38 hanyalah dilakukan menurut kekuatan warisan, sehingga si waris itu
tidak usah menanggung pembayaran hutang-hutang itu dengan kekayaan sendiri. Akta otentik atau akta di bawah tangan, sedangkan
penerimaan secara penuh yang dilakukan diam-diam, biasanya dengan cara mengambil tindakan tertentu yang menggambarkan adanya
penerimaan secara penuh. 3.
Menolak warisan Ahli waris yang menolak warisan dianggap tidak pernah
menjadi ahli waris Pasal 1058 KUHPerdata, karena jika ia meninggal lebih dahulu dari pewaris ia tidak dapat digantikan kedudukannya oleh
anak-anaknya yang masih hidup. Menolak warisan harus dilakukan dengan suatu pernyataan kepada panitera pengadilan negeri wilayah
hukum tempat warisan terbuka. Penolakan warisan dihitung dan berlaku surut, yaitu sejak meninggalnya pewaris.
2.2.2. Waris Menurut Hukum Islam
2.1.2.1 Pengertian Waris Islam
Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah bentuk masdar dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan.
Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Dalam hukum Islam, hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup.
Aturan tentang peralihan harta ini disebut dengan berbagai nama. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang
dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kata yang lazim dipakai adalah
39 Fara‟idh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agam islam
kepada semua yang berhak menerimanya. Menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam Pasal 171 huruf a, menerangkan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa- siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya.
Masalah kewarisan akan timbul apabila dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1. Harus ada pewaris muwarits, seseorang yang telah meniggal dunia
dan meninggalkan harta peninggalan tirkah atau budel, adalah merupakan conditio sine quo non syarat mutlak, karena sebelum ada
seseorang meninggal dunia atau ada yang meninggal dunia tetapi tidak ada harta benda yang merupakan kekayaan belumlah timbul
masalah tentang kewarisan. 2.
Harus ada budel mauruts atau tirkah: ialah apa yang ditinggalkan oleh pewaris baik hak kebendaan berwujud, maupun tak berwujud,
bernilai atau tidak bernilai atau kewajiban yang harus dibayar, misalnya utang- utang pewaris. Dengan catatan bahwa utang pewaris
dibayar sepanjang harta bendanya cukup untuk membayar utang tersebut.
3. Harus ada ahli waris warits, yaitu orang yang akan menerima harta
peninggalan pewaris Ramulyo, 1994: 106- 109.
2.1.2.2 Dasar Hukum Waris Islam