[Type text]
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisan- lapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya
sebagai struktur sosial di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang heterogen sehingga muncul keberagaman dalam berbagai hal serta terjadi
pelapisan sosial yang beragam. Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial masyarakat
yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan dua cirinya yang bersifat unik Nasikun, 1995: 28. Dua jenis pelapisan masyarakat Indonesia
adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara vertikal. Perbedaan horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat istiadat yang ada
dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara vertikal ditandai dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan tingkatan ekonomi dan
tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya. Adanya lapisan atas dan lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia dinilai berpotensi adanya gap antara
lapisan atas dan lapisan bawah. Indonesia sebagai negara dengan struktur masyarakat yang majemuk
sebagaimana yang diungkapkan oleh Furnivall Nasikun, 1994: 29 bahwasanya Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dimana masyarakatnya terdiri atas
dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Struktur masyarakat Indonesia yang
majemuk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, keadaan geografis yang membagi Indonesia menjadi banyak pulau menjadikan Indonesia kaya akan
kelompok etnik. Ada sekitar 300 kelompok etnik di Indonesia yang tersebar dalam 6000 pulau Hefner, 2005: 79. Letak Indonesia yang strategis juga menyebabkan
beragamnya agama yang berkembang di Indonesia. Indonesia menjadi sasaran penyebaran berbagai agama besar di dunia sehingga masyarakat Indonesia
1
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
memeluk agama yang beragam. Iklim juga merupakan faktor kemajemukan struktur masyarakat Indonesia. Perbedaan curah hujan menyebabkan kesuburan
lahan berbeda-beda sehingga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat Indonesia Nasikun, 1995.
Struktur majemuk masyarakat Indonesia cenderung akan menimbulkan konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di Indonesia.
Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang bersifat ideologis dan konflik yang bersifat politis Nasikun, 1995: 63. Pada tingkat konflik
ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari masing masing golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal. Seperti misalnya
perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim menilai tentang terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis, konflik terjadi karena
pertentangan dalam pembagian sumber-sumber kekuasaan. Seperti misalnya penyebaran pendidikan yang tidak merata karena masalah ekonomi.
Menurut Lewis A. Coser Konflik sosial adalah perselisihan mengenai nilai- nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber
kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga
memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, memiliki karakteristik kekhususan
tersendiri dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas
wilayah yang terbatas dan populasi penduduk yang tinggi. Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan
heterogen. Hal ini dikarenakan Jakarta memiliki daya tarik dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, dan lain-lain, sehingga tingkat urbanisasi di Provinsi DKI
Jakarta menjadi sangat tinggi. Tingginya urbanisasi dan heterogenitas penduduk DKI Jakarta mampu menciptakan kontribusi positif berupa pembangunan dan
perekonomian yang berkembang pesat. Namun demikian, dampak negatif dari
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kondisi ini adalah munculnya berbagai potensi kerawanan maupun konflik sosial di DKI Jakarta. Kerawanan dan konflik sosial tersebut dapat mengakibatkan
hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat dendam, benci, anti pati,
dan sebagainya, sehingga pada gilirannya menghambat pembangunan secara keseluruhan.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dalam Indeks Potensi Kerawanan Sosial IPKS di DKI Jakarta tahun 2013 memperoleh data sebagai
berikut :
Grafik. I.1
Presentase Kelurahan Menurut Kelompok Kriteria Indeks Potensi Kerawanan Sosial IPKS dan KabupatenKota Di DKI Jakarta Tahun 2013
Krisis multi dimensi yang kompleks sekarang ini, membawa implikasi pada kondisi masyarakat Jakarta yang rentan terhadap timbulnya gejolak sosial
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
yang diwarnai kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kondisi sosial tersebut
seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya
menanggulangi masalah tersebut diperlukan metode penanganan melalui kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik.
Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sosial. Beragam suku, agama, ras dan kepentingan menjadi potensi utama dalam
terjadinya konflik di Jakarta. Kehidupan sosial yang menuntut untuk bertahan hidup menjadi dasar dimana semua orang rela melakukan apa saja untuk
mempertahankan sumber daya yang ada disekitarnya. Setiap kelompok masyarakat di Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi
konflik. Setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya. Bila dilakukan
tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang dianggap adil dan beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik juga diakibatkan adanya
perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan ketidakadilan dan kesewenang- wenangan terhadap harta benda, jatidiri, kehormatan, keselamatan, dan nyawa.
Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan
hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda. Kondisi yang terjadi saat ini di Jakarta justru berbanding terbalik dengan pada masa kejayaan pemuda dimasa
lampau. Pemuda di Jakarta kini sudah mulai mengkotak-kotakkan diri satu dengan yang lainnya yang pada akhirnya terjadi konflik dalam mempertahankan
kepentingan masing-masing. Konflik sosial yang terjadi diakibatkan kurangnya pengetahuan dan
wawasan mengenai kesatuan bangsa. Jiwa nasionalis pemuda perlu dibangun kembali sehingga pemuda dapat lebih memandang bahwa jika bersatu lebih kuat
dibandingkan terpecah belah menjadi organisasi yang memiliki kepentingan masing-masing.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Munculnya berbagai jenis Organisasi Massa Ormas di Jakarta dinilai menjadi salah satu pemicu awal terjadinya konflik. Berdasarkan data POLDA
Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda.
