Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi pada Pasien Harga Diri Rendah terhadap Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan Harga Diri di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan

(1)

PENGARUH STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI

TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN HARGA DIRI RENDAH

DALAM MENINGKATKAN HARGA DIRI DI RUMAH SAKIT

JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh

Rivo A. Simanjorang

071101059

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus atas kasih karunianya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah dalam Meningkatkan Harga Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Jenni Marlindawani Purba, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang bermanfaat bagi peneliti. Terimakasih juga atas pasrtisipasi Ibu yang telah memvalidasi kuesioner penulis.

5. Ibu Sri Eka Wahyuni, S,Kp, M.Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan, kritik dan saran bagi peneliti.


(4)

6. Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan yang telah memberikan izin kepada penulis agar dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah provsu Medan.

7. Teristimewa kepada keluargaku yang tercinta, Ibu, Ayah dan adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan spritual kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga buat keluarga R.pangaribuan, Nantulang, Revelino, Natalia, dewi dan Yulia yang selalu mengerti dan memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis selama penelitian.

8. Teman-temanku yang sangat kusayangi, khususnya Juliana, Leloisa, Siti dan Lina yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih juga buat appiriku, Debora atas doanya. Buat TKKq kak Graze, Wali, Wahyu, Etha, Mei yang masih memberikan semangat buat penulis.

9. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2007 yang telah memberi dorongan dan semangat bagi penulis demi terselesainya skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.


(5)

DAFTAR ISI

Judul ... i

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Prakata ... ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN. ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 3

2.1 Tujuan umum... 3

2.2 Tujuan khusus ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 3

4.1 Bagi praktek keperawatan ... 4

4.2 Bagi pendidikan keperawatan... 4

4.3 Bagi penelitian selanjutnya ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. Konsep Harga Diri ... 5

1.1 Defenisi harga diri ... 6

1.2 Konsep harga diri ... 6

1.3 Aspek-aspek harga diri... 8

2. Konsep Harga Diri Rendah ... 9

2.1 Defenisi harga diri rendah ... 9

2.2 Proses terjadinya harga diri rendah ... 11

2.3 Tanda dan gejala harga diri rendah ... 12

2.4 Pohon masalah ... 12

2.5 Masalah keperawatan ... 13

3. Strategi Pelaksanaan Komunikasi ... 13

3.1 Pengertian strategi pelaksanaan komunikasi ... 13

4. Konsep Kemampuan ... 1

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 19

1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

2. Defenisi Operasional ... 21

5. Hipotesa Penelitian ... 21

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 22


(6)

2. Populasi dan Sampel ... 23

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4. Pertimbangan Etik ... 27

5. Instrumen penelitian ... 27

6. Uji validitas ... 28

7. Uji reliabilitas ... 28

8. Pengumpulan data ... 28

9. Analisa data ... 33

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

1. Hasil Penelitian ... 36

1.1. Analisa univariat ... 36

1.2. Analisa bivariat ... 38

2. Pembahasan ... 45

2.1. Kemampuan kognitif harga diri rendah ... 45

2.2. Kemampuan psikomotor harga diri rendah ... 48

BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 51

1. Kesimpulan ... 51

2. Keterbatasan Penelitian ... 53

3. Rekomendasi ... 54

3.1. Kemampuan kognitif harga diri rendah ... 54

3.2. Kemampuan psikomotor harga diri rendah ... 54

2.3. Kemampuan kognitif harga diri rendah ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

Lampiran-lampiran

1. Survey Awal 2. Izin Survey Awal 3. Izin Pengambilan Data

4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 5. Kuesioner Penelitian

6. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan 7. Uji Normalitas

8. Data Demografi Kelompok Intervensi 9. Data demografi Kelompok Kontrol 10. Uji t-test

11. Persentasi Tingkat Kemampuan Pasien 12. Jadwal Tentatif Penelitian


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. : Strategi pelaksanaan komunikasi ...11 Tabel 2. : Defenisi operasional ...17 Tabel 3. : Distribusi frekwensi karakteristik demografi berdasarkan

lama rawat kelompok kontrol dan kelompok

intervensi...34 Tabel 4. : Distribusi frekwensi karakteristik demografi berdasarkan

usia kelompok kontrol dan kelompok intervensi... 35 Tabel 5. : Distribusi frekwensi karakteristik responden pada kelompok

intervensi dan kontrol pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan (N=22). ...35 Tabel 6. : Distribusi perbedaan kemampuan kognitif pada kelompok

kontrol sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi...37 Tabel 7. : Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor pada kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi...38 Tabel 8. : Distribusi perbedaan kemampuan kognitif pada kelompok

intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi

pelaksanaan komunikasi...39 Tabel 9. : Distribusi frekwensi karakteristik demografi berdasarkan

lama rawat kelompok kontrol dan kelompok

intervensi... 40 Tabel 10. : Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi...40 Tabel 11. : Distribusi perbedaan kemampuan kognitif kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test. ...41 Tabel 12. : Distribusi kemampuan kognitif dalam meningkatkan harga diri kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test....45 Tabel 13. : Distribusi kemampuan psikomotor dalam meningkatkan harga diri kelompok kontrol dan kelompok intervensi


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema.1 Kerangka Konseptual Penelitian... ...11 Skema.2 Desain penelitian pre-post test control group... 20


(9)

Judul : Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi pada Pasien Harga Diri Rendah terhadap Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan Harga Diri di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan.

Peneliti : Rivo Agriani Simanjorang

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2010/2011

Abstrak

Harga diri rendah merupakan salah satu masalah keperawatan utama yang sering ditemukan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Untuk mengatasi masalah harga diri rendah, perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan menggunakan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik harga diri rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri dengan menggunakan uji t-test. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) menggunakan desain pre-post, dengan jumlah sampel 22 orang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing berjumlah 11 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Intervensi yang dilakukan adalah dengan menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi untuk melaksanakannya pada kelompok intervensi yang terdiri dari dua sesi pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur kemampuan kognitif dengan metode wawancara dan lembar observasi penilaian kemampuan psikomotor yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian unpaired-test menunjukkan hasil yang sama yaitu p = 0.000 (p < 0.05), artinya ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor paasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan startegi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri.

Kata kunci: Harga diri rendah, strategi pelaksanaan komunikasi, kemampuan


(10)

Title : The effect of communication strategy to the ability of patient with self-esteem disorder on improving self-esteem in Sumatera Utara Pshychiatric Hospital Medan.

Name : Rivo Agriani Simanjorang NIM : 071101059

Faculty : Nursing

Abstract

Self-esteem disorder is one of the major nursing issues that are often found in patient with mental disoreder at Sumatera Utara Pshyciatric Hospital Medan. To overcome the problem, the nurse may provide nursing action by using thraupetic communication strategy for the patient with self-esteem disorder. The major aim of this study is to determine the effect of communication strategy to the ability of patient with self-esteem disorder on improving self-esteem by using t-test. The designed of this research is quasi-experiment studies by using pre-post designed. The sample is 22 people that devided into intervention group and control group wich each group is 11 people by using purposive sampling technique. There are two instrument that used in this research namely quesionnaire to measure cognitive ability by using interviewing method and observation sheet to measure psychomotor ability that have tested the validity and reliability. According to unpaired t-test of measurement cognitive and psychomotor abilities showed the similar value of p = 0.000 (0.005). It’s mean that there are differences in cognitive and psychomotor ability on improving self esteem pre-post test between control group and intervention group. The conclution of this research is the implementation of communication strategy for the patient with self-esteem disoreder can help improve cognitive and psychomotor abilities in increasing self-esteem.

