Sosial dan Budaya Masyarakat Sistem Kekerabatan dan Stratifikasi Sosial

utama obyek dan atraksi wisata yang akan dikembangkan, sedangkan ruang pendukung kehidupan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kawasan dan sekaligus dikembangkan sebagai ruang pendukung kegiatan wisata budaya. Gambar 17 menggambarkan tata ruang eksisting tapak dan rencana pengembangannya. Keterangan : : Sub Ruang Kehidupan Masyarakat : Ruang Wisata Budaya : Sub Ruang Pendukung Kehidupan : Ruang Pendukung Kegiatan Wisata Budaya Masyarakat Gambar 17. Tata Ruang Eksisting Tapak dan Rencana Pengembangannya

6.1.4 Sosial dan Budaya Masyarakat Sistem Kekerabatan dan Stratifikasi Sosial

Sistem kekerabatan penduduk Pulau Lombok biasanya bersifat patrilineal atau berdasarkan garis keturunan ayah dan diikuti dengan pola menetap patrilokal. Suatu rumah tangga biasanya terdiri dari satu keluarga batih yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, sering ditambah dengan anak-anak yang menumpang atau yang masih kerabat dan juga kadang terdapat pembantu rumah tangga. Kalau anak laki-laki sudah kawin biasanya akan membuat rumah baru di sekitar rumah orang tuanya patrilokal. Di dusun Segenter anak laki-laki yang sudah kawin dapat membuat rumah yang tidak harus dekat dengan rumah orangtuanya. Masing-masing anggota keluarga bertanggung jawab atas keluarganya, ayah bertanggung jawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bertanggung jawab atas kesehatan anak-anaknya, menyekolahkan anak-anak dan lain-lain. Istri berhak atas pengaturan rumah tangga, berkewajiban melayani suami dan anak-anaknya dalam kebutuhan masak-memasak, dan lain-lain. Anak laki-laki berhak atas warisan harta benda, berkewajiban membantu orangtuanya, dan lain-lain. Anak perempuan statusnya sama dalam menerima pendidikan, baik dari orangtua maupun sekolah, kedudukannya sama dengan saudara laki-laki, hanya saja dalam masalah jodoh kaum wanita lebih terikat. Stratifikasi sosial di daerah Lombok terdiri dari lima macam kasta, atau secara umum pelapisan sosial masyarakat di Pulau Lombok tersebut dikenal dengan istilah bangse, antara lain dari yang tertinggi derajatnya : golongan Datu Raja, golongan Ningrat Raden, golongan Pruangse, golongan Jajar Karang, dan golongan Pengayah. Masing-masing kasta tersebut mempunyai kriteria- kriteria tersendiri. Mereka yang termasuk dalam golongan Datu Raja adalah keluarga inti dari kerabat kerajaan pada zaman dahulu, yaitu mereka yang berhak atas warisan sang raja dalam garis keturunan. Mereka yang termasuk dalam golongan ini harus menyertakan nama datu bagi pria dan dinde bagi wanita, di depan nama mereka. Golongan Raden dapat diketahui juga dari gelar kebangsawanannya. Nama depan keningratannya adalah Lalu Gede, bagi laki- laki dan belum berketurunan dan Lale Baiq, bagi perempuan yang belum berketurunan. Nama tersebut akan hilang ketika sudah mempunyai keturunan, berganti menjadi Mamiq. Lalu A kalau sudah mempunyai keturunan, maka akan dipanggil Mamiq C atau Mamiq Gede C, tergantung kepada nama anak pertama mereka. Sedangkan bagi Baiq B atau Lale B, kalau sudah mempunyai anak panggilannya adalah Mamiq Lale atau Buling. Bagi golongan Pruangse, golongan Jajar Karang, dan golongan Pengayah, mereka tidak mempunyai nama kekastaan yang menjadi nama depan mereka. Di Dusun Segenter mayoritas penduduknya adalah mereka yang tidak mempunyai nama kekastaan yang menjadi nama depan mereka. Dalam kehidupan bermasyarakat solidaritas terhadap sesamanya