PRINSIP KERJA SAMA DAN SOPAN SANTUN PADA KOMUNIKASI SISWA SMP MUHAMMADIYAH I PRINGSEWU DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

(1)

ABSTRAK

PRINSIP KERJA SAMA DAN SOPAN SANTUN PADA KOMUNIKASI SISWA SMP MUHAMMADIYAH I PRINGSEWU DI JEJARING SOSIAL

FACEBOOK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh

Rohmah Tussolekha

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan sopan santun pada komunikasi di jejaring sosial facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun pada komunikasi di jejaring sosial facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu serta implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indo-nesia di SMP. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah me-tode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi tuturan pada status dan komentar facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu. Hasil penelitian menunjukkan adanya penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan sopan santun pada komunikasi di jejaring sosial facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu. Penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan sopan santun tampak pada komentar-komentar yang diberikan oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu terhadap status yang dibuat oleh temannya. Bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama yang ditemukan pada ko-mentar, meliputi maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Sementara, pada prinsip sopan santun bentuk penaatan dan pelanggaran yang ditemukan, meliputi maksim kearifan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati, sedangkan untuk maksim kedermawanan tidak ditemukan bentuk penaatan dan pelanggaran pada data.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, penelitian ini berkaitan dengan materi pembelajaran dan sumber belajar. Kaitannya dengan materi pembelajaran, komunikasi di jejaring sosial facebook dapat dijadikan sebagai contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kaitannya dengan sumber belajar, komuni-kasi di jejaring sosial facebook dapat digunakan sebagai media dalam pembelajar-


(2)

Rohmah Tussolekha

an mengklasifikasikan, menelaah, dan merevisi teks tanggapan kritis, sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan.

Kata kunci: prinsip kerja sama, prinsip sopan santun, jejaring sosial facebook, pembelajaran


(3)

ABSTRACT

COOPERATIVE AND COURTESY PRINCIPLES ON THE STUDENTS’ COMMUNICATION OF SMP MUHAMMADIYAH I PRINGSEWU IN

FACEBOOK SOCIAL NETWORKING AND THEIR IMPLICATIONS TOWARD INDONESIAN LANGUAGE LEARNING

By

Rohmah Tussolekha

The form of compliance and the violation of cooperation and courtesy principles on the facebook social networking’s communication by the students of SMP Muhamadiyah Pringsewu and their implications toward Indonesian Language Learning is the problem discussed in this study. This study is aimed to portray the form of compliance and the violation of cooperation and courtesy principles on the facebook social networking’s communication by the students of SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu and their implications toward Indonesian Language Learning. The method used in this study is a descriptive qualitative method. The data resources in this study were the speeches on the facebook’s status and comments made by the students of SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu.

The result of the study shows the existence of compliance and violation of cooperation and courtesy principles on the facebook social network’s communication by the students of SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu. The compliance and violation of cooperation and courtesy are seen from the comments given by the students of SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu toward the status made by their friends. The form of compliance and the violation of cooperation and courtesy found on the comments consist of the quantity maxim, quality, relevance, and manner. Meanwhile, it is found five maxims in the compliance and violation of the principle of cooperation. They are the maxim of wisdom, praise, humility, agreement, and sympathy, while the compliance and violation for maxim of generosity are not found in the data.

In Indonesian language learning at schools, this study deals with learning material and learning sources. The relation to learning materials, facebook communication serves as an example of good use of a correct and appropriate Indonesian


(4)

Rohmah Tussolekha language. The relation to learning sources, facebook communication can be used as a medium in the learning of classifying and revising critical response text in accordance with the structures and the rules of the text both oral and written.

Key words: cooperative principle, courtesy principle, facebook social network, learning


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu pada tanggal 29 Januari 1985 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Satiman dan Ibu Jeminah. Pendidikan yang ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 1 Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2000, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2003.

Tahun 2004, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.


(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, dengan penuh rasa syukur atas segala rahmat yang telah Allah SWT berikan, penulis mempersembahkan buah karya ini kepada

1. bapak dan ibuku tercinta (Satiman dan Jeminah) yang tulus mencurahkan kasih dan sayang tanpa mengenal batas waktu dalam mendoakan, mem-besarkan, mendidik, dan memotivasi penulis;

2. suamiku tercinta (Deni Mulyadi), salam terkasih dan tersayang untukmu penyejuk jiwaku penerang hatiku dalam setiap nafasku pengorbanan waktu yang terbuang dan penantian panjang telah terbayar oleh selesainya tesis ini, terima kasih atas kesabaran, pengertian, dukungan, bantuan, doa, dan kasih sayangmu;

3. bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu bermanfaat kepada penulis; 4. almamater yang kubanggakan Universitas Lampung.