Key words: Self-esteem, communication strategy, cognitive and psychomotor abilities.


(11)

Judul : Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi pada Pasien Harga Diri Rendah terhadap Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan Harga Diri di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan.

Peneliti : Rivo Agriani Simanjorang

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2010/2011

Abstrak

Harga diri rendah merupakan salah satu masalah keperawatan utama yang sering ditemukan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Untuk mengatasi masalah harga diri rendah, perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan menggunakan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik harga diri rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri dengan menggunakan uji t-test. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) menggunakan desain pre-post, dengan jumlah sampel 22 orang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing berjumlah 11 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Intervensi yang dilakukan adalah dengan menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi untuk melaksanakannya pada kelompok intervensi yang terdiri dari dua sesi pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur kemampuan kognitif dengan metode wawancara dan lembar observasi penilaian kemampuan psikomotor yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian unpaired-test menunjukkan hasil yang sama yaitu p = 0.000 (p < 0.05), artinya ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor paasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan startegi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri.

Kata kunci: Harga diri rendah, strategi pelaksanaan komunikasi, kemampuan


(12)

Title : The effect of communication strategy to the ability of patient with self-esteem disorder on improving self-esteem in Sumatera Utara Pshychiatric Hospital Medan.

Name : Rivo Agriani Simanjorang NIM : 071101059

Faculty : Nursing

Abstract

Self-esteem disorder is one of the major nursing issues that are often found in patient with mental disoreder at Sumatera Utara Pshyciatric Hospital Medan. To overcome the problem, the nurse may provide nursing action by using thraupetic communication strategy for the patient with self-esteem disorder. The major aim of this study is to determine the effect of communication strategy to the ability of patient with self-esteem disorder on improving self-esteem by using t-test. The designed of this research is quasi-experiment studies by using pre-post designed. The sample is 22 people that devided into intervention group and control group wich each group is 11 people by using purposive sampling technique. There are two instrument that used in this research namely quesionnaire to measure cognitive ability by using interviewing method and observation sheet to measure psychomotor ability that have tested the validity and reliability. According to unpaired t-test of measurement cognitive and psychomotor abilities showed the similar value of p = 0.000 (0.005). It’s mean that there are differences in cognitive and psychomotor ability on improving self esteem pre-post test between control group and intervention group. The conclution of this research is the implementation of communication strategy for the patient with self-esteem disoreder can help improve cognitive and psychomotor abilities in increasing self-esteem.

Key words: Self-esteem, communication strategy, cognitive and psychomotor abilities.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Harga diri adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998). Menurut klasifikasi Diagnostic and Statisyical Manual of Mental Disorder Text Revision (DSM IV, TR 2000), harga diri rendah merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kategori gangguan kepribadian (Videbeck, 2008).

World Health Organitation tahun 2001 menyatakan paling tidak 1 dari 4 orang atau sekitar 450 juta orang terganggu jiwanya. Sedangkan menurut Dharmono (2007), penelitian yang dilakukan World Health Organitation di berbagai negara menunjukkan bahwa sebesar 20 – 30 % pasien yang datang ke pelayanan kesehatan menunjukkan gejala gangguan jiwa. Departement of Human Service (1999), memperkirakan 51 juta penduduk Amerika didiagnosis mengalami gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000 mencapai 2,5 juta orang. Berdasarkan data medical record di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan yang diperoleh melalui survei pendahuluan tercatat bahwa jumlah pasien gangguan jiwa kategori skizofrenia paranoid sebanyak 1.814 pasien rawat inap yang keluar masuk dan 23.522 pasien rawat jalan. Sedangkan tahun 2009 tercatat sebanyak 1.929 pasien rawat inap yang keluar masuk dan 12.377 pasien rawat jalan. Sementara jumlah pasien yang mendErita skizofrenia paranoid sebanyak 1.581 pasien rawat inap dan 9.532 pasien rawat jalan.


(14)

Strategi pelaksanaan komunikasi adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Strategi pelaksaan komunikasi pada pasien harga diri rendah mencakup kegiatan yang dimulai dari mengidentifikasi hingga melatih kemampuan yang masih dimiliki pasien sehingga semua kemampuan dapt dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien (Keliat, 2009).

Pada studi pendahuluan, peneliti memperoleh data bahwa jumlah pasien harga diri rendah sebanyak 26 orang dari total 44 orang atau sekitar 59,2% yang dirawat di ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan. Pelaksanaan strategi pertemuan komunikasi terapeutik hanya dilakukan oleh mahasiswa keperawatan dan belum ada evaluasi tentang keefektifan dari tindakan tersebut. Sejauh ini, belum ada literatur tentang pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Carolina terhadap pasien halusinasi menunjukkan bahwa dengan penerapan asuhan keperawatan halusinasi yang sesuai standar dapat membantu meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi (Carolina, 2008). Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.


(15)

2. Tujuan Penelitian

2.1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa daerah Provsu Medan.

2. Mengetahui kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. 3. Mengetahui kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam

meningkatkan harga diri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

4. Mengetahui perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan?


(16)

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi praktek keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi perawat jiwa tentang keefektifan penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri.

4.2. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi perkembangan kurikulum keperawatan jiwa khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan profesional jiwa bagi pasien dengan masalah utama harga diri rendah.

4.3. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan pelaksanaan strategi komunikasi pada pasien dengan gangguan harga diri rendah.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Harga Diri

1.1. Pengertian harga diri

Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan (Coopersmith, 1998).

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Secara singkat, harga diri adalah personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.

1.2. Pembentukan harga diri

Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).


(18)

Harga diri mengandung pengertian”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji individu yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.

1.3. Aspek-aspek harga diri

Coopersmith (1998) membagi harga diri kedalam empat aspek yaitu: 1) Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.

2) Keberartian (significance)

Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.

3) Kebajikan (virtue)

Ikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

4) Kemampuan (competence)


(19)

2. Konsep Harga Diri Rendah

2.1. Defenisi harga diri rendah

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadp diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998). Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.

Harga diri meningkat bila diperhatikan/dicintai dan dihargai atau dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi/positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Yoseph, 2009).

2.2. Proses terjadinya harga diri rendah

Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam http:www.tqm.com) menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu


(20)

mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu: 1) Memberikan kesempatan berhasil

2) Menanamkan gagasan 3) Mendorong aspirasi

4) Membantu membentuk koping

Menurut Fitria (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

2.2.1. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistis.

2.2.2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, mengalami kegagalan serta menurunya produktivitas.

Sementara menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga


(21)

menyebabkan rendahnya harga diri seseorang diakibatkan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang mengharagai klien dan keluarga. Sedangkan gangguan harga diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.

Menurut Peplau dan Sulivan dalam Yosep (2009) mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan, lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

Caplan (dalam Keliat 1999) mengatakan bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

2.3. Tanda dan gejala harga diri rendah

Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah: a. Mengkritik diri sendiri.


(22)

c. Pandangan hidup yang pesimis. d. Penurunan produkrivitas.

e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah.

2.4. Pohon masalah

Sumber: Yosep (2009).

