TUJUAN AIR BERSIH Kajian Efektifitas Membran Polisulfon Untuk Desinfeksi Air

4 perbandingan digunakan membran mikrofiltrasi komersial referensi membran ultrafiltrasi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kinerja membran polisulfon 12 dengan ketebalan kering 0,05 mm, polisulfon 12 dengan ketebalan kering 0,10 mm, polisulfon 12 dengan ketebalan kering 0,15 mm, dan membran mikrofiltrasi komersial dalam aplikasi pengolahan air bersih sehingga diperoleh hasil kinerja masing-masing membran dan ketebalan membran polisulfon terbaik dalam menghasilkan air yang murni dan bebas mikroba. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif teknologi untuk proses desinfeksi air.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efektifitas penerapan membran polisulfon dengan tiga taraf ketebalan dalam aplikasi untuk pemurnian air dan penyaring mikroba.

C. RUANG LINGKUP

Penelitian ini merupakan aplikasi dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran polisulfon dalam menyaring air terutama dalam aplikasinya sebagai penyaring mikroorganisme yang terdapat di dalam air. Penelitian mengambil studi kasus Instalasi Penjernihan Air Sungai Ciapus Kampus IPB Darmaga Bogor.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. AIR BERSIH

Slamet 1996, menyatakan air diperlakukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Segala reaksi yang terjadi di dalam tubuh manusia terlaksana dalam lingkungan air. Dalam segala fungsi kehidupan manusia, seperti bereaksi terhadap gangguan, tumbuh, bermetabolisme, dan bereproduksi, air selalu memegang peranan penting. Apabila terjadi pencemaran terhadap badan air oleh limbah domestik rumah tangga, industri, pertanian, dan transportasi, maka badan air menjadi kotor dan berbau, yang dapat menimbulkan penyakit pernapasan, kulit dan saluran pencernaan pada masyarakat penggunanya. Penyakit yang disebarkan oleh air secara langsung dinyatakan sebagai penyakit bawaan air water borne disease. Penyebaran penyakit terjadi apabila mikroba penyebabnya berada dalam badan air yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya adalah kesehatan masyarakat menjadi terganggu atau terjadi penurunan kesehatan sehingga akan dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat.

