20 manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku
orang lain. Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan modelling, dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran. Bandura mengungkapkan bahwa perilaku seseorang adalah hasil
interaksi faktor dalam diri kognitif dan lingkungan. Dapat disimpulkan juga bahwa perilaku prososial adalah hasil interaksi faktor kognitif empati dan
lingkungan pola asuh demoktratis.
2.1.4. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHI
PERILAKU PROSOSIAL
Menurut Eissenberg dan Mussen 1989, ada tujuh faktor utama yang mempengaruhi perilaku prososial anak:
a. Faktor Biologis Faktor biologis memegang peranan penting dalam kapasitas untuk
berperilaku prososial. Ada dasar genetik yang menyebabkan timbulnya perbedaan individual dalam intensi prososial. Faktor genetik mengendalikan
respon prososial beberapa spesies hewan dan hal ini digeneralisasi pada manusia.
b. Budaya masyarakat setempat Perilaku, motivasi, orientasi dan nilai-nilai yang diyakini oleh individu
juga diarahkan oleh budaya tempat individu tersebut tinggal. Semua aspek perilaku dan fungsi psikologis yang diperoleh paling tidak juga dipengaruhi
oleh aspek budaya. Keanggotaan dalam suatu kelompok budaya hanya bisa digunakan untuk memperkirakan kecenderungan hati individu untuk bertindak
secara prososial dalam berbagai aspek budaya.
21 c. Pengalaman sosialisasi
Pengalaman sosialisasi yang dimaksud adalah banyaknya interaksi anak dengan agen-agen sosialisasi seperti orang tua yang merupakan agen sosialisasi
utama, teman sebaya, guru dan media massa. Pengalaman sosialisasi ini penting dalam membentuk kecenderungan prososial anak. Sebagian besar perilaku
prososial anak dipelajari individu dari orang tua pada masa kanak-kanak. d. Proses kognitif
Perilaku prososial melibatkan beberapa proses kognitif yang fundamental, yaitu:
1 Intelegensi.
Menurut teori
perkembangan kognitif,
setiap individu
mempersepsi lingkungan sesuai dengan jalan pikirannya. Individu juga mempersepsi dan mengorganisasikan stimulus serta berperilaku sesuai
dengan tingkat intelegensinya. Moral reasoning dan moral judgement merupakan manifestasi dari intelegensi yang selalu berubah dan
berkembang sesuai dengan fungsi kognitif. 2
Persepsi terhadap kebutuhan orang lain. Anak yang berada pada masa kanak-kanak awal kurang dapat
memperkirakan kebutuhan orang lain secara tepat dan mengalami kesulitan untuk membedakan antara kebutuhan dirinya sendiri dengan
kebutuhan orang lain. Penelitian Pearl dalam Eissenberg Mussen, 1989 menyatakan bahwa seorang anak baru bisa memahami kebutuhan
orang lain ketika berada pada tingkat tiga sekolah dasar. Kemampuan untuk mengenali permasalahan yang dialami oleh orang lain akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kemampuan ini nantinya akan meningkatkan respon prososial anak.
22 3
Alih peran role taking. Role taking
adalah kemampuan untuk memahami dan menarik kesimpulan dari perasaan, reaksi emosi, pemikiran, pandangan ,
motivasi dan keinginan orang lain. Piaget dalam Eissenberg Mussen, 1989 mengemukakan bahwa pada masa kanak-kanak awal, anak tidak
mempunyai kematangan kognitif yang cukup memadai untuk bisa menerima sudut pandang orang lain. Anak-anak yang belum sampai
pada periode operasional konkrit usia kurang dari tujuh tahun hanya bisa memperhatikan satu dimensi dari suatu situasi pada suatu waktu dan
tidak bisa mempertimbagkan beberapa aspek masalah atau bermacam- macam perspektif secara serentak. Saat mulai memasuki masa
operasional konkrit 7-12 tahun anak mulai dapat memperhatikan beberapa aspek masalah pada satu waktu dan dapat menimbang
hubungan timbal balik serta menerima sudut pandang orang lain. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Favell, Botkin, Wright
dan Javus, Kurde, Selman, Shantz dalam Eissenberg Mussen, 1989 mendukung pendapat Piaget dan menyatakan bahwa kemampuan alih
peran akan meningkat pada masa kanak-kanak. Menurut Eissenberg dan Mussen 1989, kemampuan alih peran sebagai perantara perilaku
prososial secara sistematik telah teruji. Kemampuan alih peran bisa memfasilitasi perilaku prososial yang dimotivasi oleh kepedulian
terhadap orang lain. 4 Keterampilan memecahkan masalah interpersonal.