Skema 2.4. Pohon masalah harga diri rendah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Traumatik Tumbuh Kembang


(23)

2.5. Masalah keperawatan

Adapun masalah keperawatan yang muncul keperawatan yang muncul adalah: 1) Harga diri rendah kronid

2) Koping individu tidak efektif 3) Isolasisosial

4) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi 5) Resiko tinggi perilaku kekerasan.

3. Strategi Pelaksanaan Komunikasi

3.1. Pengertian strategi pelaksanaan komunikasi

Strategi pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperwatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan harga diri rendah dilakukan dalam dua sesi pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalahnya ke dalam jadwal kegiatan. Strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah terdiri dari dua sesi petemuan yaitu sesi pertemuan pertama (SP1) dilakukan pada sesi pertama dan sesi pertemuan kedua (SP2).

Kegiatan yang dilakukan pada SP1 adalah mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilihdan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana jadwal pelaksanaan


(24)

harian pasien. Sedangkan kegiatan yangdilakukan pada SP2adalah melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki dapat meningkatkan harga diri pasien.

No. Kemampuan/Kompetensi A Kemampuan Merawat Pasien 1.

(SP1)

1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.

2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat

dilakukan.

3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilakukan sesuai

dengan kemampuan pertama pasien.

4. Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih. 5. Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.

6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. 2.

(SP2)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Melatih kemampuan kedua.

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Sumber: Purba, dkk(2008).

Table 3 : Strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah

Adapun tujuan tindakan keperawatan jiwa pada pasien harga diri rendah adalah sebagai berikut:

a) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. b) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

c) Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan.

d) Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih yang dipilih sesuai dengan kemampuan.

e) Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai dengan kemampuan.

f) Pasien dapat melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan jadwal pelaksanaan.


(25)

Tindakan keperawatan keperawatan jiwa yang dilakukan pada pasien harga diri rendah adalah sebagai berikut:

a) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. Untuk membantu pasien mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

1) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positifyang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan di rumah.

2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.

b) Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara-cara berikut.

1) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuannya yang masih dapat digunakan saat ini.

2) Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.

3) Perlihatkan respon yang kondusif dan upayakan menjadi pendengar yang aktif.

c) Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang dilatih. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih sebagai kegiatanyang akan pasien lakukan sehari-hari.

2) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat pasien lakukan dengan bantuan minimal.

d) Latih kemampuan yang dipilih pasien dengan cara berikut.


(26)

2) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan.

3) Berikan dukungan dan pujian setiap kegitan yang dapat dilakukan pasien.

e) Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih. 1) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih.

2) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.

3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan.

4) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telahdilatih.

5) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah melakukan kegiatan.

4. Konsep kemampuan

4.1. Pengertian kemampuan

Menurut Chaplin (1997, dalam ability

(kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya/ kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut

Robbins (2000, dalam

merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

Robbin menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu: 1) Kemampuan intelektual (Intelectual ability)


(27)

2) Kamampuan fisik (physical ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Skiner (1938) seorang ahli psikolog, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo ( 2007), membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah dan kawasan, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007 menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk meningkatkan harga diri dimulai dari pengetahuan pasien dalam menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan dan menyusun jadwal pelaksanaan


(28)

kemampuan pertama yang akan dilatih. Setelah itu, pasien diajarkan latihan kemampuan pertama dan kedua yang telah dipilih, melaksanakan kemampuan yang telah dilakukan dan melakukan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaan kemampuan. Agar pasien mampu meningkatkan harga diri mereka baik secara kognitif maupun psikomotor secara mandiri maka perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya budaya pasien untuk meningkatkan harga diri mereka. Jadwal yang telah ditetapkan bersama pasien akan dievaluasi oleh perawat secara terus-menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri.


(29)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antar konsep satu terhadap konsep yang lainnya dan masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan terhadap kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Penelitian ini terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan masalah gangguan harga diri rendah dengan melakukan pendekatan pre-test dan post-test.

Skema 3.1 : Kerangka konseptual penelitian pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan kemampuan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Pre-test

Kondisi awal kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri

Post-test

Kondisi akhir kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri

Strategi Pelaksanaan Komunikasi 1. SP1 (melatih kemampuan pertama) 2. SP2 (melatih kemampuan kedua)


(30)

2. Defenisi operasional

Tabel 2 : Defenisi operasional

No. Variabel Defenisi Alat ukur

Hasil ukur Skala

1. Strategi

pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah (sebagai variabel bebas). Pelaksanaan asuhan keperawatan harga diri rendah yang terdiri dua sesi pertemuan:

Pertemuan1:

Mengidentifikasi dan menilai aspek positif, melatih kegiatan sesuai kemampuan.

Pertemuan 2:

Evaluasi kemampuan pertama, melatih dan melakukan kegiatan lain sesuai jadwal. Modul kegiatan 1.Diterapkan strategi pelaksanaan (kelompok intervensi). 2. Tidak diterapkan strategi pelaksanaan (kelompok kontrol). Nomin al

2. (Variabel

Independen) Kemampuan pasien dalam meningkatka n harga diri.

Kemampuan yang dimiliki pasien untuk meningkatkan harga diri dengan melatih dan melakukan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaan Wawan-cara dan Observa si dengan menggu nakan kuesion er Jumlah jawaban dengan isian: - Ya = 1 - Tidak = 0

Ordi-nal

a.Kemampua n kognitif.

Kemampuan pasien dalam menyebutkan dan menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, memilih kegiatan sesuai kemampuan, dan menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan. Wawanc ara Nilai Kognitif: 0-6

4 – 6: Baik 0– 3: Kurang baik Ordi-nal b.Kemampu an psikomotorik Respon yang ditampilkan pasien untuk melatih kemampuan yang dimiliki secara terjadwal. Observa si

Mandiri : 18 – 24

Bantuan : 12 – 17

Tergantung: 6 – 11

Ordi-nal

3. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan tujuan khusus yang telah dibahas pada bab I, maka dapat dirumuskan tiga hiotesa dalam penelitian ini, yaitu:


(31)

1. Ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Povsu Medan.

2. Ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Povsu Medan.

3. Ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol dan kemompok psikomotor di Rumah Sakit Jiwa Daerah Povsu Medan.


(32)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data observasi eksperimental dengan pendekatan pre-post test untuk mengidentifikasi pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri pasien. Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu kelompok intervensi adalah kelompok yang mendapat intervensi strategi pelaksanaan komunikasi dan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapat intervensi strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah.

Pada awal penelitian, kedua kelompok diawali dengan melakukan pre-test untuk mengidentifikasi kondisi kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri. Kemudian kelompok intervensi diberikan strategi pelaksanaan komunikasi sementara kelompok kontrol tanpa pemberian strategi pelaksanaan komunikasi. Pada tahap akhir dilakukan post-test pada kedua kelompok untuk mengidentifikasi kondisi kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri untuk kedua kelompok. Dari uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka penelitian dalam tabel berikut ini:


(33)

Pre test Post test

X

Skema 2. Desain penelitian pre-post test control group.

Keterangan:

O1 : Kemampuan pasien meningkatkan harga diri kelompok intervensi pada pre test.

O2 : Kemampuan pasien meningkatkan harga diri kelompok intervensi pada post test.

O3 : Kemampuan pasien meningkatkan harga diri kelompok kontrol pada pre test.

O4 : Kemampuan pasien meningkatkan harga diri kelompok kontrol pada post test.

X : Penerapan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah.

O2-O1 = X1 : Perubahan kemampuan meningkatkan harga diri kelompok intervensi pada pre test dan post test.

