkaji bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan khususnya dalam
menggali potensi PAD di Kabupaten Nias Barat, sebab desentralisasi fiskal tidak akan bermanfaat apabila tidak diikuti dengan kemampuan finansial yang memadai
dari suatu pemerintahan daerah, sedangkan teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman digunakan untuk mengkaji hambatan-hambatan yang terjadi dalam
menjalankan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Membahas mengenai desentralisasi maka akan berkaitan dengan susunan
negara, hal ini disebabkan esensi pemerintahan di daerah berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya.
Kewenangan pemerintah daerah berkaitan dengan pembagian kekuasaan dalam
23
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 253.
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaran pemerintahan sehingga terpola dalam sistem pemerintahan negara federal dan negara kesatuan. Pola sistem negara federal terpola dalam tiga struktur
yakni pemerintah federal pusat, pemerintah negara bagian provinsi, dan pemerintah daerah otonom, sedangkan sistem negara kesatuan terpola dalam dua
struktur tingkatan utama yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, kota.
Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang paling kukuh apabila dibandingkan dengan negara federasi atau konfederansi. Dalam negara kesatuan
terdapat bentuk persatuan maupun kesatuan. Untuk hal-hal tertentu negara federasi berbeda dari negara kesatuan. Menurut Prof. Kranenbug terdapat perbedaan
mencolok dari dua bentuk negara ini. Pertama, negara bagian dari suatu federasi mempunyai wewenang mengatur bentuk organisasi sendiri dalam rangka konstitusi
federal sedangkan dalam negara kesatuan organisasi bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang.
24
24
Muhammad Dekosaputra, Pengertian Desentralisasi Politik, diakses dari http:muhammaddekosaputra.blogspot .com201205pengertian-desentralisasi-politik-dan.html,
tanggal 15022013, pukul 19:53 Wib.
Kedua, dalam negara federal wewenang pembentuk undang-undang pusat yang mengatur hal-
hal tertentu telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal, sedangkan dalam negara kesatuan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
tingkatannya atau setempatlokal tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat itu.
25
Negara Republik Indonesia ialah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Ide negara kesatuan termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebelum diamandemen terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar yang tersirat yakni “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”.
26
Pembagian tugas oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan distribusi kekuasaan. Distribusi kekuasaan dibagi menjadi dua kategori yakni :
27
1. Distribusi vertikal adalah pembagian kekuasaan atau fungsi antara
pemerintah pusat atau pemerintah nasional dengan konstituennya atau subsidiary level of goverment pemerintah daerah atau negara bagian.
2. Distribusi horizontal adalah pembagian fungsi kekuasaan atau kekuasaan di
antara cabang-cabang pemerintahan the branches of goverment seperti misalnya fungsi atau kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif trias
politica. Dalam distribusi inilah terbentuk dua kategori sistem pemerintahan yang tekanannya pada kekuasaan eksekutif yang selanjutnya disebut sistem
pemerintahan presidensial dan yang tekanannya pada legislative dikenal pada sistem parlementer.
Selain itu pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga secara tegas dinyatakan dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945
yaitu “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
25
Pengertian Desentralisasi Fiskal, diakses dari http:www.sarjanaku.com201212pengertian- desentralisasi-fiskal.html., tanggal 15022013, pukul 20:06 Wib.
26
Pembukaan Undang-undang Dasar RI 1945, alinea ke-4
27
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia, Yogyakarta : Matapena Institute, 2012, hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
pembantuan”, selanjutnya dalam Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Dengan adanya pasal yang mengatur tentang pembagian tugas dari pusat ke daerah
maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah guna pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar 1945.
Otonomi berkaitan erat dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah melalui sistem desentralisasi. Desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status
mandiri atau otonom sehingga setiap pembicaraan mengenai desentralisasi akan selalu dipersamakan atau dengan sendirinya berarti membicarakan otonomi.
