Latar Belakang Masalah MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

1 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Syahidin 2009, hlm. 19 manusia yang terlahir diciptakan oleh Allāh yang salah satu tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai khalīfaħ di muka bumi ini, hal tersebut seperti apa yang dijelaskan dalam surat Al- Baqara ħ ayat 30 sebagai berikut:                                Artinya: “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalīfaħ di muka bumi”: Mereka berkata: ”mengapa Engkau hendak menjadikan khalīfaħ di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” Q.S. Al-Baqara ħ [2]:30. 1 Ayat tersebut memberikan gambaran bahwa manusia dipercaya oleh Allāh untuk mengemban tugas sebagai khalīfaħ di muka bumi ini, untuk menjadi seorang khalīfaħ tentu manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan demikian terdapat perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya, yaitu manusia dianugerahi akal oleh Allāh SWT. Hal Seluruh teks ayat al-Qur ` ān dan terjemahannya dalam skripsi ini dikutip dari software al-Qur ` ān in word versi 1.3 oleh Mohamad Taufiq yang disesuaikan dengan Al-Qur ` ān dan Terjemahnya yang diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara penerjemahpenafsir al-Qur ` ān Departemen Agama RI yang didistribusikan oleh CV. Karya Utama Surabaya tahun 2000. 2 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh Sauri 2006, hlm. 21 sebagai berikut: Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan rasional, karena ia memiliki akal. Akal adalah daya yang memberikan kemampuan bagi manusia untuk berpikir. Para ahli ilmu fisik menghubungkan akal dengan menunjuk kepada fungsi otak. Manusia memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan binatang. Otak besar yang disebut dengan otak rasional karena memiliki kemampuan pada untuk berpikir, mempersepsi, memproses informasi, dsb. Agar potensi yang dimiliki oleh manusia bisa berkembang kepada tujuan yang benar, maka manusia memerlukan perawatan dan bimbingan dan salah satu cara untuk mengembangkan potensi manusia kearah yang positif yaitu melalui suatu upaya yang disebut al-tarbiya ħ, al-ta`dīb, al-ta „līm, atau yang kita kenal dengan istilah pendidikan Syahidin, 2009, hlm. 20. Hal inilah yang menjadikan alasan mengapa Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Majdi 2011 yang terdapat dalam surat Al-Tauba ħ ayat 122 sebagai berikut:                          Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi ke medan perang. Mengapa sebagaian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya ” Q.S. Al-Taubaħ [9] :122. Kewajiban untuk menuntut ilmu tidak hanya dijelaskan dalam al- Qur`ān tetapi juga dalam al- Ḥadīṡ seperti yang diungkapkan oleh Sumarna 2009, hlm. 21 sebagai berikut: 3 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Artinya: Dari Abdullāh bin Mas‟ūd, berkata: Rasūlullāh SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” HR. Ṭabrānī. Pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Kurniasih dan Tatang Syarifudin Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm.87 adalah sebagai berikut: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Kesuma dan Hendriyani Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 219 di Indonesia sendiri sudah terdapat Undang-Undang yang mengatur mengenai masalah pendidikan secara lengkap diantaranya ialah Pasal 31 Undang-Undang dasar 1945, Ayat 1: Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, Ayat 2: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Berkenaan dengan hal di atas, sudah jelas bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Pendidikan diberikan kepada anak bangsa yang sehat jasmani dan rohani serta sehat fisik dan mental bahkan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam kajian ini peneliti mengkhususkan pada anak berkebutuhan khusus ABK tunanetra. Menurut Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa 2008, hlm. 1502 tunanetra adalah tidak dapat melihat atau buta. Jumlah penyandang tunanetra merupakan jumlah penduduk berkebutuhan khusus yang paling banyak terdapat di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang 4 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dilakukan oleh Lynch Mahmud, 2003, hlm. 16 menyimpulkan bahwa jumlah anak-anak berkebutuhan khusus sulit untuk dihitung secara pasti khususnya di Asia, hal ini disebabkan karena belum adanya tes yang baku untuk mendiagnosa dan mencari indikator-indikator kelainan, kurang lengkapnya dalam kajian kependudukan, serta kurangnya kekuasaan pemerintah yang melaporkan jumlah anak. Meskipun terjadi simpang siur mengenai jumlah penduduk di Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus, di bawah ini akan dijelaskan mengenai data jumlah populasi penduduk yang memiliki kebutuhan khusus di Indonesia yang di ambil dari beberapa situs sebagai berikut: Jumlah populasi penduduk yang memiliki kebutuhan khusus yang diungkapkan oleh Wibisono 2014adalah sebagai berikut: Menurut Pusat Data Informasi Nasional PUSDATIN dari kementrian sosial pada tahun 2010, menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berjumlah sebesar 11.580.117 orang dengan rincian 3.474.035 orang adalah tunanetra, 3.010.830 orang adalah tunadaksa, 2.547.626 orang adalah tunarungu, 1.389.614 orang adalah tunagrahita, dan 1.158.012 orang adalah penyandang disabilitas kronis. Penyandang disabilitas diperkirakan sekitar 4,8 penduduk Indonesia. Data lain mengenai jumlah penduduk yang memiliki kebutuhan khusus diungkapkan oleh Aravena 2013 adalah sebagai berikut: Menurut data dari Kementrian Republik Indonesia pada tahun 2011 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11 atau sebesar 6,7 juta jiwa. Data terbaru tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah tunanetra berjumlah 1.749.981 jiwa, tunarunguwicara berjumlah 602.784 jiwa, tunadaksa berjumlah 1.652.741 jiwa, dan tunagrahita berjumlah 777.761 jiwa. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah populasi penyandang disabilitas laki-laki lebih banyak sekitar 57,96. Berdasarkan data yang diperoleh di atas jumlah populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia tergolong cukup banyak. Pada kenyataannya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus di Indonesia masih 5 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sangat sedikit yang bisa mendapatkan pendidikan. Hal tersebut berdasarkan data yang diungkapkan oleh Nugroho 2012 sebagai berikut: Berdasarkan data yang dilansir Pusdatin Kemensos tahun 2010 jumlah penyandang disabilitas mencapai angka 11.580.117 orang. Dari jumlah tersebut penyandang tunanetra menempati angka terbanyak yaitu 3.474.035 orang, sedangkan tunadaksa 3.010.830 orang, tunarungu 2.547.626, cacat mental mencapai 1.389.614, dan cacat kronis sejumlah 1.158.012 orang. Jumlah penyandang disabilitas mencapai 1,5 juta anak sedangkan hanya tersedia 1.500 SLB, dengan demikian sekitar 90.000 anak tidak terlayani pendidikannya. Pendapat senada mengenai sedikitnya anak yang memiliki kebutuhan khusus yang masih sedikit yang mendapatkan pendidikan diungkapkan oleh Wahman 2012 sebagai berikut: Berdasarkan survey yang dilakukan Departemen Sosial di 24 provinsi tercatat sebanyak 1.235.320 penyandang disabilitas, yang terdiri dari 687.020 penyandang disabilitas laki-laki dan 548.300 penyandang disabilitas perempuan. Sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan tidak sekolahtidak tamat SD sebesar 59,9, berpendidikan SD 28,1. Hal yang memprihatinkan sekitar 89 tidak memiliki keterampilan, sehingga membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Kesuma dan Hendriyani Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 219 disebutkan dalam Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 ayat 2 yang menjelaskan bahwa warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Pasal 5 ayat 2 s.d ayat 4 dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 32. Meskipun secara perundang-undangan sudah diatur secara jelas mengenai kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh Warga Negara Indonesia WNI, namun pada kenyataannya anak yang memiliki kebutuhan khusus masih kesulitan mengakses pendidikan yang layak dan setara. Hal tersebut 6 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Wibisono 2014 sebagai berikut: Beberapa faktor yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak dan setara diantaranya sekolah memberikan kriteria kesehatan yang sejatinya membedakan anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti kesehatan fisik. Sebagian besar pula menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak membutuhkan pendidikan formal. Selain itu juga dikarenakan kondisi ekonomi anak berkebutuhan khusus. Terlebih jika seseorang yang memiliki keterbatasan tersebut merupakan seorang muslim maka pendidikan agama Islam pun perlu untuk diberikan. Hal tersebut sudah sangat jelas terdapat dalam Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 ayat 1 dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Agama Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 226. Permasalahan lainnya adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus mempunyai cara belajar yang berbeda dari anak yang lainnya. Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa guru di sekolah tidak dipersiapkan untuk menjadi seorang konselor terlebih lagi konselor bagi anak berkebutuhan khusus, dengan demikian pengetahuan guru tentang bimbingan dan konseling relative sedikit, demikian pula program yang khusus dirancang bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah belum tersedia Mahmud, 2003, hlm. 4. Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat diketahui bahwa seorang guru harus mempunyai keterampilan khusus untuk bisa menangani anak berkebutuhan khusus agar tidak terjadi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Johnsen dan Skjorten Mahmud, 2003, hlm. 26-27 mengemukakan syarat minimal kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki oleh guru spesialis adalah: memahami pendidikan luar biasa ditinjau dari segi filosofis, historis, maupun peraturan-peraturan resmi yang mendasarinya, karakteristik- karakteristik siswa, asesmen, diagnosis dan evaluasi, materi dan proses belajar mengajar, perencanaan dan pengelolaan lingkungan belajar mengajar, keterampilan dalam perilaku siswa dan interaksi social, 7 Yani Suryani, 2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA : Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu komunikasi, kerjasama dan kolaborasi, dan profesionalisme serta etika pelaksanaannya. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sulihandari 2013, hlm. 99-100 mengungkapkan bahwa terdapat beberapa permasalahan mengenai pembelajaran PAI untuk siswa tunanetra diantaranya: Tidak adanya pelatihan khusus bagi guru untuk menangani anak berkebutuhan khusus dan tidak adanya pelatihan untuk belajar membaca huruf braille, hal tersebut mengakibatkan kurangnya keterampilan guru dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, keterbatasan waktu apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas, keterbatasan media yang dimiliki sekolah dan belum tersedianya buku PAI dalam bentuk braille, serta perlu adanya sikap hati-hati dalam menyampaikan materi pelajaran untuk menjaga perasaan tunanetra. Intelegensi anak tunanetra secara umum tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal tersebut dikarenakan anak tunanetra memiliki kemampuan diri untuk melakukan eksplorasi melalui indra peraba, sehingga secara mental mereka dapat menghubung-hubungkan bagian-bagian yang terpisah dari suatu objek atau benda menjadi suatu konsep utuh, akan tetapi apabila seorang guru tidak memiliki keterampilan untuk menangani anak berkebutuhan khusus akan mengakibatkan terjadinya kesulitan yang dialami oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran Delphie, 2009, hlm. 144. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui dan memperoleh informasi lebih mengenai pembelajaran PAI bagi siswa tunanetra. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul mengenai “MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLA M PADA SISWA TUNANETRA” Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

B. Identifikasi Masalah Penelitian