masih terasa dalam keseharian penduduk Dusun Segenter. Hal tersebut dapat terlihat terutama pada saat membangun atau memperbaiki rumah, pelaksanaan pesta atau upacara tertentu dan hal-hal lain yang menyangkut kepentingan umum. Hal lainnya dapat dilihat pada bentuk rumah adat yang relatif sama dan tidak ada pembedaan bentuk rumah berdasarkan kasta. Pola ini menunjukkan bahwa Dusun Segenter direncanakan untuk golongan yang mempunyai strata sosial rendah yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Adat dan Kepercayaan Mayoritas Penduduk Dusun Segenter adalah penganut Islam Wetu Telu terutama mereka yang sudah berusia lanjut. Sebagian lagi, yaitu anak-anak dan remaja sudah mulai mengamalkan ajaran Islam Waktu Lima, terutama sejak datangnya seorang ustadz dan didirikannya sebuah masjid di luar komplek pemukiman mereka. Pada umumnya keengganan untuk menerima Islam secara “sempurna” tersebut adalah karena masyarakat takut kehilangan adat istiadat nenek moyangnya disamping takut kehilangan pengaruh bagi pemuka masyarakat. Mereka juga menganggap bahwa kebiasaan leluhur mereka adalah mutlak harus dilakukan sampai sekarang. Secara resmi ajaran Islam Wetu Telu telah lama ditinggalkan masyarakat Lombok, akan tetapi di beberapa daerah masih terdapat penduduk yang mempraktekkan ajaran tersebut, salah satunya Dusun Segenter di Kecamatan Bayan. Penduduk Segenter masih percaya akan adanya kekuatan-kekuatan sakti, misalnya pada benda-benda tertentu yang dianggap keramat. Begitu pula halnya dengan keberadaan makhluk-makhluk gaib yang masih mereka percayai. Di Dusun Segenter masih terdapat dukun yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit termasuk mengobati orang yang sakit karena diguna-gunai atau orang yang terkena sihir. Dalam pergaulan sehari-hari mereka masih percaya pada beberapa hal yang ditabukan. Mereka juga percaya akan datangnya kuwalat, yang dalam bahasa Sasak disebut tulah manuh, misalnya memanjat pohon di hari Jumat, bermain pisau bagi anak-anak, berkata kotor dan tidak senonoh, tidak membayar nazar atau janji, dan lain-lain. Tata cara hidup dan adat istiadat yang mendominasi kehidupan masyarakat Dusun Segenter merupakan potensi yang dapat dikembangkan pada perencanaan kawasan wisata budaya. Hal ini merupakan salah satu bentuk atraksi wisata budaya yang dapat ditunjukkan kepada wisatawan sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman dan memperkaya interpretasinya dengan mempelajari kehidupan dan budaya setempat. Sistem Kepemimpinan Dusun Segenter merupakan salah satu komunitas yang mencerminkan keaslian budaya Suku Sasak. Dalam statusnya sebagai dusun, Dusun Segenter dipimpin oleh seorang kepala dusun atau kepala kampung yang dipilih oleh masyarakat setempat. Kepala dusun tersebut akan diganti apabila sudah selesai menjabat, jabatannya bukan berdasarkan keturunan tetapi berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat dalam suatu musyawarah. Tugas kepala dusun adalah dalam hal administratif pemerintahan atau negara. Dalam hal adat, pemimpin adat tertinggi di Dusun Segenter adalah Mak Loka’ Tua Turun, yang tinggal di masjid adat di daerah Semokan. Mak Loka’ Tua Turun berhak untuk menentukan apakah komplek pemukiman di Segenter dapat diperlebar apabila sudah melampaui kapasitasnya. Dalam pelaksanaan adat di Dusun Segenter Mak Loka’ Tua Turun dibantu oleh Tua Loka’ yang terdiri dari Pembekel, Pemangku, Kyai, dan Penghulu. Jabatan Tua Loka’ tersebut diperoleh berdasarkan