Desentralisasi seringkali diinterprestasikan sebagai antitesa dari sentralisasi, antara dua kutub itu dalam perkembangannya tidak jarang diletakkan pada kutub
yang saling berlawanan, seyogiyanya di dalam negara kesatuan di samping keliru untuk mempertentangkan keduanya juga antara keduanya tidak bisa ditiadakan sama
sekali. Artinya kedua konsep, sistem, bahkan teori dimaksud saling melengkapi dan membutuhkan dalam kerangka yang ideal sebagai sendi negara demokratis.
Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah bertujuan untuk penyelenggaraan
pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksaanaan pembangunan.
28
28
Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal. 57.
Dengan demikian, daerah perlu diberi wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta
Universitas Sumatera Utara
sekaligus memiliki pendapatan daerah seperti pajak-pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain pendapatan yang sah.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dsentralisasi melahirkan daerah otonom, baik daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
ciri terpenting bagi badan atau organ yang didesentralisasikan ialah mempunyai sumber-sumber keuangan sendiri untuk membiayai pelaksanaan tugasnya
29
. Dalam masyarakat yang majemuk secara etnis, regional, agama, dan sejarah, desentralisasi
diharapkan dapat menghilangkan kendala dalam pengambilan keputusan, penerimaan publik atas keputusan pemerintah, serta memfasilitasi tindakan dan kerjasama
kolektif
30
Desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan keinginan pemerintah untuk merespon permintaan masyarakat lokal dengan mempromosikan kompetisi
antarpemerintah daerah . Hal ini terjadi karena kepercayaan yang besar, tindakan kolektif, dan
keputusan yang memiliki legitimasi akan diperoleh dalam lingkungan yang lebih homogen.
31
. Menurut Ormar Azfar terdapat enam faktor yang mempengaruhi kinerja desentralisasi yakni :
32
1. Kerangka kerja hukum dan politik.
2. Kebijakan fiskal.
3. Transparansi dalam tindakan pemerintah.
4. Partisipasi warga dalam penyediaan jasa publik.
5. Masyarakat sipil dan struktur sosial.
6. Kapasitas pemerintah daerah.
29
Adrian Sutendi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008, hal. 3.
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu desentralisasi harus di dukung oleh instrumen hukum dan politik yang demokratis, kebijakan fiskal yang jelas dan tidak disortif, pemerintahan
yang transparan, partisipasi warga, masyarakat sipil yang kuat dan idependen, serta kapasitas pemerintah yang memadai. Semakin lengkap faktor pendukung yang
dimiliki oleh suatu daerah, maka semakin dapat kebijakan desentralisasi mencapai tujuan yang diharapkan. Sebaliknya apabila minim faktor pendukung desentralisasi
yang dimiliki oleh suatu daerah maka semakin besar peluang kebijakan desentralisasi
33
Teori desentralisasi awalnya dipelopori oleh Van Der Pot yang ditulis dalam bukunya “Hanboek van Nederlands Staatsrech”, Van Der Pot membedakan
desentralisasi atas desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional .
34
. Desentralisasi teritorial menjelma dalam bentuk badan yang didasarkan pada wilayah
gebeidcorporatie, berbentuk “otonomi” dan “tugas pembantuan”.
35
Desentralisasi fungsional menjelma dalam bentuk badan-badan yang didasarkan pada tujuan tertentu
doelcorporatie.
36
Irwan Soedjito membedakan desentralisasi dalam tiga kategori yakni desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional dan desentralisasi administratif atau
33
Ibid.
34
Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah-Perspektif Teori Otonomi Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan Pemernitah Negara Hukum dan Kesatuan, Malang : Setara
Press, 2012 hal. 13.
35
Ibid.
36
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dekonsentrasi.
37
Litvack dan Sedon, mengkategorikan desentralisasi secara teoritis menjadi empat tipe yang meliputi :
Pengertian desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional sama dengan pengertian yang telah lazim diikuti pendapat Van der Pot di atas, sedangkan
desentralisasi administratif atau dekonsentrasi ombtelijk decentralisatie mengandung arti bahwa pemerintah pusat melimpahkan sebagian dari
kewenangannya kepada alat perlengkapan atau organ pemerintah sendiri di daerah yakni pejabat-pejabat pemerintah yang ada di daerah untuk dilaksanakan.
