Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Waham Terhadap

Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan Oleh

Era Zana Nisa

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanaka sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya memohon kesediaan Saudara untuk mengisi lembar kuosioner saya dengan jujur apa adanya. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi peserta penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani formulir ini.

Medan, Juni 2011

Peneliti Responden

Era Zana Nisa


(2)

Kuesioner Data Demografi

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pemprovsu Medan Kode :

Tanggal :

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah dengan lengkap

2. Untuk data yang dipilih, beri tanda ( √ ) pada kotak yang tersedia dan atau isi sesuai jawaban.

3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.

1. Umur : tahun

2. Suku :

3. Jenis Kelamin : Pria Perempuan

4. Agama : Islam Kristen

Katholik Hindu

Budha

5. Pendidikan terakhir : SD SMP

SMU P. Tinggi

Lain-lain, sebutkan

6. Pekerjaan : Pelajar Wiraswasta


(3)

Lain-lain, sebutkan

7. Status perkawinan : Kawin Cerai

Janda/duda Tidak

kawin

8. Lama rawat :

9. Obat anti psikotik yang dipakai :


(4)

EVALUASI STRATEGI PERTEMUAN DENGAN PASIEN WAHAM Petunjuk Pengisian:

1. Isilah dengan lengkap

2. Untuk data yang dipilih, beri tanda ( √ ) pada kotak yang tersedia 3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.

NO. Strategi Pertemuan Dilakukan Tidak Dilakukan

1. (SP1)

1. Membantu orientasi realita

2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

3. Membantu pasien memenuhi

kebutuhannya

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. (SP2)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki

3. Melatih kemampuan yang dimiliki 3.

(SP3)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian


(5)

LEMBAR OBSERVASI

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Strategi Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pemprovsu Medan No. Kode :

Tanggal :

Penilaian Kemampuan Psikomotor Petunjuk Pengisian

1. Kuesioner diisi oleh peneliti berdasarkan hasil pengamatan.

2. Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini dengan membubuhkan tanda cek (√ ) pada kotak:

Tidak Pernah (TP) jika klien tidak pernah melakukan kemampuan Kadang-kadang (KD) jika klien melakukan kemampuan setiap 1-2x/minggu

Sering (SR) jika klien melakukan kemampuan setiap 3-4x/minggu Selalu (SL) jika klien melakukan kemampuan setiap 5-6x/minggu

No. Kemampuan Klien TP KD SR SL

1 Pasien berkomunikasi sesuai dengan kondisi dirinya 2 Pasien berkomunikasi sesuai dengan waktu dan

tempat

3 Pasien berkomunikasi sesuai dengan lingkungan sekitarnya

4 Pasien memenuhi kebutuhannya

5 Pasien mempraktikan kemampuan positif yang dimiliki

6 Pasien melakukan jadwal untuk melakukan kemampuan positif yang dimiliki

7 Pasien melakukan jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari sesuai dengan prinsip 5 benar


(6)

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Strategi Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pemprovsu Medan No. Kode :

Tanggal :

Lembar Kuesioner Kemampuan menilai Realita pada Pasien Waham Penilaian Kemampuan Kognitif

Petunjuk Pengisian

1. Kuesioner diisi melalui wawancara oleh peneliti dan atau asisten peneliti melalui wawancara peneliti dengan responden.

2. Berilah tanda cek ( √ ) pada pilihan jawaban sesuai kondisi klien yang sebenarnya.

No. Kemampuan Klien Ya Tidak

1 Pasien dapat menilai keyakinannya sesuai dengan kenyataan

2 Pasien dapat menyebutkan kemampuan positif yang dimiliki

3 Pasien dapat memilih kemampuan positif yang dimiliki

4 Pasien dapat menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan positif yang dimiliki

5 Pasien dapat menyebutkan cara minum obat dengan prinsip 5 benar

6 Pasien dapat menyusun jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari


(7)

MODUL

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit JIwa Daerah

Pemprovsu Medan STRATEGI PERTEMUAN PASIEN WAHAM

A. Pengertian

Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani

B. Tujuan

a. Pasien dapat berorientasi pada realita secara bertahap b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar

c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

C. Proses Pelaksanaan Tindakan 1. Orientasi

a. Salam Terepeutik

1) Memberi salam kepada pasien

2) Memperkenalkan nama dan panggilan peneliti / perawat 3) Menanyakan nama dan panggilan nama pasien

b. Evaluasi/Validasi

1) Menanyakan perasaan pasien saat ini 2) Menanyakan masalah yang dirasakan c. Kontrak (topik, waktu, tempat)

1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengenalkan pemahaman pasien dan waham pasien


(8)

2. Kerja

a. Mendengarkan dan tidak mendukung atau membantah waham b. Menyakinkan pasien berada dalam keadaan aman

c. Mengorientasikan pasien lebih sering kepada realitas dan sekelilingnya. Perbolehkan pasien untuk memiliki objek-objek yang dikenal di sekitarnya. Gunakan barang-barang lain, seperti jam, kalender dan jadwal harian untuk mempertahankan orientasi realita d. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien. Gunakan

teknik keraguan yang beralasan sebagai teknik terapeutik: “Saya merasa sukar untuk mempercayai hal tersebut.”

e. Mengobservasi pengaruh waham pada aktifitas sehari-hari

f. Membantu pasien untuk mencoba menghubungkan keyakinan-keyakinan yang salah tersebut dengan peningkatan ansietas yang dirasakan oleh pasien. Diskusikan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengontrol ansietas (misalnya latihan napas dalam, latihan relaksasi yang lain, teknik berhenti berfikir)

g. Membantu fokus dan kuatkan pada realita (diri sendiri, orang lain, waktu, tempat dan lingkungan sekitar). Kurangi lamanya ingatan tentang kejadian-kejadian dan orang-orang yang nyata.

h. Membantu dan mendukung pasien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas, takut, atau tidak aman.

i. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan, menanyakan apa yang dirasakan sekarang.

j. Membantu pasien dalam memilih kemampuan positif yang dimiliki k. Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi pasien sesuai

dengan realitas.

l. Mendiskusikan cara meminum obat yang benar.

m. Membantu pasien dalam memasukkan jadwal kegiatan harian. n. Dalam menjalankan a sampai f, upayakan semua pasien terlibat.


(9)

o. Beri kesimpulan tentang berorientasi realita secara bertahap, kemampauan yang dimiliki dan cara meminum obat yang benar. 3. Terminasi

a. Evaluasi respon pasien

1) Menanyakan perasaan pasien setelah melakukan strategi pertemuan.

2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku pasien yang positif.

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan pasien menilai atau mengevaluasi berorientasi realita secara bertahap, kemampuan yang dimiliki dan cara minum obat yang benar.

2) Menganjurkan pasien mengingat orang, waktu, tempat, dan lingkungan sekitar, mengingat kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhinya, mengingat kemampuan yang dimiliki dan cara minum obat yang belum diceritakannya.

c. Kontrak yang akan datang (topik, tempat, waktu)

1) Menyepakati belajar kemampuan yang pernah dimiliki pasien. 2) Menyepakati waktu dan tempat strategi pertemuan berikutnya.