1. Instalasi Pengolahan Air Sungai Ciapus

Menurut Chapman 1977, sungai merupakan sumber air bersih air segar paling penting bagi manusia. Perkembangan sosial, ekonomi dan politik sejak dulu telah banyak berkaitan dengan keberadaan serta pendistribusian air segar dari sistem aliran sungai. Beberapa penggunaan utama air adalah sebagai sumber persediaan air minum, irigasi lahan pertanian, persediaan air industri dan kota, tempat pembuangan limbah industri dan kota, pelayaran, tempat memancing, berkapal, rekreasi penduduk, serta memberikan nilai keindahan. Pada daerah tropis, sungai mempunyai sedikit perbedaan serta relatif sedikit mengandung garam. Sumber air ini, umumnya dicemari oleh tinja dalam jumlah besar karena berdekatan dengan pemukiman. Kualitas air dapat berbeda sesuai dengan turunnya air hujan, tetapi kekeruhan selalu terjadi sepanjang waktu. Aliran sungai 6 yang lambat tenang mengandung sejumlah bahan organik Mann dan Williamson, 1976. Instalasi Penjernihan Air IPB cabang Asrama TPB dibangun dan dirancang oleh PT. Wijaya Kusuma Emindo pada tahun 2001. Bahan air baku yang diolah oleh IPA ini berasal dari Sungai Ciapus. Hasil pengolahan IPA Sungai Ciapus ini digunakan untuk penyediaan air bersih penghuni asrama TPB IPB baik putri maupun putra. Instalasi didisain untuk menghasilkan air bersih yang memenuhi satandar air bersih, dengan pengoperasian yang sederhana. Instalasi ini mempunyai kapasitas output 10 literdetik dan menghasilkan 864.000 liter sehari pada 24 jam kerja. Bagan pengolahan air bersih Package Water Treatment dapat dilihat di Lampiran 1. Sumber air yang diambil dari sungai dipompakan ke tangki pengendap clarifier, sebelumnya air diberikan Alum sulphate untuk coagulant dan Soda ash yang berguna untuk koreksi pH awal. Air yang sudah bercampur dengan bahan kimia tersebut dialirkan dengan pipa inlet tegak lurus vertikal ke bagian dasar clarifier yang berbentuk konus. Dengan adanya kecepatan yang dikombinasikan dengan perubahan arah aliran maka terjadilah proses flokulasi. Kemudian airnya akan naik ke atas melalui sludge blanket dan mengalir secara grafitasi ke dalam tangki filter. Sisa flok-flok halus yang masih terbawa oleh air akan disaring oleh filter, sehingga air yang keluar dari filter adalah air bersih yang dialirkan secara grafitasi ke dalam tangki reservoir. Pada tangki reservoir , air dibubuhi dengan Calsium hypochorite kaporit yang berfungsi sebagai desinfectant sterilisasi Anonim, 2001. Clarification Disain dari tangki clarifier ini direncanakan sedemikian rupa sehingga merupakan HOPPER BOTTOM tank tangki dengan bagian dasar berbentuk konus atau kerucut terbalik dan dibagian atasnya berbentuk silinder tegak Vertical Square. Standart Treatment Process ini diaplikasi dengan sistem sludge blanket, dimana pembubuhan koagulan Alum sulphate diinjeksikan pada aliran air baku dalam pipa sebelum Tangki clarifier; berikutnya dengan soda ash untuk pH correction; dimana 7 akibat hydraulic jump dan turbulensi serta dengan diarahkannya aliran air kebawah down flow terhadap dasar tangki hopper; dengan adanya kecepatan yang dikombinasikan dengan perubahan arah aliran air downflow menjadi upflow serta perlambatan kecepatan akibat dari bentuk tangki yang konus, maka akan terjadi kondisi agitasi yang ideal untuk flokulasi awal yang terbentuk pada bagian konus tangki, yang secara upflow dilanjutkan sampai di sludge blanket. Air mengalir ke atas dari bagian hopper ke bagian vertikal dengan kecepatan yang makin lama makin berkurang secara steady melalui partikel-partikel yang melayang dan partikel-partikel suspended solid mengalami penurunan kecepatan; sehingga memungkinkan terjadinya proses akumulasi. Akibat dari proses akumulasi tersebut dan bersamaan dengan aliran yang naik ke atas, maka coagulated partikel-partikel yang lebih kecil akan menggumpal menjadi partikel-partikel yang lebih besar secara kontinyu dan disebut sludge blanket yang mampu mempertahankan posisinya dengan melayang dalam tangki. Partikel-partikel yang lebih kecil akan bergabung