O4-O3 = X2 : Perubahan kemampuan meningkatkan harga diri kelompok kontrol pada pre test dan post test.

O2-O4 = X3 : Perbedaan kemampuan meningkatkan harga diri kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

O1 O2


(34)

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia: pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien harga diri rendah rawat inap ruang Kamboja dan ruang Mawar di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan selama periode penelitian 21 Januari – 5 Februari 2011. 2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008).Penentuan besarnya sampel menurut Polit & Hungler (1999), yang akan dipakai oleh peneliti menggunakan power analysis dengan effect size 0.80, level of significant (α = 0.05) dan power of test 0.80. Berdasarkan tabel tersebut ditetapkan jumlah sampel minimal 11 orang, yaitu 11orang kelompok kontrol dan 11 orang kelompok intervensi sehingga jumlah keseluruhan dari sampel yaitu 22 orang.

Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah kriteria peneliti dalam menentukan sampel pada penelitian ini adalah: kriteria inklusi, yaitu karakteristik calon sample yang layak diambil untuk penelitian, antara lain pasien rawat inap di kelas III dengan jenis kelamin perempuan, pasien dengan masalah utama: gangguan harga diri dan bersedia dilakukan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dengan sukarela.

Teknik pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Ruang Mawar digunakan sebagai kelompok intervensi. Jumlah pasien ada 47 orang selama periode penelitian. Ada 27 orang dari jumlah total pasien gangguan harga diri rendah dengan diagnosa keperawatan gabungan seperti isolasi sosial, waham,


(35)

atau halusinasi. Kemudian peneliti menyisakan pasien dengan diagnosa utama gangguan harga diri sehingga sisa 14 orang. Karena yang dibutuhkan hanya 11 orang maka peneliti menyisihkan 3 orang dengan pertimbangan lama rawat lebih dari dua tahun. Sedangkan pemilihan sampel untuk kelompok kontrol dilakukan di ruang Kamboja. Jumlah pasien ada 45 orang dengan 28 pasien gangguan harga diri dengan diagnosa gabungan. Setelah diseleksi sisa 12 orang dengan masala utama harga diri rendah. Karena jumlah pasien yang dibutuhkan adalah 11orang maka satu orang disisihkan dengan pertimbangan telah berusia 65 tahun yang kemungkinan besar sulit untuk mengubah perilaku pasien melalui penerapan strategi pelaksanaan komunikasi.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan mulai 21 Januari – 5 Februari 2011 di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan. Pemilihan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan merupakan pusat pelayanan gangguan jiwa di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan juga merupakan rumah sakit jiwa pendidikan yang merupakan lahan praktek tenaga kesehatan dan memiliki fasilitas dan pelayanan jiwa yang memadai. Penelitian dilaksanakan di ruang Kamboja sebagai kelompok kontrol dan ruang Mawar sebagai kelompok intervensi . Ruang ini dipilih karena kedua ruangan memiliki kapasitas yang banyak dan memiliki jumlah pasien harga diri rendah sesuai kriteria yang lebih banyak dibandingkan ruangan lain.


(36)

4. Pertimbangan Etik

Pengambilan data dilakukan dengan sebenarnya, menjaga keselamatan responden, melindungi responden dari ketidaknyamanan dan bahaya serta tidak menyebabkan kerugian bagi responden. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti memberikan penjelasan, menjelaskan tujuan. Peneliti mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan untuk dijadikan subjek penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan (Informed Concent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Penelitian ini, juga memperhatikan etik yaitu sebagai berikut:

a. Informed Concent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.

b. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

c. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.


(37)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner demografi dan lembar observasi. Kuesioner demografi terdiri dari pertanyaan yang menanyakan tentang: usia, agama, suku, status pernikahan, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, jenis obat yang digunakan dan lama hari rawat.

Lembar observasi digunakan untuk mengukur kemampuan pasien meningkatkan harga diri baik kemampuan kognitif maupun kemampuan psikomotor. Penilaian kemampuan kognitif dilakukan dengan cara wawancara dan kemampuan psikomotor dengan metode observasi dengan menggunakan lembar kuesioner. Wawancara oleh peneliti dilakukan untuk penilaian kemampuan kognitif dengan mengajukan 6 pertanyaan terkait kemampuan meningkatkan harga diri. Setiap 1 pernyataan yang dijawab “Ya” akan diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” akan diberi skor 0. Sehingga nilai tertinggi adalah 6 dan nilai terendah adalah 0. Kemudian dianalisa dengan skala Likert. Untuk rentang score 4 - 6 dikategorikan ”baik” dan rentang 0 -3 untuk kategori “kurang baik”.

Penilaian kemampuan psikomotor dilakukan melalui observasi oleh peneliti dan/ atauasisten peneliti dan divalidasi oleh peneliti. Penilaian hasil observasi dengan pilihan jawaban: SL (selalu) diberi nilai 4, SR (sering) = 3, KD (kadang-kadang) = 2,dan TP (tidak pernah) diberi nilai 1 selanjutnya dianalisa dengan skala Likert (mandiri, bantuan, bergantung). Lembar observasi dan kuesioner akan diisi oleh peneliti dan atau asisten peneliti, dikarenakan kondisi pasien masih diliputi oleh simptom-simptom psikologis negatif, sehingga tidak memungkinkan untuk klien menjawab secara tepat.


(38)

6. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmojdo, 2005). Uji validasi instrumen penelitian telah dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya salah satu dosen keperawatan Jiwa di Fakultas Keperawatan USU yang ahli dalam bidangnya. Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas internal karena pemberian kuesioner hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002).

7. Uji Reliabilitas

Kuesioner terlebih dahulu diuji tingkat reliabilitasnya sebelum digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 pasien harga diri rendah diluar responden yang sebenarnya di rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan ruang Cempaka. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner kemampuan kognitif diolah dengan menggunakan rumus KR-21 karena jumlah soal genap sebanyak 6 pertanyaan. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai = 0.878 sedangkan untuk uji reliabilitas kuesioner psikomotor dilakukan dengan teknik komputerisasi. Menurut Dempsey & Dempsey (2002) dijelaskan bahwa uji reliabilitas internal untuk jenis kuesioner yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai adalah dengan menggunakan Cronbach Alpa.Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil 0.82, maka kuesioner dinyatakan reliabel.

Menurut Polit & Hungler (1997) suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya 0,70 atau lebih. Jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner dukungan


(39)

keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

8. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data terdiri dari: 1. Persiapan

a. Mendapat izin penelitian dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU).

b. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh dari institusi pendidikan ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan).

c. Setelah mendapat izin dari RSJD Provsu Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

d. Menentukan calon pasien dengan bantuan status pasien dan laporan bulanan yang sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah dibuat oleh peneliti.

e. Menjelaskan kepada perawat ruangan sebagai wakil responden (pasien harga diri rendah) mengenai maksud, tujuan, dan proses penelitian strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah yang akan diberikan.

f. Perawat ruangan yang bersedia, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).


(40)

g. Melakukan kegiatan pelatihan asisten peneliti dilakukan untuk menyamakan persepsi tentang penerapan strategi pelaksanaan komunikasi.

