PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK : Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta.

(1)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah

Oleh:

Leonard Pitjumarfor, S.Pd NIM : 1204579

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEKOLAH PASCA SARJANA


(2)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(3)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam

Meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda

Di Daerah Rawan Konflik

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi DKI Jakarta)

Oleh

Leonard Pitjumarfor

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana UPI

© Leonard Pitjumarfor 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015


(4)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(5)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PELATIHAN PEMUDA

PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK (Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

Leonard Pitjumarfor NIM. 1204579


(6)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

LEONARD PITJUMARFOR

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing : Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Ihat Hatimah, M. Pd NIP. 19540402 198001 2 001

Pembimbing II

Dr. Asep Saepudin, M. Pd NIP. 19600926 198503 1 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana


(7)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd


(8)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Sebagian besar konflik sosial yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta melibatkan pemuda. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman pemuda tentang wawasan kesatuan. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta memiliki peran dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial adalah meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta, oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor DKI Jakarta. Tujuanya yaitu: (1) Untuk mengetahui peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda, (2) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor, (3) Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik, (4) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian campuran yakni suatu metode penelitian yang mengkombinasikan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah dan Peserta Pelatihan yang berjumlah 30 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta menjalankan fungsinya dalam memfasilitasi penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan wawasan kebangsaan melalui pelatihan pemuda pelopor. (2) Adanya perubahan tingkat pengetahuan peserta pelatihan tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah pelatihan yakni meningkat 48%. (3) Penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor mendapatkan reaksi positif dari peserta pelatihan yang tergambarkan oleh data instrumen angket yang terdiri dari tiga komponen diantaranya peran fasilitator, keterlibatan peserta, dan situasi komunikasi. (4) Faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor diperoleh dengan menggunakan analisis SWOT, sehingga ditemukan kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan dari penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan rekomendasi bagi Pemerintah, Pemuda, serta masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial di masyarakat.


(9)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Most of the social conflicts that occurred in Jakarta involving youth. This is caused by a lack of understanding of the unity of the youth of insight. Personnel Government of National Unity and the Politics of Jakarta had a role in tackling the problem of social conflicts that occur in the community. One of the government's efforts in anticipation of social conflict is to improve the knowledge of unity youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta, therefore the researchers felt the need to examine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity and the Politics of Jakarta in improving insight unity of youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta. The goal is to: (1) To determine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity political and Jakarta in enhancing unity insight youth, (2) To determine the level of knowledge of youth on the insight of unity before and after training Pioneer Youth, (3) To know how pioneer youth training event enhance the insight of unity for youth in conflict-prone region, (4) To determine the factors supporting and training administration Youth Pioneers.

This study was conducted using a mix methods approaches that a research method that combines quantitative methods with qualitative methods. The subjects in this study consisted of Government Personnel and Training Participants numbering 30 people.

The results of this research showed: (1) Role of Government Personnel Vigilance Division of National Unity and the Politics of Jakarta perform its function in facilitating the implementation of promotion and development of national awareness through youth training pioneer. (2). Knowledge of youth after training pioneer youth increased by 48% which is illustrated by the results of post test given to trainees. Such increase indicates that the pioneer youth training youth declared successful in increasing knowledge about the insight of unity with a good assessment criteria. (3) The organization of the pioneer youth get a positive reaction from the participants of the training were portrayed by the data questionnaire instrument that consists of three components including the role of facilitator, participant involvement and communication situations. (4) The supporting factors and obstacles in the implementation of youth training pioneer obtained by using SWOT analysis, thus found strengths, weaknesses, opportunities and challenges of youth training event pioneers. Results from this study is expected to provide recommendations to the Government, youth, and communities in anticipating social conflicts in society.


(10)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN i

PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR v

UCAPAN TERIMAKASIH vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GRAFIK xii

DAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian 7

C. Rumusan Masalah Penelitian 7

D. Tujuan Penelitian 8

E. Manfaat Penelitian 9

F. Struktur Organisasi Tesis 9

BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN 11

A. KERANGKA TEORI 11

1. Hakekat Peran Aparatur Pemerintah 11

2. Hakekat Wawasan Kesatuan 13

3. Hakekat Pemuda 16

4. Hakekat Konflik 18

5. Hakekat Pelatihan 22

6. Hakekat Pemuda Pelopor 31

7. Hakekat Pendidikan Luar Sekolah 31

B. KERANGKA PEMIKIRAN 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38

A. Metode Penelitian 38

B. Subjek Penelitian 39

C. Definisi Operasional 39


(11)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ix

E. Teknik Pengumpulan Data 43

F. Keabsahan Data 47

G. Teknik Analisis Data 48

H. Instrumen Penelitian 49

BAB IV TEMUAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 59

A. TEMUAN 59

1. Gambaran Umum 59

2. Gambaran Responden 63

B. HASIL PENELITIAN 66

1. Peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda

66

2. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Sebelum Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor

76 3. Penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam Meningkatkan

Wawasan Kesatuan

77 4. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Setelah

Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor

109 5. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyelenggaraan Pelatihan

Pemuda Pelopor

113

C. PEMBAHASAN 115

D. KETERBATASAN PENELITIAN 120

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 115

A. SIMPULAN 121

B. REKOMENDASI 123

DAFTAR PUSTAKA 124


(12)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisan-lapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai struktur sosial di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang heterogen sehingga muncul keberagaman dalam berbagai hal serta terjadi pelapisan sosial yang beragam.

Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial masyarakat yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan dua cirinya yang bersifat unik (Nasikun, 1995: 28). Dua jenis pelapisan masyarakat Indonesia adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara vertikal. Perbedaan horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat istiadat yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara vertikal ditandai dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan tingkatan ekonomi dan tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya. Adanya lapisan atas dan lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia dinilai berpotensi adanya gap antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Indonesia sebagai negara dengan struktur masyarakat yang majemuk sebagaimana yang diungkapkan oleh Furnivall (Nasikun, 1994: 29) bahwasanya Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dimana masyarakatnya terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, keadaan geografis yang membagi Indonesia menjadi banyak pulau menjadikan Indonesia kaya akan kelompok etnik. Ada sekitar 300 kelompok etnik di Indonesia yang tersebar dalam 6000 pulau (Hefner, 2005: 79). Letak Indonesia yang strategis juga menyebabkan beragamnya agama yang berkembang di Indonesia. Indonesia menjadi sasaran penyebaran berbagai agama besar di dunia sehingga masyarakat Indonesia


(13)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

memeluk agama yang beragam. Iklim juga merupakan faktor kemajemukan struktur masyarakat Indonesia. Perbedaan curah hujan menyebabkan kesuburan lahan berbeda-beda sehingga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat Indonesia (Nasikun, 1995).

Struktur majemuk masyarakat Indonesia cenderung akan menimbulkan konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di Indonesia. Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang bersifat ideologis dan konflik yang bersifat politis (Nasikun, 1995: 63). Pada tingkat konflik ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari masing masing golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal. Seperti misalnya perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim menilai tentang terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis, konflik terjadi karena pertentangan dalam pembagian sumber-sumber kekuasaan. Seperti misalnya penyebaran pendidikan yang tidak merata karena masalah ekonomi.

Menurut Lewis A. Coser Konflik sosial adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka.

Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, memiliki karakteristik kekhususan tersendiri dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas wilayah yang terbatas dan populasi penduduk yang tinggi.

Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan heterogen. Hal ini dikarenakan Jakarta memiliki daya tarik dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, dan lain-lain, sehingga tingkat urbanisasi di Provinsi DKI Jakarta menjadi sangat tinggi. Tingginya urbanisasi dan heterogenitas penduduk DKI Jakarta mampu menciptakan kontribusi positif berupa pembangunan dan perekonomian yang berkembang pesat. Namun demikian, dampak negatif dari


(14)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

kondisi ini adalah munculnya berbagai potensi kerawanan maupun konflik sosial di DKI Jakarta. Kerawanan dan konflik sosial tersebut dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat (dendam, benci, anti pati, dan sebagainya), sehingga pada gilirannya menghambat pembangunan secara keseluruhan.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dalam Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) di DKI Jakarta tahun 2013 memperoleh data sebagai berikut :

Grafik. I.1

Presentase Kelurahan Menurut Kelompok Kriteria Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) dan Kabupaten/Kota Di DKI Jakarta Tahun 2013

Krisis multi dimensi yang kompleks sekarang ini, membawa implikasi pada kondisi masyarakat Jakarta yang rentan terhadap timbulnya gejolak sosial


(15)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

yang diwarnai kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kondisi sosial tersebut seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya menanggulangi masalah tersebut diperlukan metode penanganan melalui kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik.

Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sosial. Beragam suku, agama, ras dan kepentingan menjadi potensi utama dalam terjadinya konflik di Jakarta. Kehidupan sosial yang menuntut untuk bertahan hidup menjadi dasar dimana semua orang rela melakukan apa saja untuk mempertahankan sumber daya yang ada disekitarnya.

Setiap kelompok masyarakat di Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi konflik. Setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya. Bila dilakukan tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang dianggap adil dan beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik juga diakibatkan adanya perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan terhadap harta benda, jatidiri, kehormatan, keselamatan, dan nyawa.

Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda. Kondisi yang terjadi saat ini di Jakarta justru berbanding terbalik dengan pada masa kejayaan pemuda dimasa lampau. Pemuda di Jakarta kini sudah mulai mengkotak-kotakkan diri satu dengan yang lainnya yang pada akhirnya terjadi konflik dalam mempertahankan kepentingan masing-masing.

Konflik sosial yang terjadi diakibatkan kurangnya pengetahuan dan wawasan mengenai kesatuan bangsa. Jiwa nasionalis pemuda perlu dibangun kembali sehingga pemuda dapat lebih memandang bahwa jika bersatu lebih kuat dibandingkan terpecah belah menjadi organisasi yang memiliki kepentingan masing-masing.


(16)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

Munculnya berbagai jenis Organisasi Massa (Ormas) di Jakarta dinilai menjadi salah satu pemicu awal terjadinya konflik. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda. Oleh karena itu, perlu sebuah solusi yang dapat meminimalisir terjadinya konflik di Jakarta.

Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jakarta Timur memiliki tiga daerah kecamatan teratas yang terindikasi menjadi lokasi rawan konflik. Tiga daerah tersebut diantaranya adalah kecamatan jatinegara, kecamatan cakung dan kecamatan pulogadung.