atau tersedimentasi pada partikel-partikel yang lebih besar stationery pada sludge blanket tersebut. Partikel-partikel yang lebih berat akan terendapkan terkonsentrasi pada dasar tangki hopper yang kemudian secara periodik dibuang desludging. Untuk menjaga balance dari sludge blanket maka dilengkapi dengan sludge cones yang merupakan sludge concentrator yang kemudian secara kontinu atau intermittent melalui pipa pembuangannya; sludge yang berlebih dikeluarkan dari sludge cone tersebut sludge bleeding dengan mengatur pembukaan valve-nya. Aliran air yang keluar menembus sludge blanket secara upflow akan mengalir melalui decanting trough talang clarified water dan secara grafitasi mengalir ke tangki filter. Rise rate dari hopper bottom clarifier ini didisain dari 2 sd 3 m 3 m 2 jam dan retention time 80 menit, berdasarkan standar normal coagulant. Bila digunakan coagulant aid , rise rate dapat ditingkatkan menjadi 6 m 3 m 2 jam. Kesemuanya tergantung dari variasi karakteristik air baku. Air baku umumnya mengandung kotoran-kotoran halus dan coloidal berwarna. Untuk memisahkan kotoran-kotoran ini tidak dapat dicapai hanya dengan 8 pengendapan secara alamiah karena akan membutuhkan waktu yang lama dan bak yang besar, sehingga tidak ekonomis. Alum mempunyai kemampuan untuk saling mengikat dengan natural alkalinity dari air; pada umumnya digunakan galatinous precipitate dari isoluble alumunium hydroxide. Precipitate ini akan secara cepat mengendapkan dan mengikat kotoran-kotoran partikel-partikel yang ada dan unsur- unsur koloidal. Pencampuran antara kotoran-kotoran dan hydroxide disebut “floc”. Efektivitas koagulasi dari alum terbatas pada range pH tertentu, sekitar 6,7 – 7,3 serta tergantung pada natural alkalinity yang ada. Jika natural alkalinity tidak cukup, maka diperlukan penambahan koagulation aid, yaitu jenis alkali supaya bereaksi dengan alum. Soda ash adalah alkali yang paling banyak digunakan untuk ini. Nilai pH dari air dapat diketahui dengan pH test kits comparator pH, gunanya untuk mengetahui kadar alkali dan keasaman dari air. Bila pH lebih besar dari 7, maka air akan bersifat basa alkaline; bila pH lebih kecil dari 7, air bersifat asam acidic dan bila pH=7 berarti air bersifat netral. Air bersifat corrosive bila pH lebih kecil dari 7, sehingga diusahakan pH antara 7,2 sampai dengan 7,4 yaitu dengan menambahkan Soda ash atau lime, agar air tidak bersifat korosif Anonim, 2001. Filtration dan Backwashing Maksud dari filter adalah untuk menyaring floc-floc halus yang masih terbawa dalam air yang keluar dari tangki clarifier. Filter ini adalah jenis filter cepat dengan grafitasi dan mempunyai kecepatan yang bervariasi untuk memenuhi kapasitas yang diinginkan. Sistem backwashing menggunakan wash water dari air yang tersedia pada bagian atas tangki filter dengan cara self washing. Filter berisi pasir silika kasar setebal 115 mm dengan diameter 2,4-4,8 mm dan pasir silika halus setebal 685 mm dengan diameter butiran 0,6 mm – 1,2 mm. Pasir- pasir ini berada di atas plat beton yang telah dilengkapi dengan pipa lateral dan polypropylene nozzle . Clarified water dari clarifier masuk ke tangki secara grafitasi dan disaring melalui media pasir melalui filter nozzles, lateral pipe ke dasar tangki. Kemudian secara grafitasi melalui pipa dialirkan menuju tangki reservoir. 9 Floc-floc halus disaring dan tertinggal di pasir, sehingga hanya air bersih saja yang keluar. Dianjurkan pasir filter harus dicuci backwash setiap 24 jam untuk membuang lumpur dan mencegah tumbuhnya lumut. Backwash dengan self washing menggunakan air pencucian pada tangki filter bagian atas; dengan cara membuka dan menutup valve, sehingga floc-floc yang tertahan pada pasir media akan terhanyut bersamaan ke saluran pembuangan Anonim, 2001. Desinfection Filter Water yang masuk ke dalam tangki reservoir diberikan pembubuhan kaporit . Pembubuhan kaporit adalah sebagai desinfectant dari filter water melalui reservoir untuk selanjutnya dialirkan dengan pompa ke distribusi yang dituju Anonim, 2001.