Oleh karena itu, perlu sebuah solusi yang dapat meminimalisir terjadinya konflik di Jakarta.
Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jakarta Timur memiliki tiga daerah kecamatan teratas yang terindikasi menjadi lokasi
rawan konflik. Tiga daerah tersebut diantaranya adalah kecamatan jatinegara, kecamatan cakung dan kecamatan pulogadung.
Lemahnya wawasan kesatuan yang dimiliki masyarakat menjadi penyebab meningkatnya konflik horizontal. Padahal dengan wawasan kesatuan, berfungsi
menjadi perekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga masalah yang menjadi pemicu konflik dapat diminimalisir serta diatasi lebih dini. Kosongnya wawasan
kesatuan membuat masyarakat menjadi sangat mudah marah dan cenderung menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Makna wawasan
kesatuan dan implementasinya pada masa sekarang ini tentu telah berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman menjelang dan mempertahankan kemerdekaan pada
tahun 1945. Kondisi dan situasi telah berubah dengan segala tantangannya dan dalam kaitan itulah rekonstruksi kesatuan harus dilakukan.
Aparatur Pemerintah merupakan ujung tombak yang menjadi penopang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Strategi yang digunakan harus terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Aparatur pemerintah diharapkan dapat benar-benar memahami dan menindaklanjuti arti dan
makna wawasan kesatuan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparatur pemerintah
memegang peranan strategis untuk mencegah timbulnya disintegrasi bangsa. Untuk itu, diharapkan dapat terwujudnya aparatur pemerintah yang berwawasan
kesatuan sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aparatur pemerintah berperan sebagai penyemai, penumbuh semangat
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kebersamaan di kalangan masyarakat dalam melanjutkan estafet pembangunan dan perjuangan bangsa.
Konflik sosial di masyarakat menjadi ancaman yang berpotensi mengganggu
keutuhan dan
mengikis semangat
nasionalisme bangsa.
Kemajemukan masyarakat Indonesia bukan lagi dianggap sebagai kekayaan namun bisa menjelma menjadi bibit permusuhan yang dapat memecah belah
bangsa. Dalam hal ini konflik sosial diartikan sebagai perkelahian antar masyarakat atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan
antar kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya atau
kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk menguasai
kekuasaan tersebut
antara lain
memperebutkan atau
mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik ini umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme.
Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta merupakan lembaga kepemerintahan daerah yang
memiliki tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Oleh karena itu, perlu segera diadakannya berbagai alternatif solusi yang
dapat memecahkan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Pendidikan nonformal atau yang juga disebut dengan pendidikan luar
sekolah merupakan suatu lingkup pendidikan yang kepemilikannya terfokus pada masyarakat, menyangkut kemandirian, pendanaan, pengelolaan dan aspek-aspek
lainnya, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pendidikan luar sekolah itu sendiri dikatakan sebagai pelengkap,
penambah, serta pengganti jalur pendidikan formal. Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di
Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh filosofi
pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan felt need oleh masyarakat.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi Pendidikan Non Formal dalam upaya pencegahan terjadinya konflik. Pelatihan merupakan bentuk
penerapan peran Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penambah Suplement jalur Pendidikan Formal Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk
menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah.
Pelatihan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di
masyarakat. Setiap
tahun, Pemerintah
khususnya Pemerintah
Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta
merancang program pelatihan dalam rangka menanggulangi konflik sosial di Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan dianggap dapat mengurangi dan mengantisipasi
terjadinya konflik sosial di masyarakat. Pelatihan pemuda pelopor merupakan salah satu alternatif solusi dalam
meredam konflik sosial terutama yang dilakukan oleh berbagai ormas yang ada di Jakarta timur. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman pemuda dalam hal wawasan kesatuan bangsa sehingga dapat meredam perpecahan yang berujung pada konflik sosial.
Sasaran pada pelatihan pemuda pelopor adalah pemuda yang memiliki peran strategis di masyarakat, sehingga pemuda yang sudah mengikuti pelatihan
menjadi agen bagi pemerintah untuk mensosialisasikan isu perdamaian di masyarakat. Biasanya pemuda di rekrut dari berbagai ormas yang ada di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, strategi ini dinilai efektif mengingat data konflik sosial yang terjadi di masyarakat sebagian besar dilakukan oleh pemuda yang berasal
dari ormas. Pelatihan pemuda pelopor merupakan produk baru dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial, oleh karena itu program ini perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai peran
Aparatur Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pelatihan, perubahan tingkat pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan serta faktor pendukung
dan faktor penghambat selama proses penyelenggaraan pelatihan.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI
DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
B. Identifikasi Masalah Penelitian