Lemahnya wawasan kesatuan yang dimiliki masyarakat menjadi penyebab meningkatnya konflik horizontal. Padahal dengan wawasan kesatuan, berfungsi menjadi perekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga masalah yang menjadi pemicu konflik dapat diminimalisir serta diatasi lebih dini. Kosongnya wawasan kesatuan membuat masyarakat menjadi sangat mudah marah dan cenderung menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Makna wawasan kesatuan dan implementasinya pada masa sekarang ini tentu telah berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman menjelang dan mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945. Kondisi dan situasi telah berubah dengan segala tantangannya dan dalam kaitan itulah rekonstruksi kesatuan harus dilakukan.

Aparatur Pemerintah merupakan ujung tombak yang menjadi penopang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Strategi yang digunakan harus terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Aparatur pemerintah diharapkan dapat benar-benar memahami dan menindaklanjuti arti dan makna wawasan kesatuan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparatur pemerintah memegang peranan strategis untuk mencegah timbulnya disintegrasi bangsa. Untuk itu, diharapkan dapat terwujudnya aparatur pemerintah yang berwawasan kesatuan sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aparatur pemerintah berperan sebagai penyemai, penumbuh semangat


(17)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

kebersamaan di kalangan masyarakat dalam melanjutkan estafet pembangunan dan perjuangan bangsa.

Konflik sosial di masyarakat menjadi ancaman yang berpotensi mengganggu keutuhan dan mengikis semangat nasionalisme bangsa. Kemajemukan masyarakat Indonesia bukan lagi dianggap sebagai kekayaan namun bisa menjelma menjadi bibit permusuhan yang dapat memecah belah bangsa. Dalam hal ini konflik sosial diartikan sebagai perkelahian antar masyarakat atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan antar kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya atau kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk menguasai kekuasaan tersebut antara lain memperebutkan atau mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik ini umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme.

Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta merupakan lembaga kepemerintahan daerah yang memiliki tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, perlu segera diadakannya berbagai alternatif solusi yang dapat memecahkan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

Pendidikan nonformal atau yang juga disebut dengan pendidikan luar sekolah merupakan suatu lingkup pendidikan yang kepemilikannya terfokus pada masyarakat, menyangkut kemandirian, pendanaan, pengelolaan dan aspek-aspek lainnya, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat. (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003) Pendidikan luar sekolah itu sendiri dikatakan sebagai pelengkap, penambah, serta pengganti jalur pendidikan formal.

Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh filosofi pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan (felt


(18)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi Pendidikan Non Formal dalam upaya pencegahan terjadinya konflik. Pelatihan merupakan bentuk penerapan peran Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penambah (Suplement) jalur Pendidikan Formal Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah.

Pelatihan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Setiap tahun, Pemerintah khususnya Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta merancang program pelatihan dalam rangka menanggulangi konflik sosial di Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan dianggap dapat mengurangi dan mengantisipasi terjadinya konflik sosial di masyarakat.

Pelatihan pemuda pelopor merupakan salah satu alternatif solusi dalam meredam konflik sosial terutama yang dilakukan oleh berbagai ormas yang ada di Jakarta timur. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pemuda dalam hal wawasan kesatuan bangsa sehingga dapat meredam perpecahan yang berujung pada konflik sosial.

Sasaran pada pelatihan pemuda pelopor adalah pemuda yang memiliki peran strategis di masyarakat, sehingga pemuda yang sudah mengikuti pelatihan menjadi agen bagi pemerintah untuk mensosialisasikan isu perdamaian di masyarakat. Biasanya pemuda di rekrut dari berbagai ormas yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta, strategi ini dinilai efektif mengingat data konflik sosial yang terjadi di masyarakat sebagian besar dilakukan oleh pemuda yang berasal dari ormas.

Pelatihan pemuda pelopor merupakan produk baru dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial, oleh karena itu program ini perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai peran Aparatur Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pelatihan, perubahan tingkat pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan serta faktor pendukung dan faktor penghambat selama proses penyelenggaraan pelatihan.


(19)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Indonesia adalah negera yang struktur masyarakatnya majemuk, kemajemukan tersebut sangat berpotensi terjadinya konflik.

2. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda.

3. Berdasarkan data statistik yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2013, Kecamatan Pulogadung menduduki peringkat ketiga di wilayah Jakarta Timur yang merupakan lokasi terindikasi rawan konflik sosial.

4. Kurangnya pembekalan dan pemahaman wawasan kesatuan bagi pemuda yang mengakibatkan memudarnya rasa toleransi antar pemuda sehingga menimbulkan konflik.

5. Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi bagi Pemerintah dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

6. Pelatihan Pemuda Pelopor merupakan produk Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di Masyarakat.

7. Sasaran program pelatihan Pemuda Pelopor adalah pemuda dari ormas yang diharapkan dapat menjadi agen bagi Pemerintah dalam mensosialisasikan isu perdamaian dalam menanggulangi masalah konflik sosial di masyarakat.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi tersebut di atas, diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta?”


(20)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9

Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam merancang program pelatihan pemuda pelopor untuk meningkatkan wawasan kesatuan pemuda?

2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor?

3. Bagaimana penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan?

4. Bagaiamana faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor?

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian Penerapan Pelatihan Pemuda Pelopor sebagai upaya penanggulangan konflik sosial di kecamatan Pulo gadung adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis peran Aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada fungsi

manajemen dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda.