38
1. Desentralisasi politik
2. Desentralisasi administratif yang memiliki tiga bentuk yaitu :
a. Dekonsentrasi. b. Delegasi.
c. Devolusi.
3. Desentralisasi fiskal.
4. Desentralisasi politik.
Litvack dan Sedon mengemukakan desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal merupakan teori yang searah dengan penulisan tesis ini. Kebijakan pemerintah
daerah dalam pengaturan sumber pendapatan asli daerah merupakan pelaksanaan dari tugas pemerintah daerah dalam mensejahterahkan masyarakatnya. Kebijakan dibuat
bukan hanya berlandaskan demi kepentingan hukum semata, namun juga berlandaskan kepentingan politik.
Pengertian desentralisasi politik oleh Amrah Muslimin adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak mengurus kepentingan
37
Irawan Soedjito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta : Bina Aksara, 1981, hal. 29.
38
Lukman Hakim, op.cit, hal.14.
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah-daerah tertentu.
39
Perspektif desentralisasi politik mendefenisikan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan devolution of power dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan juga sebagai substansi utama desentralisasi, kendati devolusi kekuasaan tidak hanya dibatasi pada struktur
pemerintahan.
40
Pengertian desentralisasi politik oleh Rondineli merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bertujuan guna
meningkatkan kekuasaan kepada penduduk dan perwakilan politik mereka dalam pembuatan kebijakan publik.
41
Robert A. Simanjuntak membagi desentralisasi menjadi atas tiga yakni desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi, yang mana ketiga jenis desentralisasi
ini saling berkaitan satu sama lain yang dilaksanakan secara bersama-sama agar tujuan dari otonomi daerah dapat tercapai misalnya peningkatan pelayanan publik
dapat dilaksanakan.
42
39
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung : Nusa Media, 2012, hal.65
40
Syarif Hidayat, Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dalam Perspektif State society Relation, diakses dari www.unas.ac.id, tanggal 15022013, pukul 22:12 Wib.
41
Ahmad Burhanudin Taufiz, Konsep Desentralisasi, diakses dari lontar.ui.ac.id, tanggal 20022013 pukul 11:26 Wib.
42
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian desentralisasi politik oleh Brian C. Smith merupakan penyerahan wewenang untuk mengambil keputusan dalam bidang kebijaksanaan publik kepada
lembaga perwakilan rakyat ditingkat lokal dengan undang-undang.
43
Pengertian desentralisasi politik oleh A.H. Hanson yakni wewenang yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengambil
keputusan politik dan administrasi.
44
John R. Nellis menyatakan bahwa dengan adanya desentralisasi politik maka pemerintah daerah menjadi daerah otonom yang bebas karena dengan desentralisasi
politik membuat pemerintah daerah menjadi terpisah dari pemerintah pusat yang tentunya keterpisahan ini diiringi oleh kemandirian yang baik dari segi finansial dan
hukum dari pemerintah daerah itu sendiri.
45
Berbagai pendapat para ahli tentang desentralisasi politik maka prespektif desentralisasi politik lebih menekankan tujuan yang hendak dicapai pada aspek politis
yaitu meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, serta mempertahankan integritas nasional demi
terciptanya kepentingan nasional pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah daerah yang pada akhirnya dihasilkannya suatu kebijakan demi kepentingan umum.
Dilihat dari sisi kepentingan pemerintah pusat maka terdapat beberapa tujuan dari desentralisasi politik yaitu dari sisi masyarakat belajar mengenali dan memahami
43
Mulia Darmawan, Kelebihan dan kekurangan Desentralisasi di Berbagai Negara, diakses dari muliadarmawan.blogspot.com201203kelebihan-dan kekurangan-desentralisasi.html.
44
Ibid.
45
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berbagai persoalan politik yang mereka hadapi, menghindari atau bahkan menolak untuk memilih calon legislatif yang tidak memiliki kualifikasi kemampuan politik
dan belajar mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, termasuk mengenai penerimaan dan belanja daerah. Sedangkan dari sisi kepentingan pemerintah daerah
tujuan dari desentralisasi politik ini adalah untuk mewujudkan political equality sehingga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas politik di tingkat lokal guna mempraktikan bentuk-bentuk partisipasi politik misalnya menjadi anggota partai politik dan kelompok kepentingan, mendapatkan
kebebasan mengekspresikan kepentingan dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan.
