memutuskan perjanjian bagi hasil padahal perjanjian bagi hasil itu baru berjalan selama 2 tahun.
Perjanjian bagi hasil tidak terputus karena pemindahan hak milik atas tanah kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 5 UU No.
2 Tahun 1960, karena dengan berpindahnya hak atas tanah yang seperti dimaksud di atas maka semua hak dan kewajiban pemilik tanah
berdasarkan perjanjian bagi hasil itu beralih kepada pemilik tanah yang baru
5. Besarnya Bagian dalam Perjanjian Bagi Hasil
Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980 Tentang Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 tahun
1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil cara pembagian imbangan bagi hasil adalah sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 1 yang mengatur
mengenai besarnya bagian hasil tanah sebagai berikut : a. 1 satu bagian untuk penggarap dan 1 satu bagian untuk pemilik
bagi tanaman padi yang ditanam di sawah. b. 23 dua pertiga bagian untuk penggarap serta 13 satu pertiga
bagian untuk pemilik bagi tanaman palawija di sawah dan padi yang ditanam di lahan kering.
Sedangkan dalam ayat 2 pasal tersebut mengatur hasil yang dibagi ialah hasil bersih, yaitu hasil kotor sesudah dikurangi biaya-biaya
yang harus dipikul bersama seperti benih, pupuk, tenaga ternak, biaya tanaman, biaya panen, dan zakat.
6. Pemutusan Perjanjian Bagi Hasil
Pemutusan perjanjian bagi hasil sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian dimungkinkan apabila :
a. Atas persetujuan kedua belah pihak yang bersangkutan dan setelah dilaporkan kepada Kepala Desa.
b. Seijin Kepala Desa atas tuntutan pemilik apabila penggarap tidak mengusahakan tanah garapan sebagaimana mestinya, atau penggarap
tidak menyerahkan sebagian hasil tanah yang telah ditentukan kepada pemilik
atau tidak
memenuhi beban-beban
yang menjadi
tanggungannya yang telah ditegaskan dalam surat perjanjian, atau tanpa seizin pemilik menyerahkan penguasaan tanah garapan kepada
orang lain. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 6 No. 2 Tahun 1960. Kepala Desa memberikan izin pemutusan perjanjian bagi hasil
dengan memperhatikan pertimbangan kedua belah pihak setelah usaha untuk mendamaikan tidak berhasil. Apabila pemilik dan atau penggarap
tidak menyetujui keputusan Kepala Desa, untuk mengizinkan diputuskannya perjanjian, maka dapat diajukan kepada Camat untuk
memberikan keputusan yang mengikat kedua pihak. Pemberian keputusan oleh Camat dan Kepala Desa kiranya sudah cukup menjamin
diperolehnya keputusan yang sebaik-baiknya bagi kepentingan pemilik dan penggarap, maka tidaklah diperlukan lagi campur tangan dari badan-
badan peradilan.
7. Hal-hal yang Dilarang dalam Perjanjian Bagi Hasil
a. Memberikan uang atau memberikan benda apapun juga kepada pemilik yang dimaksudkan untuk memperoleh hak mengusahakan
tanah pemilik dengan perjanjian bagi hasil dilarang. Hal ini bisa
disebut “srama”, sesuai dengan ketantuan UU Bagi Hasil Pasal 8 pemberian “Srama” oleh calon penggarap kepada pemilik tanah
dilarang. b. Sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 1960 Pasal 9, pajak tanah
sepenuhnya menjadi beban pemilik tanah dan dilarang untuk dibebankan kepada penggarap.
8. Dasar Hukum dan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 2