2. Pelaksanaan

Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan pre-test, kemudian melakukan intervensi penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kelompok intervensi. Kemudian dilakukan post-test untuk menilai perubahan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri.

a. Pretest

Sehari sebelum dilakukan pre-test, peneliti melakukan pertemuan dengan tiga pasien kelompok kontrol yang dirawat di ruang Kamboja dan tiga pasien kelompok intervensi yang dirawat di ruang Mawar untuk melakukan kontrak pertemuan esok harinya agar mengikuti pre-test sekaligus meliput data demografi terkait dengan data pasien. Data demografi hasil wawancara dengan pasien akan divalidasi oleh peneliti dengan mengecek kembali data demografi pasien yang tertera di buku catatan status pasien untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan pasien dalam menyampaikan informasi terkait dengan gangguan jiwa yang dialaminya. Keesokan harinya maka pre-test dilakukan untuk melakukan penilaian kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri pasien.


(41)

Pre-test selesai dilakukan selama 4 hari dengan sistem bertingkat artinya, pada hari pertama pre-test dilakukan untuk 3 orang kelompok kontrol dan 3 orang kelompok intervensi. Hal ini memudahkan peneliti untuk membandingkan kelompok kontrol dan kelompok intervensi agar perbandingan waktu antar pasien sama. Pre-test dilakukan secara perorangan pada setiap pasien dan berlangsung sekitar 30 menit untuk setiap orang. Pada hari yang sama setelah pre-test selesai dilakukan maka peneliti melakukan kontrak pertemuan untuk kelompok intervensi agar bersedia diberikan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi sementara kelompok kontrol tidak karena tidak diberikan intervensi hanya saja pada tahap pelaksanaan tetap diobservasi oleh peneliti.

Setelah pre-test selesai dilakukan, maka peneliti mengumpulkan data. Pada hari yang sama, peneliti juga melakukan kontrak seperti awal pada pasien yang ke 4 sampai ke 6 untuk masing-masing kelompok kontrol dan intervensi uuntuk melakukan pre-test sekaligus melakukan kontrak dengan pasien kelompok intervensi untuk menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi esok harinya sebagai hari pertama dimulainya intervensi.

b. Pelaksanaan strategi pelaksanaan komunikasi

Pelaksanaan dilakukan setelah peneliti dan/ atau asisten peneliti menyamakan persepsi tentang pemberian asuhan keperawatan jiwa dengan strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien harga diri rendah melalui pelatihan asisten peneliti untuk mengobservasi


(42)

apakah sudah atau belum dilakukan. Peneliti mengobservasi kegiatan yang dilakukan pasien hanya dalam jangka waktu satu minggu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan peneliti dengan pertimbangan ketersedian waktu yang ada.

Pada tahap pelaksanaan, kelompok intervensi diberikan strategi pelaksanaan komunikasi. Setiap sesi menghabiskan waktu sekitar 30-40 menit per orang. Pada prosesnya, ada 4 orang pasien yang membutuhkan pengulangan 2 sampai 3 kali dengan hari yang berbeda pada sesi pertama dan 3 orang pada sesi kedua sehingga memakan waktu yang lebih banyak dibanding pasien lainnya. Akibatnya perhitungan observasi dimulai keesokan harinya setelah pasien benar-benar mampu melakukan setiap sesi dengan baik. Sedangkan pada kelompok kontrol, peneliti tidak memberikan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi hanya saja peneliti tetap mengobservsi kelompok kontrol.

Pada pertemuan pertama, peneliti mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat dilakukan, membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kemampuan pertama pasien , melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih, memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien dan menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.


(43)

Pada pertemuan kedua, peneliti mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih kemampuan kedua, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

c. Posttest

Setelah peneliti melakukan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien selama seminggu , peneliti melakukan penilaian terhadap kemampuan dalam meningkatkan harga diri baik secara kognitif maupun psikomotor. Hasil yang diperoleh telah dianalisis untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi dalam meningkatkan harga diri setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

9. Analisa Data.

Setelah semua data terkumpul maka peneliti mengecek kembali kelengkapan kuesioner dan memastikan bahwa semua kuesioner pre-post test intervensi dan data demografi telah diisi agar tidak terjadi kesalahan dalam pengolahan data. Kemudian analisa data dilakukan dengan melalui beberapa tahap, dimulai dari editing untuk memeriksa kelengkapan data, coding dengan memberi kode untuk memudahkan tabulasi, selanjutnya entry dengan memasukkan data secara komputerisasi, cleaning data yaitu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisis data, lalu data diolah dengan menggunakan program SPSS.

Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang diperoleh dari status pasien dan hasil pengukuran kemampuan kognitif dan


(44)

psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui pengaruh penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri.

9.1. Analisa univariat

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang meliputi inisial nama, usia, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, dan status perkawinan, diagnosa keperawatan, lama rawat dan jenis obat yang dikonsumsi dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

9.2 Analisa bivariat

Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis peningkatan kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri yaitu kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor antara pre-post test dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada kelompok kontrol yang tidak diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi. Selanjutnya statistik inferensial juga digunakan untuk membandingkan perbedaan peningkatan kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi yang diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dengan kelompok kontrol yang tidak diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah.

Adapun uji inferensial yang akan dipakai adalah uji statistic parametric yaitu uji paired t-test yang digunakan untuk membandingkan peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri pre dan post penerapan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah pada kelompok intervensi dan untuk membandingkan ada atau


(45)

tidaknya perbedaan kemampuan meningkatkan harga diri rendah pada kelompok kontrol. Uji paired t-test digunakan apabila data yang diperoleh berdistribusi normal. Pada uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian (probabilitas). Kesimpulan hasilnya diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha (α=0.05). Bila nilai p ≤ α, maka keputusannya adalah Ha diterima.

Uji unpaired t-test digunakan untuk membandingkan ada atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri baik kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah.


(46)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21 Januari – 5 Februari 2011 terhadap 22 orang responden yang terdiri dari 11 orang kelompok kontrol tanpa dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi yang dirawat di ruang Kamboja dan 11 orang kelompok intervensi yang mendapat penerapan strategi pelaksanaan komunikasi yang dirawat di ruang Mawar.

1.1. Analisa univariat

Analisa univariat pada penelitian ini akan menggambarkan karakteristik demografi (usia, tingkat pendidikan terakhir, latar belakang pekerjaan, agama, status perkawinan, suku, jenis obat yang dikonsumsi dan lama rawat), kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor. Untuk konsumsi obat yang digunakan, pasien yang mengkonsumsi obat ada tiga jenis paket obat yaitu obat 1 (THP (Trihelixpenidyl), CPZ (chlorpromazine), HLD (haloperidol), Injekksi Zyprexa), obat 2 (THP (Trihelixpenidyl), CPZ (chlorpromazine), HLD (haloperidol)) dan obat 3 (THP (Trihelixpenidyl), CPZ (chlorpromazine), Injeksi stresolid, Noprenia).