(10)

(11)

Taksasi Dana

Perkiraan biaya yang diperlukan dalam penyelesaian penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan peralatan.

a. Biaya copy dan print Rp. 400.000,-

b. Kuesioner penelitian Rp. 200.000 ,-

c. Penggandaan proposal Rp. 50.000,-

d. Izin Penelitian Rp. 100.000.-

e. Biaya tak terduga Rp. 150.000

f. Transportasi Rp. 100.000,-

Sub total Rp. 1.000.000,-

2. Seminar.

a. Konsumsi Rp. 200.000,-

b. Penggandaan skripsi Rp. 55.000,-

Sub total Rp. 255.000,-


(12)

1.255.000,-LEMBAR BUKTI KEGIATAN BIMBINGAN SKRIPSI PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Era Zana Nisa

NIM : 101121065

Judul : Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Teraupetik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan

Dosen Pembimbing : Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep

No .

Materi Tanggal Masukan / Arahan Pembimbing

Paraf Pembimbing

1. BAB 5 PEMBAHASAN 16 Januari 2012

a. Hasil penelitian b. pembahasan 2. BAB 6 KESIMPULAN

DAN SARAN

16 Januari 2012 a. Kesimpulan


(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

DATA DEMOGRAFI Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 23.00 1 6.7 6.7 6.7

24.00 1 6.7 6.7 13.3

27.00 1 6.7 6.7 20.0

28.00 1 6.7 6.7 26.7

33.00 1 6.7 6.7 33.3

34.00 1 6.7 6.7 40.0

36.00 1 6.7 6.7 46.7

37.00 2 13.3 13.3 60.0

41.00 1 6.7 6.7 66.7

42.00 1 6.7 6.7 73.3

43.00 1 6.7 6.7 80.0

50.00 1 6.7 6.7 86.7

62.00 1 6.7 6.7 93.3

67.00 1 6.7 6.7 100.0

Total 15 100.0 100.0

lama_rawat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5.00 1 6.7 6.7 6.7

7.00 4 26.7 26.7 33.3

14.00 2 13.3 13.3 46.7

27.00 1 6.7 6.7 53.3

30.00 2 13.3 13.3 66.7

37.00 1 6.7 6.7 73.3

60.00 3 20.0 20.0 93.3

67.00 1 6.7 6.7 100.0


(22)

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak 7 46.7 46.7 46.7

jawa 3 20.0 20.0 66.7

melayu 2 13.3 13.3 80.0

china 3 20.0 20.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 6 40.0 40.0 40.0

perempuan 9 60.0 60.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid islam 6 40.0 40.0 40.0

kristen 6 40.0 40.0 80.0

hindu 1 6.7 6.7 86.7

budha 2 13.3 13.3 100.0

Total 15 100.0 100.0

pendidikan_terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sd 5 33.3 33.3 33.3

smp 5 33.3 33.3 66.7

sma 4 26.7 26.7 93.3

pt 1 6.7 6.7 100.0


(23)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak bekerja 9 60.0 60.0 60.0

lain-lain 6 40.0 40.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

status_perkawinan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kawin 6 40.0 40.0 40.0

janda/duda 1 6.7 6.7 46.7

tidak kawin 8 53.3 53.3 100.0

Total 15 100.0 100.0

obat_antipsikotik_yang_dipakai

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cpz,hlp,thp 8 53.3 53.3 53.3

cpz,thp,hlp,injeksi stesolid 1 6.7 6.7 60.0

injeksi

zyprexa,neripros,thp,cpz 2 13.3 13.3 73.3

injeksi govotil,hlpl,thp,cpz 2 13.3 13.3 86.7

resperidont,thp,trileptal,cloza

ril 2 13.3 13.3 100.0

Total 15 100.0 100.0

lama_sakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-6 tahun 8 53.3 53.3 53.3

7-12 tahun 7 46.7 46.7 100.0


(24)

UJI NORMALITAS

Kemampuan Kognitif

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

preintervensi .203 15 .095 .889 15 .064

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

postintervensi .164 15 .200* .911 15 .138

Kemampuan Psikomotor

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

preintervensi .194 15 .134 .930 15 .277


(25)

T-Test Psikomotor

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Preintervensi 12.9333 15 4.66701 1.20502

Postintervensi 22.0667 15 4.58984 1.18509

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 preintervensi &

postintervensi 15 .480 .070

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper


(26)

UJI T-TEST KEMAMPUAN KOGNITIF

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 preintervensi 1.4667 15 1.06010 .27372

postintervensi 4.2667 15 1.53375 .39601

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 preintervensi &

postintervensi 15 .665 .007

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper


(27)

Reliability kognitif

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.820 6

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

VAR00001 .9000 .31623 10

VAR00002 .7000 .48305 10

VAR00003 .2000 .42164 10

VAR00004 .3000 .48305 10

VAR00005 .5000 .52705 10

VAR00006 .5000 .52705 10

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 2.2000 3.733 .218 .848

VAR00002 2.4000 2.933 .564 .795

VAR00003 2.9000 3.433 .313 .841

VAR00004 2.8000 3.067 .473 .815

VAR00005 2.6000 2.267 .980 .686


(28)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(29)

Reliability Psikomotor

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.786 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

VAR00001 1.4000 .51640 10

VAR00002 2.4000 .51640 10

VAR00003 2.7000 .67495 10

VAR00004 2.4000 .51640 10

VAR00005 3.3000 .48305 10

VAR00006 3.4000 .51640 10

VAR00007 4.0000 .00000 10

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

VAR00001 1.4000 .51640 10

VAR00002 2.4000 .51640 10

VAR00003 2.7000 .67495 10

VAR00004 2.4000 .51640 10

VAR00005 3.3000 .48305 10

VAR00006 3.4000 .51640 10


(30)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(31)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Era Zana Nisa

Tempat tanggal lahir : Laras 29 Januari 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln Karya Bakti Gang Keluarga No. 78 A

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 091674 Bahgunung Tahun 1995-2001 2. SMP Negeri 13 Medan Tahun 2001-2004 3. SMA Negeri 4 Pematangsiantar Tahun 2004-2007 4. Program D3 Keperawatan USU Tahun 2007-2010 5. Fakultas Keperawatan USU Tahun 2010-2012


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian. Edisi revisi. Jakarta: Renika Cipta

Azwar, Azrul Joedo Prihartono. (2003). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksara

Baihaqi, MIF, dkk. (2007). Psikiatri-Konsep Dasar & Gangguan-Gangguan. Bandung: PT Refika Aditama

Carolina, (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa Dr.Soeharto

Heerdjan. Diambil pada tanggal 23 Januari 2012, dari

Corey, Gerald. (2008). Theory And Practice of Counseling and Psychotherapy, Terj. E. Koswara. Bandung: Refika Aditama.