2. Menganalisis tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor.

3. Menganalisis bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik. 4. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan

Pemuda Pelopor.

E. Manfaat Penelitian 1. Teoritik

Dari temuan di lapangan yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori ilmu pendidikan terutama tentang konsep penyelenggaraan pelatihan dan konsep wawasan Kesatuan bagi pemuda khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta.


(21)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

a. Sebagai bahan kajian instansi dan lembaga terkait, fungsinya untuk mengelola berbagai kegiatan kepemudaan.

b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu terutama dalam konsep pengembangan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, serta memperkaya dan menunjang konsep pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah.

c. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan konsep dan teori yang diperoleh selama perkuliahan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah UPI.

F. Struktur Organisasi Tesis

BAB I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka berpikir, serta sistematika penulisan terkait dengan topik bahasan penelitian.

BAB II : Kerangka Teori & Kerangka Berpikir merupakan landasan teori,

gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi penelitian.

BAB III : Metodologi penelitian, membahas tentang prosedur penelitian

yang menjelaskan tentang metode dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, subjek penelitian serta teknik analisa data.

BAB IV : Pembahasan masalah, berisi tentang hasil penelitian yang

meliputi jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang diajukan melalui proses pengumpulan data.

BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan Rekomendasi yang

merupakan penjelasan akhir dari keseluruhan penelitian serta mengemukakan keterbatasan dari penelitian ini.


(22)

38

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Permasalahan yang dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Menurut Nasution (2003:5), penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

Selanjutnya peneliti akan memberikan gambaran secara cermat tentang fenomena yang terjadi mengenai bagaimana pelatihan pemuda pelopor dapat meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh aparatur pemerintah bidang kewaspdaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta.

Selanjutnya penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif


(23)

39

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak hanya diukur dengan angka.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.

Sesuai dengan hakekat kualitatif, subjek dalam penelitian ini ditentukan secara purposive, artinya subjek penelitian sebagai sumber data dipilih dengan pertimbangan tertentu. Sugiyono (2012:303) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya

b) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti

c) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi

d) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”

sendiri.

e) Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria di atas maka peneliti menentukan lokasi dalam melakukan penelitian ini yaitu di Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. Sedangkan subjek dari penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1 (satu) orang dan peserta pelatihan Pemuda Pelopor sebanyak 30 orang.


(24)

40

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Definisi Operasional

1. Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta

Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengoordinasian kegiatan penyusunan rencana dan program kewaspadaan daerah di bidang ideologi dan politik, pemantauan dan evaluasi, kerawanan sosial dan informasi dini. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang Hubungan Kelembagaan mempunyai fungsi:

a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Kewaspadaan.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Kewaspadaan.

c. Penyusunan bahan kebijakan teknis di Bidang Kewaspadaan. d. Pengoordinasian dan evaluasi data informasi dini.

e. Peningkatan kewaspadaan, ideologi dan politik. f. Pemantauan dan evaluasi kerawanan sosial.

g. Pemberian dan rekomendasi perizinan riset/penelitian.

h. Fasilitasi penyelenggaraan pendidikan politik di bidang kewaspadaan. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kewaspadaan.

j. Penyusunan bahan kebijakan teknis penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan Kesbangpol yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Bidang Kewaspadaan.

k. Penyiapan bahan laporan badan yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang Kewaspadaan.

l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Kewaspadaan.


(25)

41

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Bakesbangpol Provinsi DKI Jakarta dalam penelitian ini adalah menjalankan fungsi lembaga dalam meningkatkan kewaspadaan, ideologi dan politik kepada para pemuda di daerah rawan konflik dengan menyelenggarakan pelatihan pemuda pelopor.

2. Wawasan Kesatuan

Secara Etimologi kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi, ditambahkan akhiran (an) bermakna cara pandang, cara tincau atau cara melihat. Dari kata wawas muncul kata mawas yang berarti; memandang, meninjau atau melihat. Wawasan artinya; pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi, atau cara pandang atau cara melihat.

Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah. Persatuan/kesatuan mengandung arti “ bersatunya macam -macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan

serasi.”

Wawasan menurut Djuju Sudjana dalam buku Teori dan Konsep Pendidikan Luar Sekolah merupakan kemampuan kognitif seseorang. Kognitif atau pengetahuan merupakan serangkaian informasi yang dimiliki sesorang yang didapat dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.

Wawasan Kesatuan merupakan konsep yang lebih luas dari sekedar Bhineka Tunggal Ika. Pada dasarnya konsep ini memandang perbedaan sebagai sebuah anugerah yang seharusnya menjadi warna bagi kehidupan bermasyarakat. Perbedaan suku, agama, kebiasaan, budaya dan lainnya menjadi hal yang biasa dalam kehidupan.

Wawasan Kesatuan dalam penelitian ini menitikberatkan pada pembekalan kepada pemuda tentang arti persatuan dan kesatuan dalam mengantisipasi terjadinya konflik di lingkungan tempat tinggalnya.


