Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)

(1)

PENENTUAN DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL

TEPUNG TERIGU DENGAN METODE

PENGAPUNGAN BATANG

(

BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD

)

SKRIPSI

Oleh

ELY

100405038

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FEBRUARI 2015


(2)

PENENTUAN DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL

TEPUNG TERIGU DENGAN METODE

PENGAPUNGAN BATANG

(

BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD

)

SKRIPSI

Oleh

ELY

100405038

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FEBRUARI 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENENTUAN DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL TEPUNG TERIGU DENGAN METODE PENGAPUNGAN BATANG (BUOYANCY

WEIGHING-BAR METHOD)

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 11 Februari 2015

Ely 100405038


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan

Skripsi dengan judul “Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)”,

berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Eng. Rondang Tambun, ST, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dari penentuan judul, penelitian, dan penyusunan laporan. 2. Dr. Ir. Taslim, MSc, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam hal akademik selama penulis kuliah di Teknik Kimis USU.

3. Ir. Renita Manurung, MT, selaku Koordinator Penelitian dan Skripsi. 4. Dr. Eng. Irvan, ST, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia USU. 5. Dr. Fatimah, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Kimia USU. 6. Seluruh staf Dosen Teknik Kimia USU, yang telah mendidik dan membagikan

ilmu kepada penulis selama kuliah.

7. Pegawai Departemen Teknik Kimia USU, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi selama kuliah.

8. Rekan staf Laboratorium Proses Industri Kimia, terutama kepada Bapak Bambang Trisakti ST, MT sebagai kepala labarotorium yang telah membina karakter penulis sebagai asisten lab yang baik dan bertanggung jawab.

9. Rekan mahasiswa Teknik Kimia USU, terutama angkatan 2010 yang mendukung dan membantu penulis mulai dari awal berjumpa di hari pertama kuliah di kampus hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2015

Penulis, Ely


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini

kepada keluarga besar penulis atas

dukungan dan kasih sayang mereka,

terutama untuk orang tua tercinta,

ayahanda Ang Tjeng Kan

dan


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Ely NIM: 100405038

Tempat/tgl lahir: Medan, 31 Juli 1992 Nama orang tua: Ang Tjeng Kan Alamat orang tua:

Jalan Serdang No.143 Perbaungan

Asal sekolah

 SD Methodist Perbaungan tahun 1998 – 2004

 SMP Methodist Perbaungan tahun 2004 – 2007

 SMA Sutomo 1 tahun 2007-2010

Pengalaman organisasi/kerja:

1. HIMATEK USU periode 2013-2014 sebagai anggota Bidang Kaderisasi

2. Asisten Lab. PIK tahun 2013-2014 modul Pembuatan Biodiesel Menggunakan Proses Transesterifikasi, dan Resin Urea Formaldehid

3. Kerja Praktek di PTPN Pabrik Gula Sei Semayang Deli Serdang tahun 2014 Artikel yang telah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah:

Prosiding Seminar Nasional Integrasi Proses 2014 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)


(9)

ABSTRAK

Penentuan distribusi ukuran partikel tepung terigu merupakan salah satu yang penting dalam industri pengolahan tepung terigu. Selama ini, berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan ukuran partikel tepung terigu seperti metode

Andreasen pipette, sedimentation balance, centrifugal sedimentation, laser diffraction/ scattering, microscopy, Coulter counter dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan, terutama masalah kekurangpraktisan, waktu ataupun masalah biaya. Metode Andreasen pipette,

sedimentation balance dan centrifugal sedimentation merupakan metode yang murah tetapi butuh waktu yang lama dan keahlian untuk mengoperasikannya. Sebaliknya, metode laser diffraction/scattering, microscopy dan Coulter counter

merupakan metode yang sangat akurat dan cepat, tetapi memerlukan biaya yang sangat mahal. Pada penelitian ini, dikembangkan suatu metode terbaru yaitu Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method) untuk menentukan distribusi ukuran partikel tepung terigu. Metode ini mengukur distribusi ukuran partikel dengan menggunakan sebuah batang logam yang digantungkan pada cairan yang berisi butiran partikel tepung yang terdispersi pada cairan tersebut. Pada metode ini, perubahan densitas larutan yang terjadi karena perpindahan partikel tepung dalam suspensi (etanol, metanol, kerosin, dan air) diukur berdasarkan perubahan massa batang logam yang digantung di dalam suspensi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil yang diperoleh menggunakan Metode Pengapungan Batang sebanding dengan hasil yang diperoleh dengan Metode sedimentation balance.

Kata Kunci : daya apung, distribusi ukuran partikel, pengapungan batang, tepung terigu


(10)

ABSTRACT

Particle size measurement of wheat flour is important in wheat flour industry. There are several methods have been used to measure particle size distribution (PSD) of wheat flour, such as Andreasen pipette method, sedimentation balance method, centrifugal sedimentation method. The disadvantages of these methods are that they are time consuming and require special skills. On the other hand, PSD can be analyzed using a different principle through laser diffraction/scattering methods, and coulter counter method. The laser diffraction/scattering and coulter counter methods produce highly accurate results within a shorter time, but the equipment is extremely expensive. Therefore, a simple and cost-effective new method to determine PSD is in high demand. In this study, we aim to develop a new method to measure the particle size distribution of wheat flour using a buoyancy weighing–bar method. In this method, the density change in a suspension due to particle migration (wheat flour) is measured by weighing buoyancy against a weighing–bar hung in the suspension (etanol/metanol), and the PSD is calculated using the length of the bar and the time–course change in the mass of the bar. This apparatus consists of an analytical balance with a hook for underfloor weighing, and a weighing–bar, which is used to detect the density change in suspension. The result obtained show that the PSD of wheat flour measured by the buoyancy weighing-bar method is comparable to that determined by settling balance method.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DEDIKASI vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN 2

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG (BUOYANCY

WEIGHING-BAR METHOD) 4

2.2 METODE-METODE PENGUKURAN DISTRIBUSI UKURAN

PARTIKEL 9

2.2.1 Microscopy 9

2.2.2 Coulter Counter 9

2.2.3 Andreasen Pipette 10

2.2.4 Sedimentation Balance 11


(12)

2.2.6 Laser Diffraction 12

2.3 JENIS-JENIS ALIRAN PARTIKEL 13

2.3.1 Stoke Flow 13

2.3.2 Allen Flow 13

2.3.3 Newton Flow 13

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUOYANCY

WEIGHING-BAR METHOD 14

2.5 PENELITIAN YANG SUDAH PERNAH DILAKUKAN 15

2.6 TEPUNG TERIGU 16

2.7 ANALISIS EKONOMI 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19

3.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN 19

3.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN 19

3.3 RANCANGAN PENELITIAN 19

3.4 FLOWCHART PENELITIAN 21

BAB IV PEMBAHASAN 22

4.1 PENGARUH WAKTU PENGENDAPAN TERHADAP MASSA

BATANG PADA BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD 22

4.2 PENGARUH JENIS FASA CAIR PADA BUOYANCY

WEIGHING-BAR METHOD 23

4.3 PENGARUH KONSENTRASI FASA CAIR PADA BUOYANCY

WEIGHING-BAR METHOD 25

4.3.1 Pengaruh Konsentrasi Pada Fasa Cair Etanol 25 4.3.2 Pengaruh Konsentrasi Pada Fasa Cair Metanol 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 29

5.1 KESIMPULAN 29

5.2 SARAN 29

DAFTAR PUSTAKA 30


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel pada

Fluidisasi 4

Gambar 2.2 Skematik Diagram Pengendapan Partikel 5 Gambar 2.3 Grafik Penentuan Distribusi Partikel Dengan

Metode Pengapungan Batang 8

Gambar 2.4 Alat Microscopy 9

Gambar 2.5 Prinsip alat Coulter Counter 10

Gambar 2.6 Metode Andreasson Pipette 10

Gambar 2.7 Metode Sedimentation Balance 11

Gambar 2.8 Alat Centrifugal Sedimentation 11

Gambar 2.9 Prinsip Laser Diffraction 12

Gambar 2.10 Alat Laser Diffraction 12

Gambar 2.11 Bentuk Partikel Tepung Terigu 17

Gambar 3.1 Skematik dari Peralatan Eksperimen 20 Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Metode Pengapungan Batang 21 Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Terhadap Msasa Batang dengan Fasa

Cair Etanol 22

Gambar 4.2 Pengaruh Waktu Terhadap Massa Batang dengan Fasa

Cair Metanol 22

Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Terhadap Massa Batang dengan Fasa

Cair Kerosin 23

Gambar 4.4 Pengaruh Jenis Fasa Cair Murni Pada Distribusi Ukuran

Partikel Tepung Terigu 24

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Fasa Cair Etanol Pada Distribusi

Ukuran Partikel Tepung Terigu 25

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Fasa Cair Metanol Pada Distribusi

Ukuran Partikel Tepung Terigu 26

Gambar 4.7 Pengaruh Jenis Fasa Cair dan Konsentrasinya Pada


(14)

Gambar L2.1 Batang Aluminium 40

Gambar L2.2 Batang Pengaduk 40

Gambar L2.3 Sampel Tepung Terigu 41


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Densitas dan Viskositas Fasa Cair Murni beserta Ukuran