Davison, Gerald C. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada (Terjemahan)

Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media

Hidayat, A. Aziz A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Kaplan & Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Penerjemah: Widjaja Kusuma Ed. Ke-7. Jakarta: Bina Rupa Aksara


(33)

Keliat, B.A. & Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Notoadmojo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: Renika Cipta

Nursalam & Pariani, S. (2001). Metodologi Riset Keperawatan: Pedoman Praktis Penyusunan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika

Polit & Hungler. (1999). Nursing Research principles and methodes, Philadelphia: J.B. Lippincot Company

Purba J. M,dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press

Riyadi, Sujono & Purwanto, Teguh.(2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta Graha Ilmu

Townsand, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: Pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC (Terjemahan)

Wiramihardja, A. Sutardjo. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama


(34)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik merupakan alat yang dijadikan sebagai panduan oleh seorang perawat jiwa ketika berinteraksi dengan pasien. Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik yang diberikan berupa informasi tentang waham meliputi membantu orientasi realita yaitu membantu kemampuan pasien mengenali diri sendiri, orang lain, waktu, tempat atau benda-benda tertentu yang berada dilingkungannya, mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi, membantu pasien memenuhi kebutuhannya. Selain itu membantu melatih kemampuan yang dimiliki pasien dan pasien diajarkan cara minum obat yang benar.

Penelitian ini tidak melibatkan kelompok pembanding (kontrol), hanya melibatkan satu kelompok. Kelompok kemampuan menilai realita diobservasi sebelum dilakukan intervensi (pre test), kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (post test),untuk menilai pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi tersebut.

Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu diberikan test awal (pre test) untuk menilai kemampuan pasien dalam menilai realita. Setelah itu responden


(35)

diberikan intervensi mulai dari strategi pelaksanaan komunikasi 1 sampai strategi pelaksanaan komunikasi 3. Psikomotor pasien dalam menilai realita dinilai kembali setelah intervensi dilakukan dengan menberikan test akhir (post test).

(Variabel Independent)

Pre Test Post Test

j

Skema 3.1. Kerangka konseptual pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan pasien waham dalam menilai realita.

Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik (SP) pada pasien waham

1. Strategi pertemuan 1 2. Strategi pertemuan 2 3. Strategi pertemuan3

Kondisi awal kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita yang terdiri dari:

1.Berorientasi realita secara bertahap

2.Kemampuan yang dimiliki pasien

3.Cara minum obat yang benar

Kondisi akhir kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita yang terdiri dari:

1.Berorientasi realita secara bertahap

2.Kemampuan yang dimiliki pasien


(36)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Strategi Pelaksanaan komunikasi terapeutik pasien waham

Rencana tindakan yang akan dilakukan perawat untuk mengatasi perilaku waham pasien yang terdiri dari 3 sesi yaitu:

1. Berorientasi

realita secara bertahap (pasien mengenali diri sendiri, orang lain, waktu, tempat, atau benda-benda tertentu yang berada

dilingkungannya) 2. Kemampuan yang

dimiliki pasien

Modul 1. Diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi


(37)

(menyebutkan dan mempraktekan kemampuan

positif yang dimiliki

3.Cara minum obat yang

benar(menyebutka n jenis, jadwal, dan waktu minum obat, melakukan jadwal aktifitas dan minum obat sehari-hari)

2. (Variabel Independent) Kemampuan pasien menilai realita yaitu:

Kemampuan yang dimiliki pasien untuk

menilai realita dengan cara

berorientasi realita, kemampuan yang dimiliki, dan cara minum obat yang benar dan patuh

Wawancara dan Observasi menggunakan kuesioner

Jumlah jawaban dengan isian : 1. Ya = 1 2. Tidak = 0


(38)

a. Kemampuan kognitf.

b. Kemampuan psikomotor

Kemampuan pasien dalam menilai keyakinannya sesuai

dengan kenyataan, menyebutkan dan memilih kemampuan positif yang dimiliki, menyusun jadwal pelaksanaan

kemampuan yang dimiliki, jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari. Respon yang ditampilkan pasien yaitu berkomunikasi sesuai dengan kenyataan, memenuhi kebutuhannya, mempraktikan dan melakukan jadwal kemampuan positif yang dimiliki, dan

Wawancara

Observasi

Nilai Kognitif: 4-6: Baik

0-3: Kurang baik

Nilai Psikomotor: 7-24

Tingkat Kemampuan: 22-28 : Baik 15-21 : Cukup 7-14 : Kurang

Ordinal


(39)

3. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan hipotesa penelitian, yaitu ada pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita sebelum dan sesudah mendapat intervensi strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada kelompok intervensi.

melakukan jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari


(40)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain One Group Pretest Posttest, rancangan ini juga tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komulnikasi terapeutik terhadap kemampuan pasien menilai realita.

Pre test Perlakuan Post test

Skema 4.1. Skema desain penelitian Keterangan:

O1 : Melakukan penilaian kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita kelompok intervensi sebelum diberikan perlakuan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pre test

O2 : Melakukan penilaian kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita kelompok intervensi sesudah diberikan perlakuan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada post test.


(41)

X : Penerapan pelaksanaan komunikasi terapeutik pasien waham oleh perawat setelah dilakukannya pre test

O2-O1=X1 : Perubahan kenmampuan menilai realita kelompok intervensi sesudah diberikan perlakuan dan sebelum diberikan perlakuan pada pre test

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia: pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien waham yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. 2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Penentuan besarnya sampel yang akan dipakai oleh peneliti menggunakan power analysis dengan effect size 0.60, level of significant (α = 0.05) dan power of test 0.80. berdasarkan table tersebut ditetapkan jumlah sampel 15 orang.

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sample diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah kriteria peneliti dalam menentukan sampel pada penelitian ini adalah: kriteria inklusi, yaitu karakteristik calon sampel


(42)

yang layak diambil untuk penelitian, antara lain pasien baru rawat inap, di kelas III dengan mengkaji terlebih dahulu semua pasien dan bersedia menjadi partisipan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Pemilihan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan merupakan pusat pelayanan gangguan jiwa di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan juga merupakan rumah sakit jiwa pendidikan yang merupakan lahan praktek tenaga kesehatan dan memiliki fasilitas dan jumlah pasien waham yang memadai.

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada bulan Agustus 2011.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan surat izin dari institusi dan rekomendasi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Setelah mendapat izin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Consent) kepada pasien sebagai responden (pasien waham). Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada calon responden. Jika calon responden bersedia untuk dijadikan objek penelitian, maka calon responden


(43)

terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya.

Untuk menjaga kerahasiaann (confidentiality) responden, peneliti tidak mencantumkan nama (anonymity) tetapi hanya mencantumkan nomor responden pada masing-masing lembar pengumpulan atau lembar observasi sebagai kode yang hanya diketahui oleh peneliti.

5. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa lembar observasi. Bagian pertama instrument penelitian berisi mengenai pengumpulan data demografi pasien yan meliputi: nama, jenis kelamin, usia, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, status perkawinan, lama rawat, obat antipsikotik yang dipakai, dan lama sakit.

Lembar observasi digunakan untuk mengukur kemampuan pasien menilai realita baik kemampuan kognitif maupun psikomotor. Penilaian kemampuan kognitif ini dilakukan dengan cara wawancara dan kemampuan psikomotor dengan metode observasi dengan menggunakan lembar kuesioner. Wawancara oleh peneliti dilakukan untuk penilaian kognitif dengan mengajukan 6 pertanyaan terkait kemampuan menilai realita. Setiap 1 pernyataan yang dijawab “Ya” akan diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” akan diberi skor 0. Sehingga nilai tertinggi adalah 6 dan nilai terendah adalah 0. Kemudian dianalisa dengan skala Likert. Untuk rentang score 4-6 dikategorikan “baik” dan rentang 0-3 untuk kategori “kurang baik”.