Penyelenggaran pemerintahan daerah melalui berbagai jenis desentralisasi yang berinti pokok atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak di dalam negara
demokrasi. Dengan artian lain bahwa desentralisasi bukan sekedar pemencaran wewenang tetapi mengandung juga pembagian kekuasaan guna mengatur dan
mengurus penyelenggaraan pemerintahan tingkatan lebih rendah. Ini disebabkan desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri atau otonom, sehingga
setiap pembicaraan tentang desentralisasi akan selalu disamakan dengan membicarakan otonomi.
Dalam menjalankan kewenangannya untuk menggali potensi daerah, bukannya hanya ditinjau dari desentralisasi politik saja namun juga ditinjau dari segi
desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
Universitas Sumatera Utara
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.
46
Hubungan fiskal antara pemerintahan dapat tergambar sebagai berikut :
47
1. Pendanaan bagi sebagian besar belanja selama masa transisi yang sulit.
2. Penjelasan bagaimana menilai kapasitas belanja dan penerimaan dalam
pemberian hibah secara seimbang. 3.
Peletakan dasar-dasar bagi peningkatan PAD melalui perpajakan daerah, potensi-potensi yang bisa dipakai untuk meningkatkan pertanggungjawaban.
4. Sistem informasi untuk memonitor keuangan daerah.
Gagasan dasar desentralisasi fiskal ialah penyerahan beban tugas pembangunan, penyediaan layanan publik dan sumber daya keuangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah sehingga tugas-tugas itu akan lebih dekat dengan masyarakat.
Bahl dan Linn berpendapat bahwa ada tiga argumentasi yang dapat dikemukakan mengenai desentralisasi fiskal yakni:
48
1. Jika unsur-unsur belanja dan tingkat pajak ditentukan pada jenjang
pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat ke masyarakat akan lebih puas dengan layanan yang diberikan pemerintah.
2. Pemerintah daerah yang lebih kuat akan menunjang pembangunan bangsa
karena masyarakat lebih mudah mengidentifikasi diri dengan pemerintah daerah ketimbang pemerintah pusat. Apabila tanggungjawab mengenai
perpajakan, kebijakan keuangan, dan layanan publik diserahkan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah daerah akan saling bersaing untuk
melakukan yang terbaik bagi rakyat yang akan memperbaiki pembangunan bangsa.
3. Keseluruhan mobilisasi sumber daya akan bertambah baik karena pihak
pemerintah daerah dapat lebih tanggap dan mudah menarik pajak dari sektor-
46
Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, hal. 83.
47
Adrian Sutendi, op.cit, hal. 40.
48
Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal - Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
sektor ekonomi yang tumbuh cepat jika dibanding pemerintah pusat. Dalam memobilisasi sumber daya, pemerintah pusat biasanya terkendala oleh
kondisi geografis dan rentang kendali. Oleh karena itu, apabila pemerintah daerah diberi tanggungjawab yang lebih besar maka mobilisasi sumber daya
akan dapat dilakukan dengan baik.
Desentralisasi fiskal menurut Ebel adalah suatu desentralisasi yang terkait dengan masalah pembagian peran dan tanggungjawab antarjenjang pemerintah,
transfer antarjenjang pemerintahan, penguatan sistem pendapatan daerah atau perumusan sistem pelayanan publik di daerah, swastanisasi perusahaan milik
pemerintah terkadang menyangkut tanggungjawab pemerintah daerah, penyediaan jaring pengaman sosial.