(11)

MOTO

“esu gguh ya ersa a kesulita ada ke udaha . (QS. Alinsyiroh:5)

Bila e gkau e ghadapi kesulita dala urusa u, ja ga lah erputus asa, gelisah, dan bimbang. Bila engkau menyerah pada keputusasaan, engkau tidak akan pernah mendapat pengalaman dan kebahagiaan. Percayalah bahwa jalan keluar pasti datang.

Esok hari pasti menerbitkan angin segar, mengusir semua kesedihan dan menggantikannya dengan ke eriaa .

(Dr. ‘Aidh Al-qarni)

Ta pa se a gat tak ada pekerjaa esar ya g dapat di iptaka (Emerson)

Per edaa a tara ereka ya g erhasil de ga ya g tidak uka lah kare a kurangnya kekuatan, bukannya karena kurang pengetahuan, tetapi lebih pada

kura g ya kei gi a . (Vince Lombardi)


(12)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpah- kan rahmat dan hidayah-Nya sehingga memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis yang berjudul “Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun pada Komunikasi Siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu di Jejaring Sosial Facebook dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis dalam penyelesaian tesis ini banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. Sugeng Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

3. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung. 4. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung


(13)

5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, pembimbing akademik, dan pembimbing kedua, yang dengan sabar memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Karomani, M.Si., selaku pembimbing utama yang selama ini telah banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dalam penyelasaian tesis ini.

7. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku penguji utama pada ujian komprehensif, yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

9. Kedua orang tua tercinta yang tak kenal lelah mendoakan, mendidik, memotivasi, dan menanti keberhasilan yang semoga dapat segera ananda wujudkan.

10. Suamiku tercinta (Deni Mulyadi) terima kasih untuk setiap waktu, kesabaran, bantuan, dukungan, pengorbanan, perhatian, kasih sayang, dan motivasinya sehingga membuatku untuk menjadi lebih baik dan segera menyelesaikan tesis ini.

11. Rekan-rekan seperjuanganku, mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


(14)

Universitas Lampung, angkatan 2012 yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya yang ikut membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga bantuan dan amal baik yang mereka berikan kepada penulis akan memperoleh balasan yang melimpah dari Allah Swt. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,


(15)

i DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

LEMBAR PERNYATAAN ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

MOTO ... x

PERSEMBAHAN ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian……… ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pragmatik ... 9

2.2 Prinsip Percakapan ... 11

2.2.1 Prinsip Kerja Sama ... 11

2.2.1.1 Maksim Kuantitas ... 12

2.2.1.2 Maksim Kualitas ... 14

2.2.1.3 Maksim Relevansi ... 15

2.2.1.4 Maksim Cara ... 16

2.2.2 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ... 17

2.2.2.1 Maksim Kuantitas ... 17

2.2.2.2 Maksim Kualitas ... 18

2.2.2.3 Maksim Relevansi ... 18

2.2.2.4 Maksim Cara ... 19

2.2.3 Prinsip Sopan Santun ... 20

2.2.3.1 Maksim Kearifan ... 21

2.2.3.2 Maksim Kedermawanan ... 22

2.2.3.3 Maksim Pujian ... 23


(16)

ii

2.2.3.5 Maksim Kesepakatan ... 26

2.2.3.6 Maksim Simpati ... 27

2.3 Wacana ... 27

2.3.1 Definisi Wacana ... 27

2.3.2 Unsur-unsur Internal Wacana ... ... 29

2.3.2.1 Kata dan Kalimat ... ... 29

2.3.2.2 Teks dan Koteks ... ... 30

2.3.3 Unsur-unsur Eksternal Wacana ... 31

2.3.3.1 Konteks... 31

2.3.3.2 Implikatur ... 33

2.4 Hakikat Komunikasi di Facebook ... 34

2.5 Facebook ... 36

2.5.1 Sejarah dan Definisi Facebook ... 36

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Facebook ... 39

2.5.2.1 Manfaat atau Kelebihan Facebook ... 39

2.5.2.2 Kekurangan atau Keburukan Facebook ... 40

2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ... 41

III. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Rancangan Penelitian ... 47

3.2 Sumber Data ... 48

3.3 Instrumen Penelitian ... 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5 Teknik Analisis Data ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

