Tinjauan tentang Pembuktian Kerangka Teori

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pembuktian

a. Pengertian Pembuktian Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan M. Yahya Harahap, 2003 : 293. Hari Sasangka dan Lily Rosita memberikan definisi hukum pembuktian yaitu sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 10. Pembuktian yaitu yang dimaksudkan dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Menurut Darwan Prinst 1998:133, yang dimaksud dengan pembuktian, adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, commit to user berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal Andi Hamzah, 2002 : 245. Menurut Martiman Prodjohamidjojo 1984 : 11 membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa itu. Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan oleh undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan oleh majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusanberdasarkan hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem pembuktian M. Yahya Harahap, 2008 : 274. b. Sistem Pembuktian Sistem Pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara- cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan dan dengan cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinan Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11. Dalam hukum pidana dikenal empat teori pembuktian, yaitu : 1 Sistem atau Teori Pembuktian berdasarkan Keyakinan Hakim Conviction Intime commit to user Teori pembuktian menurut keyakinan hakim ialah berhadap- hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang- undang secara positif. Menurut pendapat Andi Hamzah dalam bukunya “Hukum Acara Pidana Indonesia” mengatakan bahwa pengadilan adat dan swapraja pun memakai sistem keyakinan hakim melulu selaras dengan kenyataan bahwa pengadilan-pengadilan tersebut dipimpin oleh hakim-hakim yang bukan ahli berpendidikan hukum. Sistem ini memberi kebebasan hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. Disamping itu terdakwa atau penasihat hukumnya sulit melakukan pembelaan. Dan hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis. 2 Sistem atau Teori Pembuktian berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis Laconviction Raisonnee Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian sisertai dengan suatu kesimpulan conclusie yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu Andi Hamzah, 2002 : 249. Sistem atau teori pembuktian ini juga disebut pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya vrije bewijstheorie. Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. 3 Sistem atau Teori Pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara Positif Positif Wettelijk Bewijstheorie commit to user Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif positif wettelijk bewijstheorie adalah pembuktian yang didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang. Dikatakan secara positif, hanya karena didasarkan pada undang- undang melulu, artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal formele bewijstheorie Andi Hamzah, 2002 : 247. Sistem atau teori pembuktian ini berusaha menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dengan kata lain, bahwa keyakinan hakim dalam sistem pembuktian menurut undang- undang secara positif ini, tidak ikut berperan menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah. 4 Sistem atau Teori Pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara Negatif Negatief Wettelijk KUHAP maupun HIR, menganut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang negatif negatief wettelijk. Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang KUHAP, yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. commit to user Sebelum diberlakukan KUHAP, ketentuan yang sama telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok tentang Kekuasaan Kehakiman UUPKK Pasal 6 yang berbunyi : “Tiada seorang pun dapat dijatuhi dipidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”. Sistem Pembuktian Yang Dianut Indonesia didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Asas minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur batas yang harus dipenuhi untuk membutikan kesalahan terdakwa yaitu : 1 Dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah dengan hanya satu alat bukti belum cukup. 2 Kecuali dalam pemeriksaan perkara dengan cara pemeriksaan ”cepat”, dengan satu alat bukti sah saja sudah cupuk mendukung keyakinan hakim. Kemudian yang merupakan prinsip pembuktian adalah: 1 Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan notoire feiten; 2 Satu saksi bukan saksi unus testis nullus testis; 3 Pengakuan keterangan terdakwa tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah. commit to user c. Alat Bukti Yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan pleh terdakwa Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11. Alat bukti adalah suatu barangnon barang yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan ataupun gugatan Bambang Waluyo, 1996 : 3. Pengertian alat bukti dalam Black’s Law Dictionary adalah semua jenis bukti yang secara legal disajikan di depan persidangan oleh suatu pihak dan melalui sarana saksi, catatan, dokumen, peragaan, benda-benda konkrit dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk menimbulkan keyakinan pada hakim. Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHAP, adalah : 1 Keterangan saksi Keterangan saksi disebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP sebagai alat bukti yang pertama. Dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Maka keterangan saksi sebagai alat bukti yaitu apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP dijelaskan mengenai pengertian saksi, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna commit to user kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Sistem pemeriksaan perkara menurut KUHAP dimulai dengan pemeriksaan saksi-saksi, meskipun pada permulaan sidang hakim memanggil terdakwa terlebih dahulu kemudian menanyakan hal-hal mengenai diri terdakwaidentitas tetapi belum langsung mengenai pokok perkaranya Faisal Salam, 2001 : 283. Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi M.Yahya Harahap, 2008 : 286. Menurut penjelasan Pasal 185 ayat 1 KUHAP, dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau Testimonium de Auditu. Dan mengenai pemeriksaan saksi diatur dalam Pasal 159 KUHAP sampai dengan Pasal 174 KUHAP. Saksi dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a Saksi a charge, yaitu saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, dikarenakan kesaksiannya dapat memberatkan terdakwa. b Saksi a de charge, yaitu saksi yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, atau terdakwa, atau Penasehat Hukum yang sifatnya dapat meringankan terdakwa. Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah : commit to user a Syarat Formil : 1 Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan Pasal 160 ayat 3 dan Pasal 160 ayat 4 KUHAP; 2 Seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau sudah menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa Pasal 171 butir a KUHAP. b Syarat Materiil 1 Melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana Pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP; 2 Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya atau pengetahuannya itu Pasal 1 butir 27 KUHAP; 3 Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Asas ini dikenal dengan asas unus testis nulus testis Pasal 185 ayat 2 KUHAP. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaan masing-masing sebelum memberikan keterangan di persidangan. Apabila tidak, meskipun satu dengan yang lain sesuai, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti. Dalam hal keterangan saksi yang diberikan tidak dibawah sumpah, hanya dipergunakan sebagai penambah kesaksian yang sah. commit to user Penilaian keterangan saksi dapat diperoleh dari: a Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain; c Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. 2 Keterangan Ahli Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seorang ahli berperan sekaligus sebagai saksi. Keterangan dari seorang ahli itu mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan mengambil kesimpulan mengenai hal-hal itu. Dan dalam Pasal 186 KUHAP dinyatakan bahwa: “keterangan ahli adalah yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan”. Keterangan ahli dapat juga diberikan di luar sidang yaitu pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dituangkan dalam bentuk laporan. Dalam KUHAP dibedakan mengenai keterangan ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan ahli dan keterangan ahli secara tertulis diluar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat. Kekuatan pembuktian peda keterangan ahli pada prinsipnya tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama dengan nilai kekuatan pembuktian pada alat bukti keterangan saksi. commit to user 3 Surat Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 huruf c, Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Disebutkan dalam Pasal 187 KUHAP, yang merupakan alat bukti surat adalah : a berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; b surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang dipruntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hal ini hakim diminta cermat dalam mempertimbangkan bukti berupa surat. 4 Petunjuk Pasal 184 KUHAP menyebukan petunjuk sebagai alat bukti yang keempat. Pasal 188 ayat 1 KUHP berbunyi: “Petujuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. commit to user Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat 1 dapat diperoleh dari: a Keterangan saksi; b Surat; c Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 188 ayat 3 KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. 5 Keterangan terdakwa Pengertian keterangan terdakwa seperti disebutkan dalam Pasal 189 ayat 1 KUHAP yaitu, keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan tersebut didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepada terdakwa. Pengertian keterangan terdakwa adalah lebih luas dibanding dengan pengakuan terdakwa. Sehingga dengan memakai keterangan terdakwa dapat dikatakan lebih maju daripada pengakuan terdakwa. Keterangan terdakwa ada kemungkinan berisi pengakuan terdakwa, keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan terdakwa sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat: a Mengakui ia melakukan delik yang didakwakan; b Mengaku ia bersalah. commit to user Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah seperti yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain untuk memperkuatnya.