(47)

1.1.1. Karakteristik responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi, mayoritas responden berusia 30 - 45 tahun sebanyak 10 orang (90.9%), rata-rata usia responden adalah 38 tahun dengan SD = 5.852, dengan umur terendah 30 tahun dan umur tertinggi 49 tahun. Tingkat pendidikan terakhir responden adalah SMA sebanyak 6 orang (54.5% ). Berdasarkan latar belakang pekerjaan responden sebanyak 5 orang (45.5%) sebagai ibu rumah tangga, Agama Kristen Protestan sebanyak 5 orang (45.5%), status perkawinan: kawin sebanyak 6 orang (54.5%), suku Batak dan Jawa sama banyak yaitu 5 orang (45.5%). Rata-rata lama rawat adalah 58 hari, lama rawat paling rendah adalah 16 hari dan lama rawat tertinggi adalah 113 hari. Pasien yang mengkonsumsi jenis obat 2 (THP (Trihelixpenidyl), CPZ (chlorpromazine), HLD (haloperidol)) ada sebanyak 7 orang (63.63%). Sedangkan untuk kelompok kontrol, mayoritas responden berusia antara 30-45 tahun sebanyak 6 orang (63.6%) dengan rata-rata usia responden 42 tahun, SD = 9.285, tingkat pendidikan SMA sebanyak 5 orang (45.5%), pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 5 orang (45.5%), agama Kristen Protestan sebanyak 5 orang (45.5%), status perkawinan: kawin sebanyak 8 orang (72.7%), mayoritas bersuku Jawa sebanyak 6 orang (54.5%). Rata-rata lama hari rawat adalah 142 hari, lama rawat paling rendah adalah 27 hari dan lama rawat tertinggi adalah 755 hari. Persentase konsumsi obat jenis 2 ada sebanyak 5 orang (45.45%).

Tabel 5.1 : Distribusi frekwensi karakteristik demografi berdasarkan lama rawat kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Lama Rawat Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

- Mean 58 142

- SD 31.01 212


(48)

.Tabel 5.2 : Distribusi frekwensi karakteristik demografi berdasarkan usia kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Usia Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

- 30 – 45 tahun 10 (90.9%) 7 (63.6%)

- 40 – 60 tahun 1 (9.1%) 4 (36.4%)

- Mean 38 42

- SD 5.852 9.285

- Min-max 30 – 49 tahun 28 – 60 tahun

Tabel 5.3: Distribusi frekwensi karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kontrol pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan (N=22).

Karakteristik Demografi Kelompok Intervensi

Kelompok Kontrol

F % f %

1. Pendidikan - SD - SMP - SMA 3 2 6 27.3 18.2 54.5 3 3 5 27.3 27.3 45.5 2. Pekerjaan - IRT - Petani - Lain-lain 5 2 4 45.5 18.2 36.4 4 5 2 36.4 45.5 18.1 3. Agama

- Kristen Protestan

- Islam - Budha 5 5 1 45.5 45.5 9.1 5 4 2 45.5 36.4 18.1 4. Status - Kawin

- Belum Kawin

6 5 54.5 45.5 8 3 72.7 27.3 5. Suku - Batak - Jawa - China 5 5 1 45.5 45.5 9 4 6 1 36.4 54.5 9.1 6. Obat

- Obat 1

- Obat 2

- Obat 3

2 7 2 18.18 63.63 18.18 3 5 3 27.27 45.45 27.27


(49)

1.2. Analisa bivariat

Penelitian ini menggunakan analisa data paired t-test dan unpaired t-test. Uji paired t-test ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri yang terdiri dari kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi.

1. Perbedaan kemampuan meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

a. Perbedaan kemampuan kognitif pasien pre-post test diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok kontrol.

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk didapat nilai sig data pre-test sebesar 0.205 (p > 0.05) dan post-test sebesar 0.321 (p > 0.05) yang berarti bahwa data pre-post test berdistribusi normal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif pada kelompok kontrol sebelum diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 1.4545 dengan standar deviasi 1.03573. Sedangkan rata-rata kemampuan kognitif setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 1.8182 dengan standar deviasi 1.07872. Perbedaan nilai rata-rata kemampuan kognitif sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -0.36364.

Uji statistik paired t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif pre-post test kelompok kontrol. Dari hasil penelitian diperoleh nilai t hitung = -1.789 < - t tabel (2.228) maka Ha diterima dan significancy 0.104 (p > 0.05), artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan


(50)

kognitif yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.Nilai IK95% adalah -0.81657 s/d 0.8930.

Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa Ha ditolak yaitu tidak ada perbedaan kemampuan kognitif dalam meningkatkan harga diri kelompok kontrol pre-post test. Perbedaan kemampuan kognitif pre-post test pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Variabel Kelompok Kontrol Mean Mean Difference

Standar Deviasi

p

- Pre-test 1.4545 -0.36364 1.03573 0.104

- Post-test 1.8182 1.07872

Tabel 5.4: Distribusi perbedaan kemampuan kognitif pada kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

b. Perbedaan kemampuan psikomotor pasien pre-post test diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok kontrol.

Uji normalitas Shapiro-Wilk menghasilkan nilai kemaknaan p sebesar 0.341 (p > 0.05) data pre-test dan data post-test menghasilkan nilai kemaknaan p sebesar 0.682 (p > 0.05) maka diambil kesimpulan bahwa variabel pre-post test kelompok kontrol memiliki sebaran data yang normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan psikomotor pada kelompok kontrol sebelum diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 12.0000 dengan standar deviasi 2.40832. Sedangkan rata-rata kemampuan psikomotor setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 12.1818 dengan standar deviasi 2.63887. Perbedaan nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -0.18182. berdasarkan hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa p = 0.441 (p > 0.05) artinya tidak terdapat


(51)

perbedaan kemampuan psikomotor yang signifikan antarapre-post test pada kelompok kontrol. Perbedaan kemampuan psikomotor pre-post test pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Variabel Kelompok Kontrol Mean Mean Difference

Standar Deviasi

p value - Pretest 12.000 -0.18182 2.40832 0.441 - Post-test 12.1818 2.63887

Tabel 5.5: Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor pada kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

2. Perbedaan kemampuan meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

a. Perbedaan kemampuan kognitif pasien pre-post test diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi.

Dari hasil uji normalitas Shapiro-Wilk didapat nilai significance data pre -test sebesar 0.321 (p > 0.05) dan 0.64 (p > 0.05) untuk data post-kontrol yang berarti bahwa data berdistribusi normal.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif pada kelompok intervensi sebelum diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 1.8182 dengan standar deviasi 1.07872. Sedangkan rata-rata kemampuan kognitif setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 5.000 dengan standar deviasi 1.0000.Perbedaan nilai rata-rata kemampuan kognitif kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -3.18182.

Uji statistik paired t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif prepost test kelompok intervensi. Dari hasil penelitian


(52)

diperoleh nilai t hitung = -9.783 > t tabel (-2.228) berarti Ha diterima dan nilai 0.000 (p < 0.05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan kognitif kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi. Nilai IK95% adalah -3.90651 s/d -2.45712.

Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa Ha ditolak yaitu tidak ada perbedaan kemampuan kognitif kelompok kontrol pre-post test dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah.

Perbedaan kemampuan kognitif pre-post test pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Variabel Kelompok Intervensi Mean Mean Difference

Standar Deviasi

p value

- Pre-test 1.8182 -0.18182 1.07872 0.000

- Post-test 5.0000 1.00000

Tabel 5.6: Distribusi perbedaan kemampuan kognitif pada kelompok intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

b. Perbedaan kemampuan psikomotor pasien sebelum dan sesudah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok intervensi.