(44)

Penilaian kemampuan psikomotor dilakukan melalui observasi oleh peneliti dan / atau asisten peneliti. Penilaian hasil observasi dengan pilihan jawaban: SL (selalu) diberi nilai 4, SR (sering) = 3, KD (kadang-kadang) = 2, TP (tidak pernah) = 1 selanjutnya dianalisis dengan skala Likert (baik, cukup, kurang). Lembar observasi dan kuesioner akan diisi oleh peneliti dan atau asisten peneliti, dikarenakan kondisi pasien masih diliputi oleh simptom-simptom psikologis negatif, sehingga tidak memungkinkan untuk klien menjawab secara tepat.

6. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahian suatu instrument. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2005). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrument penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Validitas isi instrument penelitian ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan peneliti dalam makna juga mengandung unsur subjektif tetapi mengacu pada isi yang dikendaki. Uji validitas dilakukan dengan cara mengkoreksi instrumen dilakukan penilaian oleh 2 orang tenaga ahli yang berkompeten dari bagian keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan USU. Berdasarkan uji validitas tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin diukur sesuai dengan teori atau konsep. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa instrument penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.


(45)

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument maka dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji realibilitas instrument ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relative sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003). Uji reabilitas penelitian ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan bantuan komputerisasi. Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner kemampuan kognitif adalah 0.82 dan pada kemampuan psikomotor diperoleh hasil perhitungan 0.78. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya 0,70 atau lebih maka instrument dinyatakan reliable (Polit & Hungler, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner pengaruh pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

7. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara: 7.1. Persiapan

a. Mendapat izin penelitian dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Sumatera Utara)

b. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh dari institusi pendidikan ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan).


(46)

c. Setelah mendapat izin dari RSJ Daerah Provsu Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

d. Menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah dibuat oleh peneliti.

e. Menjelaskan kepada pasien sebagai responden mengenai maksud, tujuan, dan proses penelitian strategi pelaksanaan komunikasi pasien waham yang akan diberikan.

7.2. Pelaksanaan a. Pre Test

Setelah ada persetujuan untuk jadi responden maka dilakukan pengumpulan data terkait dengan identitas responden, kemampuan yang dimiliki responden dalam menilai realita. Kegiatan dilakukan sebelum intervensi penerapan strategi pelaksanaan komunikasi. Hasil pengisian kuesioner dihitung untuk mengukur kondisi sebelum intervensi dilakukan.

b. Pelaksanaan

Dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi yang terdiri dari 3 pelaksanaan komunikasi. Pada setiap pelaksanaan komunikasi peneliti mengajarkan satu cara menilai realita. Kemampuan pasien akan dinilai oleh peneliti pada setiap pelaksanaan komunikasi, yaitu kemampuan untuk melatih sesuai dengan jadwal tentang cara menilai realita yang telah diajarkan dan kemampuan untuk menerapkan cara menilai realita.


(47)

c. Post test

Setelah peneliti melakukan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien, peneliti melakukan penilaian terhadap kemampuan menilai realita baik secara kognitif maupun psikomotor. Hasil yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui pengaruh kemampuan pasien menilai realita setelah pasien diberi intervensi strategi pelaksanaan komunikasi.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah data terkumpul melalui beberapa tahap. Data yag diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang diperoleh dari status pasien dan hasil pengukuran kemampuan menilai realita sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik teradap kemampuan menilai realita pasien.

8.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang meliputi nama, jenis kelamin, usia, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, dan status perkawinan. Dalam bentuk table frekuensi dan persentase.

8.2 Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis kemampuan menilai realita pasien antara pre dan post penerapan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada kelompok intervensi. Adapun uji inferensial yang akan dipakai adalah uji statistic parametric yaitu uji paired t-test yang digunakan untuk membandingkan


(48)

kemampuan menilai realita pre dan post penerapan strategi pelaksanaan komunikasi pasien waham. Uji paired t-test digunakan apabila data yang diperoleh berdistribusi normal. Pada uji paired-t-test tersebut diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian (probabilitas). Kesimpulan hasilnya diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha (α=0.05). Bila nilai p ≤α, maka keputusannya adalah Ha diterima.


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22 Agustus-30 September 2011, terhadap 15 orang responden yang diberikan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

1.1. Analisa Univariat

Analisa univariat pada penelitian ini akan menggambarkan karakteristik demografi (umur, suku, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, lama rawat, obat antipsikotik yang dipakai, lama sakit), kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor.

a. Karakterisitik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi, mayoritas responden rata-rata berusia 39 tahun. Berdasarkan latar belakang suku responden adalah Batak sebanyak 7orang (46,7%). Jenis kelamin perempuan sebanyak 9 orang (60,0%),agama Islam dan Kristen sama banyak yaitu 6 orang (40%). Tingkat pendidikan terakhir responden SD dan SMP sama banyak yaitu 5 orang (33,3%), pada tingkat pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi dalam ketidakmampuan menilai realita dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi dikarenakan


(50)

pengetahuan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ataupun menyelesaikan masalah sehingga perkembangan psikomotor juga terganggu, sehingga pada pasien waham yang juga mengalami gangguan neurobiologis sangat sulit dilakukan perubahan.Berdasarkan latar belakang pekerjaan responden sebanyak 9 orang (60%) tidak bekerja, pada pasien tidak bekerja sejak sebelum mengalami gannguan jiwa atau telah bekerja tapi dapat melanjutkan pekerjaan dikarenakan sakit. Masalah pekerjaan seperti kena pemutusan hubungan kerja, pekerjaan tidak cocok dapat menjadi sumber stres bagi diri seseorang yang dapat berlanjut pada gangguan jiwa. Status perkawinan: tidak kawin sebanyak 8 orang (53,3%), dengan rata-rata lama rawat 28 hari. Pasien yang mengkonsumsi jenis obat 1 yaitu Trihexylpenidile, Chlorpeomazine, Haloperidol, ada sebanyak 7 orang (53,3%), lama sakit 1-6 tahun sebanyak 8 orang (53,3%), dengan lama sakit paling rendah 1 tahun dan lama sakit tertinggi 12 tahun.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur dan Lama Rawat pada Kelompok Intervensi Pasien Waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan.

Karakteristik Demografi Mean Median SD Min Max

Umur 39 Tahun 37 12 23 67


(51)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Karakteristik Responden pada Kelompok Intervensi Pasien Waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan (N=15).

Karakteristik Demografi Kelompok Intervensi

F %

Suku

• Batak 7 46.7

• Jawa 3 20.0

• Melayu 2 13.3

• China 3 20.0

Jenis Kelamin

• Laki-laki 6 40.0

• Perempuan 9 60.0

Agama

• Islam 6 40.0

• Kristen 6 40.0

• Hindu 1 6.7

• Budha 2 13.3

Pendidikan Terakhir

• SD 5 33.3

• SMP 5 33.3

• SMA 4 26.7

• Perguruan tinggi 1 6.7

Pekerjaan

• Tidak bekerja 9 60.0

• Lain-lain 5 40.0

Status Perkawinan

• Kawin 6 40.0

• Janda/Duda 1 6.7


(52)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Karakteristik Responden pada Kelompok Intervensi Pasien Waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan (sambungan).