2. Karakteristik dan kualitas air

Air mempunyai sifat unik dan khas, karena secara kimia hanya terdiri dari atom H dan O, karena disebabkan adanya ikatan hidrogen antara molekul air. Oleh karena sifatnya yang khas tersebut, maka banyak sekali senyawa ionis berdisosiasi dalam air. Air merupakan pelarut yang sangat baik bagi sebagian besar bahan sehingga air merupakan alat pencuci yang baik dan air merupakan media transport utama bagi zat- zat makanan dan sampah yang dihasilkan selama proses kehidupan Saeni,1989. Menurut Saeni 1989, air yang merupakan cairan biologis , yaitu air terdapat di dalam tubuh semua organisme. Di alam terdiri dari tiga bentuk, yaitu bentuk padat sebagai es, cair sebagai air, dan gas sebagai uap air. Bentuk air tergantung pada tempat dan tekanan barometris P dan keadaan cuaca atau suhu t. Densitas atau kerapatan air akan meningkat dengan menurunnya suhu, sampai tercapai suhu maksimum 4 C. Air mempunyai kapasitas kalor yang tinggi bila dibandingkan dengan cairan lainnya di alam yaitu sebesar 1 kkal, dengan titik didih 100 C pada tekanan 1 atmosfir. Titik didih ini mempunya suhu yang berbeda tergantung pada ketinggian tempat tekanan udara. Selain itu, air bersih mempunyai kisaran pH netral pH 7 dan oksigen terlarut DO jenuh pada 9 mgl, serta diversitas perbandingan 10 antara jumlah spesies dengan jumlah individu atau organisme yang sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, aliran, musim dan lain-lainnya. Diversitas ini merupakan ukuran penting untuk menilai kualitas air atau meneliti dampak berbagai kegiatan terhadap lingkungan air. Air murni di alam tidak dapat ditemukan, karena kondensasi air di atmosfer jatuh ke bumi sebagai air hujan, dalam perjalanannya akan menyerap gas-gas seperti CO 2 , O 2 dan lainnya. Setelah mencapai permukaan tanah, segera terkena pencemaran zat organik dan kemungkinan air tersebut akan menyerap CO 2 dan N 2 dari tumbuhan ataupun bahan lainnya hasil penguraian bahan organik di tanah dan kemudian menyatu dengan air sungai. Air sungai akan mengandung sejumlah suspensi bahan seperti lempung, pasir dan sebagainya.Air tanah yang diserap ke dalam tanah akan disaring oleh lapisan tanah ataupun batuan yang dilaluinya dan menyatu dengan air tanah pada lapisan bumi, dan selama perjalanan yang dilalui akan melarutkan zat-zat lainnya pada lapisan tanah yang mempengaruhi kualitas air tanah Saeni,1989. Kualitas perairan merupakan alat praktis untuk menduga dan mengevaluasi terjadinya perubahan lingkungan. Kualitas suatu perairan dinyatakan baik apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai peruntukannya, seperti bahan baku air minum, keperluan industri, pertanian, perikanan dan rekreasi Saeni, 1991. Menurut Saeni 1989, indeks pencemaran air menunjukkan tingkat pencemaran air pada suatu badan air. Semakin tinggi nilainya, maka akan semakin tinggi tingkat pencemarannya. Istilah ini penggunaannya sering tertukar dengan indeks mutu air, semakin tinggi nilai indeks mutu air, maka kualitas air menjadi semakin baik. Kualitas air pada suatu perairan sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemar pada perairan tersebut. Dalam Peraturan Pemerintahan RI nomor 82 tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air selalu berarti turunnya kualitas air sampai batas tingkat tertentu, yang mengakibatkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pada peraturan pemerintah tersebut menggolongkan air menurut peruntukkannya serta diikuti dengan kriteria kualitas air dengan golongan atau kelas. 11 Penggolongan air dalam peraturan pemerintahan tersebut ditetapkan sebagai berikut : Golongan 1 : Air yang dapat dipergunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. Golongan 2 : Air yang dapat dipergunakan sebagai air baku air minum harus dengan pengolahan terlebih dahulu. Golongan 3 : Air yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan perikanan dan peternakan. Golongan 4 : Air yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit tenaga listrik. Kekeruhan Kekeruhan terutama disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloid sampai disperse kasar. Kekeruhan di suatu sungai tidak selalu sama setiap tahun, air akan sangat keruh pada musim penghujan karena larian air maksimum dan adanya erosi dari daratan. Kekeruhan ini terutama disebabkan oleh adanya erosi dari daratan. Pada daerah pemukiman kekeruhan dapat ditimbulkan oleh buangan penduduk dan buangan industri baik yang telah diolah maupun yang belum mengalami pengolahan. Selain disebabkan oleh bahan-bahan tersebut, kekeruhan juga disebabkan oleh liat dan lempung, buangan industri dan mikroorganisme Saeni,1989. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah terjadinya penurunan penetrasi cahaya matahari secara tajam. Penurunan ini akan mengakibatkan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton menurun Koessoebiono, 1979. Padatan tersuspensi dan terlarut Menurut Fardiaz 1992, padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Besarnya kandungan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Menurut Wardoyo 12 1975, akibat yang ditimbulkan oleh padatan tersuspensi adalah pengurangan daya pemurnian air secara alami dengan berkurangnya proses fotosintesis dan menutupi organisme dasar. Mikroorganisme dalam perairan Jenis mikroorganisme yang sangat mempengaruhi kualitas air adalah bakteri Escherichia coli E.coli. Bakteri ini adalah salah satu yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan. Oleh karena itu bakteri ini disebut juga koliform fecal Saeni, 1989. Menurut Fardiaz 1992, keberadaan E.coli merupakan indikator yang menunjukkan bahwa suatu perairan sudah tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan. Dalam Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, dinyatakan bahwa air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum golongan B adalah air yang memiliki kandungan maksimum E.coli yang diperbolehkan 2000 individu 100 ml contoh air. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416MenKesPerIX1990, kandungan E.coli untuk air yang akan digunakan sebagai air minum harus sama dengan nol. Gambar 1. E.coli dalam pembesaran 10.000 kali http:www.wikipedia.com 13 pH derajat kemasaman Nilai pH menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya, pH tidak mengukur seluruh kemasaman atau seluruh alkalinitas Soemarwoto, 1987. Menurut Saeni 1989, nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida, dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sedangkan adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan kemasaman. Perairan yang bersifat asam lebih banyak dibandingkan dengan perairan alkalis. Nilai pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara, serta toksitas dari unsur-unsur renik. Secara langsung organisme perairan membutuhkan kondisi air dengan tingkat kemasaman tertentu. Air dengan pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mematikan mikroorganisme, demikian pula dengan perubahannya. Umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH 6,7 – 8,5. Penambahan suatu senyawa ke perairan hendaknya tidak menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar dari 8,8 Kusnoputranto,1997. Selanjutnya Saeni 1989, mengemukakan nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zat-zat yang secara kimia maupun biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus seketika setelah contoh diambil dan tidak diawetkan. Pada pH 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 2. 14 Tabel 2. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003 Warna Menurut Fardiaz 1992, warna air terdiri dari dua macam yaitu; warna sejati true color yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan terlarut, dan warna semu apparent color , selain disebabkan oleh adanya bahan-bahan terlarut, juga disebabkan oleh adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid. Warna air di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa-rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan. Air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur. Sedangkan air buangan yang mengandung besi dan tanin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal, biasanya menunjukkan adanya pencemaran terhadap air tersebut. Baku mutu air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air ini ditetapkan Nilai pH Pengaruh Umum 6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan 5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral 5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton danbentos semakin besar 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat 4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat 15 pemerintah berdasarkan peraturan undang-undang dengan mencantumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang akan masuk ke perairan.