Nilai kemaknaan pada uji normalitas Shapiro-Wilk sebesar 0.64 (p > 0.05) untuk pre- test sedangkan post-test menunjukkan nilai kemaknaan sebesar 0.305 (p > 0.05) artinya bahwa data pre-post test berdistribusi secara normal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan psikomotor

pada kelompok intervensi sebelum diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi adalah 12.4545 dengan standar deviasi 1.43970. Sedangkan rata-rata kemampuan psikomotor setelah diterapkan strategi pelaksanaan komunikasi


(53)

adalah 17.1818 dengan standar deviasi 1.88776. Perbedaan nilai rata-rata kemampuan psikomotor kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi adalah -4.72727. Perbedaan kemampuan psikomotor pre-post test pada kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Variabel Kelompok Intervensi Mean Mean Difference

Standar Deviasi

p value

- Pretest 12.4545 -4.72727 1.43970 0.000

- Post-test 17.1818 1.88776

Tabel 5.7: Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor pada kelompok intervensi sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi.

3. Perbedaan kemampuan meningkatkan harga diri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

a. Perbedaan kemampuan kognitif sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi digunakan unpaired t-test. Hasil penelitian unpaired t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung 3.803 > t tabel 2.021 artinya Ha diterima dan nilai p = 0.000 (p < 0.005), artinya terdapat perbedaan kemampuan kognitif yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi pre-post test dengan perbedaan rerata (mean difference) sebesar 1.77273 dan nilai IK 95% adalah 0.83191 s/d 2.71354. Data ini menunjukkan bahwa rerata kemampuan kognitif untuk kelompok kontrol lebih rendah secara bermakna


(54)

daripada kelompok intervensi yang mendapat perlakuan strategi pelaksanaan komunikasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa Ha dapat diterima yaitu ada perbedaan kemampuan pasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada pasien kelompok kontrol dan kelompok intervensi harga diri rendah.

Variabel Mean Difference

P t 95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Kemampuan

kognitif pre-post kontrol dan pre-post intervensi

1.77273 0.000 3.803 0.83191 2.71354

Tabel 5.8 : Distribusi perbedaan kemampuan kognitif kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test.

b. Perbedaan kemampuan psikomotor sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji paired t-test diperoleh nilai p = 0.000 (p < 0.05) dengan perbedaan rerata (mean difference) sebesar 2.72727. Nilai IK adalah 1.08195 s/d 4.37260. Karena nilai p < 0.05 maka diambil kesimpulan terdapat perbedaan kemampuan psikomotor antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi, dimana rerata kemampuan psikomotor pasien yang diberikan strategi pelaksanaan komunikasi lebih tinggi daripada kelompok kontrol tanpa perlakuan apapun. Berikut tabel hasil uji unpaired t-test kemampuan psikomotor kelompok control dan intervensi pre-post test.


(55)

Tabel 5.9 : Distribusi perbedaan kemampuan psikomotor kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test.

Variabel Mean Difference

P t 95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Kemampuan

psikomotor pre-post kontrol dan pre-post intervensi

2.72727 0.000 3.345 1.08195 4.37260

2. Pembahasan

2.1. Kemampuan kognitif pasien harga diri rendah

Kemampuan kognitif pada kelompok kontrol tidak menunjukkan adanya peningkatan sebelum dan setelah intervensi. Kemampuan kognitif pada pre-test sebanyak 8 orang berada pada kategori kurang baik dan 3 orang kategori baik dan 8 orang pada ketegori kurang baik. Kemampuan kognitif post-test barada pada rentang yang sama karena pasien kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan apapun.

Sementara kemampuan kognitif pada kelompok yang mendapat strategi pelaksanaan komunikasi menunjukkan adanya peningkatan sebelum dan setelah intervensi. Kemampuan kognitif pada pre-test sebanyak 7 orang berada pada kategori kurang baik dan 4 orang kategori baik. Sedangkan post-test pasien yang berada pada ketegori kurang baik mengalami penurunan menjadi 2 orang dan 9 orang berada pada kategori baik. Data ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan kognitif pada kelompok intervensi yang mendapat penerapan strategi pelaksanaan komunikasi dibanding kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan apapun.


(56)

Kemampuan kognitif dalam meningkatkan harga diri pada kelompok intervensi meningkat secara signifikan setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dibanding kelompok kontrol yang tidak mendapat intervensi apapun. Sebelum mendapat strategi pelaksanaan komunikasi kemampuan kognitif kelompok intervensi sedikit lebih tinggi dibanding kemampuan kognitif kelompok kontrol. Tetapi setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi kemampuan kognitif kelompok intervensi jauh lebih tinggi dibanding kelompok kontrol.

Perbedaan peningkatan yang jauh lebih tinggi pada kelompok intervensi disebabkan oleh karena adanya intervensi strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah sesuai standar sehingga peneliti melakukan asuhan lebih terarah dan memberikan arahan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang diharapkan dimiliki pasien dalam meningkatkan harga diri. Intervensi yang dilakukan secara konsisten dan terarah terkait dalam meningkatkan harga diri pada setiap pertemuan.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi pertama pertemuan mulai dari mengidentifikasi dan menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien mendorong pasien untuk menyadari bahwa mereka merasa berguna karena masih memiliki kemampuan dan aspek positif, membantu pasien memilih kegiatan dan melatih kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kemampuan pertama pasien membuat pasien merasa bahwa masih ada kegiatan yang masih dapat dilakukan yang semakin membuat pasien merasa berguna bagi lingkungannya hingga menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian semakin melatih pasien dengan budaya berdisiplin dalam melakukan kegiatan yang telah dilatih dalam mengatasi masalahnya.


(57)

Sedangkan kegiatan yang dilakukan pada sesi kedua pertemuan meliputi: kegiatan mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien mendorong pasien untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi dari sebelumnya, dilanjutkan dengan melatih kegiatan kedua menbuat pasien merasa semakin berarti bahwa mereka masih memiliki kemampuan lain lagi hingga membuat jadwal pelaksanaan kegiatan harian yang mendorong mereka untuk berusaha lebih disiplin dan melakukan kegiatan lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian pasien dibutuhkan peran peneliti untuk mengingatkan pasien. Pengetahuan merupakan dasar dari perilaku. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2008). Berdasarkan hal ini, penting untuk memberikan pengetahuan terlebih dahulu kepada pasien harga diri rendah tentang harga diri rendah yang dialaminya dan cara untuk meningkatkan harga diri mereka dalam arti membuat pasien semakin merasa berarti untuk orang sekitar dan lingkungannya melalui kegiatan yang dilatih sesuai dengan kemampuan yang berhasil dilakukan agar mereka tidak berlarut-larut dalam ketidakberartian mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Purba (2008), bahwa salah satu cara dalam meningkatkan harga diri yaitu memberikan kesempatan untuk berhasil.Sehingga berdasarkan hal tersebut pasien melakukan suatu tindakan psikomotor untuk mengatasi masalahnya.

Kemampuan kognitif dalam meningkatkan harga diri diawali dengan kemampuan pasien dalam menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, menilai kemampuan yang masih dapat digunakan dan mampu menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa


(58)

hipotesis dapat diterima bahwa ada perbedaan kognitif dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Tabel 2.1: Distribusi kemampuan kognitif dalam meningkatkan harga diri kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test.

Variabel Kategori Pre-test Post-test Kelompok Kontrol Kurang baik 8 8

Baik 3 3

Kelompok Intervensi Kurang baik 7 2

Baik 4 9

2.2. Kemampuan psikomotor pasien harga diri rendah

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kemampuan psikomotor pasien harga diri rendah kelompok intervensi setelah mendapat strategi pelaksanaan komunikasi. Hasil penelitian mebuktikan bahwa adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan intervensi dengan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Sebelum diberikan intervensi tingkat ketergantungan pasien adalah 8 orang tergantung dan 3 orang bantuan, tetapi setelah diberikan intervensi tingkat ketergantungan klien menjadi 5 orang bantuan dan ada 6 orang pasien yang mencapai tingkat mandiri.