keturunan. Pemimpin-pemimpin adat tersebut bertugas dalam setiap pelaksanaan upacara adat di Dusun Segenter. Kepada para pemuka adat tersebut, diberikan Tanah Pecatu, yaitu tanah adat yang diberikan sebagai imbalan. Kepemilikan tanah tersebut bersifat sementara, karena hak menggarap tanah tersebut akan diberikan kepada pemuka adat baru yang kelak akan menggantikan tugasnya. Gambar 18 menunjukkan struktur kepemimpinan di Dusun Segenter. Gambar 18. Diagram Struktur Kepemimpinan di Dusun Segenter Dalam kehidupan sehari-hari peran pimpinan adat lebih dominan dalam pengambilan keputusan, terutama yang berhubungan dengan tata cara adat termasuk dalam pembukaan lahan baru untuk pemukiman membangar. Kepala dusun bekerja sebagai wakil pemerintah dalam mengurusi masalah administrasi Mak Loka’ Tua Turun Pembekel Kyai Pemangku Kepala Dusun Penghulu Masyarakat Dusun Segenter negara, termasuk dalam hal pembuatan akta tanah dan dokumen lainnya. Dalam perencanaan kawasan wisata budaya peran para pemimpin masyarakat di Dusun Segenter cukup penting dalam mengakomodasikan tanggapan masyarakat terhadap adanya kegiatan wisata budaya di kampungnya. Berdasarkan wawancara dengan kepala Dusun Segenter dan dengan beberapa orang pemuka adat diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya mereka terbuka terhadap adanya kegiatan wisata di Dusun Segenter. Hal tersebut justru diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, namun mereka juga berharap agar kegiatan wisata tersebut tidak akan melunturkan nilai-nilai adat yang telah mereka jaga kelestariannya. Sistem Ekonomi dan Sosial Sebagian besar masyarakat Dusun Segenter adalah petani lahan kering yang mengusahakan tanamannya hanya tergantung pada datangnya hujan. Jenis tanaman yang ditanam antara lain : padi, kacang-kacangan, jambu mete, dan beberapa jenis palawija. Mereka menanam padi hanya pada saat musim penghujan, karena sarana irigasi teknis yang memadai belum tersedia. Di samping itu mayoritas penduduk juga memelihara ternak, antara lain : kambing, sapi dan kerbau. Keberadaan ternak tersebut untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sebagai alat untuk membayar denda pada saat upacara perkawinan. Sebagian masyarakat Dusun Segenter ada yang bekerja sebagai tukang ojek. Ojek merupakan salah satu alternatif sarana transportasi penduduk setempat untuk berhubungan dengan dunia luar, terutama untuk menuju pasar tradisional yang merupakan tempat berpusatnya kehidupan ekonomi masyarakat tradisional. Pasar juga sebagai sarana berkumpul dan kontak antar masyarakat dari berbagai desa dan berbagai lapisan masyarakat di Pulau Lombok, termasuk Dusun Segenter. Dalam kesehariannya, masyarakat Dusun Segenter berpakaian seperti layaknya masyarakat adat umumnya, sarung tenun merupakan pakaian khas yang dipakai oleh penduduk setempat. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat adalah bahasa Sasak, disamping tidak sedikit pula yang bisa berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan pengunjung atau wisatawan. Bahasa Sasak mengenal berbagai macam dialek-dialek yang lebih kecil, baik atas dasar geografis maupun menurut perbedaan jalan bahasa serta vokabularinya. 