Keterampilan memecahkan masalah interpersonal meliputi adanya sensitivitas terhadap permasalahan interpersonal, kemampuan
untuk menentukan beragam solusi dan langkah-langkah yang diperlukan
23 untuk
merealisasikan solusi
tersebut dan
kemampuan mempertimbangkan konsekuensi sosial suatu perilaku bagi orang lain
sebagaimana konsekuensi bagi dirinya sendiri. 5 Atribusi terhadap orang lain.
Atribusi yang dimaksud adalah penilaian terhadap motivasi dan penyebab suatu perilaku yang dilakukan oleh orang lain. Penyebab suatu
permasalahan bisa berkaitan dengan faktor yang bisa dikontrol oleh seseorang misalnya faktor ketidakmampuan fisik karena kelainan
genetik. Menurut Eissenberg dan Mussen 1989 anak usia sekolah lebih cenderung membantu orang lain yang mengalami masalah akibat faktor
yang tidak bisa dikontrol. 6 Penalaran moral.
Tahap penalaran moral merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi kecenderungan hati seseorang untuk bertindak secara
prososial. Menurut Eissenberg dan Mussen 1989 korelasi antara tahap penalaran moral dengan perilaku moral tidak begitu tinggi karena
perilaku prososial dipengaruhioleh banyak faktor seperti reaksi emosi, kompetensi, kebutuhan dan keinginan seseorang pada suatu waktu.
e. Respon emosional Respon emosional adalah adanya perasaan bersalah, kepedulian terhadap
orang lain. Respon emosi ini akan muncul baik ketika ada ataupun tidak ada orang lain.
f. Faktor karakteristik individu Faktor karakteristik individu yang berhubungan dengan intensi prososial
adalah jenis kelamin, tingkat perkembangan yang tercermin melalui usia serta
24 tipe kepribadian. Karakter tertentu pada diri individu yang merupakan kondisi
tetap dan hasil belajar juga berpengaruh pada perilaku prososial. g. Faktor situasional
Tekanan-tekanan eksternal, peristiwa sosial juga mempengaruhi respon prososial seseorang. Faktor situasional terdiri dari dua subkategori yaitu
peristiwa yang baru saja terjadi pada diri secara kebetulan dan mempunyai efek panjang serta mempengaruhi seluruh sisi kehidupan seseorang. Subkategori
yang kedua adalah sesuatu yang berhubungan dengan konteks sosial yaitu situasi atau keadaan yang menghambat individu, misalnya situasi emosi pada
suatu waktu dan karakteristik personal.
Menurut Staub 1978, faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan prososial:
a. Pemerolehan diri Self Gain. Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan
sesuatu, misalnya : ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. b. Norma-norma Personal value and norms.
Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial pada individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai serta norma tersebut berkaitan dengan
tindakan prososial, seperti menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.
c. Empati Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman
orang lain, jadi kemampuan empati ini erat kaitannya dengan pengambilan peran. Terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Agnes Permatasari 2008
dalam jurnalnya yang berjudul hubungan antara empati dengan kecenderungan
25 perilaku prososial pada perawat di RSU Kardinah Tegal, menunjukkan
hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel empati dengan variabel kecenderungan perilaku prososial pada perawat dengan koefisien korelasi r
sebesar 0,790 peluang kesalahan p sebesar 0,000 p 0,01. Hal senada juga diungkapkan oleh Agustin Pujiyanti 2000 mengenai kontribusi empati
terhadap perilaku prososial pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi dan hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p
0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan
terhadap perilaku prososial pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap prososial sebesar 50,4 .
