Metode Penelitian Sistematika Penyajian Upaya Hukum Verstek

Dari latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan msalah diantanya? 1. Apa saja upaya hukum pengadilan agama? 2. Bagaimana pelaksanaan upaya hukum dalam acara pengadilan agama?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah tersebut, dapat diketahui tujuan penulisan, untuk mengetahui: 1. Untuk mengetahui upaya hukum apa saja yang ada dalam lingkup pengadilan agama. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan upaya hukum dalam acara pengadilan agama.

D. Metode Penelitian

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan tinjauan pustaka sebagai metode analisis. Mengambil referensi dari beberapa buku untuk memperoleh informasi yang terkait serta konsep dan teori yang mendukung. Semua yang ditulis dari makalah ini berasal dari buku dan sumber yang terpercaya.

E. Sistematika Penyajian

Untuk mempermudah pemahaman, tulisan ini dibagi atas empat bab dan tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Bab pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua berisi tentang pengertian upaya hukum verstek, upaya hukum banding, upaya hukum kasasi dan upaya hukum peninjauan kembali Bab ketiga adalah bab terakhir dalam tulisan ini. Bab ini berisi kesimpulan yang telah penulis paparkan dalam bab analisa kontrastif. BAB II PEMBAHASAN

A. Upaya Hukum Verstek

Putusan Verstek adalah putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya Tergugat dan ketidakhadirannnya itu tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara semi dan patut default without reason. Putusan verstek ini merupakan pengecualian dari acara persidangan biasa atau acara kontradiktur dan prinsip audi et alteram partem sebagai akibat ketidakhadiran Tergugat atas alasan yang tidak sah. Dalam acara verstek Tergugat dianggap ingkar menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah dan dalam hal ini Tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua dalil gugatan Penggugat. Putusan verstek hanya dapat dijatuhkan dalam hal Tergugat atau para Tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama. Beberapa ketentuan hukum acara yang mengatur pemeriksaaan perkara secara verstek tidak hadir antara lain : Pasal 125 1 HIR yang menyatakan: “Jika Tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa atau tidak menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tak hadir verstek , kecuali kalau nyata kepada Pengadilan Negeri, bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan” Rbg : 149. Masih terkait dengan pasal 125 HIR 149 Rbg, pasal 126 HIR menyatakan“di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan Negeri dapat, sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil buat kedua kalinya, datang menghadap pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua di dalam persidangan kepada pihak yang datang, bagi siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan “ Rbg. 150 Terkait dengan pasal-pasal tersebut, terdapat beberapa pendapat bagaimana perkara verstek itu diacarakan. Pendapat Pertama menyatakan bahwa apabila pada hari sidang yang pertama Tergugat atau Termohon tidak hadir, sedangkan ia telah dipanggil dengan resmi dan patut, serta tidak pula mengirim wakilnya untuk menghadap, maka berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis dapat memeriksa dan memutus perkara tersebut tanpa kehadiran Tergugat atau Termohon. Jika perkara tersebut tidak diputus pada hari itu juga, maka majelis dapat menunda sidang tanpa harus memanggil ulang Termohon. Sementara pendapat kedua menyatakan bahwa, apabila pada hari sidang yang pertama Tergugat atau Termohon tidak hadir, sedangkan ia telah dipanggil dengan resmi dan patut, serta tidak pula mengirim wakilnya untuk menghadap, maka berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis dapat memeriksa dan memutus perkara tersebut tanpa kehadiran Termohon. Jika perkara tersebut tidak diputus pada hari itu juga, maka majelis dapat menunda sidang dengan keharusan memanggil ulang Termohon. Pendapat kedua ini menyandarkan pendapatnya pada ketentuan pasal 26 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi “Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik Penggugat maupun Tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut”, karena ketentuan tersebut merupakan acara perdata khusus dalam bidang perkawinan yang diberlakukan juga pada Peradilan Agama. Dari kedua pendapat tersebut, penulis lebih cendrung pada pendapat yang pertama, meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 merupakan sumber hukum acara yang khusus dalam bidang perkawinan yang diberlakukan juga bagi Peradilan Agama sebagaimana pembelaan bagi yang memegang pendapat ke dua sesuai asas leg specialis derogat leg generalis, namun menurut penulis hal itu kurang tepat. 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tersebut selain perkara ghoib, tidak specifik mengatur tentang verstek, yang dimaksud pasal tersebut adalah perkara yang Penggugat Pemohon dan Tergugat Termohon hadir pada sidang pertama, sehingga pasal tersebut tidak mengikat pada perkara verstek. Karena verstek tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, maka ketentuan umum tentang verstek yang terdapat dalam HIR dan Rbg, tetap berlaku pada 2 Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama Peradilan Agama. Panggilan ke dua kali dalam perkara verstek merupakan panggilan toleransi. Sebagai penutup, bahwa sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 9 Tahun 1964 tersebut, “hari ini ” dapat berarti tidak saja hari sidang ke–1 akan tetapi juga hari sidang ke-2 dan sebagainya. 3

B. Pengertian Upaya Hukum Banding