Obat Antipsikotik yang Dipakai

• Obat 1 8 53.3

• Obat 2 1 6.7

• Obat 3 2 13.3

• Obat 4 2 13.3

• Obat 5 2 13.3

Lama Sakit

• 1-6 tahun 8 53.3

• 7-12 tahun 7 46.7

1.2.Analisa Bivariat

Penelitian ini menggunakan analisa data paired t-test. Uji paired t-test ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan pasien dalam menilai realita yang terdiri dari kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi.

Perbedaan kemampuan kognitif pasien sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi.

Dari hasil uji normalitas Shapiro-Wilk didapat nilai sig data pre-intervensi sebesar 0.64 (p > 0.05) dan 0.138 (p > 0.05) untuk data post-intervensi yang berarti bahwa data berdistribusi normal.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif pada kelompok intervensi sebelum diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 1.4667 dengan standar deviasi 1.06010. Sedangkan rata-rata kemampuan kognitif setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 4.2667 dengan standar


(53)

deviasi 1.53375. Signifikansi kemampuan kognitif kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -2.80000.

Uji statistik paired t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif pre post test kelompok intervensi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai t = -9.459 dan nilai 0.000 (p < 0.05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan kognitif kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi (Tabel 5.3).

Nilai IK 95% adalah -3.43487 s/d -2.16513. Perbedaan kemampuan kognitif pre dan post intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi perbedaan kemampuan kognitif pada kelompok intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

Variabel Mean Mean Standar p value Difference Deviasi

Pre-test 1.4667 -2.80000 1.06010 0.000


(54)

a. Perbedaan kemampuan psikomotor pasien sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi.

Nilai kemaknaan pada uji normalitas Shapiro-Wilk sebesar 0.277 (p > 0.05) untuk pre-intervensi sedangkan post-intervensi menunjukkan nilai kemaknaan sebesar 0.205 (p > 0.05) artinya bahwa data berdistribusi normal.

Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi sebelum diterapkan strategi pertemuan adalah 12.9333 dengan standar deviasi 4.66701. Sedangkan rata-rata kemampuan psikomotor setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 22.0667 dengan standar deviasi 4.58984. Nilai signifikan kemampuan psikomotor kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -9.13333. Perbedaan kemampuan psikomotor pre-post test pada kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.4. Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

Variabel Mean Mean Standar p value Difference Deviasi

Pre-test 12.9333 -9.13333 4.66701 0.000


(55)

1. Pembahasan

1.1. Kemampuan kognitif pasien waham

Kemampuan kognitif pada kelompok yang mendapat strategi pelaksanaan komunikasi menunjukkan nilai signifikansi -2.80000. artinya terjadi peubahan peningkatan rata-rata sebelum dan sesudah intervensi sebesar 2.80000. Pada uji statistik paired t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif pre dan post kelompok intervensi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai t = -9.459 dan nilai 0.000 (p < 0.05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan kognitif kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi. Nilai IK 95% adalah -3.43487 s/d -2.16513. Data ini menunjukkan bahwa rerata kemampuan kognitif sebelum intervensi lebih rendah secara bermakna dari pada setelah intervensi strategi pelaksanaan komunikasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carolina (2008) bahwa perbedaan peningkatan yang jauh lebih tinggi setelah dilakukan intervensi disebabkan oleh karena adanya intervensi strategi pelaksanaan komunikasi sesuai standar sehingga peneliti melakukan asuhan lebih terarah dan memberikan arahan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang diharapkan dimiliki pasien dalam menilai realita pada setiap pertemuan.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi pertama pertemuan mulai dari membantu orientasi realita secara bertahap yaitu dengan membantu menilai keyakinannya sesuai dengan kenyataan mendorong pasien untuk mampu menyadari dan mendorong pasien dapat befikir dalam menilai realita dengan keyakinan-keyakinan pasien yang salah (Towsend, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Carolina (2008) kegiatan yang dilakukan pada sesi kedua mendorong pasien


(56)

untuk menyadari bahwa mereka merasa berguna karena masih memiliki kemampuan dan aspek positif juga mengalihkan pasien dari berpikir yang tidak diinginkan, hingga membantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan positif yang dimiliki dalam jadwal kegiatan harian untuk menanamkan budaya berdisiplin dalam melatih kemampuan pasien mengatasi masalahnya.

Pada sesi ketiga pertemuan meliputi kegiatan mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien mendorong pasien untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi dari sebelumnya, dilanjutkan dengan membantu pasien menyebutkan cara minum obat dengan prinsip 5 benar mendorong pasien untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan prinsip 5 benar. Selanjutnya membantu menyusun jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari yang mendorong pasien untuk berusaha lebih disiplin dan melakukan kegiatan lebih baik dari sebelumnya.Dalam menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan harian pasien sangat dibutuhkan peran peneliti dalam membantu dan selalu mengingatkan pasien (Carolina, 2008).

Ketidakmampuan menilai realita pada pasien waham mengalami perubahan proses pikir, suatu keadaan dimana seseorang mengalami kelainan dalam mengoperasikan kognitif dan aktivitas ( Townsend, 1998). Berdasarkan hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carolina (2008) adanya gangguan kognitif yang dialami pasien maka pasien akan mengalami kesulitan untuk mengingat sesuatu yang dipelajarinya atau gangguan perhatian saat sedang berinteraksi atau melakukan sesuatu, tetapi jika dilakukan intervensi keperawatan, kemampuan pasien untuk menilai realita dapat dipahami pasien.


(57)

Hasil penelitian kemampuan kognitif dalam menilai realita yang telah dilakukan membuktikan hipotesa diterima bahwa ada perbedaan kognitif daam kemampuan menilai realita sebelum dan setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi.

1.2.Kemampuan psikomotor pasien waham

Kemampuan psikomotor pada kelompok yang mendapat strategi pelaksanaan komunikasi menunjukkan nilai signifikansi -9.13333. artinya terjadi peubahan peningkatan rata-rata sebelum dan sesudah intervensi sebesar 9.13333.. Pada uji statistik paired t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan psikomotor pre dan post kelompok intervensi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai t = -7.496 dan nilai 0.000 (p < 0.05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan psikomotor kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi. Nilai IK 95% adalah -11.74649 s/d -6.52017. Data ini menunjukkan bahwa rerata kemampuan kognitif sebelum intervensi lebih rendah secara bermakna dari pada setelah intervensi strategi pelaksanaan komunikasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Caroline (2008) hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan kemampuan psikomotor setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi. Hasil penelitian membuktikan adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah intervensi dilakukan dengan p value < 0.05.

Penelitian yang dilakukan terhadap kemampuan psikomotor yang mendapatkan intervensi, terjadi peningkatan ini dipengaruhi juga komunikasi tentang kejadian yang nyata dan orang-orang yang nyata dengan menggunakan


(58)

pasien. Begitu juga tidak terlepas dari jadwal aktivitas yang telah terjadwal, yang memerlukan perhatian, keterampilan fisik, atau tindakan, mendorong pemikiran yang patologik dapat dihentikan dan juga aktivitas yang memuaskan akan membantu individu untuk tidak menggunakan waktunya dengan pemikiran wahamnya (Townsend, 1998).