(26)

42

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelatihan mengandung beberapa arti. Pertama pelatihan adalah suatu proses penyampaian dan kepemilikan keterampilan, pengetahuan dan nilai-nilai. Kedua, pelatihan adalah produk (hasil) dari proses tersebut, yaitu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam pelatihan. Ketiga, pelatihan adalah suatu disiplin akademik, yaitu kegiatan terorganisasi untuk mempelajari proses, produk, dan profesi pelatihan dengan menggunakan kajian sejarah, filsafat dan ilmu pengetahuan tentang manusia atau kajian keilmuan tentang manusia yang bermasyarakat.

Pemuda Pelopor merupakan produk dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menanggulangi konflik kepemudaan yang ada di Jakarta. Konsep pemuda pelopor pada dasarnya menjadi payung pemersatu berbagai jenis organisasi kepemudaan yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Pemuda pelopor diharapkan menjadi wadah bagi aspirasi organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Jakarta agar tidak terjadi konflik antar organisasi tersebut.

Pelatihan Pemuda Pelopor dalam penelitian ini adalah bentuk pemberian pengetahuan bagi pemuda di daerah rawan konflik tentang wawasan kesatuan. Dalam pelatihan ini akan dilihat Peran instruktur, keterlibatan peserta dan situasi komunikasi yang terjadi dalam pelatihan.

D. Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu : a. Penyusunan Kisi-kisi penelitian

Kegiatan penyusunan kisi-kisi penelitian dilakukan sebagai acuan dalam pembuatan alat pengumpul data berupa pedoman wawancara dan pedoman observasi sesuai dengan pertanyaan penelitian yang sudah ditetapkan. Kisi-kisi instrumen penelitian ini berisikan kolom-kolom, judul, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, aspek yang diteliti beserta indikatornya, sumber data dan jenis alat pengumpul data.


(27)

43

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, angket, lembar evaluasi dan studi dokumentasi dengan langkah-langkah penyusunannya sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Penelitian

Merumuskan masalah penelitian dengan aspek-aspek yang akan diteliti disertai indikator-indikator dan sub indikatornya, Kemudian mempersiapkan pedoman wawancara yang akan ditanyakan kepada responden, melakukan pengamatan, menyebarkan angket, melakukan tes evaluasi sebelum dan sesudah pelatihan berdasarkan pada aspek-aspek yang akan diteliti agar proses pengumpulan data dapat berlangsung secra efektif dan efisien.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap persiapan meruapakan tahap penggalian data yang lebih spesifik dengan melakukan wawancara, mengadakan observasi, menyebarkan angket dan melakukan tes evaluasi pada proses kegiatan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta.

Kegiatan-kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk memudahkan dalam tahap pelaksanaanya, disamping agar data yang dibutuhkan dapat terungkap sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh peneliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang peneliti lakukan antara lain :

a. Observasi

Nasution (1988) dalam Sugyono (2010:310) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data , yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang di peroleh melalui observasi. Melakukan observasi, yakni pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti untuk mengetahui keadaan yang sesungguhnya.


(28)

44

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Guba dan Lincoln (1981:191-193) dalam Moleong (2010: 174-175) menyatakan bahwa terdapat enam alasan mengapa penelitian kualitatif menggunakan teknik pengamatan (observation) untuk mengumpulkan data, yaitu: (1) teknik pengamatan ini di dasarkan atas teknik pengamatan secara langsung; (2) teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatata perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaaan sebenarnya; (3) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung di peroleh dari data; (4) sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan – jangan pada data yang di jaringnya ada yang keliru atau bias; (5) teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit; dan (6) dalam kasus-kasus teretentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak di mungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti mengamati dan mencatat tentang kejadian yang berlangsung sesuai dengan fokus masalah yang di teliti yaitu :

Tabel Jadwal Observasi

No Aspek Yang diamati

Jadwal Observasi

Ket Feb Maret April Mei

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Perencanaan Program Pelatihan

Pedoman observasi

2

Perumusan strategi pelaksanaan program pelatihan

Pedoman Observasi


(29)

45

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 Pelaksanaan

program pelatihan

Pedoman Observasi

4 Proses evaluasi pelatihan

Pedoman Observasi

b. Wawancara

Sugyono (2010:72) wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalu tanya jawab, sehingga dapat di konstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak pewawancara dengan pihak yang di wawancara. Wawancara dilakukan oleh pewawancara dengan mengunakan pedoman wawancara.

Wawancara merupakan cara yang penting untuk memeriksa keakuratan data hasil observasi. Wawancara dapat di gunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin di peroleh lewat observasi. Tujuan mewawancarai seseorang adalah untuk mengetahui apa yang di pikirkan mereka, apa yang mereka pikirkan ,atau bagaiman perasaan mereka tentang sesuatu hal, dikarenakan hal-hal tersebut tidak dapat di observasi.

Wawancara dilakukan untuk memeperoleh data dan informasi yang di butuhkan dalam penelitian ini. Data dan informasi ini di peroleh langsung dari warga belajar, sumber belajar/ tutor/ penyelenggara,dan pengelola yang terlibat dalam hal ini.