Menurut Piliavin dalam Hudaniah dan Dayakisni, 2006 ada beberapa faktor situasional dan faktor dari dalam diri yang menentukan tindakan
prososial, yaitu : a. Faktor situasional
i. Bystander
Bystander atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian mempunyai pengaruh sangat besar dalam mempengaruhi seseorang saat
memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat. Staub 1978 dalam penelitiannya terbukti bahwa individu yang
berpasangan atau bersama orang lain lebih suka bertindak prososial dibandingkan bila individu seorang diri. Sebab dengan kehadiran orang lain
akan mendorong individu untuk lebih mematuhi norma-norma social yang dimotivasi oleh harapan untuk mendapat pujian.
26 ii. Daya tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif memiliki daya tarik akan mempengaruhi kesediaan orang untuk memberikan
bantuan. Apapun factor yang dapat meningkatkan ketertarikan bystander kepada korban, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respons untuk
menolong, Clark, dalam Baron, Byrne, Branscombe, 2006. Seseorang cenderung akan menolong orang yang dalam beberapa hal
mirip dengan dirinya Krebs, dalam Deaux, Dane, Wrightsman, 1993. Kedekatan hubungan ini dapat terjadi karena adanya pertalian keduanya,
kesamaan latar belakang atau ras Staub, 1979. Bringham. 1991; dalam Hudaniah dan Dayakisni, 2006.
iii. Atribusi terhadap korban Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain
bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah di luar kendali korban atribusi internal Weiner, 1980. Oleh karena itu, seseorang
akan lebih bersedia member bantuan kepada pengemis yang cacat dan tua dibandingkan dengan pengemis yang sehat dan muda.
iv. Ada model Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat
mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain. Bandura menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi pembelajaran sosial
adalah faktor social dan faktor kognitif serta faktor pelaku yang berperan dalam pembelajaran sosial. Faktor sosial mencakup pengamatan siswa
terhadap model pola asuh serta perilaku orang tuanya. Penelitian yang juga dilakukan oleh Grusec dalam Mahmud, 2003 menunjukkan bahwa ada
bukti kuat jika model memperlihatkan perilaku menolong, berbagi atau
27 menunjukkan perhatian kepada orang lain, maka anak akan melakukan hal
yang sama, karena ada proses identifikasi mandiri dominasi sosial, nonkonformitas dan bertujuan termasuk didalamnya penggunaan perilaku
menolong yang dilakukan oleh orang tuanya. v. Desakan waktu
Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan orang yang punya waktu luang lebih besar kemungkinannya
untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya Sarwono, 2005.
vi. Sifat kebutuhan korban Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban
benar-benar membutuhkan pertolongan clarity of need, korban memang layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan legitimacy of need, dan
bukanlah tanggung jawab korban sehingga ia memerlukan bantuan dari orang lain atribusi ekternal Deaux, Dane, Wrightsman, 1993.
b. Faktor dari dalam diri. i. Suasana hati mood.
Emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungannya untuk menolong Baron, Byrne, Branscombe, 2006. Emosi positif secara umum
meningkatkan tingkah laku menolong. Pada emosi negatif, seseorang yang sedang sedih mempunyai kemungkinan menolong yang lebih kecil.
ii. Sifat Beberapa
penelitian membuktikan
terdapat hubungan
antara karakteristik seseorang dengan kecenderungannya untuk menolong seperti
sifat pemaaf forgiveness, pemantauan diri self monitoring, adanya
28 kebutuhan akan persetujuan need of approval, memiliki internal locus of
control dan egosentris yang rendah Baron, Byrne, Branscombe, 2006.
iii. Jenis Kelamin. Peranan gender terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong
sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. iv. Tempat tinggal
Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan.