Peningkatan ini juga dipengaruhi dengan adanya pemberian pujian atau penguatan positif jika penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas mendorong pasien agar termotivasi untuk melakukan apa yang telah diajarkan yaitu dengan senyuman, persetujuan, pujian dan hadiah sehingga dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan. Berdasarkan hal ini bahwasannya penggunaan penguatan positif perlu dilakukan untuk memunculkan tingkah laku yang diinginkan (Corey 2008). Penelitian yang dilakukan (Caroline, 2008) bahwasannya sangatlah penting mengevaluasi dalam setiap pertemuan yang dilakukan peneliti untuk menilai sejauh mana intervensi yang diberikan.

Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa hipotesis dapat diterima yaitu ada perbedaan kemampuan psikomotor dalam menilai realita sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi. Berdasarkan hasil dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan komunikasi waham dapat meningkatkan kemampuan psikomotor pasien dalam menilai realita.


(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Kesimpulan

1.1. Karakteristik pasien waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Sebanyak 15 orang kelompok intervensi rata-rata berusia 39 tahun, dengan mayoritas suku Batak, jenis kelamin perempuan, agama Islam dan Kristen dengan perbandingan yang sama 6 orang, begitu juga pendidikan terakhir SD dan SMP dengan perbandingan yang sama yaitu 5 orang, mayoritas tidak bekerja dengan status perkawinan tidak kawin,dengan rata-rata lama rawat 28 hari dan obat antipsikotik yang dipakai Chlorpromazine, Haloperidol, Trihexylpenidile dengan lama sakit 1-6 Tahun.

1.2. Perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien waham dalam menilai realita pre-post test pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Hasil uji statistik paired t-test terdapat perbedaan kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor yang signifikan antara pre-post test.


(60)

2. Keterbatasan Penelitian

Pada prosesnya, penelitian ini memiliki keterbatasan khususnya pada tahap pelaksanaan dalam penghitungan waktu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 2 minggu, karena ada 3 orang pengulangan untuk sesi pertemuan pertama dan 2 orang pada sesi pertemuan kedua dan 3 orang pada sesi ketiga sedangkan yang lainnya hanya membutuhkan waktu sehari saja setiap pertemuan. Hal ini diakibatkan setiap pasien memiliki kemampuan dan keterbatasan yang berbeda dalam melakukan setiap pertemuan. Sehingga peniliti melakukan penghitungan pertama observasi setelah pasien benar-benar mampu melakukan setiap sesi pertemuan dengan baik. Begitu juga dalam melakukan intervensi atau tindakan sangat sulit mengubah kemampuan kognitif pasien sehingga kemampuan psikomotor juga sulit untuk dirubah, pada beberapa pasien setelah dilakukan tindakan setiap sesi pertemuan terkadang pasien mengalami perubahan tetapi beberapa hari kemudian pasien kembali seperti sebelum diberikan intervensi sehingga melakukan pengulangan beberapa kali. Peneliti dalam melakukan tindakan pengulangan juga dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan pertimbangan ketersediaan waktu.

3. Rekomendasi

3.1.Bagi Praktek Keperawatan

Hasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi praktek keperawatan tentang pelaksanaan standar asuhan keperawatan jiwa dengan memberikan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham dalam meningkatkan kinerja profesional keperawatan jiwa.


(61)

3.2.Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peningkatan pengetahuan maupun wawasan peserta didik keperawatan tentang pelaksanaan standar keperawatan jiwa dengan memberikan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham dalam meningkatkan kinerja profesional keperawatan jiwa.

3.3.Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan pelaksanaan strategi komunikasi pada pasien waham dalam kemampuan menilai realita. Diharapkan pada peneliti berikutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mengidentifikasi pengaruh lama rawat dan obat yang dikonsumsi pasien waham dalam menilai realita juga perlu diteliti lagi. Selanjutnya juga perlu diteliti pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi pasien waham dalam kemampuan menilai realita dengan menggunakan adanya kelompok pembanding (kontrol) untuk mengontrol ancaman-ancaman terhadap validitas, dan juga melakukan penelitian tentang perbandingan strategi pelaksanaan komunikasi dengan asuhan keperawatan jiwa lainnya pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita.


(62)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Waham 1.1 Defenisi

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2008).

Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007).

Delusi atau waham merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu meyakini sutu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hamper pasti, jelas, tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang memegang keyakinan yang kemungkinan besar bias menjadi salah, seperti keyakinan akan menang lotre. Self -deception (penipuan atau pembodohan diri sendiri ) semacam ini berbeda dengan delusi, setidaknya dalam tiga cara atau tiga hal hal berikut :


(63)

Pertama, self-deception tidaklah secara penuh mustahil, sedangkan waham memang sering begitu. Memang mungkin memenangi lotre, tetapi tidak mungkin bahwa tubuh anda menghilang/melarut atau mengambang di udara.

Kedua, orang yang memiliki self deception ini kadang-kadang memikirkan keyakinan tersebut, tetapi orang yang mengalami waham cenderung terokupasi (dikuasai) keyakinan sendiri. Orang-orang yang mengalami delusi atau waham mencari bukti-bukti untuk mendukung keyakinan mereka, berusaha untuk menyakinkan orang lain, dan melakukan tindakan-tindakan yang didasari keyakinannya itu, seperti mengajukan tuntutan secara hokum melawan orang-orang yang mereka yakini mencoba mengendalikan pikiran mereka.

Ketiga, orang-orang dengan self-deception secara tipikal (khas) mengakui bahwa keyakinan mereka bisa jadi salah, tetapi orang-orang yang mengalami delusi sering kali sangat bertahan untuk mendebat fakta-fakta yang berlawanan (contradicting) dengan keyakinan mereka. Mereka mungkin memandang argumen atau pendapat orang lain yang melawan keyakinan mereka sebagai sebuah konspirasi (persekongkolan) untuk membungkam atau membunuh mereka, dan sebagai bukti benarnya keyakinan mereka (Wiramihardja, 2007).

1.2 Faktor Penyebab Waham pada Pasien Gangguan Jiwa 1.2.1 Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh Towsend 1998 adalah :


(64)

1. Teori Biologis

Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap waham:

a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).

b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.

c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.

2. Teori Psikososial

a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147) menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.


(65)

b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.

c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.

1.2.2

1. Biologis

Faktor Presipitasi

Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.

Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa derajat lobus temporal €tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori


(66)

pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam Purba dkk, 2008).

2. Stres Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

3. Pemicu Gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.

Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, 1.3 Sumber Koping


(67)

ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.

1.4 Tanda dan Gejala Waham

Menurut Kaplan dan shadok( 1997): 1. Status Mental

a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.

b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.

c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga

d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal

e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.


(68)

f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

2. Sensorium dan kognisi

a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.

b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)

c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek. d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,

keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009):

a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang emas”.

b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.

c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.


(69)

Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari”.

d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa ia sakit kanker.)

e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kadaan nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”

2. Kemampuan Pasien

Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan menentukan persepsi, respons emosi dan perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan. Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas (RTA). Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut.