Partikel 24

Tabel 4.2 Densitas dan Viskositas Fasa Cair Etanol dengan Variasi

Konsentrasi beserta Ukuran Partikel 26

Tabel 4.3 Densitas dan Viskositas Fasa Cair Metanol dengan Variasi

Konsentrasi beserta Ukuran Partikel 27

Tabel L1.1 Data Etanol Murni dengan Metode Pengapungan Batang 33 Tabel L1.2 Data Besaran Untuk Fasa Cair Etanol Murni 34 Tabel L1.3 Data Besaran Untuk Fasa Cair Etanol Murni pada Waktu

1500 detik 34

Tabel L1.4 Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Etanol

Murni 36

Tabel L1.5 Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Metanol

Murni 37

Tabel L1.6 Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Kerosin 38 Tabel L1.7 Distribusi Ukuran Partikel Metode Sedimentation Balance 39


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Contoh Perhitungan 33

1.1 Menentukan Ukuran Partikel 34

1.2 Menentukan Kumulatif Massa Partikel 34

Lampiran 2 Foto Penelitian 40

2.1 Batang Aluminium 40

2.2 Batang Pengaduk 40

2.3 Sampel Semen 41


(17)

DAFTAR SINGKATAN

BWM Buoyancy Weighing-Bar Method

SB Sedimentation Balance


(18)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

ρ Densitas kg/m3

ΔP Perubahan tekanan N/m

A Luas permukaan batang m2

D(x) Massa kumulatif partikel undersize

VB Volume batang m3

h Panjang batang m

ρL Densitas cairan kg/m3

ρP Densitas partikel kg/m3

C0 Konsentrasi awal suspensi kg padatan/m3 suspensi

t Waktu s

ρS0 Densitas mula-mula suspensi kg/m3

WB0 Massa batang mula-mula kg

ρB Densitas batang kg/m3

C Konsentrasi suspensi %wt

WBt Massa pengapungan batang kg

ρSt Densitas suspensi kg/m3

GBt Massa nyata dari batang kg

v(x) Kecepatan pengendapan m/s

WRt Massa partikel yang lebih besar dari ukuran x

kg

x Ukuran partikel μm

u Superficial velocity m/s

R(x) Massa kumulatif partikel oversize GRt Massa nyata partikel yang lebih besar

dari partikel berukuran x

kg

ρB Densitas batang kg/m3

ut Kecepatan terminal partikel m/s

d Diameter partikel m

g Percepatan gravitasi m/s2


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penentuan distribusi ukuran partikel tepung terigu merupakan salah satu metode yang penting dalam teknologi partikel dalam industri tepung terigu. Selama ini, berbagai cara sudah dilakukan untuk menentukan ukuran partikel [1]. Untuk sistem padat-cair, distribusi ukuran partikel diukur menggunakan diameter Stokes dengan mengukur kecepatan perpindahan partikel dalam larutan. Metode-metode yang menggunakan cara ini antara lain adalah Metode Andreasen Pipette

[2], Metode Sedimentation Balance [3], Metode Centrifugal Sedimentation [4], dan lain-lain. Metode-metode ini sangat murah dalam pengoperasiannya, tetapi membutuhkan waktu yang agak lama dan kurang praktis dalam penggunaannya. Pada sisi yang lain, berbagai metode dengan sistem berbeda juga telah ditemukan seperti Metode Laser Diffraction/Scattering [5], Microscopy [6] dan Metode

Coulter Counter [7]. Pengoperasian metode-metode ini sangat praktis sekali dan hasil yang diperoleh sangat akurat dalam tempo yang singkat, tetapi harga peralatan yang dipakai sangat mahal.

Untuk mengatasi masalah ini, sebuah metode yang sederhana, praktis dan murah sangat diperlukan. Metode terbaru yang sedang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method). Metode ini telah terbukti dapat menentukan distribusi ukuran partikel pada Stokes region maupun pada Allen region untuk berbagai partikel seperti alumina, glass beads, silica sands, nylon beads, magnesite, calcium carbonate, glass bubbles, dan lain-lain. Metode ini pertama sekali dikembangkan oleh Obata, dkk. Mereka mengukur distribusi ukuran partikel dengan menggunakan sebuah batang logam yang digantungkan pada cairan yang berisi butiran partikel yang terdispersi pada cairan tersebut. Cara inilah yang disebut dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method). Dalam metode ini, perubahan densitas larutan yang terjadi karena perpindahan


(20)

partikel diukur dari perubahan massa batang yang digantung di dalam suspensi [8-12].

Pada industri tepung terigu, penentuan distribusi ukuran partikel biasanya dilakukan dengan menggunakan metode laser diffraction/scattering atau metode

Coulter counter. Metode ini tergolong sangat mahal, sehingga perlu dikaji pemakaian Metode Pengapungan Batang pada industri ini.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian pengukuran distriburi ukuran partikel tepung terigu dengan Metode Pengapungan Batang adalah bagaimana pengaruh fasa cairan yang berbeda terhadap distribusi ukuran partikel tepung terigu.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Metode Pengapungan Batang dalam mengukur distribusi ukuran partikel tepung terigu, sehingga diharapkan dapat menjadi pengganti metode yang telah umum digunakan di industri dengan biaya yang lebih murah dan hasil yang cukup akurat.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui distribusi ukuran partikel tepung teigu dengan Metode Pengapungan Batang.

2. Mengetahui cara pengukuran distribusi ukuran partikel tepung terigu dengan metode yang lebih murah dan akurat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian pengukuran ukuran partikel semen dengan Metode Pengapungan Batang ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(21)

 Kondisi Tetap

o Berat sampel = 1 wt%

o Ukuran batang = Diameter 10 mm dan panjang 210 mm

(aluminium dengan ρ = 2700 kg/m3)

o Volume larutan = 1000 ml

 Variabel yang divariasikan

o Fasa cairan = Etanol, metanol, kerosin, dan air

o Konsentrasi fasa cairan = 30 vol%, 50 vol%, 70 vol%, dan 99,9

vol% (p.a.) untuk jenis fasa cairan etanol dan metanol


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG (BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD)

Pada dasarnya distribusi ukuran partikel yang diukur dengan Metode Pengapungan Batang sama dengan yang dipakai pada metode manometrik dan metode Oden Balance [13]. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada Metode Pengapungan Batang ini analog dengan kurva pressure drop terhadap superficial velocity pada fluidisasi [14-16]. Gambar 2.1 adalah plot

pressure drop ΔP terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi ukuran partikel secara grafik pada fluidisasi.


(23)

Jika superficial velocityu adalah u3, maka [8]:

(2.1) ,

dengan M0, A, dan D(x) adalah total massa partikel, cross-sectional area dari unggun, dan persentasi massa kumulatif dari partikel x.

Gambar 2.2 mengilustrasikan skematik diagram dari pengendapan partikel. Volume batang dalam suspensi adalah , dengan A adalah luas permukaan dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada suspensi. Densitas dari fasa cairan (cairan) dilambangkan dengan ρL,

sedangkan densitas partikel dilambangkan dengan ρP. konsentrasi mula-mula

padatan dalam suspensi adalah Co (kg-padatan/m3-suspensi) [8,17].

Gambar 2.2. Skematik Diagram Pengendapan Partikel

Gambar 2.2(a) menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang mengapung pada kondisi awal tergantung pada partikel yang berada antara bagian atas batang dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengendapan

, densitas mula-mula dari suspensi (ρS0) adalah [8]:

(2.2) Y du P d u x D A g M

P ] 0

100 ) ( ][ ) ( [ P 0

P 

      X x D A g M 0 ] 100 ) ( ][ ) ( [ P 0

P 

   XY du P d

u  

Ah

VB

0

t

P L P

0 L 0

S  

 


(24)

Karena massa batang mula-mula yang mengapung WB0 tergantung pada partikel pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, WB0 dapat didefenisikan sebagai berikut :

(2.3)

Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah

(2.4) dimana, ρB adalah densitas dari batang.

Gambar 2.2(b) menunjukkan konsentrasi suspensi (C) semakin menurun dari waktu ke waktu, karena partikel yang besar sudah mengendap. Densitas suspensi

,

St

ρ massa pengapungan batang WBt, dan massa nyata dari batang GBt di dalam

suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan berikut.

  C ρ ρ ρ ρ ρ P L P L St    (2.5) St B Bt ρ

WV . (2.6)

B St

B St B B B Bt B B

Bt V V V V

G  .  W  .  .    (2.7)

Gambar 2.2(c), pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua partikel, baik besar maupun kecil sudah mengendap. Densitas suspensi S∞, massa

pengapungan batang WB, dan massa nyata dari batang GB∞ di dalam suspensi pada saat t = ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut.

L

S

 (2.8)

L B

B ρ

W V . (2.9)

B L

B B B B

B V ρ W V ρ ρ

G  .    (2.10)

Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa partikel dalam suspensi [1].

(2.11)

Dari persamaan (2.3), (2.6), (2.9) dan (2.11), diperoleh:

(2.12) dimana v(x) adalah kecepatan pengendapan, f(x) adalah frekuensi massa partikel

S0 B

B0 V

W

)

( B S0

B B0 B B

B0 V  WV   

G

   i i x x x x dx x f h t x v C dx x f C C C min max ) ( ) ( ) ( 0 0 0

       i i x x x

x h f x dx

t x v W W dx x f W W W W min max ) ( ) ( ) ( ) ( )

( 0 0


(25)

berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh :

(2.13)

Dari persamaan 2.12 dan 2.13,

(2.14)

dimana WRt adalah massa partikel yang lebih besar dari partikel berukuran x,

( ) max ( ) .