Sedangkan kemampuan psikomotor pasien harga diri rendah pada kelompok kontrol tidak menunjukkan peningkatan yang bermakna. Sebelum pre-test dan setelah intervensi dilakukan 7 orang mempunyai tingkat ketergantungan tergantung, 3 orang pada tingkat bantuan dan 1 orang pada tingkat mandiri. Setelah dilakukan post-test tingkat ketergantungan pasien tidak menunjukkan adanya peningkatan. Pada kelompok kontrol ternyata ada 1 orang yang mampu


(59)

secara mandiri tanpa diberi intervensi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman berdasarkan persepsi sensori termasuk lama rawat.

Sebelum dilakukan intervensi kemampuan psikomotor lebih tinggi pada kelompok kontrol, tetapi setelah intervensi dilakukan kemampuan psikomotor kelompok yang mendapatkan strategi pertemuan lebih tinggi. Berarti peningkatan kemampuan psikomotor lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan intervensi. Rata-rata kemampuan psikomotor pada kedua kelompok masih berada pada tingkat tergantung dan bantuan, tetapi pada kelompok yang mendapatkan strategi pertemuan ada 6 orang dari 11 orang yang mencapai tingkat mandiri. Pasien yang dapat mencapai tingkat mandiri terhadap kemampuan psikomotor hanya 4 orang 36.4 % dikarenakan sebagian besar pasien masih perlu diingatkan dan lebih disiplin untuk melakukan latihan sesuai jadwal yang telah dibuat. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mengubah kebiasaan pasien agar dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaan.

Kemampuan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri meliputi melatih dan melaksanakan kemampuan pertama, melatih dan melaksanakan kemampuan kedua hingga melakukan kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan sesuai dengan jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah disusun.

Klien yang mengalami gangguan neurobilogis mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, merencanakan dan penurunan kemampuan menyelesaikan masalah (Stuart&Laraia, 2005). Berdasarkan hal ini penting membuat kegiatan yang terjadwal bagi klien untuk mengatasi masalahnya. Pola pertemuan perawat pada intervensi asuhan keperawatan harga diri rendah membantu klien dalam


(60)

pengambilan keputusan dan membantu klien membuat perencanaan untuk mengatasi masalah.

Peningkatan kemampuan psikomotor yang lebih tinggi pada kelompok yang mendapat intervensi disebabkan intervensi yang konsisten. Jadwal latihan kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan yang dilakukan secara terjadwal dan evaluasi oleh peneliti terhadap pelaksanaan jadwal kegiatan mendorong klien untuk lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh penguatan berupa pujian yang diberikan atas hasil yang telah dilakukan pasien juga semakin memotivasi pasien dan membuat mereka merasa dihargai. Pola pertemuan yang terstruktur pada setiap pertemuan lebih membantu pasien mencapai kemampuan yang dimilikinya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap pertemuan juga membantu peneliti mengetahui sejauh mana kemampuan klien dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki.

Penguatan positif yang diberikan peneliti setelah mengevaluasi kemampuan klien mendorong klien melakukan apa yang diharapkan dari klien untuk mengatasi masalahnya. Menurut Notoatmojo (2007), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Pembentukan suatu pola tingkah laku dapat dilakukan dengan memberi ganjaran atau penguatan positif segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Penguatan yang dapat menjadi alat ampuh membentuk tingkah laku yang diharapkan antara lain adalah senyuman, persetujuan, pujian, dan hadiah. Penggunaan penguatan positif perlu dilakukan untuk memunculkan tingkah laku yang diinginkan (Corey, 2008). Evaluasi pada setiap awal pertemuan yang dilakukan peneliti diiringi dengan


(61)

penguatan positif terhadap apa yang telah dilakukan klien lebih mendorong dan lebih memotivasi klien untuk melakukan apa yang telah diajarkan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa hipotesis dapat diterima bahwa ada perbedaan kemampuan psikomotor dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah dilakukan strategi pelaksanaan komunikasi. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dapat meningkatkan kemampuan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri.

Tabel 2.2.: Distribusi kemampuan psikomotor dalam meningkatkan harga diri kelompok kontrol dan kelompok intervensi pre-post test.

Variabel Kategori Pre-test Post-test Kelompok Kontrol Tergantung 7 7

Bantuan 3 3

Mandiri 1 1

Kelompok Intervensi Tergantung 8 1

Bantuan 3 6


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Kesimpulan

1.1. Karakteristik pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Sebanyak 10 orang kelompok intervensi dan 7 orang kelompok kontrol berada pada rentang usia 30-45 tahun, pendidikan terakhir mayoritas SMA, agama kristen protestan dan suku Batak dengan perbandingan yang sama 5 orang. Dengan rata-rat lama rawat pasien kelompok intervensi 142 hari dan kelompok kontrol 58 hari.

1.2. Perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Hasil uji statistik paired t-test kemampuan kognitif diperoleh nilap p = 0.104 dan p = 0.441 (p > 0.05) artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor yang signifikan antarapre-post test.


(63)

1.3. Perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Hasil uji statistik paired t-test kemampuan kognitif diperoleh nilai

p = 0.000 dan p = 0.000 (p < 0.05) untuk kemampuan psikomotor artinya terdapat perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor yang signifikan antara pre-post test.

1.4. Perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Hasil penelitian unpaired t-test menunjukkan bahwa kemampuan kognitif diperoleh nilai p = 0.000 (p < 0.005) dan kemampuan psikomotor diperoleh nilai 0.000 artinya terdapat perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor dalam meningkatkan hara diri yang bermakna antara pre-post test kelompok kontrol dengan kelompok intervensi.

2. Keterbatasan Penelitian

Pada prosesnya, penelitian ini memiliki keterbatasan khususnya pada tahap pelaksanaan dan tahap post-test. Peneliti melakukan post-test langsung keesokan harinya setelah intervensi diberikan. Seharusnya post-test dilakukan beberapa hari setelah intervensi diberikan untuk melihat perubahan perilaku dari pasien itu sendiri akibat diberikannya intervensi strategi pelaksanaan komunikasi. Kondisi ini dapat menimbulkan efek bias.


(1)

Postintervensi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tergantung 1 9.1 9.1 9.1

bantuan 6 54.5 54.5 63.6

mandiri 4 36.4 36.4 100.0

Total 11 100.0 100.0

Prekontrol

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tergantung 7 63.6 63.6 63.6

bantuan 3 27.3 27.3 90.9

mandiri 1 9.1 9.1 100.0

Total 11 100.0 100.0

Postkontrol

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tergantung 7 63.6 63.6 63.6

bantuan 3 27.3 27.3 90.9

mandiri 1 9.1 9.1 100.0


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 13

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Rivo Agriani Simanjorang

Tempat Tanggal Lahir

: Medan, 28 Desember 1988

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jln. Bunga Wijaya Kusuma, No. 73b, Pasar IV,

Medan

Riwayat Pendidikan

:

1.

1995-2001

: SD Negeri No. 030332 Sumbul, Dairi

2.

2001-2004

: SLTP N I Sumbul

3.

2004-2007

: SMA N I Sidikalang

4.

2007-2011

: Fakultas Keperawatan USU