1. Bahasa Sasak menurut pembagiannya berdasar geografis : a. Bahasa Sasak Pejanggik b. Bahasa Sasak Selaparang c. Bahasa Sasak Bayan d. Bahasa Sasak Tanjung e. Bahasa Sasak Pujut f. Bahasa Sasak Sembalun g. Bahasa Sasak Tebango h. Bahasa Sasak Pengantap 2. Bahasa Sasak menurut pembagiannya berdasarkan perbedaan jalan bahasa dan vokabularinya : a. Bahasa Sasak “mene-meno” : Bahasa Sasak Pejanggik b. Bahasa Sasak “ngene-ngeno” : Bahasa Sasak Selaparang c. Bahasa Sasak “nggete-nggeto” : Bahasa Sasak di daerah Sembalun, Wanasaba, Lenek, Anjani, Suralaga, Kerongkongan, Belet, Dasan Lekong d. Bahasa Sasak “mriya-mriku” : Bahasa Sasak Pujut e. Bahasa Sasak “kute-kuto” : Bahasa Sasak di daerah Bayan dan sekitarnyadaerah-daerah sebelah Barat Gunung Rinjani Di Pulau Lombok, masalah dialek tersebut cukup menonjol. Bahasa Sasak mengenal bahasa daerah yang halus dan bahasa daerah yang kasar serta pertengahan. Oleh karena itu, dijumpai berbagai dialek yang kadangkala satu dengan lainnya mempunyai perbedaan yang cukup jauh. Agar dapat memperkuat interaksi yang terjadi dengan masyarakat setempat, wisatawan dapat mempelajari bahasa yang digunakan penduduk sehingga dapat menambah tingkat apresiasi pengunjung terhadap budaya setempat. Dalam pengelolaan kawasan wisata budaya Perkampungan Tradisional Segenter saat ini, keterlibatan dari masyarakat setempat kurang begitu terasa. Hal ini dapat dirasakan pada saat wisatawan mengunjungi kawasan ini, sedikit sekali penduduk setempat yang dapat memandu wisatawan dalam mengapresiasikan keinginan dan kebutuhan akan informasi budaya pada tempat tersebut. Disamping itu, kendala bahasa juga cukup mengganggu wisatawan dalam memperoleh informasi, terutama wisatawan asing. Wisatawan yang berkunjung biasanya mengikutsertakan pemandu wisata guide yang berasal dari luar Dusun Segenter. Kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya pelatihan bagi pemandu yang berasal dari penduduk lokal dan adanya pertunjukan ragam budaya setempat. Hal ini selain dapat mempermudah wisatawan dalam memperoleh informasi yang langsung dari sumbernya juga dapat meningkatkan pendapatan sebagian masyarakat melalui jasa pemandu wisata. Pada saat ini, wisatawan yang berkunjung ke Dusun Segenter sering mengalami kesulitan dalam memperoleh benda-benda yang dapat dijadikan sebagai souvenir. Para wisatawan, terutama wisatawan asing yang berkunjung biasanya berminat dan tertarik terhadap benda-benda yang digunakan dalam aktifitas keseharian masyarakat setempat, misalnya : alat memasak, alat pertanian dan lain-lain. Mereka berusaha memilikinya dengan membeli langsung dari masyarakat. Produksi benda-benda tersebut oleh masyarakat dalam jumlah banyak dapat dijadikan souvenir bagi wisatawan yang datang, selain juga dapat meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut dapat dilakukan karena masyarakat Dusun Segenter tidak mempunyai ketrampilan dalam membuat kain tenun khas Lombok seperti di daerah lainnya. Berdasarkan hasil analisis faktor sosial budaya masyarakat maka peningkatan daya tarik kampung tradisional tersebut tidak hanya pada bentuk pola ruang pemukiman dan arsitekturnya saja, tetapi kesatuan lanskapnya yang didukung oleh atraksi budaya yang dimiliki penduduk setempat. Keseluruhan aspek sosial budaya masyarakat yang masih ada tersebut merupakan bagian dari atraksi budaya yang tidak terbentuk secara fisik. Hal ini diharapkan dapat memperkaya nilai interpretasi wisata bagi wisatawan yang berkunjung selain atraksi yang berbentuk fisik. Gambar 19 menunjukkan peta fasilitas sosial budaya masyarakat yang juga dapat dikembangkan sebagai obyekatraksi wisata budaya karena bentuk fisik dan atraksi non fisik yang berlangsung di dalamnya. DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DIGAMBAR OLEH

M. IMAM SULISTIANTO A34201037