0 0 x x i dx x f W W W

Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan :

t dt dG G t dt dG W V

GRt B B Rt Bt Rt Bt

              

 . (2.15)

dimana, GRtVB.BWRt, and

dt dW dt

dGBt Bt

 , karena penurunan massa batang sesuai dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai GRt dihitung dari

slope persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, R(x) dan kumulatif massa undersize, D(x) adalah:

) ( )

( )

( max D x

G G G G dx x f x R B B B Rt x xi       

1 0 0 (2.16)

Ukuran partikel x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes: (2.17) dimana g adalah percepatan gravitasi dan μL adalah viskositas larutan.

Kecepatan pengendapan v(x) partikel dihitung sesuai dengan persamaan 2.18. (2.18) dimana h merupakan panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu pengendapan. Ukuran partikel x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan diameter Stokes. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode Pengapungan Batang ini mirip dengan Metode Sedimentation Balance [13].

 

xi

x dx x f h x v W W dt dW min ) ( ) ( ) ( 0 t dt dW W

W t t t

       B R B ) ( ) ( 18 L P L      g x v x t h x v( )


(26)

Gambar 2.3 mengilustrasikan metode perhitungan distribusi ukuran partikel yang mengendap dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang.

Gambar 2.3. Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode Pengapungan Batang

Gambar di bagian kanan atas menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara gambar di bagian kanan bawah menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran partikel. Dari persamaan 2.17 dan 2.18, waktu sebanding dengan kuadrat kebalikan dari ukuran partikel. Jadi dalam metode ini, ukuran partikel x dapat dihitung pada setiap waktu t, sementara GRt secara simultan dapat dihitung dari slope, sesuai dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa undersize, D(x) dapat dihitung dengan persamaan 2.16. Gambar di bagian kiri atas, distribusi ukuran partikel diperoleh dari perhitungan ukuran partikel x


(27)

2.2 METODE-METODE PENGUKURAN DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL

2.2.1 Microscopy

Gambar 2.4. Alat Microscopy

Metode microscopy mengamati sampel berbentuk suatu emulsi atau suspensi yang ditaruh pada suatu slide preparat dan ditempatkan di bawah lensa mikroskop yang dilengkapi mikrometer untuk mengetahui ukuran partikel tersebut. Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut. yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan metode ini [18].

2.2.2 Coulter Counter

Alat ini bekerja berdasarkan prinsip bahwa jika suatu partikel disuspensikan dalam suatu cairan yang mengkonduksi melalui suatu lubang kecil, yang pada kedua sisinya ada elektroda akan terjadi suatu perubahan aliran listrik. Dalam pengerjaannya, suatu suspensi encer dipompakan melalui lubang tersebut. Karena suspensi tersebut encer, partikel-partikel dapat melewatinya satu per satu dalam selang waktu tertentu. Digunakan suatu tegangan listrik yang konstan melewati elektroda-elektroda tersebut, sehingga menghasilkan suatu aliran. Ketika partikel tersebut melewati lubang, partikel itu akan menggantikan volume elektrolitnya dan hal ini mengakibatkan kenaikan tahanan diantara kedua elektroda tersebut. Alat tersebut mencatat secara elektronik semua partikel-partikel. Dengan


(28)

memvariasikan nilai ambang secara sistematik dan menghitung jumlah partikel dalam suatu ukuran sampel yang konstan, maka memungkinkan untuk memperoleh suatu distribusi ukuran partikel. Alat ini sanggup menghitung partikel dengan baik dalam waktu relatif singkat. Coulter counter berguna dalam ilmu farmasi untuk menyelidiki pertumbuhan partikel dan disolusi serta efek zat antibakteri terhadap pertumbuhan mikroorganisme [18].

Gambar 2.5. Prinsip Alat Coulter Counter 2.2.3 Andreasen Pipette

Gambar 2.6. Metode Andreasen Pipette

Cara metode ini adalah suspensi 1 atau 2% dari partikel-partikel dalam sautu medium yang mengandung zat pendeflokulasi yang sesuai dimasukkan ke dalam bejana silinder sampai 550 ml. Bejana tertutup itu dikocok untuk mendistribusikan

Aperture tube

Particle Aperture

Catode Anode

Electrolyte

10 ml pipette

Particle suspension Sampling

tube


(29)

partikel-partikel secara merata ke seluruh suspensi. Pada interval waktu diambil 10 ml sampel dan dikeluarkan melalui penutupnya. Sampel tersebut diuapkan ditimbang atau dianalisis dengan cara lain yang cocok untuk mengoreksi zat pendeflokulasi yang telah ditambahkan [18].

2.2.4 Sedimentation Balance

Suatu balance pan direndam dalam kolom suspensi sehingga partikel yang turun akan jatuh ke pan sehingga massa pan akan berubah pada selang waktu tertentu. Masalah utama dalam pengembangan metode ini adalah balance pan

harus diatur dalam posisi yang tepat dan seimbang saat suspensi telah diaduk [19].

Gambar 2.7. Metode Sedimentation Balance 2.2.5 Centrifugal Sedimentation


(30)

Sedimentasi sentrifugal dapat digunakan untuk memperluas jangkauan penerapan sedimentasi ukuran untuk jumlah mikrometer. Selain itu, sebagian besar partikel sedimentasi mengalami efek konveksi, difusi dan gerak brown. Kecepatan partikel saat ini tidak hanya tergantung pada ukuran partikel seperti dalam sedimentasi gravitasi, tetapi juga tergantung pada posisi radian dari partikel-partikel [19].

2.2.6 Laser Diffraction

Gambar 2.9. Alat Laser Diffraction

Metode ini telah menjadi standar pilihan di banyak industri untuk ukuran partikel rentang 0,1-2000 μm untuk karakterisasi dan kontrol kualitas. Dengan diperkenalkannya prinsip laser diffraction ini sekitar 25 tahun yang lalu, menyebabkan metode analisis ukuran partikel lain sebelumnya mulai ditinggalkan. Dalam penggunaan metode ini, sampel partikel yang akan diukur harus diketahui indeks biasnya dan bentuk partikelnya bulat [20].


(31)

2.3 JENIS-JENIS ALIRAN PARTIKEL 2.3.1 Stoke Flow

Stoke flow adalah aliran yang memiliki bilangan reynold Re < 0,2. Persamaan untuk menentukan kecepatan terminal utStoke flow adalah [21],

(2.19) Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel

x = diameter partikel g = percepatan gravitasi

ρP = densitas partikel

ρL = densitas cairan

μL = viskositas cairan

2.3.2 Allen Flow

Allen flow adalah aliran yang memilki bilangan reynold 0,2-500. Persamaan yang berlaku untuk partikel pada Allen flow adalah:

(2.20) Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel

x = diameter partikel g = percepatan gravitasi

ρP = densitas partikel

ρL = densitas cairan

μL = viskositas cairan

2.3.3 Newton Flow

Newton flow adalah aliran yang memiliki bilangan reynold 500 – 105. Persamaan untuk menentukan kecepatan terminal ut pada Newton flow adalah:

(2.21) Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel

L L P g    8 1 ) ( x v(x) 2  6 , 0 2 ). ( . 5 , 18 6 . ) ( . ) ( 8.x.             

v x x

x v g L L L P L L P g    ) ( 29,73.x.


(32)

x = diameter partikel g = percepatan gravitasi

ρP = densitas partikel

ρL = densitas cairan

μL = viskositas cairan

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD

Beberapa faktor yang mempengaruhi metode ini adalah: 1. Efek dinding

Dinding dari wadah mempengaruhi proses sedimentasi. Jarak antara suatu partikel terhadap partikel lain dan dinding wadah disebut dengan free settling. Namun pengaruh dari dinding wadah mulai hilang jika rasio diameter partikel terhadap diameter wadah semakin kecil (<1:200). Apabila diameter wadah diperkecil, maka partikel-partikel akan saling mendesak, menyebabkan laju sedimentasi semakin lambat. Proses ini dinamakan hindered settling [22]. 2. Fluida (cairan)

Fluida memiliki peranan penting dalam sedimentasi, sehingga penting untuk memahami hidrolika dan sains aliran fluida. Kemampuan fluida dalam sedimentasi dipengaruhi oleh densitas, kecepatan aliran, viskositas, dan ukuran partikelnya [23].

3. Tidak saling melarut

Tujuan umum dari sedimentasi adalah memisahkan partikel dari suatu fluida dengan gaya gravitasi yang bekerja pada partikel tersebut [24]. Untuk memudahkan proses pemisahan tersebut, maka harus menggunakan partikel dan fluida yang tidak saling melarut, atau juga menggunakan fluida yang tidak menggumpalkan partikel tersebut.

4. Ukuran batang

Dalam metode ini, batang merupakan salah satu komponen utama. Dimensi batang sangat mempengaruhi, dimana distribusi ukuran suatu partikel dapat dihitung apabila rasio luas penampang antara batang dengan wadah berada dalam rentang 0,02-0,2 [12].


(33)

5. Getaran

Karena metode ini menggunakan neraca analitik dengan ketelitian yang tinggi, maka harus dihindarkan dari getaran atau gerakan yang dapat mengganggu kinerja dari neraca, misalnya oleh angin atau sentuhan.