1. Daya Nilai Sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar (situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam kehidupan sosial budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau kepribadian antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.


(70)

2. Uji Daya Nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan (Kaplan dan Shadock, 1997)

Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk menerima realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul. Perbedaan (discrepancy) antara impuls-impuls, harapan-harapan dan ambisi seseorang bias dilihat di pihak lain, kesempatan dan kemampuan yang bersifat aktual di pihak lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada dasarnya kita dapat menghadapi dua pihak yang bertentangan antara keinginan dan kenyataan (Wiramihardja, 2007).

Pada orang-orang yang tidak normal, keinginan dan harapan seringkali terlalu jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini disebabkan oleh orientaasi orang tersebut terlalu bersifat subyektif atau terhadap dirinya sendiri saja. Orang-orang dewasa atau normal dalam membuat suatu keputusan bahkan merumuskan keinginan senantiasa memperhatikan mengenai kemungkinan suatu keinginan tercapai. Artinya, mempertimbangkan realitas, orientasi bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga pada pihak-pihak lain yang tersangkut. Sebaliknya, pada mereka yang kurang sehat mental, antara keinginan dan kenyataan tidak banyak berbeda, sehingga tidak memperlihatkan adanya motivasi dan usaha (Wiramihardja, 2007).

Pada mereka yang dinilai tidak mampu mengenali realitas, sering melakukan apa yang disebut oleh Freud sebagai defends mechanism. Defends mechanism ini bersifat alamiah dan timbul karena individu berkeinginan untuk mempertahankan diri dari ancaman-ancaman yang timbul dari realitas yang tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-bentuk defends mechanism semakin hari semakin


(71)

banyak, karena pada dasarny manusia ingin bertahan dari jenis-jenis ancaman tersebut. Jenis-jenis ancaman ini akan bertambah banyak pada kehidupan yang lebih kompleks atau modern, diantaranya:

1. Denial, yaitu menolak, dalam bentuk melupakan atau melakukan tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan suatu realitas yang tidak menyenangkannya.

2. Fantasi, yaitu realitas-realitas yang tidak menyenangkan ia persepsikan justru sebagai hal yang menyenangkan.

3. Projection, yaitu menumpahkan pengalaman dan penghayatan atau ingatan yang tidak menyenangkan di dalam dirinya pada hal lain atau pihak lain.

4. Kompensasi, yaitu melakukan tindakan untuk “mengurangi atau menyembunyikan “kekurangan yang dirasakannya.

Kompensasi berlebih atau “over compensation” merupakan istilah yang lebih penting dalam wacana gangguan kejiwaan, yang berarti tindakan berlebihan (Wiramihardja, 2007).

Menurut Keliat (1998), gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Hal ini disebabkan karena terganggunya fungsi kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu


(72)

yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tangan) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).

3. Strategi Pertemuan pada Pasien Waham 3.1 Defenisi

Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani, dalam asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham.

3.2 Tujuan

1. Pasien dapat berorientasi pada realitas secara bertahap 2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar

3. Pasien mampu berinteraksi denan orang lain dan lingkungannya 4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3.3Tindakan

1. Membina Hubungan saling percaya

Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat, tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya, yaitu

a. Mengucapkan salam terapeutik b. Berjabat tangan

c. Menjelaskan tujuan interaksi


(73)

2. Membantu orientasi realitas

a. Tidak mendukung atau membantah waham b. Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman

c. Mengobservasi pengaruh waham pada aktifitas sehari-hari

d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.

e. Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.

3. Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimblkan kecemasan, rasa takut da marah.

4. Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien

5. Mendikusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki 6. Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki 7. Mendiskusikan tentang obat yang diminum

8. Melatih minum obat yang benar (Keliat & Akemat, 2009). 3.4 Pembagian Strategi Pertemuan (SP) Pasien Waham

SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidetifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

SP 2 pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktikannya.


(74)

SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar. Strategi Pertemuan Pada Pasien Waham

NO Kemampuan / Kompetensi

A Kemampuan Merawat Pasien

1. (SP1)

1. Membantu orientasi realita

2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi 3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 2.

(SP2)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki 3. Melatih kemampuan yang dimiliki

3. (SP3)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

3.5 Evaluasi

Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien atau kemampuan, hasil yang diharapkan dari pasien yang mengalami waham setelah diberikan tindakan keperawatan.


(75)

a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan b. Berkomunikasi sesuai dengan kenyataan


(76)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia daya tiliknya berkurang dimana pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Tomb, 2003 dalam Purba, 2008).

Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas, merasa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap kejadian, kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi pembenaran personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain ( Purba, 2008 ).

Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan 0,025 sampai 0,03 persen. Usia onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset dari 18 tahun sampai 90 tahunan, terdapat lebih banyak pada wanita. Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Di Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada


(77)

sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Waham seperti yang digambarkan di atas terjadi pada 65 % dari suatu sampel besar lintas negara ( Sartorius & jablonsky, 1974 dalam Davison, 2006).

Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010, pasien gangguan berjumlah 15.720 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia adalah sebanyak 12.021 orang (76,46%). Pasien gangguan jiwa yang di rawat inap berjumlah 1.949 orang, sedangkan untuk pasien rawat inap yang mengalami skizofrenia paranoid sebanyak 1.758 orang (90,20%). Pasien rawat inap yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik dengan gejala curiga berlebihan, sikap eksentrik, ketakutan, murung, bicara sendiri, galak dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan tanda dari skizoprenia dengan prilaku waham sesuai dengan jenis waham yang diyakininya (Medical Record, 2010).

Tindakan perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan pada pasien waham memiliki beberapa terapi yang digunakan salah satunya yaitu terapi modalitas, dimana terapi modalitas yang umum dilaksanakan adalah terapi bermain, terapi aktivitas kelompok (TAK), terapi individual, terapi keluarga, terapi milieu, terapi biologis, intervensi krisis, hipnosis, terapi perilaku, terapi singkat dan terapi pikiran jasmani rohani. Dalam terapi individual, tindakan praktek keperawatan pada pasien waham adalah pembentukan hubungan yang terstruktur dan satu persatu antara perawat dengan klien untuk mencapai perubahan pada diri klien, mengembangkan suatu pendekatan yang unik dalam rangka menyelesaikan konflik,


(78)

dan mengurangi penderitaan serta untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu dengan pemberian asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010)

Adapun standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien dalam keperawatan jiwa yaitu strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik. Dalam melakukan strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat tahap tersebut yaitu tahap prainteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Dalam membina hubungan teraupetik perawat- klien, diperlukan ketrampilan perawat dalam berkomunikasi untuk membantu memecahkan masalah klien. Perawat harus hadir secara utuh baik fisik maupun psikologis terutama dalam penampilan maupun sikap pada saat berkomunikasi dengan klien (Riyadi, 2009).

Telah banyak penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang berhubungan dengan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik yaitu tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap interaksi gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa, pengaruh pelaksanaan standar asuhan keperawatan halusinasi terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam mengontrol halusinasi, dan pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku kekerasan dalam mengendalikan perilaku, tetapi penelitian tentang pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan agar pasien waham mampu mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan, berkomunikasi sesuai kenyataan dan dapat menggunakan obat dengan benar dan patuh setelah di lakukan strategi pelaksanaaan komunikasi terapeutik


(79)

(Wawancara dengan Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, 2011).

