BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian negara sedang berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari peran sektor pertanian dalam
menampung penduduk serta memberikan kesempatan kerja, menciptakan pendapatan nasional dengan mengembangkan keseimbangan keseluruhan eksport
Sukirno, 1982. Pertanian sangat berperan dalam pembangunan perekonomian, dengan harapan
mampu menciptakan lapangan kerja, sumber pendapatan, sarana untuk berusaha yang dapat merubah nasib penduduk ke arah yang lebih baik. Pertanian
merupakan salah satu sumber daya alam dimana Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, dimana sebagian besar penduduk Indonesia bermata
pencaharian dari sektor tersebut Anonimous, 2011. Pembangunan adalah upaya sadar dan berencana yang dilaksanakan terus menerus
oleh pemerintah dengan menggunakan cara atau teknologi yang sudah terpilih untuk memecahkan masalah atau penghambat demi tercapainya perbaikan mutu
hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat dari bangsa yang sedang membangun http:h0404055.wordpress.com20100402hubungan-karakteristik-
soaial-ekonomi-petani-dengan-sikap-terhadap-ragam-metode-penyuluhan-di- delanggu-kabupaten-klaten.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan pedesaan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Untuk menurunkan kemiskinan di pedesaan menitikberatkan pada pertumbuhan
pertanian. Untuk mewujudkannya perlu perbaikan kinerja irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik. Bila jaringan
irigasi disiapkan dengan baik, operasi dan pemeliharaan jaringan berfungsi dengan baik, maka pemakaian air yang optimal di daerah irigasi dapat tercapai
Anonimus, 2011. Pembangunan pengairan adalah upaya untuk memanfaatkan sumber daya air
secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna. Pembangunan pengairan menunjang sektor pertanian terutama penyediaan air untuk segala jenis tanaman,
perikanan darat maupun pertambakan Siskel dan
Dalam pengelolaan jaringan irigasi, petani harus terhimpun dalam organisasi, sehingga kebutuhan yang sama dan keinginan yang berbeda dapat ditangani.
Hutapea, 1995. Sistem usaha tani beririgasi telah dipraktekkan oleh petani di Indonesia ribuan
tahun silam dalam bentuk ramah lingkungan. Di jaman pembangunan berencana Pelita I sampai Pelita VI, irigasi dikembangkan untuk mencapai sasaran kebijakan
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan Pusposutardjo, 2001. Dengan demikian, petani berkesempatan untuk menumbuhkan kelembagaan
pengelola irigasi. Sarana fisik sebuah jaringan irigasi merupakan perangkat kerasnya, dan lembaga formal maupun tidak formal merupakan perangkat
lunaknya. Lembaga-lembaga yang telah dikembangkan oleh petani itu merupakan sumber daya nasional yang patut dipelajari dan dipahami agar potensi air irigasi
pedesaan dapat terus ditingkatkan Ambler, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan kerja sama yang sistematis merupakan hal yang fundamental dalam irigasi karena ada saling ketergantungan antar pemakai jaringan yang sama.
Keadaan ini memerlukan organisasi dimana petani dapat menyampaikan kebutuhannya dan melaksanakan kesepakatan bersama Ambler, 1992.
Organisasi merupakan proses pengidentifikasian dan pengelompokan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan serta melimpahkan tanggung jawab dan
wewenang, menyusun hubungan-hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang bekerjasama secara efektif dalam mencapai tujuan Anonimous, 2011.
Organisasi yang dibentuk petani tersebut dinamakan Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A yang tahap demi tahap berkembang menjadi suatu unit yang secara
organisasitoris, teknis dan finansial mampu melaksanakan pemeliharaan jaringan irigasi serta bangunan pelengkapnya Ambler, 1992.
Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan kelompok yang anggotanya adalah petani yang memanfaatkan air sebagai sarana pengairan sawah mereka. P3A
dibentuk untuk memfasilitasi dan mengatur pembagian air yang didasarkan pada luas areal sawah di daerah irigasi setempat Anonimous, 2012.
Untuk mengetahui luas lahan sawah berpengairan, jumlah P3A dan statusnya untuk masing-masing di tiap Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun
2011 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Luas Sawah Berpengairan, Jumlah P3A dan Statusnya di Tiap Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Pada Tahun 2011
No Kecamatan
Luas Daerah Irigasi Ha
Jumlah P3A
Legalitas
BBH BH
1 Tarutung
3.394 18
7 11
2 Sipoholon
1.936 23
10 13
3 Adian Koting
610 7
6 1
4 Pahae Julu
6.319 12
7 5
5 Simangumban
598 3
- 3
6 Purbatua
1.670 6
3 3
7 Sipahutar
240 3
1 2
8 Pangaribuan
1.580 9
6 3
9 Garoga
655 7
4 3
10 Parmonangan 215
3 1
2 11 Muara
530 7
4 3
12 Pagaran 1.377
9 4
5 13 Siatas Barita
6.630 6
2 4
14 Siborong borong 3.251
25 10
15 15 Pahae Jae
4.592 10
2 8
Sumber : BAPPEDA Tapanuli Utara, 2011
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa Kecamatan Pahae Julu merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki luas baku 6.319 Ha. Oleh karena itu, Kecamatan Pahae
Julu dipilih sebagai daerah penelitian. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat bahwa masing kecamatan umumnya sudah memiliki organisasi P3A yang memiliki
legalitas badan hukum.
Masih banyak petani yang menganggap harga air sama dengan nol karena disubsidi pemerintah, sehingga petani akan menggunakan air secara maksimal.
Jika benar, penggunaan air di lahan sulit dicegah, kecuali dengan menetapkan harga air yang cukup tinggi, maka biaya air lebih besar dari biaya pemberantasan
gulma Siskel dan Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah mengenai
P3A di Kecamatan Pahae Julu dengan maksud untuk mengetahui apakah hal di atas juga terjadi di Kecamatan Pahae Julu.
Hutapea, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Data diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti BAPPEDA, Dinas PU Pengairan Kabupaten Tapanuli Utara, dan juga melalui kuesioner yang diisi
langsung oleh petani.
1.2 Identifikasi Masalah