6. Pengaruh medan listrik dan magnet

Selain itu, karena prinsipnya menyerupai sedimentasi, metode ini juga dipengaruhi oleh adanya medan magnet dan medan listrik [24-25].

2.5 PENELITIAN YANG SUDAH PERNAH DILAKUKAN

Penelitian dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang telah dilakukan untuk partikel-partikel mengapung dan partikel mengendap. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan menggunakan Metode Pengapungan Batang adalah sebagai berikut.

- Obata, dkk pertama sekali menemukan metode ini dengan mengukur distribusi ukuran partikel yang mengendap dalam Stokes region. Sampel yang mereka teliti adalah silica sand, calcium carbonate dan barium-titanate glass

yang diukur dengan menggunakan fase cair air [8].

- Motoi, dkk kemudian mengaplikasikan metode ini untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang mereka teliti adalah

Glassbubbles, paraffin particle dan Fuji nylon beads. Fase cair yang dipakai adalah air [17].

- Ohira, dkk meneliti tentang pengaruh konsentrasi partikel dalam menentukan distribusi ukuran partikel. Sampel yang mereka teliti adalah butiran tanah dari daerah Kanto (Jepang). Fase cair yang digunakan adalah sodium pyrophosphate [26].

- Tambun, dkk mengembangkan penelitian ini dengan melakukan pengukuran distribusi ukuran partikel yang mengapung dalam Allen region. Sampel yang dipakai adalah polystyrene beads (spherical) dan nylon beads (cylindrical). Cairan yang dipakai adalah natrium klorida [10].

- Tambun, dkk meneliti pengaruh ukuran batang, bentuk batang, ukuran tangki, bentuk tangki dan posisi batang dalam tangki untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang digunakan adalah hollow


(34)

glass beads. Fase cair yang digunakan adalah air [11].

- Tambun, dkk kemudian melakukan penelitian dengan menggunakan metode pengapungan batang ini untuk menentukan rata-rata ukuran partikel secara grafis dan numeris untuk 2 dan 3 sampel yang dicampur. Sampel yang digunakan adalah glass beads 60, glass beads 40 dan glass beads 30. Cairan yang dipakai adalah gliserol (kons.: 40 wt%) [12].

- Wilson J.T dan D.H Donelson mengambarkan perbandingan distribusi ukuran partikel tepung dengan tahanan listrik dan mikroskop. Data menunjukkan ukuran partikel 8-10 μm [27].

Pada penelitian sebelumnya, metode ini belum pernah diaplikasikan pada industri makanan yang memerlukan distribusi ukuran partikel seperti pada industri tepung terigu.

2.6 TEPUNG TERIGU

Tepung dikenal sebagai campuran partikel heterogen dengan densitas dan bentuk yang berbeda. Metode yang sering digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel dari tepung adalah pengayakan dan sedimentasi. Mekanisme untuk pengayakan dapat dibagi menjadi dua langkah yang berbeda yaitu:

 Langkah pertama, partikel dengan ukuran yang jauh lebih kecil melewati bukaan ayakan.

 Langkah kedua relatif lambat, dimana partikel yang ukurannya mendekati bukaan ayakan melewati bukaan ayakan.

Untuk metode sedimentasi, distribusi ukuran partikel tepung dapat ditentukan dengan mengukur granularitas berdasarkan berat dari tepung tersebut pada berbagai macam fasa cairan. Untuk perbandingan hasil distribusi ukuran partikel tepung, dapat menggunakan metode tahanan listrik dan mikroskop [28].

Tepung terigu pada umumnya memiliki distribusi ukuran partikel sekitar

5-160 μm. Untuk pembuatan kue biasanya menggunakan tepung terigu dengan distribusi ukuran partikel 5-100 μm, sedangkan untuk pembuatan roti menggunakan tepung terigu dengan distribusi ukuran partikel 10-160 μm [29]. Adapun bentuk partikel tepung terigu ditunjukkan pada gambar 2.11.


(35)

Gambar 2.11 Bentuk Partikel Tepung Terigu

2.7 ANALISIS EKONOMI

Distribusi ukuran partikel sangat perlu diketahui dalam bidang industri khususnya industri tepung terigu. Hal ini berguna untuk menentukan kualitas produk tepung terigu yang dihasilkan berdasarkan standar karakteristik tepung terigu yang baik. Dalam penelitian ini, digunakan Metode Pengapungan Batang sebagai metode yang cukup murah dan akurat dibandingkan metode lain.

Sebelum dilakukan penelitian, maka diperlukan biaya untuk perancangan alat untuk Metode Pengapungan Batang, dengan alat utamanya adalah batang silinder aluminium. Sebagai pembanding hasil metode ini digunakan Metode

Sedimentation Balance. Berikut perkiraan biaya prosedur penentuan distribusi ukuran partikel oleh metode ini.

 Biaya Peralatan Metode Pengapungan Batang:

 Biaya neraca analitik = Rp 21.600.000  Biaya kerangka peralatan = 4 x Rp 75.000

= Rp 300.000

 Biaya gelas ukur = Rp 112.500  Biaya batang aluminium = Rp 20.000

 Biaya pengaduk = Rp 20.000

 Biaya kaca = 2 x Rp 60.000

= Rp 120.000

 Biaya sterofom = 8 x Rp 10.000

= Rp 80.000


(36)

 Biaya fasa cair (etanol) = 1 L x Rp 550.000/2,5 L

= Rp. 220.000

Total = Rp 22.852.500

 Biaya Peralatan Metode Sedimentation Balance

Balance pan = Rp 50.000

Metode ini menggunakan prinsip yang mirip, namun dengan medium yang berbeda, yaitu balance pan. Untuk itu harga silinder aluminium diganti dengan harga balance pan, sehingga total biayanya adalah Rp 22.882.500,-.

 Biaya Metode/Alat Lain

Coulter counter = Rp 808.000.000 [29]

Laser diffraction = Rp 729.000.000 [30]  Centrifugal sedimentation = Rp 101.720.000 [31]

Microscope = Rp 89.005.000 [32]

Beberapa peralatan menggunakan kurs US$, sehingga dikonversikan dalam nilai tukar US$ 1 = Rp 12.715,- [33].

Dapat dilihat bahwa biaya Metode Pengapungan Batang lebih rendah dibandingkan dengan metode lainnya. Untuk perbandingan biaya metode ini dengan Metode Sedimentation Balance tidak berbeda jauh, namun dalam pengoperasiannya Metode Pengapungan Batang jauh lebih efektif. Ini disebabkan oleh kerumitan yang lebih tinggi dalam melakukan Metode Sedimentation Balance. Dalam pengoperasian Metode Sedimentation Balance ini harus diperhatikan keseimbangan balance pan. Apabila terjadi kesalahan, maka sampel harus diganti dan balance pan harus dibersihkan sehingga prosedur pun harus diulang. Begitu juga jika ingin dilakukan pengulangan, sehingga hal ini menyebabkan metode sedimentation balance kurang efektif karena penambahan biaya untuk sampel dan cairannya.

Bila dibandingkan dengan metode lain, seperti pada coulter counter,

centrifugal sedimentation, dan microscope, Metode Pengapungan Batang jauh lebih murah dengan hasil yang sebanding dengan metode tersebut. Hal ini menjadikan potensi metode ini sangat tinggi untuk diterapkan di Indonesia.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan distribusi ukuran partikel semen. Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN

1.Tepung terigu (Cap Segitiga Biru produksi PT Bogasari) 2.Etanol

3.Metanol 4.Kerosin 5.Air

3.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

1.Neraca analitik PW 254 dengan ketelitian 0,0001 g 2.Ayakan mesh 100 mesh dan 140 mesh

3.Pengaduk khusus, untuk menghomogenkan suspensi pada awal percobaan 4.Sedimentation Balance sebagai pembanding

5.Video recorder

Ilustrasi gambar peralatan dapat dilihat seperti pada gambar 3.1.

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Material sampel yang akan diteliti adalah semen (produksi PT Semen Padang) yang memiliki densitas 2,5 gr/cm3. Etanol, metanol, kerosin dan air digunakan sebagai fase cairan. Konsentrasi suspensi adalah 10 kg/m3 (± 1 wt.%) [7]. Suhu ruangan dan suhu cairan adalah 298 K (suhu kamar). Semua suspensi diaduk sebelum dilakukan pengukuran. Lama pengukuran adalah 2 jam. Pada penelitian ini, distribusi ukuran partikel diukur berdasarkan hukum Stokes. Sebagai pembanding dari hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Sedimentation Balance.


(38)

2

3

4

5

Ket:

1. Neraca analitik (analytical balance) PW 254 2. Benang penggantung batang (hanging wire) 3. Batang (weighing bar)

4. Gelas ukur (measuring glass cylinder) 5. Fasa cair

6. Ruangan insulasi (insulation vessel) 1

6

Gambar 3.1. Skematik dari Peralatan Eksperimen

Batang yang digunakan terbuat dari aluminium dengan diameter 10 mm dan panjang 210 mm, densitas : 2,70×103 kg/m3. Neraca analitik (4 desimal) mempunyai pengait di bagian bawahnya untuk menggantung batang aluminium.