3. Pengolahan air konvensional

Penyaringan adalah suatu proses pemisahan bahan-bahan tersuspensi dalam air melalui bahan atau media berpori-pori, sehingga menghasilkan kualitas air yang lebih baik. Medium atau bahan penyaring yang digunakan dapat berupa pasir, tanah liat, kerikil, antrasit, arang aktif, granit, zeolit, ijuk, resin dan campurannya. Proses penyaringan ini dapat menyaring warna yang mengganggu, kekeruhan, bakteri dan mengurangi konsentrasi logam yang terdapat dalam air Saeni, 1986. Menurut Darmono 2001, penyaringan penting artinya dalam usaha penjernihan air, menjadi air yang sesuai dengan kebutuhan. Penyaringan merupakan proses pertukaran ion yang dalam air buangan dengan ion yang ada dalam saringan. Menurut Sugiharto 1987, penyaringan merupakan proses penyaringan lumpur yang tercampur dan pertikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air pada media yang porous. Kedalaman penyaringan menentukan derajat kebersihan air yang akan disaring pada pengolahan air yang sesuai dengan kebutuhan. Penyaringan memisahkan zat padat dan zat kimia terlarut serta bakteri yang terkandung dalam air limbah. Bardasarkan hasil percobaan yang dilakukan di Singapura mempergunakan bahan penyaring sabut kelapa, alang-alang, serbuk gergaji, spon, pasir dan kerikil, diperoleh hasil yang baik terhadap padatan tersuspensi, dengan keefektifan berkisar 65 , dan terhadap BOD berkisar 40 . Bila bahan-bahan penyaringnya ditambah dengan pasir dibawahnya, terjadi keefektifan rata-rata terhadap nilai-nilai padatan tersuspensi, BOD dan organisme koliform sampai 80 , dengan kecepatan penyaringan 6 m 3 m 2 - jam Chin dan Chen, 1978. Penyaringan dengan bahan penyaring pasir telah lama dilakukan, dan dikenal dua jenis saringan pasir, yaitu saringan pasir lambat yang diperkenalkan di London pada 16 tahun 1829, dan saringan pasir cepat yang diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1893. Pada saringan pasir lambat, aliran air berdasarkan gaya tarik bumi gravitasi, sedangkan pada saringan pasir cepat perlu dipergunakan tekanan. Untuk saringan pasir cepat perlu dilakukan pengolahan air sebelumnya, misalnya dengan penambahan zat koagulan Saeni, 1986. Saringan Pasir Lambat Slow Sand Fitration Saringan ini terdiri dari lapisan kerikil dengan ketebalan 0,3 m dan pasir dengan tebal 0,6-1,2 m dengan diameter pasir berkisar 0,2-0,354 mm. Dari penyaringan ini akan dihasilkan kecepatan pengaliran 0,034-0,10 literdetik. Apabila air limbah sudah mulai menggenang sedalam 1,5-3 m maka air limbah tersebut perlu dikeringkan dan permukaan pasir perlu dilakukan pengerukan sedalam 2,5-5 cm dari atas permukaan pasir dan pasir dibongkar, dibersihkan dan dikeringkan. Waktu pembersihan ini dilakukan setiap 30-150 hari, tergantung pada waktu terjadinya pengotoran media pasir oleh kotoran, akibat dari proses penyaringan air limbah Sugiharto, 1987. Saringan pasir ini sangat efektif untuk menyaring padatan tersuspensi, tanah liat dan padatan koloid lainnya. Selain itu, saringan ini mampu memisahkan 85-99 bakteri, tergantung dari jumlah bakteri awal, dapat mengurangi kekeruhan dari 50 ppm SiO 2 , sampai dengan 5 ppm SiO 2 , disamping itu dapat pula mengurangi warna tertentu yang ada, tergantung pada ukuran butiran pasir dan kecepatan penyaringannya Wagner and Lanoix, 1959. Saringan Pasir Cepat Rapid Sand Filtration Saringan ini terdiri dari pasir dengan ketebalan 0,4-0,7 m dengan diameter 0,4-0,8 mm dan kerikil setebal 0,3-0,6 m. Kecepatan aliran penyaringan yang dihasilkan sebesar 1,3-2,7 literdetik. Pasir saringan cepat ini pencuciannya dilakukan dengan pengaliran kembali setelah penyaringan berlangsung selama 6-24 jam, dengan lama pencucian berkisar 5-10 menit Sugiharto, 1987. Saringan pasir cepat efektif untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan biasanya didahului dengan proses koagulasi kimia, karena tanpa proses koagulasi 17 kimia penyaringan hanya efektif untuk beberapa macam air saja Weber, 1972. Saringan pasir lambat maupun saringan pasir cepat, merupakan suatu bentuk penyaringan yang hanya memanfaatkan dua macam media saja, seperti pasir dan kerikil ataupun pasir dan antrasit. Secara berangsur-angsur teknologi saringan pasir lambat dan mengalami perubahan yang sangat cepat, dengan terciptanya teknologi saringan pasir campuran yang mampu menahan bakteri sampai dengan 98 Culp, 1980. Teknologi saringan ini dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan proses penyaringan air untuk memperoleh air bersih dengan cara tradisional dan konvensional, sampai dengan penggunaan teknologi sederhana, selanjutnya dengan saringan media campuran, precoalfilter, mikrostaining, vacum filter dan semakin berkembang lagi dengan adanya pemanfaatan deionisasi menggunakan membran atau resin.

B. PENCEMARAN AIR