Sebagaimana telah diketahui bahwa kebanyakan pasien gangguan jiwa yang mengalami waham terjadi gangguan orientasi realita sehingga pasien tidak mampu menilai dan berespon secara realita. Dari pengamatan selama ini yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan strategi pelaksanaan strategi komunikasi terapeutik sering sekali perawat kesulitan untuk melakukan strategi pertemuan terhadap pasien waham yang mengalami gangguan orientasi realita, karena perawat sulit untuk berupaya dalam mengidentifikasi isi ataupun jenis waham, sehingga mengakibatkan bahkan lebih menguatkan waham pasien sehingga perawat mengalami kesulitan memberikan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham. Dan dari informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan Pihak Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara (2011), bahwasannya Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara belum memiliki prosedur tetap dan melaksanakan standar asuhan keperawatan yaitu strategi pertemuan pada pasien waham yang mengalami gangguan orientasi realita. Sehingga timbul keinginan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Tujuan Penelitian 2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh strategi pertemuan pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.


(80)

2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik pasien waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

2. Mengetahui kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita sebelum dan sesudah diberikan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui ”bagaimanakah pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Medan.

4. Manfaat Penelitian 4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data atau informasi bagi peningkatan praktek keperawatan khususnya pengembangan ilmu keperawatan jiwa pada pasien waham dalam penerapan pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan menilai realita.

4.2Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peningkatan pengetahuan maupun wawasan peserta didik keperawatan tentang pelaksanaan standar keperawatan jiwa dengan memberikan pelaksanaan komunikasi


(81)

terapeutik pada pasien waham dalam meningkatkan kinerja profesional keperawatan jiwa.

4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi peneliti berikutnya yang terkait dengan pengaruh pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita.


(1)

2.4.Pembagian Strategi Pertemuan Pasien Waham ... 18

2.5.Evaluasi Strategi Pertemuan Pasien Waham ... 19

Bab 3. Kerangka Penelitian ... 20

1. Kerangka Konseptual ... 20

2. Defenisi Operasional ... 22

3. Hipotesa penelitian ... 25

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 26

1. Desain Penelitian ... 26

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4. Pertimbamgan Etik Penelitian ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29

6. Validitas dan Reliabilitas ... 30

7. Pengumpulan Data ... 31

8. Analisa Data ... 33

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 35

1.1. Analisa univariat ... 35

1.2. Analisa bivariat ... 38

2. Pembahasan ... 40

2.1. Kemampuan kognitif pasien waham ... 40

2.2. Kemampuan psikomotor pasien waham ... 42

Bab 6. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan ... 45

1.1.Karakteristik pasien waham ... 45

1.2.Perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor kelompok intervensi ... 45


(2)

3. Rekomendasi ... 46

3.1. Bagi praktek keperawatan ... 46

3.2.Bagi pendidikan keperawatan ... 46

3.3.Bagi penelitian selanjutnya ... 47

Daftar Pustaka ... 48 LAMPIRAN:

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Taksasi Dana

4. Jadwal Tentative Penelitian

5. Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi

6. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan

7. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan

8. Lembar Pemberian Izin Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan

9. Lembar Uji Validitas

10.Analisa Reliabilitas Instrumen 11.Analisa Data

12.Daftar Riwayat Hidup


(3)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka konseptual pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita ... 21 Skema 4.1. Skema Desaian Penelitian ... 26


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Strategi Pertemuan Pasien Waham ... 19 Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 22 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur dan Lama Rawat ... 36 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Karakteristik Responden pada Kelompok Intervensi Pasien waham ... 36 Tabel 5.3. Distribusi Perbedaan Kemampuan Kognitif pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Setelah dilakukan Strategi Pelaksanaan Komunikasi ... 39 Tabel 5.4. Distribusi Perbedaan Kemampuan Psikomotor pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Setelah dilakukan Strategi Pelaksanaan Komunikasi ... 40


(5)

Judul : Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

Peneliti : Era Zana Nisa

NIM : 101121065

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2011/2012

Abstrak

Waham merupakan salah satu masalah keperawatan utama yang sering ditemukan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan. Untuk mengatasi masalah waham, perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan menggunakan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik waham. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien waham dalam menilai realita dengan menggunakan uji t-test. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian desain One Group Pretest Posttest, dengan jumlah sampel 15 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Intervensi yang dilakukan adalah dengan menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi untuk melaksanakannya pada kelompok intervensi yang terdiri dari tiga sesi pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur kemampuan kemampuan kognitif dengan metode wawancara dan lembar observasi penilaian kemampuan psikomotor yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian paired-test menunjukkan hasil yaitu p = 0.000 (p < 0.05), artinya ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita pre-post

test pada kelompok intervensi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan

strategi pelaksanaan komunikasi waham dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita. Disarankan peneliti berikutnya untuk meneliti pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi pasien waham dalam kemampuan menilai realita dengan menggunakan kelompok banding (kontrol).

Kata kunci: Waham, strategi pelaksanaan komunikasi, kemampuan kognitif dan psikomotor.


(6)

Title : Effect of Implementation of the Communication on Patient delusion Terapeutik Assessing Capabilities Against Reality in Mental Hospital Medan Provsu

Researcher : Era Zana Nisa

NIM : 101121065

Faculty : Nursing University of North Sumatra Academic Year : 2011/2012

Abstract

Delusion is one of the major nursing issues that are often found in patients with psychiatric disorders in Pemprovsu Regional Mental Hospital Medan. To overcome the problem of delusions, the nurse may provide nursing action using therapeutic communication strategies for the delusional. This study aims to determine the effect of the implementation of communication strategies to assess the ability of patients with delusions of reality by using t-test. Research conducted a study One Group Pretest posttest design, with a total sample of 15 people by using purposive sampling technique. Intervention is to implement strategies for the communication to implement the intervention group consisting of three sessions. The instrument used was a questionnaire to measure the ability of cognitive ability by the method of interview and observation sheet psychomotor skills assessment that has tested the validity and reliability. Paired-test results showed that p = 0.000 (p < 0.05), meaning that there are differences in cognitive and psychomotor skills of patients in assessing the reality of pre-post test in the intervention group. The conclusion of this research is the application of communication strategies for delusions may help improve cognitive and psychomotor skills in assesing the patient’s reality. Suggested next researcher to investigate the influence of the implementation of communication strategies in the ability to assess the patient's delusional reality by using the comparative group (controls).

Key words: delusion, implementation of communication strategies, cognitive and psychomotor abilities.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

20 113 94

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap Kemampuan Pasien Perilaku Kekerasan dalam Mengendalikan Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

4 37 83

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi pada Pasien Harga Diri Rendah terhadap Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan Harga Diri di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

17 106 93

Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Waham Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (Studi Deksriptif Mengenai Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Waham Dalam Proses Penyembuhan Di Rumah Sakit Jiwa provinsi Jawa Barat )

0 2 1

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 11

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 2

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 6

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 14

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 2

Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

0 0 31