Untuk menyiapkan suspensi, 1000 ml cairan dan partikel dicampur dalam gelas ukur. Dengan mengunakan tali/benang yang sangat ringan, batang digantung dari bawah neraca analitik. Setelah diaduk dengan pengaduk khusus, batang dimasukkan ke dalam suspensi, dan dicatat sebagai t = 0 detik. Hal ini berlangsung selama 2 jam dan direkam dengan menggunakan video recorder. Setelah pengukuran selesai, distribusi ukuran partikel diukur berdasarkan persamaan 2.16, 2.17 dan 2.18.


(39)

3.4 FLOWCHART PENELITIAN

Gambar 3.2. Flowchart Penelitian Metode Pengapungan Batang Mulai

Semen diayak menggunakan ayakan 100 mesh dan 140 mesh

Gelas ukur dimasukkan ke dalam rangkaian peralatan Sampel ditimbang sebanyak 1% wt dan dicampurkan

ke dalam cairan di gelas ukur,

Waktu dan massa dicatat hingga massa konstan Distribusi ukuran partikel semen dihitung dengan

persamaan Hukum Stokes

Dibandingkan dengan Metode Sedimentation Balance

Apakah ada fasa cair

Selesai

Ya


(40)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH WAKTU PENGENDAPAN TERHADAP MASSA BATANG PADA BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD (BWM)

Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Terhadap Massa Batang Dengan Fasa Cair Etanol

Gambar 4.2 Pengaruh Waktu Terhadap Massa Batang Dengan Fasa Cair Metanol

0.0779 0.0780 0.0781

0 2000 4000 6000 8000

M

a

ss

a

B

a

ta

n

g

(

k

g

)

Waktu (detik)

0.070 0.072 0.074

0 2000 4000 6000 8000

M

a

ss

a

B

a

ta

n

g

(

k

g

)


(41)

Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Terhadap Massa Batang Dengan Fasa Cair Kerosin Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 menunjukkan pengaruh waktu sedimentasi terhadap massa batang untuk masing-masing fasa cair etanol, metanol, dan kerosin. Pada awal proses, partikel yang berukuran besar lebih dulu turun sehingga kenaikan massa batang yang terjadi cukup besar. Semakin lama waktu, maka kenaikan massa batang mulai menjadi berkurang sampai tidak ada lagi perubahan atau massa batang menjadi konstan.

4.2 PENGARUH JENIS FASA CAIR PADA BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD (BWM)

Gambar 4.4 menunjukkan grafik antara ukuran partikel dengan kumulatif massa undersize, dengan Metode Settling Balance dan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method) menggunakan fasa cair etanol, metanol, dan kerosin murni serta air. Metode Settling Balance digunakan sebagai perbandingan untuk mengetahui keakuratan metode pengapungan batang.

0.072 0.075 0.078

0 2000 4000 6000 8000

M

a

ss

a

B

a

ta

n

g

(

k

g

)


(42)

Gambar 4.4 Pengaruh Jenis Fasa Cair Murni Pada Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu

Percobaan ini menggunakan prinsip sedimentasi, sehingga dipengaruhi oleh viskositas dan densitas dari fluidanya sebagai fasa cair. Tabel 4.1 menunjukkan densitas dan viskositas dari fluida yang digunakan, serta hasil ukuran partikel yang didapat melalui persamaan 2.17 atau persamaan Stoke.

Tabel 4.1 Densitas dan Viskositas Fasa Cair dengan Ukuran Partikel

Jenis Fasa Cair Densitas (kg/m3) Viskositas (cp) Ukuran Partikel (μm)

Etanol 802 0,980 10-113

Metanol 781 0,508 7-90

Kerosin 810 1,640 14-154

Air 996 0,801 30-142

Sebelum percobaan, tepung terigu diayak menggunakan ayakan 140 mesh,

dimana bukaan dari 140 mesh adalah 116 μm [22], lalu diambil tepung yang lolos

ayakan sebagai sampel. Hasil yang diperoleh dari Metode Pengapungan Batang dengan jenis fasa cair etanol, metanol, dan kerosin menunjukan bahwa rentang hasilnya sebanding dengan hasil yang diperoleh dengan Metode Settling Balance. Namun hasil percobaan yang menggunakan etanol lebih mendekati daripada penggunaan metanol dan kerosin. Ini dikarenakan etanol memiliki densitas dan viskositas lebih besar daripada metanol yang dapat mengurangi variabilitas yang

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 50 100 150

K u m ula tif M a ss a U n d ers ize (% )

Ukuran Partikel (μm)

Metode Settling Balance Metode BWM Etanol Murni Metode BWM Metanol Murni Metode BWM Air


(43)

muncul dari proses sedimentasi saat percobaan [35]. Untuk kerosin, umumnya digunakan untuk suspensi partikel kromium dan zinc. Hasilnya akan lebih maksimal apabila menggunakan zat dispersan seperti sodium pyrophospate [36]. Air memberikan hasil yang tidak baik sehingga penggunaan fasa cair air hanya digunakan untuk melihat sejauh mana kemampuan air menjadi fasa cair dalam metode ini. Dengan begitu, penggunaan fasa cairan etanol murni memberikan hasil yang paling baik di antara fasa cairan lainnya.

4.3 PENGARUH KONSENTRASI FASA CAIR PADA BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD (BWM)

4.3.1 Pengaruh Konsentrasi Pada Fasa Cair Etanol

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Fasa Cair Etanol Pada Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu

Gambar 4.5 menunjukkan grafik antara ukuran partikel dengan kumulatif massa undersize, dengan Metode Settling Balance dan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method) menggunakan fasa cair etanol dengan variasi konsentrasi 30%, 50%, 70%, dan murni (p.a).

Pada gambar dapat dilihat bahwa grafik etanol murni lebih mendekati dan menyerupai grafik dari metode Settling Balance, diikuti oleh grafik etanol 70%, lalu 50%, dan 30% yang bentuknya tidak teratur. Hal ini disebabkan adanya reaksi hidrasi yang terjadi antara sampel tepung terigu dengan air sehingga mengganggu proses sedimentasi. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 50 100 150

K u m u la tif M a ss a U n d ers ize ( % )

Ukuran Partikel (μm)

Metode Settling Balance Metode BWM Etanol Murni Metode BWM Etanol 70% Metode BWM Etanol 50% Metode BWM Etanol 30%


(44)

Densitas dan viskositas untuk masing-masing variasi fasa cair etanol dapat dilihat pada Tabel 4.2 beserta hasil ukuran partikelnya.

Tabel 4.2 Densitas dan Viskositas Fasa Cair Etanol dengan Variasi Konsentrasi beserta Ukuran Partikel

Jenis Fasa Cair Densitas (kg/m3) Viskositas (cp) Ukuran Partikel (μm)

Etanol murni 802 0,980 10-113

Etanol 70% 891 0,937 13-130

Etanol 50% 936 0,923 14-138

Etanol 30% 968 0,891 14-143

Densitas dan viskositas masing-masing variasi etanol memiliki pengaruh terhadap ukuran partikel berdasarkan persamaan Stokes, sehingga fasa cair dengan densitas dan viskositas yang berbeda menghasilkan ukuran partikel yang berbeda pula.

4.3.2 Pengaruh Konsentrasi Pada Fasa Cair Metanol

Gambar 4.6 menunjukkan grafik antara ukuran partikel dengan kumulatif massa undersize, dengan Metode Settling Balance dan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method) menggunakan fasa cair metanol dengan variasi konsentrasi 30%, 50%, 70%, dan murni (p.a).

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Fasa Cair Metanol Pada Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140

K u m u la tif M a ss a U n d er si ze (% )

Ukuran Partikel (μm)

Metode Settling Balance Metode BWM Metanol Murni Metode BWM Metanol 70% Metode BWM Metanol 50% Metode BWM Metanol 30%


(45)

Seperti gambar 4.5, pada gambar 4.6 dapat dilihat juga bahwa grafik metanol murni lebih mendekati dan menyerupai grafik dari metode Settling Balance, diikuti oleh grafik etanol 70%, lalu 50%, dan 30% yang bentuknya tidak teratur. Hal ini juga disebabkan adanya reaksi hidrasi yang terjadi antara sampel tepung terigu dengan air sehingga mengganggu proses sedimentasi.

Variasi untuk konsentrasi fasa cair metanol menghasilkan densitas dan viskositas yang berbeda. Densitas dan viskositas tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 beserta ukuran partikel yang didapat untuk masing-masing variasi.

Tabel 4.3 Densitas dan Viskositas Fasa Cair Metanol dengan Variasi Konsentrasi beserta Ukuran Partikel

Jenis Fasa Cair Densitas (kg/m3) Viskositas (cp) Ukuran Partikel (μm)

Metanol murni 781 0,508 7-90

Metanol 70% 849 0,629 9-100

Metanol 50% 895 0,696 10-112

Metanol 30% 940 0,754 11-125

Densitas dan viskositas dari variasi metanol juga mempengaruhi ukuran partikel yang didapat melalui persamaan Stoke, sehingga menghasilkan ukuran partikel yang berbeda untuk masing-masing variasi.

Gambar 4.7 menunjukkan perbandingan grafik dari Metode Pengapungan Batang dari semua variabel yang telah dilakukan terhadap Metode Settling Balance.


