Pertimbangan Hakim Kekuatan pembuktian keterangan saksi yang meringankan dalam

commit to user MIRC Microsoft Internet Relay Chat antara Jack Roche dengan Abdul Rahim; Tetap terlampir dalam berkas perkara. e. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- lima ribu rupiah.

3. Pertimbangan Hakim

Bahwa apakah terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, maka didalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut : a. Dakwaan Kesatu Primair, terdakwa telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 14 jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Rl Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana: Menimbang, bahwa adapun peranan terdakwa dalam dakwaan kesatu primair sebagaimana disebutkan, didakwa sebagai orang yang melakukan pleger, yang menyuruh melakukan doen pleger atau turut melakukan perbuatan mede pleger, merencanakan danatau menggerakkan orang lain, pelaku peledakan bom JW Marriot; Menimbang bahwa menurut penjelasan Pasal 14 Perpu No.1 Tahun 2002 ketentuan Pasal ini ditujukan terhadap metor intelectualis. Yang dimaksud “merencanakan” termasuk mempersiapkan baik secara fisik, financial, maupun sumber daya manusia, sedangkan yang dimaksud dengan “menggerakkan” ialah melakukan hasutan-hasutan dan provokasi, pemberian hadiah atau uang atau janji-janji; Menimbang, bahwa telah dipertimbangkan bahwa perbuatan yang terbukti adalah : 1 Oleh anggota yang menamakan dirinya Jamaah Islamiyah menganggap bahwa setelah Abdullah Sunkar meninggal dunia sebagai pengganti menjadi amir adalah terdakwa; commit to user 2 Terdakwa menghadiri acara wisuda pelatihan militer di Camp Hudaibiyah Mindanao Filipina didampingi Muhamad Nasir Abas alias Nasir Abas dan Imron Bayhaqi, melakukan inspeksi barisan yang seluruhya memakai seragam loreng dan menyaksikan pergaan kemampuan militer dan memasang bom; 3 Memberi jawaban “terserah pada kalian karena kalian yang tahu situasi dilapangan” atas pertanyaan “Bagaimana kalau kawan- kawan mengadakan acara di Bali”, yang diajukan dan disampaikan Amrozi bin Nurhasyim saat berkunjung kerumah terdakwa di Solo pada bulan Agustus 2002 bersama-sama Utomo Pamungkas; Menimbang, bahwa meskipun terdakwa oleh para anggota Jamaah Islamiyah dianggap sebagai Amir Jamaah Islamiyah dan kemudian hadir di Camp Hudaibiyah Mindanao Filipina pada bulan April tahun 2000, akan tetapi dari perbuatan terdakwa tersebut tidak ada bukti yang membuktikan bahwa perbuatan terdakwa tersebut sebagai pelaksanaan dari niata untuk melakukan pengeboman di Hotel JW Marriot, juga tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa tersebut dalam rangka mempersiapkan fisik, financial maupun sumber daya manusia untuk melakukan rencana pengeboman hotel JW Marriot; Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa yang terbukti tersebut tidak pula membuktikan adanya hasutan dan provokasi, pemberian hadiah atau uang atau janji-janji dari terdakwa untuk melakukan pengeboman hotel JW Marriot. Demikian pula surat bukti yang terdaftar dalam barang bukti, tidak ada satupun yang membuktikan bahwa terdakwa telah merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan peledakan bom di halaman hotel JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003; Menimbang, bahwa demikian pula halnya saksi a charge ataupun a de charge tidak ada yang menerangkan bahwa terdakwa commit to user yang merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan pengeboman dimaksud; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah tidak terbukti merencanakan danatau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kesatu Primair. b. Dakwaan Kesatu Subsidair, terdakwa didakwa melanggar Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Rl Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP: Menimbang, bahwa adapun para pelaku langsung peledakan bom hotel JW Marriot ada yang didengar sebagai saksi dalam perkara ini dan ada pula yang telah dijatuhi pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dipersalahkan melakukan tindak pidana terorisme dimaksud antara lain Ismail, Masrizal dan Moh. Rais, oleh karena itu tindak pidana terorisme sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Kesatu Subsidair, Pasal 6 Perppu No.1 Tahun 2002 tidak perlu lagi dipertimbangkan lebih jauh dan dianggap telah terbukti; Menimbang, bahwa untuk itu Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan telah dipertimbangkan dan dinyatakan telah terbukti dilakukan terdakwa: 1 Unsur Orang yang melakukan Menimbang, bahwa pada saat peledakan bom JW Marriot terjadi tanggal 5 Agustus 2003, menurut para saksi bahwa terdakwa berada dalam lembaga pemasyarakatan Cipinang, dan dibenarkan oleh terdakwa bahwa ia pada saat itu sedang menjalani masa tahanan di dalam lembaga pemasyarakatan Cipinang, dimana keterangan saksi-saksi dan terdakwa ini bersesuaian dengan barang bukti berupa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.547Pid.B2003PN.Jkt.Pst jo Putusan Pengadilaan Tinggi DKI commit to user Jakarta No.168Pid2003PT.DKI jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI NO. 24 KPid2004 tanggal 1 Maret 2004; Menimbang, bahwa oleh karena itu Pengadilan Negeri berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai orang yang melakukan pleger tindak pidana berupa pemboman hotel JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003. 