49
Hubungan keuangan pada intinya berkaitan dengan penyerahan kewenangan dibidang keuangan dari pemerintah pusat ke daerah. Oleh karena itu, dikenallah
hubungan keuangan ini sebagai desentralisasi fiskal. Untuk pemerintah daerah, desentralisasi fiskal ini bertujuan untuk menetapkan jumlah uang yang akan
digunakan pemerintah daerah guna memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apabila ada kepastian mengenai jumlah alokasi dana yang akan ditransfer, yang
selanjutnya ditentukan bagaimana mekanisme pembagian dan penyalurannya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah supaya pelayanan publik dapat terlaksana
secara efesien dan efektif. Kepastian mengenai jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi
bahan pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah untuk merencanakan jenis dan tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat yang semuanya bertujuan
49
Ibid, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
agar desentralisasi fiskal ini memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber pendapatan yang memadai untuk
memberikan pelayanan publik dengan standar yang ditentukan. Keterkaitan otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal pada dasarnya adalah
pengejawantahan dari prinsip money follows function yakni pendanaan mengikuti fungsi pemerintah.
50
Dalam menjalankan desentralisasi fiskal, alat utama yang digunakan adalah pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak taxing
power dan transfer ke daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah masih sangat terbatas, maka pemerintah melakukan transfer ke
daerah untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan fungsi-fungsi yang telah diserahkan ke daerah.
Dengan penyerahan kewenangan kepada daerah maka daerah diberikan sumber-sumber pendanaan untuk melaksanakan kewenangan.
51
Dari penjabaran di atas mengenai desentralisasi fiskal, maka yang menjadi tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu sebagai berikut :
52
1. Meningkatkan efesiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun kegiatan
pemerintah daerah. 2.
Diharapkan dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal dan memobilisasi pendapatan daerah maupun nasional.
3. Meningkatkan akuntabilitas, transparasi, dan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan di tingkat daerah.
50
Nota Keuangan dan RAPBN 2011, diakses dari www.depkeu.go.id., tanggal 15022013, pukul 22:56 Wib.
51
Nota Keuangan dan RAPBN 2011, diakses dari www.depkeu.go.id., tanggal 15022013, pukul 22:56 Wib.
52
Adrian Sutendi, op.cit, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
4. Memperbaiki keseimbangan fiskal antardaerah dan memastikan adanya
pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah. 5.
Menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal,
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dituntut untuk dapat membuat kebijakan yang dapat membawa kemajuan terutama dari segi keuangan melalui PAD, hal ini
dikarenakan agar pembangunan Kabupaten Nias Barat yang baru terbentuk lebih dari tiga tahun ini mampu terlaksana denga baik sesuai dengan visi dan misi Pemerintah
Kabupaten Nias barat. Dalam menjalankan kebijakannya dalam menggali potensi PAD, Pemerintah
Kabupaten Nias Barat mengalami berbagai hambatan baik hambatan dari dalam maupun dari luar, hal ini tentunya membuat semakin sulitnya terciptanya
pembangunan yang berkesinambungan. Oleh karena itu dikaitkan antara hambatan- hambatan yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Nias Barat dengan meminjam teori
sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman yang membagi sistem hukum itu ke dalam tiga komponen yakni:
53
1. Struktur yaitu kerangka bentuk yang permanen dari sistem hukum yang menjaga
proses tetap berada di dalam batas-batasnya. Struktur terdiri atas jumlah serta ukuran pengadilan, juridiksinya jenis perkara yang diperiksa serta hukum acara
yang digunakan, termasuk di dalam struktur ini juga mengenai penataan badan legislatif.
2. Substansi yaitu aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada
dalam sistem itu, termasuk ke dalam pengertian substansi ini juga produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, keputusan yang
mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
53
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction-Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta : Tatanusa, 2001, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
3. Budaya hukum yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum
kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum ini pun dimaknai sebagai suasana pikiran sosial dan kekuataan sosial yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum juga dirumuskan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan dengan
hukum dan sistem hukum, termasuk sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan
hukum. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan budaya hukum itu tidak lain dari keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh
tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum, atau dengan kata lain budaya hukum adalah keseluruhan sikap dari warga masyarakat
dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Lawrence M. Friedman mengumpamakan sistem hukum sebagai suatu pabrik, jika substansi itu adalah produk yang dihasilkan, dan aparatur adalah mesin yang
menghasilkan produk sedangkan budaya hukum adalah manusia yang mengetahui kapan mematikan dan menghidupkan mesin dan mengetahui produksi barang yang
dikehendaki.
54
2. Kerangka Konsepsional