Wawancara dilakukan kepada Aparatur Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor. Sumber informan dalam wawancara adalah Kepala Sub Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta yang menjadi penanggung jawab penyelenggaraan kegiatan pelatihan pemuda pelopor. Aspek yang digali dalam wawancara dengan informan adalah terkait dengan fungsi manajemen


(30)

46

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemerintah dalam kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor dari mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai data yang dibutuhkan telah didapat dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti.

c. Angket

Menurut Sugiyono (2010 : 19) angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respoden untuk dijawab. Angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan pelatihan pemuda pelopor. Lembar uji hasil penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor, dengan menggunakan angket tertutup, dimana peneliti dapat memperoleh gambaran kesesuaian antara proses pelatihan yang direncanakan dengan proses pelatihan yang terjadi berdasarkan sudut pandang peserta pelatihan sebagai subyek dari pelatihan pemuda pelopor.

d. Tes evaluasi

Digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan. Tes evaluasi menggunakan tes awal (pre test) dan tes akhir

(post test). Tes evaluasi ini merupakan data mengenai pengetahuan pemuda

tentang wawasan kesatuan yang diperoleh melalui format evaluasi materi yang diberikan sebelum proses pelatihan dan pada akhir proses pelatihan pemuda pelopor. Format evaluasi terhadap tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan setelah mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor menggunakan tes evaluasi soal materi untuk mengukur akan tingkat pengetahuan di ranah kognitif.

Tingkat keberhasilan berupa pencapaian standar kompetensi yang diharapkan dengan tujuan mampu memberikan pengetahuan terhadap pemuda


(31)

47

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor, maka ditetapkan kriteria ketuntasan minimum yang dirancang oleh peneliti dengan nilai minimum 70.

e. Triangulasi data

Menurut Surgiyono (2013:330) dalam teknik pengumpulan data. triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Triangulasi bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menguji kreadibiitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data berbagai sumber data. Adappun menurut Nasution (2003:10) berpendapat bahwa triangulasi merupakan cara mendapatkan data atau informasi sari satu pihak hars di chek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua dan ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.

Triangulasi teknik, bearti peneliti menggunakan teknik pengumpulan daya yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi, wawancara, menyebar angket dan melakukan tes evaluasi untuk sumber daya yang sama. Sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan hasil data dari setiap informan yaitu, aparatur pemerintah bidang kewaspadaan Badan kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dan Peserta pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta.

F. Keabsahan Data

Keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran dari hasil penelitian ini. Satori & Komariah (2010:164)

menjelaskan “Penelitian kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan


(32)

48

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(dependenbility), dan kepastian (confilmability).“ Oleh karena itu, uji keabsahan data penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepercayaan (Credinility)

Untuk memperoleh kepercayaan data penelitian ini dilakukan dengan cara (1) Perpanjangan waktu pengamatan, tujuannya agar penelitian dengan informan menjadi akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. (2) Peningkatan ketekunan dilakukan agar dapat memperhatikan sesuatu dengan lebih cermat, terinci dan mendalam. (3) Triangulasi merupakan cara memperoleh kepercayaan dengan menggabungkan beberapa teknik pengumpulan data. (4) Diskusi dengan teman sejawat, yaitu dengan mendiskusikan hasil temuan yang didapat dengan orang lain yang paham tentang kajian penelitian ini. (5) Menggunakan bahan referensi, dalam hal ini digunakan foto dokumentasi terkait fokus penelitian untuk mendukung membuktikan data yang dikumpulkan selama penelitian. (6) Member chek dilakukan dengan cara mengkonfirmasi ulang hasil wawancara kepada informan yang bersangkutan.

b. Keteralihan (Transferability)

“Bagi penelitian naturalistik transferability bergantung pada si pemakai,

yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu“ Nasution, (1988, 118-119). Oleh karena itu, peneliti tidak dapat menjamin hasil penelitian ini dapat diterapkan pada konteks dan situasi lain, Namun, peneliti berusaha untuk mencoba membuat laporan penelitian ini dengan rinci, jelas, lengkap, dan sistematis, sehingga kemungkinan besar dapat memahami hasil penelitian ini.

c. Ketergantungan (Dependendability)

“Ketergantungan disebut juga audit kebergantungan menunjukkna bahwa

peneliti memiliki sifat ketaatan dengan menunjukkan konsisten dan stabilitas


(33)

49

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian ini, yang melakukan audit adalah pembimbing. Peneliti melaksanakan kegiatan bimbingan yang intensif dengan pembimbing. dan meminta untuk mereview seluruh aktivitas penelitian dimulai dari awal pembuatan desain penelitian sampai akhir pelaporan.

d. Kepastian (Confirmability)

Sebagaimana dikemukanan oleh Satori & Komariah (2010:167)

menjelaskan “Uji konfirmasbilitas bearti menguji hasil penelitian dikaitkan

dengan proses yang dilakukan“. Dalam penelitian ini, proses penelitian yang dilakukan berdasarkan tahapan yang telah ditentukan, dengan cara mengikuti tahapan ujian yang telah dijadwalkan.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu diinterprestasikan dan dianalisis secara terus menerus sejak awal hingga akhir penelitian. Nasution (2003:129) mengemukakan cara yang dianjurkan mengkikuti langkah-langkah berikut:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau penelitian yang terinci. Penelitian ini harus di reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendaikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Dalam hal ini, peneliti menemukan komponen-komponen yang terdapat pada peran kader posyandu untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan dan gizi melalui penyuluhan, yakni pemahaman awal dan akhir orangtua tentang kesehatan gizi, kondisi objektif anak sebelum dan sesudah penyuluhan, serta upaya kader untuk memberi pembekalan pada orangtua di Posyandu Melati XI Jayagiri Lembang.