Menurut Vasta dalam Weiner,1980 ada beberapa faktor penentu dalam perkembangan perilaku prososial anak, yaitu :
a. Faktor kognitif dan afektif 1 Penalaran moral
Menurut Piaget dan Kohlberg, proses penalaran moral merupakan inti dari perkembangan moral. Oleh karena itu ada hubungan
yang positif antara penalaran moral dengan perilaku prososial. Eisenberg 1989 menyatakan bahwa hubungan positif antara penalaran moral
dengan perilaku prososial sedikit lemah. 2 Pengambilan perspektif
Pengambilan perspektif merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti situasi dan sudut pandang orang lain. Pengambilan perspektif
ini bisa secara fisik, sosial, maupun afektif. 3 Empati
Empati yaitu kemampuan untuk merasakan emosi, perasaan, dan kesulitan orang lain. Menurut Hoffman Eisenberg Mussen, 1989,
pada masa kanak-kanak akhir, empati berkembang secara penuh dan
29 memungkinkan anak untuk menggeneralisasi respon empatik kepada
semua kelompok orang. 4 Atribusi
Anak akan bersikap lebih simpatik dan prososial ketika mereka bisa menganggap bahwa permasalahan yang terjadi berada di luar
kontrol atau tanggung jawab orang yang memerlukan bantuan. b. Faktor sosial dan keluarga
Faktor sosial dan keluarga yang mempengaruhi perilaku prososial anak yaitu :
1 Penguatan Pujian akan mendorong anak untuk menampilkan perilaku
prososial apabila pujian itu ditujukan langsung pada diri anak yaitu bahwa anak tersebut adalah anak yang suka membantu dan baik hati
daripada ditujukan pada cara anak memberikan bantuan. Penguatan yang memberikan peran yang amat penting meskipun tidak ada keterlibatan
psikologis dalam proses memberikan bantuan.penguatan yang
diberikana bisa berupa balasan kebaikan anak dengan sesuatu yang meyenangkan mereka.
2 Modelling dan media Perilaku prososial anak sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka
lihat dari tingkah laku orang lain. Penelitian Eron dalam Vasta, 1995 menunjukkan bahwa anak-anak akan lebih mudah menunjukkan perilaku
berbagi dan membantu setelah mereka mengamati model atau seseorang yang menunjukkan perilaku yang hampir sama. Kehadiran orang lain
dengan perilaku prososial tertentu juga bisa menjadi model sosial bagi orang di sekitarnya. Model yang berkuasa, lebih berkompeten dan
30 mempunyai kedudukan penting akan lebih sering ditiru. Model yang
ditiru bisa ditampilkan melalui berbagai media, misalnya televisi pendidikan anak yang menyiarkan tema-tema moral dan perilaku
prososial dan buku bacaan. Model sosial di layar televisi juga dapat menciptakan norma sosial yang mendukung terbentuknya perilaku
prososial para penontonnya. Berdasarkan uraian di atas, perilaku prososial tidak selamanya sama
pada setiap individu. Hal ini disebabkan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial tersebut seperti pemerolehan diri, norma-
norma, empati, bystander, daya tarik, atribudi terhadap korban, model pola asuh atau perilaku orang tua, desakan waktu, sifat kebutuhan korban, suasana hati,
sifat, jenis kelamin, dan tempat tinggal.
2.2. EMPATI 2.2.1. PENGERTIAN EMPATI
Empati dari Bahasa Yunani ε πάθεια yang berarti ketertarikan fisik didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi,
dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan
mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Sejalan dengan pendapat ahli di atas Johnson, Check, dan Smither
1983, mengemukakan empati adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan orang lain. Seseorang yang empati digambarkan sebagai orang
yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik. Selain itu Kartono 1987 mengatakan empati adalah
pemahaman pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan orang lain dengan cara menempatkan diri ke dalam kerangka pedoman psikologi orang tersebut, tanpa