2 Orang yang menyuruh melakukan Doen Pleger Menimbang, bahwa dari fakta hukum terbukti bahwa terdakwa dianggap oleh anggota Jamaah Islamiyah sebagai Amir, dan terbukti terdakwa hadir dalam acara wisuda pelatihan militer di Camp Hudaibiyah Mindanao Filipina. Dari fakta hukum ini, menurut Pengadilan Negeri tudak ada perbuatan yang tersurat atau tersirat yang isinya perintah atau menyuruh untuk melakukan peledakan bom di hotel JW Marriot. Demikian pula dengan keterangan para saiksi, baik saksi a charge ataupun a de charge serta barang bukti ,tidak ada satupun yang membuktikan bahwa terdakwa telah memberikan perintah atau menyuruh lakukan tindak pidana terorisme berupa peledakan bom di halaman hotel JW Marriot pada tenggal 5 Agustus 2003. Manimbang, bahwa dengan demikian maka terdakwa tidak terbukti sebagai orang yang menyuruh melakukan doen pleger tindak pidana pengeboman hotel JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003. 3 Turut Melakukan Perbuatan Mede Pleger Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan, Pengadilan Negeri berpendapat bahwa Mede Pleger menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dan pendapat Prof. Moelyatno, telah tidak terpenuhi dari perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa; Menimbang, bahwa dari seluruh pertimbangan- pertimbangan, Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu sebagai orang commit to user yang melakukan pleger, yang menyuruh melakukan doen pleger, atau turut melakukan perbuatan mede pleger, telah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kesatu Subsidair. c. Dakwaan Kesatu Lebih Subsidair, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Rl Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP: Menimbang, bahwa tindak pidana terorisme sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu lebih subsidair ini yaitu peledakan bom di halaman hotel JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003 beserta para pelaku yang langsung melakukan tindak pidana tersebut diatas dalam dakwaan kesatu primair dan subsidair telah dipertimbangkan diatas dan diambil alih menjadi pertimbangan dalam dakwaan ini, dan dianggap telah terbukti. d. Dakwaan Kesatu Lebih-lebih Subsidair, Pasal 15 jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Rl Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003: 1 Unsur setiap orang. Menimbang, bahwa dalam perkara ini telah dihadapkan kedepan persidangan seorang bernama Abu Bakar Ba’asyir alias Abdus Somad alias Abu Bakar Ba’asyir bin Abud Ba’asyir, untuk diperiksa dan diadili sebagai terdakwa dengan dakwaan tersebut diatas. Selama persidangan terdakwa dapat mengikutinya dengan baik, dimana fakta ini menyebutkn bahwa terdakwa selaku obyek hukum dalam keadaan sehat jasmani, rohani, sehingga dapat bertanggung jawab menurut hukum atas segala tindakannya; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas pengertian “setiap orang baik” menurut Pasal 1 angka 2 Perpu NO.1 Tahun 2002 maupun menurut Yurisprudensi Mahkamah commit to user Agung RI dimaksud telah terpenuhi. Oleh karena mana menurut Pengadilan Negeri unsur pertama “setiap orang” telah terpenuhi. 2 Unsur melakukan pemufakatan jahat, percobaan atas pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Menimbang, bahwa unsur kedua diatas bersifat alternatif, drngan terpenuhi salah satu diantaranya, maka dianggap unsur ini telah terpenuhi. Namun masing-masing mempunyai makna yang berbeda; Manimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan, unsur pemufakatan jahat ini, telah tidak terpenuhi dari perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa; Menimbang, bahwa Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang terbukti dilakukan tersebut bukan merupakan permulan pelaksanaan dari tindak pidana terorisme dimaksud. Oleh karena itu unsur percobaan ini telah tidak terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena itu Pengadilan berpendapat bahwa unsur kedua dari Pasal 15 Perpu No.1 Tahun 2002 yaitu melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme, telah tidak terpenuhi. Oleh karena mana terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kesatu Lebih- lebih Subsidair. e. Dakwaan Kesatu Lebih-lebih Subsidair lagi, Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Rl Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003: Menimbang, bahwa dari bunyi Pasal 13 huruf c Perpu No.1 tahun 2002, menurut hemat Majelis Hakim unsur yang paling isensial untuk dipertimbangkan dengan seksama yaitu menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme; Menimbang, bahwa dari keterangan pasra saksi dengan melihat persesuaian antara yang satu dengan yang lainnya, commit to user dihubungkan dengan barang bukti, diperoleh fakta hukum sebagai perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa sebagaimana telah berulang-ulang disebutkan diatas. Dari fakta hukum tersebut tidak ada yang mengenai tindak pidana terorisme berupa peledakan hotel JW Marriot. Dengan sendirinya tidak ada informasi yang disembunyikan tentang tindak pidana terorisme. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan, unsur menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, telah tidak terpenuhi. Maka dengan tidak terpenuhinya unsur ini, unsur- unsur lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan terdakwa harus pula dibebaskan dari dakwaan kesatu lebih-lebih subsidair lagi; Menimbang, bahwa dari seluruh rangkaian pertimbangan diatas, ternyata seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Kesatu telah tidak terpenuhi. f. Dakwaan Kedua Primair, Pasal 187 ke-3 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP: 1 Unsur “ Barang Siapa” Menimbang, bahwa tentang “barang siapa” mempunyai pengertian sama dengan “setiap orang” sebagaimana telah dibahas dan sebagaimana telah terbukti dalam mempertimbangkan unsur- unsur dalam dakwaan kesatu lebih-lebih subsidair, maka pertimbangan tersebut diambil alih sebagai unsur yang terbukti pula dalam dakwaan ini; 2 Unsur “Bersama-sama atau sendiri-sendiri” Manimbang, bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.11955MA tanggal 23 Desember 1955 dan Pendapat Prof. Moelyatno, SH. Dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap dipersidangan, maka Pengadilan Negeri bahwa perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa terebut tidak merupakan kesatuandengan perbuatan para pelaku, dan bukan pula merupakan permulaan pelaksanaandari delik sebagaimana commit to user pendapat R.Sugandhi dan R.Soesilo. Dengan pertimbangan bahwa yang membahayakan itu timbulnya ledakan, sementara kata-kata terdakwa “terserah pada kalian” tidak dapat menimbulkan ledakan bila tidak diikuti dengan perbuatan-perbuatan lannya seperti menyiapkan bom dan membawa ke lokasi peledakan; Menimbang bahwa seluruh uraian diatas, menurut Pangadilan Negeri unsur kedua dalam Dakwaan Kedua Primair ini tidak tebukti, maka unsur selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kedua Primair. g. Dakwaan Kedua Subsidair, Pasal 187 ke-3 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP: 1 Unsur “Barang Siapa”. Menimbang, bahwa seperti telah diuraikan dimuka dalam mempertimbangkan Dakwaan Kedua Primair diatas tentang “Barang siapa” ini sebagaimana telah terpenuhiterbukti, maka pertimbangan tentang hal itu diambil alih sebagai hal yang telah terbukti pula dalam dakwaan ini; 2 Unsur “Membujuk”. Manimbang, bahwa Pengadilan Negeri berpendapat bahwa “pembujuk” Uitlokker menurut R. Soesilo terebut diatas, telah tidak terpenuhi dari perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa. Oleh karena mana, unsur selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan kedua subsidair; h. Dakwaan Kedua Lebih Subsidair, Pasal 187 ter jo Pasal 187 ke-3 KUHP: 1 Unsur “Pemufakatan Jahat”. Menimbang, bahwa oleh karena itu menurut Majelis Hakim, kata-kata terdakwa “terserah pada kalian karena kalian yang tahu situasi dilapangan” atas pertanyaan “bagaimana kalau kawan-kawan mengadakan acara di Bali”, merupakan pemufakatan jahat terdakwa penghadap Amrozi dan Utomo Pamungkas commit to user bersama pelaksana lainnya untuk melakukan kejahatan berupa peledakan bom Bali; Menimbang, bahwa dari uraian diatas, Pengadilan Negeri berkeyakinan unsur adanya pemufakatan jahat tersebut telah cukup terpenuhi; 2 Unsur “ untuk melakukan salah satu kejahatan dalam Pasal 187 ke- 3 KUHP yaitu dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, banjir jika karena perbuatannya tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati. Menimbang, bahwa dalam peledakan bom Bali, benar terdakwa tidak ikut melakukan secara langsung peledakan bom tersebut, namun dengan adanya kata-kata dari terdakwa yang dapat diartikan memberi persetujuan kepada Amrozi dan kawan-kawan untuk melakukan acaranya tersebut, semestinya terdakwa menyadari kemungkinan yang akan terjadi serta akibatnya, karena ia sebagai seorang ustadz akan didengar kata-katanya oleh pengikut-pengikutnya. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas ternyata semua unsur yang terkandung dalam Pasal 187 ter jo Pasak 187 ke-3 KUHP telah terpenuhi dengan seutuhnya. Dimana selama persidangan berlangsung, majelis hakim tidak melihat adanya alasan-alasan pemaaf atau pembenar baik dalam diri terdakwa yang dapat menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi terdakwa. Oleh karena itu Majelis hakim berkesimpulan bahwa terdakwa Abu Bakar Ba’asyir alias Abdus Somad alias Abu Bakar Ba’asyir bin Abud Ba’asyir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Kedua Lebih Subsidair, melanggar Pasal 187 ter jo Pasal 187 ke-3 KUHP; commit to user i. Menimbang, bahwa adapun yang menjadi pertimbangan Pengadilan sebagai hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dalam menjatuhkan pidana adalah sebagai berikut : 1 Hal-hal yang memberatkan : - Terdakwa sudah pernah dihukum ; - Perbuatan terdakwa mengakibatkan terganggunya perekonomian Negara karena kepercayaan dunia Internasional terhadap keamanan di Indonesia menjadi berkurang ; - Perbuatan terdakwa mengakibatkan penderitaan bagi korban dan keluarganya. 2 Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa sudah lanjut usia ; - Terdakwa bersikap sopan dipersidangan ; - Terdakwa cukup kooperatif dalam mengikuti persidangan sehingga memperlancar jalannya persidangan. j. Menimbang, bahwa dalam menjatuhkan putusan ini semata-mata berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan dengan mengacu kepada hukum yang berlaku, dengan tanpa ada tekanan dari pihak manapun juga termasuk Amerika Serikat.