2. Tinjauan tentang Hak-Hak Terdakwa

Dokumen yang terkait

TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PASAL 65 KUHAP TENTANG HAK TERSANGKA ATAU TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN (SAKSI/SAKSI AHLI) DI SEMUA TINGKAT PEMERIKSAAN.

1 4 12

SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PASAL 65 KUHAP TENTANG HAK TERSANGKA ATAU TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN (SAKSI/SAKSI AHLI) DI SEMUA TINGKAT PEMERIKSAAN.

1 10 13

KEDUDUKAN SAKSI VERBALISAN (SAKSI PENYIDIK) SEBAGAI ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali).

0 2 14

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI PADANG.

0 1 6

PERANAN KETERANGAN SAKSI A CHARGE SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA.

0 2 74

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN ALAT BUKTI BERUPA SAKSI DAN AHLI MERINGANKAN DALAM PERKARA PENODAAN AGAMA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor : 69/Pid.B/2012/Pn.Spg).

0 0 13

TELAAH YURIDIS EKSISTENSI SAKSI A DE CHARGE SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN TERDAKWA TERHADAP ALAT BUKTI PENUNTUT UMUM DAN ARGUMENTASI HAKIM DALAM PENILAIANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI DEMAK (STUDI KASUS DAL

0 0 13

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA

0 0 9

PERANAN KETERANGAN SAKSI A CHARGE SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA SKRIPSI

0 0 28

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN (A DE CHARGE) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN HAKIM DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENGANIAYAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BAUBAU NOMOR 71/PID.B/2015/PN.BAU) - UNS Institutio

0 0 13