(34)

50

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dalam tahapan ini, peneliti melakukan urutan sistematis pada kategori-kategori pada peran kader posyandu untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan gizi tersebut, dan dihubungkan. Dalam hal ini peneliti membuat hubungan dan narasi, sehingga akan ditemukan kesimpulannya.

c. Mengambil Kesimpuan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

H. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto ( 2002:136 ) Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, salah satu tujuan dibuatnya instrumen adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian. Instrumen pengumpul data yang digunakan yakni sebagai berikut :


(35)

51

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pedoman Observasi digunakan untuk melihat apakah aparatur pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebagai penyelenggara pelatihan pemuda pelopor mempunyai kontribusi terhadap peningkatan wawasan kesatuan pemuda.

2. Pedoman Wawancara digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana peran aparatur pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor dan juga pertanyaan penelitian faktor pendukung dan faktor penghambat penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. Wawancara memberikan keleluasaan bagi responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Angket digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. angket bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pelatihan pemuda pelopor.

4. Tes evaluasi (Pre test-Post test) digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pemuda pelopor.


(36)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan dan telah dijabarkan pada bab sebelumnya, kemudian disesuaikan dengan pertanyaan penelitian, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pada penyelenggraan pelatihan pemuda pelopor, peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta terdiri dari empat bagian, diantaranya fungsi perencanaan (Planning) yaitu menetapkan tujuan pelatihan, merumuskan strategi pelatihan, menentukan sumber daya yang dibutuhkan dalam pelatihan dan menetapkan standar indikator keberhasilan pelatihan. Pada fungsi pengorganisasian (Organizing) yaitu mengalokasikan sumber daya pelatihan, merumuskan dan menetapkan tugas, menetapkan prosedur dalam pelatihan, dan melakukan perekrutan peserta pelatihan. Fungsi pelaksanaan (Actuating) yaitu mengimplementasikan program pelatihan, melakukan pembimbingan/ motivasi untuk mencapai tujuan, dan menjelaskan kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi penilaian (Controlling) yaitu mengevaluasi keberhasilan dalam mencapai tujuan pelatihan, mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas kendala yang ditemukan selama pelatihan dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan pelatihan.

2. Pelatihan Pemuda Pelopor mampu memberikan perubahan pengetahuan kepada peserta pelatihan. Besarnya perubahan tersebut diukur dengan membandingkan hasil nilai pre test dan post test diketahui melalui rata-rata nilai pre test 51,17 dan post test sebesar 80,17 atau meningkat 29 poin. Perubahan pengetahuan terbesar berasal dari unsur organisasi karang taruna dan terendah berasal dari unsur organisasi Pemuda Pancasila.

3. Penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor oleh Aparatur pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sudah menerapkan metode


(37)

111

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran orang dewasa yang lebih melibatkan peserta dalam memperoleh pengetahuan tentang wawasan kesatuan. Pelatihan Pemuda Pelopor mendapatkan reaksi positif dari peserta pelatihan yang tergambarkan oleh data instrumen angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Komponen dalam penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor diantaranya peran fasilitator dalam melaksanakan pelatihan, keterlibatan peserta dan situasi komunikasi selama pelatihan berlangsung.

4. Kekuatan pada pelatihan pemuda pelopor yakni keinginan dan tekad yang kuat dari masyarakat serta kesamaan pandangan dari organisasi kepemudaan dalam menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tindak lanjut kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor adalah dibentuknya sebuah wadah bagi seluruh organisasi kepemudaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat komunikasi antar pemuda dalam menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. faktor penghambat ditemukan data bahwa dari segi kepersertaan, perwakilan yang dikirim dari masing-masing organisasi kepemudaan cenderung kurang kooperatif, hal ini disebabkan oleh tidak diseleksinya calon peserta yang dikirim untuk mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor. Hal ini mengindikasikan bahwa Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta telah menjalankan perannya dengan baik dalam mengatasi kendala dan mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi selama pelatihan pemuda pelopor.

B. Rekomendasi

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan kedamainan masyarakat, oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi kebijakan tentang kewaspadaan dini dalam mencegah terjadinya konflik social salah satunya dengan mengadakan pelatihan sejenis yang dapat memberikan bekal bagi masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya konflik di masyarakat.


(38)

112

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menyusun strategi dan prosedur yang lebih efektif dan efisien dalam merekrut peserta pelatihan. Hal ini dilakukan agar tujuan dari pelatihan akan benar-benar sampai kepada masyarakat.

3. Organisasi kepemudaan sebagai wadah dalam pengembangan kompetensi pemuda harus memiliki visi dan misi yang jelas yang didasarkan pada paham Ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila. Organisasi pemuda sebaiknya memiliki prosedur perekrutan yang terstruktur agar dalam menjalankan visi dan misinya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.


(39)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Third ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta Bandung

Margono. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta .

Moleong, L. J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya

Nasution, S (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Leonard, C.D. (2002). Learning theories. California: Greenwood publishing group.

Pont, Tony. (1996). Developing Effecitve Training Skills. Berkshire, GB: McGraw Hill.