(46)

Gambar 4.7 Pengaruh Jenis Fasa Cair dan Konsentrasinya Pada Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu

Dari gambar 4.7 ditampilkan grafik yang hasilnya paling mendekati Metode

Sedimentation Balance adalah grafik Metode Pengapungan Batang menggunakan fasa cair etanol murni.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 50 100 150 200

K

u

m

u

la

tif

M

a

ss

a

U

n

d

ers

ize

(

%

)

Ukuran Partikel (μm)

Metode Settling Balance Metode BWM Etanol Murni Metode BWM Etanol 70% Metode BWM Etanol 50% Metode BWM Etanol 30% Metode BWM Metanol Murni Metode BWM Metanol 70% Metode BWM Metanol 50% Metode BWM Metanol 30% Metode BWM Kerosin Metode BWM Air


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method) dapat digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel tepung terigu.

2. Fasa cairan terbaik pada penentuan distribusi ukuran partikel tepung terigu menggunakan Metode Pengapungan Batang adalah etanol murni.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan adalah:

1. Sebaiknya dilakukan variasi lain seperti pengaruh dimensi batang dan jenis fasa cair lain dalam Metode Pengapungan Batang.

2. Sebaiknya hasil yang diperoleh dari Metode Pengapungan Batang ini dibandingkan dengan Metode Microscopy atau Metode Coulter Counter.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

[1] T. Allen, Particle Size Measurement, Fourth edition, (London: Chapman and Hall, 1990), hal. 345–355.

[2] Society of Chemical Engineering of Japan, Chemical Engineering Handbook, 5th edition (Tokyo: Maruzen, 1988), hal. 224–231.

[3] K. Fukui, H. Yoshida, M. Shiba and Y. Tokunaga, “Investigation about data reduction and sedimentation distance of sedimentation balance method”,

Journal of Chemical Engineering of Japan, 33, 2000, hal. 393–399.

[4] M. Arakawa, G. Shimomura, A. Imamura, N. Yazawa, T. Yokoyama and N. Kaya, “A New apparatus for measuring particle size distribution based on centrifugal sedimentation”, Journal of the Society of Materials Science of Japan, 33, 1984, hal. 1141–1145.

[5] H. Minoshima, K. Matsushima and K. Shinohara, “Experimental study on size distribution of granules prepared by spray drying: the case of a dispersed slurry containing binder”, Kagaku Kogaku Ronbunshu, 31, 2005, hal. 102–107.

[6] M. Kuriyama, H. Tokanai and E. Harada, “Maximum stable drop size of pseudoplastic dispersed–phase in agitation dispersion”, Kagaku Kogaku Ronbunshu, 26, 2000, hal. 745–748.

[7] Y. Ohira, H. Takahashi, M. Takahashi and K. Ando, “Wall heat transfer in a double-tube coal-slurry bubble column”, Kagaku Kogaku Ronbunshu, 30, 2004, hal. 360–367.

[8] E. Obata, Y. Ohira and M. Ohta, “New measurement of particle size distribution by buoyancy weighing–bar method”, Powder Technology, 196, 2009, hal. 163–168.

[9] R. Tambun, Y. Ohira and E. Obata, “Graphical analogy of particle size distribution among Andreasen pipette, settling balance, fluidization–curve and buoyancy weighing–bar methods”, Proceeding of the 13th Asia Pacific Confederation of Chemical Engineering Congress, Taipei, Taiwan, 2010. [10] R. Tambun, T. Motoi, M. Shimadzu, Y. Ohira and E. Obata, “Size

distribution measurement of floating particles in the Allen region by a buoyancy weighing–bar method”, Advanced Powder Technology, 22, 2011, hal. 548–552.

[11] R. Tambun, M. Shimadzu, Y. Ohira and E. Obata, “Definition of the new mean particle size based on the settling velocity in liquid”, Journal of Chemical Engineering of Japan, 45, 2012, hal. 279-284.

[12] R. Tambun, K. Nakano, M. Shimadzu, Y. Ohira and E. Obata, “Sizes influences of weighing bar and vessel in the buoyancy weighing-bar method


(49)

on floating particle size distribution measurements”, Advanced Powder Technology, 23, 2012, hal. 855-860.

[13] S. Odén, “The size distribution of particles in soils and the experimental methods of obtaining them”, Soil Science, 19, 1925, hal. 1–35.

[14] E. Obata, H. Watanabe and N. Endo, “Measurement of size and size distribution of particles by fluidization”, Journal of Chemical Engineering of Japan, 15, 1982, hal. 23–28.

[15] E. Obata and H. Watanabe, Measurement of Particle Sizes by Fluidization, Encyclopedia of Fluid Mechanics, vol. 4 (Houston: Gulf Publishing, 1986), hal. 221–236.

[16] E. Obata and K. Ando, Particle Size Measurements by Fluidization: From Laminar Flow Region to The Turbulent Flow Region, Encyclopedia of Fluid Mechanics, Supplement 2 (Houston: Gulf Publishing, 1993), hal. 169–189. [17] T. Motoi, Y. Ohira and E. Obata, “Measurement of the floating particle size

distribution by buoyancy weighing–bar method”, Powder Technology, 201, 2010, hal. 283–288.

[18] M. A. Partang, ”Mikrometrik”, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar, 2008.

[19] Gustavo V. Barbosa-Canovas, et al., Food Powders Physical Properties,

Processing and Functionality (New York: Kluwer Academic, 2005), hal 45. [20] R. M. Stiftung. Particle Size Analysis by Laser Diffraction (Switzerland:

RMS Foundation, 2013).

[21] DRAG (2008). Fluid Mechanics Tutorial No. 3: Boundary Layer Theory. Diakses 9 April 2014.

http://www.freestudy.co.uk

[22] C. J. Geankoplis, Transport Processes and Unit Operations, Third edition

(New Jersey: Prentice-Hall, 1993), hal. 815-823, 894.

[23] Geology Department, University of Maryland, Sedimentation and Stratigraphy Spring. Diakses 7 Mei 2014.

http://www.geol.umd.edu

[24] C. Galindo-González, J. de Vicente, M. M. Ramos-Tejada, M. T. López-López, F. González-Caballero, and J. D. G. Durán, “Preparation and Sedimentation Behavior in Magnetic Fields of Magnetite-Covered Clay Particles”, Langmuir, 21, 2005, hal. 4410-4419.

[25] M. Rasa, B.H. Erné, B. Zoetekouw, R. van Roij, and A. P. Philipse,

“Macroscopic electric field and osmotic pressure in ultracentrifugal sedimentation-diffusion equilibria of charged colloids, Van’t Hoff


(50)

Laboratory for Physical-Colloid Chemistry and Institute for Theoretical Physics”, Utrech University, Netherland, 2005.

[26] Y. Ohira, K. Furukawa, R. Tambun, M. Shimadzu and E. Obata, “Buoyancy weighing-bar method: a particle size distribution measurement using new settling method”, Journal of the Sedimentological Society of Japan, 69, 2010, hal. 17-26.

[27] J. T. Wilson and D. H. Donelson. Comparison of Flour Particle size Distributions Measured by Electrical Resistivity and Microscopy. Journal of Cereal Chemistry, 47, 126-134, 1970.

[28] Sonaye S.Y, Dr. R N. Baxi. “Particle size Measurement and Analysis of

Flour” International Journal of Engineering Research and Applications, Vol.

2, pp 1839-1842, 2012.

[29] Shimadzu. Particle Size Analyzer. Shimadzu Corporation, Japan, 2013. [30] Beckman Coulter, Coulter Cell Counter. Diakses 6 Januari 2015.

http://www.beckmancoulter.com

[31] HORIBA, Particle Characterization LA-300. Diakses 6 Januari 2015. http://www.horiba.com

[32] Bio-Equip, BT-1500 Centrifugal Sedimentation Particle Size Analyzer. Diakses 6 Januari 2015.

http://www.bio-equip.cn

[33] Azom, Determine Particle Size and Shape with Image Analysis Systems from Clemex Technologies. Diakses 6 Januari 2015.

http://www.azom.com

[34] Bank Mandiri, Kurs Bank Mandiri. Diakses 6 Januari 2015. http://www.bankmandiri.co.id

[35] C. F. Ferraris, V. Hackley, A. I. Avilés, Measurement of particle size distribution in portland cement powder: analysis of ASTM Round Robin Studies, Journal of Cement, Concrete, and Aggregates, 26, 2004, hal. 10. [36] O. D. Neikov, S. S. Naboychenko, G. Dowson, Handbook of Non-Ferrous

Metal Powders: Technologies and Applications (New York: Elsevier, 2009), hal. 11-12.