4. Amar Putusan

Dokumen yang terkait

TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PASAL 65 KUHAP TENTANG HAK TERSANGKA ATAU TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN (SAKSI/SAKSI AHLI) DI SEMUA TINGKAT PEMERIKSAAN.

1 4 12

SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PASAL 65 KUHAP TENTANG HAK TERSANGKA ATAU TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN (SAKSI/SAKSI AHLI) DI SEMUA TINGKAT PEMERIKSAAN.

1 10 13

KEDUDUKAN SAKSI VERBALISAN (SAKSI PENYIDIK) SEBAGAI ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali).

0 2 14

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI PADANG.

0 1 6

PERANAN KETERANGAN SAKSI A CHARGE SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA.

0 2 74

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN ALAT BUKTI BERUPA SAKSI DAN AHLI MERINGANKAN DALAM PERKARA PENODAAN AGAMA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor : 69/Pid.B/2012/Pn.Spg).

0 0 13

TELAAH YURIDIS EKSISTENSI SAKSI A DE CHARGE SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN TERDAKWA TERHADAP ALAT BUKTI PENUNTUT UMUM DAN ARGUMENTASI HAKIM DALAM PENILAIANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI DEMAK (STUDI KASUS DAL

0 0 13

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA

0 0 9

PERANAN KETERANGAN SAKSI A CHARGE SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA SKRIPSI

0 0 28

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN (A DE CHARGE) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN HAKIM DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENGANIAYAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BAUBAU NOMOR 71/PID.B/2015/PN.BAU) - UNS Institutio

0 0 13