Soedomo, M. (2000). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem

Belajar Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Sudjana, H.D, Pendidikan Non Formal, Bandung: Falah Production, 2004. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wikipedia. (2009). Teori belajar. [Online]. Tersedia:


(1)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dalam tahapan ini, peneliti melakukan urutan sistematis pada kategori-kategori pada peran kader posyandu untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan gizi tersebut, dan dihubungkan. Dalam hal ini peneliti membuat hubungan dan narasi, sehingga akan ditemukan kesimpulannya.

c. Mengambil Kesimpuan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

H. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto ( 2002:136 ) Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, salah satu tujuan dibuatnya instrumen adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian. Instrumen pengumpul data yang digunakan yakni sebagai berikut :


(2)

51

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pedoman Observasi digunakan untuk melihat apakah aparatur pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebagai penyelenggara pelatihan pemuda pelopor mempunyai kontribusi terhadap peningkatan wawasan kesatuan pemuda.

2. Pedoman Wawancara digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana peran aparatur pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor dan juga pertanyaan penelitian faktor pendukung dan faktor penghambat penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. Wawancara memberikan keleluasaan bagi responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Angket digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. angket bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pelatihan pemuda pelopor.

4. Tes evaluasi (Pre test-Post test) digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pemuda pelopor.


(3)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan dan telah dijabarkan pada bab sebelumnya, kemudian disesuaikan dengan pertanyaan penelitian, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pada penyelenggraan pelatihan pemuda pelopor, peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta terdiri dari empat bagian, diantaranya fungsi perencanaan (Planning) yaitu menetapkan tujuan pelatihan, merumuskan strategi pelatihan, menentukan sumber daya yang dibutuhkan dalam pelatihan dan menetapkan standar indikator keberhasilan pelatihan. Pada fungsi pengorganisasian (Organizing) yaitu mengalokasikan sumber daya pelatihan, merumuskan dan menetapkan tugas, menetapkan prosedur dalam pelatihan, dan melakukan perekrutan peserta pelatihan. Fungsi pelaksanaan (Actuating) yaitu mengimplementasikan program pelatihan, melakukan pembimbingan/ motivasi untuk mencapai tujuan, dan menjelaskan kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi penilaian (Controlling) yaitu mengevaluasi keberhasilan dalam mencapai tujuan pelatihan, mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas kendala yang ditemukan selama pelatihan dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan pelatihan.

2. Pelatihan Pemuda Pelopor mampu memberikan perubahan pengetahuan kepada peserta pelatihan. Besarnya perubahan tersebut diukur dengan membandingkan hasil nilai pre test dan post test diketahui melalui rata-rata nilai pre test 51,17 dan post test sebesar 80,17 atau meningkat 29 poin. Perubahan pengetahuan terbesar berasal dari unsur organisasi karang taruna dan terendah berasal dari unsur organisasi Pemuda Pancasila.

3. Penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor oleh Aparatur pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sudah menerapkan metode


(4)

111

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran orang dewasa yang lebih melibatkan peserta dalam memperoleh pengetahuan tentang wawasan kesatuan. Pelatihan Pemuda Pelopor mendapatkan reaksi positif dari peserta pelatihan yang tergambarkan oleh data instrumen angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Komponen dalam penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor diantaranya peran fasilitator dalam melaksanakan pelatihan, keterlibatan peserta dan situasi komunikasi selama pelatihan berlangsung.

4. Kekuatan pada pelatihan pemuda pelopor yakni keinginan dan tekad yang kuat dari masyarakat serta kesamaan pandangan dari organisasi kepemudaan dalam menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tindak lanjut kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor adalah dibentuknya sebuah wadah bagi seluruh organisasi kepemudaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat komunikasi antar pemuda dalam menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. faktor penghambat ditemukan data bahwa dari segi kepersertaan, perwakilan yang dikirim dari masing-masing organisasi kepemudaan cenderung kurang kooperatif, hal ini disebabkan oleh tidak diseleksinya calon peserta yang dikirim untuk mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor. Hal ini mengindikasikan bahwa Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta telah menjalankan perannya dengan baik dalam mengatasi kendala dan mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi selama pelatihan pemuda pelopor.

B. Rekomendasi

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan kedamainan masyarakat, oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi kebijakan tentang kewaspadaan dini dalam mencegah terjadinya konflik social salah satunya dengan mengadakan pelatihan sejenis yang dapat memberikan bekal bagi masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya konflik di masyarakat.


(5)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menyusun strategi dan prosedur yang lebih efektif dan efisien dalam merekrut peserta pelatihan. Hal ini dilakukan agar tujuan dari pelatihan akan benar-benar sampai kepada masyarakat.

3. Organisasi kepemudaan sebagai wadah dalam pengembangan kompetensi pemuda harus memiliki visi dan misi yang jelas yang didasarkan pada paham Ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila. Organisasi pemuda sebaiknya memiliki prosedur perekrutan yang terstruktur agar dalam menjalankan visi dan misinya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.


(6)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Third ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta Bandung

Margono. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta .

Moleong, L. J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya

Nasution, S (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Leonard, C.D. (2002). Learning theories. California: Greenwood publishing group.

Pont, Tony. (1996). Developing Effecitve Training Skills. Berkshire, GB: McGraw Hill.

Soedomo, M. (2000). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem

Belajar Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Sudjana, H.D, Pendidikan Non Formal, Bandung: Falah Production, 2004. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wikipedia. (2009). Teori belajar. [Online]. Tersedia: