PRINSIP METODE TINJAUAN PUSTAKA

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PRINSIP METODE

PENGAPUNGAN BATANG BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD Pada dasarnya distribusi ukuran partikel yang diukur dengan Metode Pengapungan Batang sama dengan yang dipakai pada metode manometrik dan metode Oden Balance [13]. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada Metode Pengapungan Batang ini analog dengan kurva pressure drop terhadap superficial velocity pada fluidisasi [14-16]. Gambar 2.1 adalah plot pressure drop ΔP terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi ukuran partikel secara grafik pada fluidisasi. Gambar 2.1. Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Pada Fluidisasi Universitas Sumatera Utara 5 Jika superficial velocity u adalah u 3 , maka [8]: 2.1 , dengan M , A, dan Dx adalah total massa partikel, cross-sectional area dari unggun, dan persentasi massa kumulatif dari partikel x. Gambar 2.2 mengilustrasikan skematik diagram dari pengendapan partikel. Volume batang dalam suspensi adalah , dengan A adalah luas permukaan dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada suspensi. Densitas dari fasa cairan cairan dilambangkan dengan ρ L , sedangkan densitas partikel dilambangkan dengan ρ P . konsentrasi mula-mula padatan dalam suspensi adalah Co kg-padatanm 3 -suspensi [8,17]. Gambar 2.2. Skematik Diagram Pengendapan Partikel Gambar 2.2a menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang mengapung pada kondisi awal tergantung pada partikel yang berada antara bagian atas batang dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengendapan , densitas mula-mula dari suspensi ρ S0 adalah [8]: 2.2 Y du P d u x D A g M P ] 100 ][ [ P P          X x D A g M ] 100 ][ [ P P      XY du P d u   Ah V  B  t   L P P L S         C Universitas Sumatera Utara 6 Karena massa batang mula-mula yang mengapung W B0 tergantung pada partikel pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, W B0 dapat didefenisikan sebagai berikut : 2.3 Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah 2.4 dimana, ρ B adalah densitas dari batang. Gambar 2.2b menunjukkan konsentrasi suspensi C semakin menurun dari waktu ke waktu, karena partikel yang besar sudah mengendap. Densitas suspensi , St ρ massa pengapungan batang Bt W , dan massa nyata dari batang G Bt di dalam suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan berikut.   C ρ ρ ρ ρ ρ P L P L St    2.5 St B Bt ρ W V .  2.6   St B B St B B B Bt B B Bt V V V V G W            . . . 2.7 Gambar 2.2c, pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua partikel, baik besar maupun kecil sudah mengendap. Densitas suspensi  S ∞ , massa pengapungan batang  B W , dan massa nyata dari batang G B ∞ di dalam suspensi pada saat t = ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut. L S     2.8 L B B ρ W V .   2.9   L B B B B B B ρ ρ W ρ V V G       . 2.10 Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa partikel dalam suspensi [1]. 2.11 Dari persamaan 2.3, 2.6, 2.9 dan 2.11, diperoleh: 2.12 dimana vx adalah kecepatan pengendapan, fx adalah frekuensi massa partikel S0 B B0  V W  S0 B B B0 B B B0        V W V G      i i x x x x dx x f h t x v C dx x f C C C min max          i i x x x x dx x f h t x v W W dx x f W W W W min max Universitas Sumatera Utara 7 berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh : 2.13 Dari persamaan 2.12 dan 2.13, 2.14 dimana Rt W adalah massa partikel yang lebih besar dari partikel berukuran x,     max . x x i dx x f W W W Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan : t dt dG G t dt dG W V G Bt Rt Bt Rt B B Rt                   . 2.15 dimana, , . Rt B B Rt W V G    and dt dW dt d Bt Bt G  , karena penurunan massa batang sesuai dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai Rt G dihitung dari slope persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, Rx dan kumulatif massa undersize, Dx adalah: max x D G G G G dx x f x R B B B Rt x x i         1 2.16 Ukuran partikel x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes: 2.17 dimana g adalah percepatan gravitasi dan μ L adalah viskositas larutan. Kecepatan pengendapan vx partikel dihitung sesuai dengan persamaan 2.18. 2.18 dimana h merupakan panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu pengendapan. Ukuran partikel x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan diameter Stokes. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode Pengapungan Batang ini mirip dengan Metode Sedimentation Balance [13].      i x x dx x f h x v W W dt dW min t dt dW W W t t t         B R B 18 L P L      g x v x t h x v  Universitas Sumatera Utara 8 Gambar 2.3 mengilustrasikan metode perhitungan distribusi ukuran partikel yang mengendap dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang. Gambar 2.3. Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode Pengapungan Batang Gambar di bagian kanan atas menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara gambar di bagian kanan bawah menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran partikel. Dari persamaan 2.17 dan 2.18, waktu sebanding dengan kuadrat kebalikan dari ukuran partikel. Jadi dalam metode ini, ukuran partikel x dapat dihitung pada setiap waktu t, sementara G Rt secara simultan dapat dihitung dari slope, sesuai dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa undersize, Dx dapat dihitung dengan persamaan 2.16. Gambar di bagian kiri atas, distribusi ukuran partikel diperoleh dari perhitungan ukuran partikel x dan Dx [8,9]. Universitas Sumatera Utara 9

2.2 METODE-METODE PENGUKURAN