(51)

LAMPIRAN 1

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk perhitungan, diambil contoh data dari Metode Pengapungan Batang yang menggunakan etanol murni

Tabel L1.1. Data Etanol Murni Dengan Metode Pengapungan Batang Waktu

t (s)

Massa Batang G (kg)

Waktu t (s)

Massa Batang G (kg)

Waktu t (s)

Massa Batang G (kg) 0 0,0779928 2040 0,0780394 4140 0,0780501 60 0,0780037 2100 0,0780400 4200 0,0780504 120 0,0780095 2160 0,0780400 4260 0,0780508 180 0,0780137 2220 0,0780401 4320 0,0780508 240 0,0780168 2280 0,0780405 4380 0,0780512 300 0,0780198 2340 0,0780412 4440 0,0780513 360 0,0780224 2400 0,0780415 4500 0,0780518 420 0,0780247 2460 0,0780416 4560 0,0780519 480 0,0780263 2520 0,0780416 4620 0,0780524 540 0,0780278 2580 0,0780417 4680 0,0780527 600 0,0780287 2640 0,0780424 4740 0,0780527 660 0,0780306 2700 0,0780428 4800 0,0780530 720 0,0780311 2760 0,0780430 4860 0,0780531 780 0,0780320 2820 0,0780436 4920 0,0780532 840 0,0780327 2880 0,0780450 4980 0,0780534 900 0,0780333 2940 0,0780450 5040 0,0780538 960 0,0780339 3000 0,0780450 5100 0,0780541 1020 0,0780347 3060 0,0780454 5160 0,0780541 1080 0,0780350 3120 0,0780454 5220 0,0780545 1140 0,0780354 3180 0,0780454 5280 0,0780546 1200 0,0780358 3240 0,0780459 5340 0,0780549 1260 0,0780361 3300 0,0780466 5400 0,0780549 1320 0,0780365 3360 0,0780466 5460 0,0780549 1380 0,0780370 3420 0,0780470 5520 0,0780550 1440 0,0780371 3480 0,0780473 5580 0,0780551 1500 0,0780373 3540 0,0780476 5640 0,0780555 1560 0,0780377 3600 0,0780477 5700 0,0780555 1620 0,0780383 3660 0,0780479 5760 0,0780556 1680 0,0780383 3720 0,0780483 5820 0,0780559 1740 0,0780386 3780 0,0780486 5880 0,0780562 1800 0,0780388 3840 0,0780488 5940 0,0780563 1860 0,0780392 3900 0,0780491 6000 0,0780563

1920 0,0780392 3960 0,0780495 ... ...


(52)

1.1 MENENTUKAN UKURAN PARTIKEL

Ukuran partikel ditentukan dengan persamaan 2.17

dengan data sebagai berikut:

Tabel L1.2. Data Besaran Untuk Fasa Cair Etanol Murni

Viskositas Larutan μL 0,000980 kg/m.s

Panjang Batang h 0,21 m

Percepatan Gravitasi g 9,8 m/s2

Densitas Partikel Tepung ρp 1250 kg/m3

Densitas Larutan ρL 802 kg/m3

Maka, ukuran partikel saat t = 1500 detik adalah:

1.2 MENENTUKAN KUMULATIF MASSA PARTIKEL

Penentuan kumulatif massa partikel menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16

) ( 1 ) ( 0 0 x D G G G G x R B B B

Rt

  

Tabel L1.3. Data Besaran Untuk Fasa Cair Etanol Murni Pada Waktu 1500 detik

Selisih waktu (∆t) 60 detik

Selisih massa batang (∆GBt) 0,0000002 kg

Massa batang saat t = 1500 detik (GBt) 0,0780373 kg

Massa batang saat t = 0 detik (GB0) 0,0779928 kg

Massa batang saat t akhir (GB∞) 0,0780563 kg

t dt dG G G Bt Rt Bt        


(53)

Maka:

t dt dG G

GBt Rt Bt 

       t dt dG G G Bt Bt Rt         1500 60 0000002 , 0 0780473 , 0         Rt G 0780323 , 0  Rt G

Kumulatif Massa Oversize (R):

0 0 ) ( B B B Rt G G G G x R     0779928 , 0 0780563 , 0 0779928 , 0 0780323 , 0 ) (    x R

( ) 0, 57895

R x

Kumulatif Massa Undersize (D): R(x)

x

D( )  1

( ) 1 0, 57895

D x  

( ) 0, 42105

D x

( ) 0, 42105 100%

persentase D xx

( ) 42,105 %

persentase D x

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, maka didapatkan hasil distribusi ukuran partikel untuk fasa cair etanol murni, metanol murni, dan kerosin yang ditunjukkan pada Tabel L1.4, L1.5, dan L1.6.


(54)

Tabel L1.4. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Etanol Murni Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%)

113,491 100,000 17,944 33,333 12,533 14,035

80,250 89,474 16,918 31,579 12,457 14,035

65,524 82,456 16,733 31,579 12,383 12,281

56,745 77,193 16,554 29,825 12,310 12,281

50,755 71,930 16,381 28,070 12,238 12,281

46,332 68,421 16,213 28,070 12,168 10,526

42,895 63,158 16,050 28,070 12,098 10,526

40,125 61,404 15,892 28,070 12,030 10,526

37,830 57,895 15,738 28,070 11,832 10,526

35,889 56,140 15,589 28,070 11,768 10,526

34,219 52,632 15,444 26,316 11,406 8,772

32,762 52,632 15,303 24,561 11,349 7,018

31,477 50,877 15,166 24,561 10,870 7,018

30,332 49,123 15,032 24,561 10,821 5,263

29,303 49,123 14,902 24,561 10,772 5,263

28,373 47,368 14,775 22,807 10,724 5,263

27,526 45,614 14,652 22,807 10,676 3,509

26,750 45,614 14,531 22,807 10,492 1,754

26,037 45,614 14,413 22,807 10,448 0,000

25,377 43,860 14,299 21,053

24,766 43,860 14,186 21,053

24,196 42,105 14,077 21,053

23,664 42,105 13,970 19,298

23,166 42,105 13,763 19,298

22,698 42,105 13,663 19,298

22,257 40,351 13,565 19,298

21,841 40,351 13,469 17,544

21,448 40,351 13,375 17,544

21,075 38,596 13,283 17,544

19,464 38,596 13,193 17,544

19,183 36,842 13,105 15,789

18,915 36,842 13,018 15,789

18,658 36,842 12,934 15,789

18,411 35,088 12,850 14,035


(55)

Tabel L1.5. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Metanol Murni Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa

Undersize

D (%)

90,436 100,000 14,309 25,106 8,104 4,468

70,998 89,043 14,103 23,830 8,066 3,936

58,172 81,489 13,906 22,766 8,029 3,617

51,248 75,958 13,360 21,170 7,992 3,298

45,946 69,894 13,192 20,532 7,955 3,191

42,033 66,170 12,724 18,192 7,919 2,340

38,991 62,234 12,578 17,979 7,780 2,021

36,540 60,106 12,043 16,383 7,747 1,489

34,509 57,766 11,683 15,426 7,714 1,277

32,791 54,787 11,570 15,213 7,681 0,745

31,313 52,234 10,118 14,468 7,617 0,319

30,023 49,255 10,045 13,830 7,583 0,000

28,886 47,553 9,972 12,979

27,873 44,787 9,902 12,660

26,962 43,404 9,833 12,234

26,139 42,553 9,765 12,021

25,389 41,064 9,699 11,596

24,703 40,319 9,328 11,489

24,072 39,149 9,271 10,426

19,687 37,553 9,214 9,894

19,237 36,277 9,104 9,787

18,244 34,575 9,050 9,362

17,398 33,830 8,997 8,511

17,031 32,766 8,945 7,340

16,687 32,128 8,894 7,128

16,363 30,532 8,844 6,915

15,494 29,255 8,795 6,383

15,233 28,404 8,746 5,851

14,986 27,021 8,699 5,532


(56)

Tabel L1.6. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Kerosin Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%)

154,794 100,000 27,802 58,324 17,640 19,264

109,456 100,910 27,364 57,452 17,527 19,037

89,370 96,397 26,946 56,769 17,416 18,620

77,397 92,643 25,448 54,721 17,306 18,278

69,226 90,671 24,475 54,001 17,199 17,596

63,194 88,889 24,175 53,622 17,094 16,534

58,507 86,765 23,885 52,863 16,991 15,358

54,728 84,718 23,606 52,332 16,889 13,917

51,598 83,390 23,336 51,536 16,790 11,908

48,950 81,911 23,075 50,398 15,882 11,263

46,672 79,636 22,823 49,829 15,799 10,353

44,685 78,498 22,579 48,730 15,717 9,746

42,932 77,361 21,891 46,985 15,479 8,987

41,370 76,337 21,675 46,341 15,403 8,684

39,968 74,896 21,466 45,355 15,327 8,457

38,698 74,024 21,065 44,558 15,252 7,774

37,543 73,151 20,872 44,217 15,179 7,243

36,485 72,279 20,685 43,534 15,106 6,864

35,512 71,445 20,503 42,966 15,035 6,371

34,613 70,800 20,325 41,676 14,965 5,954

33,779 69,852 20,152 41,107 14,895 5,612

33,002 68,715 19,984 38,832 14,827 5,233

32,277 67,501 19,819 37,088 14,759 4,968

31,597 66,515 19,659 34,850 14,692 4,020

30,959 64,619 18,911 32,613 14,562 3,413

30,358 63,178 18,772 31,930 14,498 3,337

29,790 62,116 18,635 27,228 14,435 3,072

29,253 61,396 18,501 23,777 14,372 1,214

28,744 60,410 18,371 21,388 14,190 0,038


(57)

Untuk pembanding hasil dari Metode Pengapungan Batang, digunakan Metode

Sedimentation Balance dengan data distribusi ukuran partikelnya pada Tabel L1.7 Tabel L1.7. Distribusi Ukuran Partikel Metode Sedimentation Balance

Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%)

113,491 100,000 20,384 13,208 12,934 4,717

80,250 87,736 19,756 12,736 12,850 4,245

65,524 76,415 19,464 12,264 12,769 4,245

56,745 67,453 19,183 11,792 12,689 4,245

50,755 59,434 18,915 11,792 12,383 3,774

46,332 53,774 18,658 11,321 12,310 3,774

42,895 48,585 17,944 10,849 12,238 3,774

40,125 43,396 17,724 10,377 12,168 3,774

37,830 40,094 16,918 9,906 12,098 3,302

35,889 36,321 16,733 9,434 12,030 3,302

34,219 33,491 16,050 8,962 11,963 3,302

32,762 30,660 15,892 8,491 11,897 2,830

31,477 28,302 15,444 8,019 11,583 2,830

30,332 27,358 15,303 7,547 11,523 2,358

29,303 25,943 14,531 7,075 11,464 2,358

28,373 24,057 14,413 6,604 11,406 2,358

27,526 22,642 14,299 6,604 11,349 1,887

26,750 21,226 14,186 6,604 11,293 1,887

26,037 20,283 14,077 6,132 11,237 1,887

25,377 19,340 13,970 6,132 11,183 1,887

24,766 18,396 13,865 6,132 11,129 1,887

24,196 17,453 13,763 5,660 11,076 1,415

23,664 16,981 13,663 5,660 11,023 1,415

23,166 16,038 13,565 5,660 10,821 0,943

22,698 15,566 13,469 5,660 10,772 0,943

22,257 15,094 13,375 5,189 10,724 0,472

21,841 14,623 13,283 5,189 10,629 0,472

21,448 14,151 13,193 5,189 10,583 0,472

21,075 14,151 13,105 5,189 10,404 0,000


(58)

LAMPIRAN 2

FOTO PERCOBAAN

2.1 BATANG ALUMINIUM

Gambar L2.1 Batang Aluminium

2.2 BATANG PENGADUK


(59)

2.3 SAMPEL TEPUNG TERIGU

Gambar L2.3 Sampel Tepung Terigu

2.4 RANGKAIAN PERALATAN


(1)

Tabel L1.4. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Etanol Murni Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%) Ukuran Partikel x (μm) Kumulatif Massa Undersize D (%)

113,491 100,000 17,944 33,333 12,533 14,035

80,250 89,474 16,918 31,579 12,457 14,035

65,524 82,456 16,733 31,579 12,383 12,281

56,745 77,193 16,554 29,825 12,310 12,281

50,755 71,930 16,381 28,070 12,238 12,281

46,332 68,421 16,213 28,070 12,168 10,526

42,895 63,158 16,050 28,070 12,098 10,526

40,125 61,404 15,892 28,070 12,030 10,526

37,830 57,895 15,738 28,070 11,832 10,526

35,889 56,140 15,589 28,070 11,768 10,526

34,219 52,632 15,444 26,316 11,406 8,772

32,762 52,632 15,303 24,561 11,349 7,018

31,477 50,877 15,166 24,561 10,870 7,018

30,332 49,123 15,032 24,561 10,821 5,263

29,303 49,123 14,902 24,561 10,772 5,263

28,373 47,368 14,775 22,807 10,724 5,263

27,526 45,614 14,652 22,807 10,676 3,509

26,750 45,614 14,531 22,807 10,492 1,754

26,037 45,614 14,413 22,807 10,448 0,000

25,377 43,860 14,299 21,053

24,766 43,860 14,186 21,053

24,196 42,105 14,077 21,053

23,664 42,105 13,970 19,298

23,166 42,105 13,763 19,298

22,698 42,105 13,663 19,298

22,257 40,351 13,565 19,298

21,841 40,351 13,469 17,544

21,448 40,351 13,375 17,544

21,075 38,596 13,283 17,544

19,464 38,596 13,193 17,544

19,183 36,842 13,105 15,789

18,915 36,842 13,018 15,789

18,658 36,842 12,934 15,789

18,411 35,088 12,850 14,035


(2)

Tabel L1.5. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Metanol Murni Ukuran

Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

90,436 100,000 14,309 25,106 8,104 4,468

70,998 89,043 14,103 23,830 8,066 3,936

58,172 81,489 13,906 22,766 8,029 3,617

51,248 75,958 13,360 21,170 7,992 3,298

45,946 69,894 13,192 20,532 7,955 3,191

42,033 66,170 12,724 18,192 7,919 2,340

38,991 62,234 12,578 17,979 7,780 2,021

36,540 60,106 12,043 16,383 7,747 1,489

34,509 57,766 11,683 15,426 7,714 1,277

32,791 54,787 11,570 15,213 7,681 0,745

31,313 52,234 10,118 14,468 7,617 0,319

30,023 49,255 10,045 13,830 7,583 0,000

28,886 47,553 9,972 12,979

27,873 44,787 9,902 12,660

26,962 43,404 9,833 12,234

26,139 42,553 9,765 12,021

25,389 41,064 9,699 11,596

24,703 40,319 9,328 11,489

24,072 39,149 9,271 10,426

19,687 37,553 9,214 9,894

19,237 36,277 9,104 9,787

18,244 34,575 9,050 9,362

17,398 33,830 8,997 8,511

17,031 32,766 8,945 7,340

16,687 32,128 8,894 7,128

16,363 30,532 8,844 6,915

15,494 29,255 8,795 6,383

15,233 28,404 8,746 5,851

14,986 27,021 8,699 5,532


(3)

Tabel L1.6. Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Fasa Cair Kerosin Ukuran

Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%) 154,794 100,000 27,802 58,324 17,640 19,264 109,456 100,910 27,364 57,452 17,527 19,037

89,370 96,397 26,946 56,769 17,416 18,620

77,397 92,643 25,448 54,721 17,306 18,278

69,226 90,671 24,475 54,001 17,199 17,596

63,194 88,889 24,175 53,622 17,094 16,534

58,507 86,765 23,885 52,863 16,991 15,358

54,728 84,718 23,606 52,332 16,889 13,917

51,598 83,390 23,336 51,536 16,790 11,908

48,950 81,911 23,075 50,398 15,882 11,263

46,672 79,636 22,823 49,829 15,799 10,353

44,685 78,498 22,579 48,730 15,717 9,746

42,932 77,361 21,891 46,985 15,479 8,987

41,370 76,337 21,675 46,341 15,403 8,684

39,968 74,896 21,466 45,355 15,327 8,457

38,698 74,024 21,065 44,558 15,252 7,774

37,543 73,151 20,872 44,217 15,179 7,243

36,485 72,279 20,685 43,534 15,106 6,864

35,512 71,445 20,503 42,966 15,035 6,371

34,613 70,800 20,325 41,676 14,965 5,954

33,779 69,852 20,152 41,107 14,895 5,612

33,002 68,715 19,984 38,832 14,827 5,233

32,277 67,501 19,819 37,088 14,759 4,968

31,597 66,515 19,659 34,850 14,692 4,020

30,959 64,619 18,911 32,613 14,562 3,413

30,358 63,178 18,772 31,930 14,498 3,337

29,790 62,116 18,635 27,228 14,435 3,072

29,253 61,396 18,501 23,777 14,372 1,214

28,744 60,410 18,371 21,388 14,190 0,038


(4)

Untuk pembanding hasil dari Metode Pengapungan Batang, digunakan Metode Sedimentation Balance dengan data distribusi ukuran partikelnya pada Tabel L1.7

Tabel L1.7. Distribusi Ukuran Partikel Metode Sedimentation Balance Ukuran

Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

Ukuran Partikel x (μm)

Kumulatif Massa Undersize

D (%)

113,491 100,000 20,384 13,208 12,934 4,717

80,250 87,736 19,756 12,736 12,850 4,245

65,524 76,415 19,464 12,264 12,769 4,245

56,745 67,453 19,183 11,792 12,689 4,245

50,755 59,434 18,915 11,792 12,383 3,774

46,332 53,774 18,658 11,321 12,310 3,774

42,895 48,585 17,944 10,849 12,238 3,774

40,125 43,396 17,724 10,377 12,168 3,774

37,830 40,094 16,918 9,906 12,098 3,302

35,889 36,321 16,733 9,434 12,030 3,302

34,219 33,491 16,050 8,962 11,963 3,302

32,762 30,660 15,892 8,491 11,897 2,830

31,477 28,302 15,444 8,019 11,583 2,830

30,332 27,358 15,303 7,547 11,523 2,358

29,303 25,943 14,531 7,075 11,464 2,358

28,373 24,057 14,413 6,604 11,406 2,358

27,526 22,642 14,299 6,604 11,349 1,887

26,750 21,226 14,186 6,604 11,293 1,887

26,037 20,283 14,077 6,132 11,237 1,887

25,377 19,340 13,970 6,132 11,183 1,887

24,766 18,396 13,865 6,132 11,129 1,887

24,196 17,453 13,763 5,660 11,076 1,415

23,664 16,981 13,663 5,660 11,023 1,415

23,166 16,038 13,565 5,660 10,821 0,943

22,698 15,566 13,469 5,660 10,772 0,943

22,257 15,094 13,375 5,189 10,724 0,472

21,841 14,623 13,283 5,189 10,629 0,472

21,448 14,151 13,193 5,189 10,583 0,472

21,075 14,151 13,105 5,189 10,404 0,000


(5)

LAMPIRAN 2

FOTO PERCOBAAN

2.1 BATANG ALUMINIUM

Gambar L2.1 Batang Aluminium

2.2 BATANG PENGADUK


(6)

2.3 SAMPEL TEPUNG TERIGU

Gambar L2.3 Sampel Tepung Terigu

2.4 RANGKAIAN PERALATAN