4.2 Pembahasan ... 59

4.2.1 Prinsip Kerja Sama ... 60

4.2.1.1 Penaatan Maksim Kuantitas ... 61

4.2.1.2 Pelanggaran Maksim Kuantitas ... 70

4.2.1.3 Penaatan Maksim Kualitas ... 81

4.2.1.4 Pelanggaran Maksim Kualitas ... 91

4.2.1.5 Penaatan Maksim Relevansi ... 95

4.2.1.6 Pelanggaran Maksim Relevansi ... 106

4.2.1.7 Penaatan Maksim Cara ... 110

4.2.1.8 Pelanggaran Maksim Cara ... 114

4.2.2 Prinsip Sopan Santun ... 118

4.2.2.1 Penaatan Maksim Kearifan ... 118

4.2.2.2 Pelanggaran Maksim Kearifan ... 121

4.2.2.3 Penaatan Maksim Pujian ... 126

4.2.2.4 Pelanggaran Maksim Pujian ... 128

4.2.2.5 Penaatan Maksim Kerendahan Hati ... 137

4.2.2.6 Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati ... 140

4.2.2.7 Penaatan Maksim Kesepakatan ... 143

4.2.2.8 Pelanggaran Maksim Kesepakatan ... 150

4.2.2.9 Penaatan Maksim Simpati ... 159


(17)

iii

5.1 Simpulan ... 190

5.2 Saran ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 193


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Indikator Penaatan Prinsip Kerja Sama ... 52

Tabel 3.2 Indikator Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ... 53

Tabel 3,3 Indikator Penaatan Prinsip Sopan Santun ... 53

Tabel 3.4 Indikator Pelanggaran Prinsip Sopan Santun ... 54

Tabel 4.1 Jumlah Komentar ... 59

Tabel 4.2 Temuan Penaatan dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun... 59

Tabel 4.3 Jumlah Bentuk Penaatan Prinsip Kerja Sama ... 60

Tabel 4.4 Jumlah Bentuk Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ... 61

Tabel 4.5 Jumlah Bentuk Penaatan Prinsip Sopan Santun ... 61


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Klasifikasi Jumlah Penaatan dan Pelanggaran Prinsip kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun

Lampiran 2 Data Terpilih Penaatan dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun pada Komunikasi Facebook Siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu

Lampiran 3 Data Status dan Komentar pada komunikasi Facebook Siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu


(20)

DAFTAR SINGKATAN

A : Akbar

AAF : Amalul Arifin Fadhly AF : Atha Febi

AFe : Ade Febriana AS : Aji Santosos DA : Dinda Arizki DBJ : Dinda Butet Jebret DPU : Dhea Putri Utami

DS : Dyyan Setiawan

EFNL : Eko Faturrahman Nax Lampung EM : Elfine Mysterio

F : Faissiyah

FA : Ferii Andhiika FF : Fandi Fahrurrozi FP : Fadillah Prasojo

HY : Hardi Yansyah

I : Ilyas

L : Lulu

LPA : Leyla Purwa Anindtya MAS : Mita Apri Setiana


(21)

MI : Marsellyna Intan

MRF : Muhammad Rivaldi Firmansyah

NM : Nada Mila

NS : Nada Salsabila PAD : Putri Abidah Doank

PMA II : Princess Maii Alexandria II RDR : Rendy Dan revaldi

RR : Refina Renada


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, kehidupan manusia tidak akan lepas dari interaksi. Agar interaksi dapat berjalan dengan baik, tiap manusia memerlukan proses berko-munikasi. Proses tersebut dapat ditemukan dalam lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga hingga lingkungan yang lebih besar, yaitu masyarakat. Dalam pro-ses komunikasi inilah, tiap manusia membutuhkan suatu alat yang dapat menyam-paikan perasaan dan pikirannya. Salah satu alat untuk menyammenyam-paikan perasaan dan pikirannya adalah bahasa.

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi memunyai kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh penutur dan lawan tutur. Dalam aktivitas berbahasa, penutur menya-dari adanya kaidah yang mengatur tindakan, penggunaan bahasa, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya (Mulyani, 2002: 39). Setiap penutur dan lawan tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyim-pangan kaidah dalam proses berkomunikasi. Dengan demikian, antara penutur dan lawan tutur harus kooperatif agar komunikasi berjalan lancar ada prinsip kerja sama yang harus dilakukan penutur dan lawan tutur. Selain prinsip kerja sama, prinsip sopan santun juga harus diperhatikan dalam sebuah percakapan. Penggu-naan prinsip sopan santun dimaksudkan supaya dalam sebuah percakapan tidak ada yang saling dirugikan. Kedua belah pihak saling menghormati satu sama lain.


(23)

Penggunaan prinsip sopan santun juga dimaksudkan untuk mempertimbangkan makna sebuah tuturan atau sebuah percakapan.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang masyarakat menggunakan implikatur percakapan untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu sehingga sering di-temui pelanggaran-pelanggaran dalam kaidah bertutur yang tertuang baik dalam prinsip kerja sama maupun prinsip sopan santun. Pelanggaran-pelanggaran ter-sebut tidak hanya dapat kita lihat melalui komunikasi lisan, tetapi juga melalui media komunikasi tulisan. Salah satunya ialah facebook. Facebook merupakan salah satu jejaring sosial di dunia maya yang sedang marak di tengah-tengah kehi-dupan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Menurut data statistik yang dilansir check facebook.com, jumlah pengguna facebook di Indonesia telah masuk sepuluh besar jumlah pengguna facebook terbesar di dunia. Indonesia berada di peringkat tujuh, di atas Australia.

Saat ini sebagian besar manusia di berbagai penjuru dunia menggunakan facebook sebagai teman dalam kehidupan sehari-hari mereka. Melalui situs jejaring sosial ini, mereka mengekspresikan diri, berbagi cerita dan perasaan, menjalin hubungan dengan kerabat-baik kerabat lama maupun baru, untuk berbisnis, dan lain-lain. Facebook memiliki fitur yang menarik dan mudah. Salah satu kemudahan media facebook ini ialah pengguna facebook dapat berbincang dengan banyak orang dalam waktu yang bersamaan, baik mengomentari status, dinding (wall), catatan, maupun foto seseorang. Hal ini disebabkan semua aktivitas seseorang yang telah berteman akan masuk ke dinding (wall) dalam beranda (home) profil. Kemudahan media ini akhirnya memudahkan pengguna facebook untuk saling berinteraksi.


(24)

3

Bahkan, tidak jarang interaksi dalam facebook terlihat lebih intensif, lebih nya-man, dan lebih akrab dibandingkan interaksi langsung dengan lisan. Keintensifan

dan keakraban interaksi ini seringkali “dibumbui” oleh jawaban-jawaban yang

tidak relevan atau sesuai sehingga mengakibatkan banyak terjadi pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Menurut sebuah penelitian, pengguna facebook didominasi oleh kalangan remaja yakni sekitar 61,1%. Oleh sebab itu, dampak negatif banyak menyerang remaja yang mayoritas adalah pelajar (www.checkfacebook.com).

Salah satu fenomena kebahasaan yang penulis dapatkan adalah tuturan yang ter-jadi karena adanya status yang ditulis oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pring-sewu di facebook dan dikomentari oleh temannya. Berikut ini adalah contoh tu-turan siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu di facebook.


(25)

Bahasa peserta tutur dalam percakapan di atas, menunjukkan bahwa peserta tutur melakukan pelanggaran prinsip kerja sama, yakni pada tuturan yang ada di dalam komentar pada status tersebut. Pada komentar dalam status di atas mitra tutur tidak memberikan kontribusi yang relevan sehingga tujuan interaksi tidak ter-capai. Selain itu, peserta tutur juga melanggar prinsip sopan santun, yakni dengan menggunakan bahasa yang mengejek. Sebagai contoh, bentuk tuturan di atas me-nunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh anak atau remaja pada saat ini banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa gaul ataupun bahasa-bahasa sisipan yang seringkali keluar dari etika. Bahkan, cenderung menggunakan kalimat-kalimat yang kasar. Dikhawatirkan bahasa-bahasa yang seperti itu tidak hanya dilakukan sebatas pada jejaring sosial saja, tetapi terbawa pada percakapan sehari-hari, se-hingga hal tersebut akan berdampak pada hilangnya etika berbahasa yang baik.

Dalam kondisi seperti ini, selain pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah juga berperan penting dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menerapkan prinsip kerja sama dan dalam mengembangkan kemampuan etika berbahasa santun agar siswa dapat berkomunikasi dengan baik. Pembelajaran bahasa Indo-nesia mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap bahasa siswa dalam hal kerja sama dan kesantunan berbahasa. Maka dari itu, dalam pem-belajaran bahasa Indonesia aspek kerja sama dan kesantunan bahasa harus diperhatikan. Siswa perlu dididik dan dibina untuk dapat menerapkan kerja sama dalam berkomunikasi dan untuk berbahasa santun agar berbahasa dengan santun tidak hilang dan terus membudaya serta tidak lahir generasi penerus yang tidak beretika dan kasar.


(26)

5

Alasan pemilihan fokus penelitian terhadap siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu karena SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu merupakan salah satu se-kolah swasta yang banyak diminati di Pringsewu dan sudah menerapkan pem-belajaran berbasis multimedia. Selain itu, SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu juga menyediakan fasilitas internet yang bisa diakses dengan mudah oleh seluruh siswa untuk menunjang proses pembelajaran. Dengan adanya internet tingkat penge-tahuan siswa tentang teknologi dan akses ke jejaring sosial seperti facebook juga lebih mudah dan cepat. Ditambah lagi semakin berkembangnya teknologi se-hingga untuk menikmati situs tersebut tidak perlu lagi untuk pergi ke warnet, cukup dengan membuka lewat telepon genggam (HP) yang semakin canggih dan murah.

Penulis memilih analisis prinsip kerja sama dan sopan santun dalam ber-komunikasi pada jejaring sosial facebook berdasarkan pertimbangan bahwa ragam bahasa yang menaati dan melanggar prinsip kerja sama dan sopan santun kerap kali menjadi alat komunikasi dalam pergaulan sebagian masyarkat Indonesia, baik kalangan yang berpendidikan maupun kalangan yang tidak berpendidikan. Apa-lagi di dalam facebook, mereka dapat dengan leluasa mengekspresikan perasaan dan pikiran dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol tanpa berpikir panjang apakah kata-kata yang mereka tulis dapat menyakiti atau menyinggung orang lain.

Dari penjelasan tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti “Prinsip Kerja Sama dan Sopan Santun pada Komunikasi Siswa SMP Muhammadiyah 1 Pring-sewu di Jejaring Sosial Facebook dan Implikasikannya terhadap Pembelajaran


(27)

Bahasa Indonesia di SMP”. Penelitian ini tidak hanya menganalisis prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun pada komunikasi siswa di jejaring sosial facebook saja, tetapi juga merumuskan dan menerapkannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah kelas IX kurikulum 2013 yang akan diintegrasikan melalui kompetensi dasar 3.3 mengklasifikasi teks eksemplum, tanggapan kritis, tan-tangan, rekaman percobaan sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara li-san maupun tulili-san dan 4.3 Menelaah dan merevisi teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, rekaman percobaan sesuai dengan stuktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan. Pada kompetensi dasar tersebut prinsip kerja sama dan sopan santun dapat diterapkan pada materi mengklasifikasikan serta menelaah dan merevisi teks tanggapan kritis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dalam pene-litian ini difokuskan pada permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama pada komunikasi facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu?

2. Bagaimana bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip sopan santun pada komunikasi facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu?

3. Bagaimanakah implikasi prinsip-prinsip percakapan pada komunikasi siswa di jejaring sosial facebook terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia SMP?


(28)

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama pada

komunikasi facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu.

2. Mendeskripsikan bentuk penaatan dan pelanggaran prinsip sopan santun pada komunikasi facebook oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu.

3. Mendeskripsikan implikasi prinsip percakapan pada komunikasi siswa di jejaring sosial facebook terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia SMP?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis, yaitu menambah referensi penelitian dalam bidang kebahasaan, khususnya analisis wacana prag-matik terutama tentang penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun dalam proses komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis diharapkan menjadi (a) informasi dan masukan, khususnya bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia dan sebagai bahan rujukan dalam proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP), bagi siswa penelitian ini bermanfaat untuk membuat siswa lebih memahami prinsip kerja sama dan sopan santun dalam berkomunikasi, (b) referensi penelitian bagi mahasiswa di bidang kajian yang sama.


(29)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah tuturan pada status dan komentar facebook yang dibuat oleh pengguna facebook (pembuat status/penutur dan pengomentar status/mitra tutur), yaitu siswa SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu.

2. Objek penelitian ini adalah maksim tutur dalam prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun berdasarkan penaatan dan pelanggarannya.


(30)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pragmatik

Bidang “pragmatik” dalam linguistik dewasa ini mulai mendapat perhatian para

peneliti dan pakar bahasa di Indonesia. Bidang ini cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik merupakan tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa, karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam banyak hal sejajar dengan semantik yang juga mengkaji makna. Meskipun memiliki fokus kajian yang serupa dengan semantik, yaitu makna, namun makna yang dikaji dalam pragmatik berbeda dengan makna yang dikaji dalam semantik. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal, sedang-kan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks, sedangkan makna yang dikaji dalam semantik bersifat bebas konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur yang menyertai dan mewadahi pertuturan.


(31)

Kajian pragmatik terkait langsung dengan fungsi utama bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi. Kajian pragmatik selalu terarah pada pemasalahan pemakaian bahasa di dalam suatu masyarakat bahasa, mengungkap bagaimana perilaku berbahasa suatu masyarakat bahasa bersosialisasi (Zamzani, 2007: 16). Berikut ini poin- poin penting tentang pragmatik.

1. Pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonlinguistik.

2. Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.

3. Pragmatik adalah kajian mengenai deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana.

4. Pragmatik adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya.

Pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 2008: 198). Hal itu berarti bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.

Berkaitan dengan definisi pragmatik, Chaer (2004: 220) dan Mulyana (2005: 78) juga mengungkapkan hal yang serupa. Menurutnya, pragmatik adalah keteram-pilan menggunakan bahasa menurut partisipan, topik pembicaraan, situasi dan tempat berlangsungnya pembicaraan. Selain itu, pragmatik merupakan kajian


(32)

11

tentang cara bagaimana para penutur dapat memahami tuturan sesuai dengan konteks situasi yang tepat Wijana (1996: 2).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik me-rupakan kajian yang menghubungkan antara ujaran dengan konteksnya. Dengan kata lain, pragmatik menelaah makna eksternal.

2.2 Prinsip Percakapan

Dalam suatu percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah per-cakapan sehingga perper-cakapan dapat berjalan dengan lancar dan baik serta tujuan percakapan dapat tercapai. Kaidah tersebut terkandung dalam prinsip-prinsip percakapan. Adapun prinsip yang digunakan dalam percakapan adalah prinsip kerja sama (cooperative prinsiplel) (Grice dalam Rahardi, 2005: 53-58) dan prinsip sopan santun (politeness principle) (Leech dalam Rahardi, 2005: 59-65).

2.2.1 Prinsip Kerja Sama

Grice berpendapat bahwa dalam berkomunikasi seseorang akan menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan komunikasi tidak berlangsung sesuai de-ngan yang diharapkan sehingga tujuan dalam berkomunikasi tidak tercapai (Rusminto, 2006: 80) . Oleh karena itu, perlu dirumuskan pola-pola yang me-ngatur kegiatan komunikasi. Pola-pola tersebut diharapkan dapat meme-ngatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga terjadi kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur demi berlangsungnya komunikasi yang sesuai dengan yang diharapkan dan tujuan dalam komunikasi tercapai.


(33)

Dengan demikian, Grice merumuskan sebuah pola yang dikenal sebagai prinsip kerjasama (cooperative principle). Prinsip tersebut berbunyi “Buatlah sumbangan percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana diharapkan; pada tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan percakapan yang disepakati, atau oleh

arah percakapan yang sedang Anda ikuti.”

Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi menaati prinsip kerja sama. Dalam kajian pragmatik, prinsip yang demikian itu disebut maksim, yaitu berupa pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran agar komunikasi berlangsung secara efektif dan efisien. Prinsip kerja sama Grice ini meliputi beberapa maksim, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim relevansi, dan (4) maksim cara (Rahardi, 2005: 53-57).

2.2.1.1 Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menyatakan “berikan informasi dalam jumlah yang tepat”. Maksim ini terdiri atas dua prinsip khusus. Satu prinsip berbentuk pernyataan positif dan yang lainnya berupa pernyataan negatif. Kedua prinsip tersebut adalah (1) buatlah sumbangan informasi yang Anda berikan sesuai dengan yang

diperlukan;

(2) janganlah Anda memberikan sumbangan informasi lebih daripada yang diperlukan.

Dengan kata lain, maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Dalam memberikan informasi yang wajar, jangan terlalu sedikit dan


(34)

13

jangan terlalu banyak, dan memberikan kontribusi yang dibutuhkan. Jadi, jangan berlebihan dalam memberikan informasi (Wijana, 1996: 46; Rani, 2006: 242; Dardjowidjojo, 2003: 109).

Sementara itu, penerapan maksim kuantitas ini tidak hanya mengatur apa yang dituturkan, tetapi berlaku juga untuk yang tidak dituturkan. Dengan kata lain,

dalam kondisi tertentu „diam‟ dapat menjadi suatu pilihan. Jadi, maksim kuantitas

yang berbunyi “sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan” dalam keadaan ekstrem dapat berarti “jangan berbicara sama sekali kalau tidak terdapat informasi yang perlu Anda sampaikan”.

Perhatikan contoh berikut ini.

A : Adikmu sakit apa? (1) B : Demam berdarah. (2)

A : Di rawat di Rumah sakit mana? (3) B : Mitra Husada. (4)

Pada tuturan B menyampaikan informasi sesuai yang diminta oleh A. Inisiasi A dengan tuturan (1) dan (2) direspon dengan informasi yang memadai oleh B dengan tuturan (2) dan (4). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam per-cakapan tersebut para peserta tutur telah menaati maksim kuantitas. Para peserta tutur dalam sebuah interaksi menaati maksim kuantitas dengan tujuan agar infor-masi yang disampaikan dapat dipahami oleh mitra tuturnya dengan jelas supaya tidak terjadi salah paham. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice.


(35)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penaatan maksim kuantitas dalam sebuah komunikasi berfungsi untuk (1) menyampaikan informasi yang jelas, (2) meminta bantuan, dan (3) menghindari kesalahpahaman. Singkatnya, penaatan maksim kuantitas dilakukan peserta tutur agar komunikasi yang diikuti berlang-sung dengan lancar dan tujuan komunikasi tercapai.

2.2.1.2 Maksim Kualitas

Maksim kualitas menyatakan “usahakan agar informasi Anda benar”. Maksim ini juga terdiri atas dua prinsip sebagai berikut:

(1) jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini bahwa hal itu tidak benar; (2) jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Maksim ini mengisyaratkan penyampaian informasi yang mengandung kebenaran. Artinya, agar tercipta kerja sama yang baik dalam sebuah percakapan, seseorang dituntut menyampaikan informasi yang benar. Bahkan, hanya informasi yang mengandung kebenaran yang meyakinkan.

Dengan kata lain, maksim kualitas menghendaki agar peserta komunikasi hendaknya mengatakan sesuatu yang sebenarnya, yang sesuai dengan fakta, kecuali jika memang tidak tahu. Jadi, jangan mengatakan apa yang diyakini salah, jangan mengatakan sesuatu yang belum cukup buktinya (Wijana, 1996: 48; Rani, 2006: 244; Darjowidjojo, 2003: 109). Tuturan seperti di bawah ini merupakan bentuk penaatan maksim kualitas karena kota Pontianak memang berada di Kalimantan Timur.

A: “Coba kamu Bagas, kota Pontianak ada di mana?”


(36)

15

2.2.1.3 Maksim Relevansi

Maksim relevansi menyatakan “usahakan agar perkataan yang Anda lakukan ada

relevansinya” agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur.

Maksim ini paling banyak menimbulkan interpretasi. Leech menyatakan bahwa suatu pernyataan P dinyatakan relevan dengan pernyataan Q apabila P dan Q berada dalam latar belakang pengetahuan yang sama, menghasilkan informasi baru yang diperoleh bukan hanya dari P atau pun Q, melainkan secara bersama-sama dan dalam latar pengetahuan yang bersama-sama pula (Rusminto, 2006 : 82). Selanjutnya Leech (1983: 72) mengemukakan bahwa “sebuah tuturan T relevan dengan sebuah situasi tutur apabila interpretasi T tersebut dapat memberikan sumbangan kepada tujuan percakapan”.

Dengan kata lain, maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah yang sedang dibicarakan (Wijana, 1996: 49; Rani, 2006: 246; Darjowidjojo, 2003: 110). Contoh :

A: “Bu, ada telepon untuk ibu!” B: “Ibu sedang di kamar mandi, Nak”

Dalam tuturan di atas, secara literal informasi yang diberikan B kepada A tidak berhubungan. Namun, dalam konteks tersebut informasi yang diberikan B me-miliki relevansi inisiasi A karena para peserta tutur meme-miliki latar belakang pengetahuan yang sama. Oleh karena itu, tuturan tersebut merupakan bentuk penaatan maksim relevansi karena jawaban B mengimplikasikan bahwa saat itu B tidak dapat menerima telepon karena sedang berada di kamar mandi, sehingga B meminta agar si A menerima telepon itu.


(37)

2.2.1.4 Maksim Cara

Maksim cara menyatakan “usahakan agar Anda berbicara dengan teratur, ringkas,

dan jelas”. Secara lebih rinci maksim ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) hindari ketidakjelasan/kekaburan ungkapan;

(2) hindari ambiguitas;

(3) hindari kata-kata berlebihan tang tidak perlu; (4) Anda harus berbicara dengan teratur.

Maksim cara tidak bersangkut paut dengan „apa yang dikatakan‟, tetapi dengan

„bagaimana hal itu dikatakan‟. Oleh karena itu, Leech (1983: 74) menyangsikan

kelayakan maksim ini sebagai salah satu maksim dalam prinsip kerja sama. Hal ini didasari oleh alas an bahwa maksim ini tidak termasuk retorika interpersonal, tetapi termasuk retorika tekstual. Sebagai gantinya, dalam kerangka retorika tekstual, Leech memperkenalkan prinsip kejelasan yang menyatakan “usahakan agar Anda berbicara dengan jelas”.

Dengan kata lain, maksim cara mengharuskan penutur dan mitra tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, jelas, tidak ambigu, tidak berlebih-lebih dan teratur (Wijana, 1996: 50; Rani, 2006: 248; Darjowidjojo, 2003: 111). Tuturan seperti di bawah ini merupakan bentuk penaatan maksim cara karena B mengeja kata berak dengan tujuan untuk menghindari pengucapan kata tabu dan menjaga kesopanan.

A: “Barusan kamu dari mana?”


(38)

17

2.2.2 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

Komunikasi yang dibangun harus kooperatif untuk menciptakan wacana yang wajar, (Wijana, 2004: 78). Dalam jenis komunikasi ini, penutur akan berbicara seinformatif mungkin, memberikan informasi dengan bukti-bukti yang memadai, memperhatikan konteks pembicaraan, memberikan tuturan yang ringkas dan tidak taksa sehingga menyesatkan lawan tutur. Jenis komunikasi ini akan gagal jika penutur dan lawan tutur tidak dapat mengontrol prinsip kerja sama percakapan itu.

2.2.2.1 Pelanggaran Maksim Kuantitas

Penutur memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan tutur untuk memenuhi tuntutan prinsip kerja sama dalam berkomunikasi (Wijana, 2004: 79-81). Di dalam wacana humor, diciptakan wacana-wacana yang melanggar maksim ini seperti memberikan kontribusi yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan lawan tutur sehingga kelancaran komunikasi menjadi terganggu. Perhatikan contoh di bawah ini:

A : Siapa nama istri Mas Koki B : Mbakyu

Wacana di atas merupakan bentuk tuturan yang melanggar prinsip kerja sama tepatnya pada maksim kuantitas. Memang memungkinkan dalam wacana tersebut memanggil istri Mas Koki dengan Mbakyu, tetapi untuk menjawab pertanyaan A tidak memadai atau tidak informatif. Penutur A dalam hal ini tidak menanyakan panggilan (sapaan) yang umum digunakan untuk memanggil seorang perempuan yang berusia lebih tua (dalam bahasa jawa), tetapi nama perempuan itu. Bila B menyebutkan nama perempuan itu, wacana tersebut menjadi wacana yang wajar.


(39)

2.2.2.2 Pelanggaran Maksim Kualitas

Dalam berbicara secara kooperatif, penutur dan lawan tutur harus berusaha se-demikian rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai (Wijana, 2004: 82-84). Dalam wacana humor, terjadi pelang-garan maksim kualitas dengan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal (tidak logis) dan sulit dibuktikan kebenarannya. Untuk itu dapat diperhatikan contoh wacana di bawah ini:

A : Tentu saja dia menangan, kartunya balak enam semua? B : Mungkin ini dia detektif Six Balax.

A : Minyak tanahnya kok item.

B : Nggalinya terlalu dalam, jadi kecampuran tanah.

Pernyataan (A) pada wacana di atas tidak logis karena jumlah kartu balak enam hanyalah satu buah dalam setiap satu set kartu domino. Tambahan pula, pemegang kartu balak enam semua tidak mungkin dapat menjalankan apalagi memenangkan kartunya. Pernyataan (A) pada wacana kedua sulit dibuktikan kebenarannya karena ia adalah seorang pedagang minyak keliling bukan seorang ahli tambang atau insinyur perminyakan.

2.2.2.3 Pelanggaran Maksim Relevansi

Penutur dan lawan tutur dituntut selalu relevan mengemukakan maksud dan ide-idenya untuk mewujudkan komunikasi yang lancar (Wijana, 2004: 84-87). Kontribusi-kontribusi yang diberikan harus berkaitan atau sesuai dengan topik yang sedang diperbincangkan. Jika menyimpang dari topik yang ada, suatu tu-turan dianggap melanggar maksim relevansi. Pelanggaran maksim relevansi ter-kadang terjadi dalam sebuah interaksi karena maksud ingin mencairkan suasana dan membuat interaksi semakin akrab. Dalam mengakrabkan suasana peserta tutur


(40)

19

yang sebelumnya belum kenal terkadang sengaja melanggar maksim relevansi untuk memunculkan kesan lucu. Pelanggaran maksim relevansi juga dimaksudkan untuk memunculkan implikatur percakapan, yaitu makna tidak langsung.

Perhatikan contoh wacana di bawah ini

B : Mainannya bagus-bagus, Papa sudah gajian?. A : Sekarang masih tanggal tua, Dik.

B : Nanti tanggal muda, beliin ya Pa? A : Oke bos

Pada wacana di atas, interaksi antara bapak dan anak melanggar maksim rele-vansi. Namun, pelanggaran tersebut tampaknya disengaja untuk memunculkan implikatur percakapan. Tuturan B “Papa sudah gajian” memiliki implikatur bahwa si anak ingin dibelikan mainan. Hal ini tentu berdasarkan praanggapan kebiasaan sang bapak yang seorang PNS selalu menjanjikan membelikan sesuatu kalau sudah gajian. Pada percakapan di atas para peserta tutur memiliki pra-anggapan yang sama maka implikatur yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik sehingga interaksi mencapai tujuan.

2.2.2.4 Pelanggaran Maksim Cara

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan penutur dalam upaya memenuhi maksim pelaksanaan, (Wijana, 2004: 88-91). Penutur harus mengutarakan mak-sudnya agar mudah dipahami oleh lawan tuturnya dengan menghindari kekaburan, ketaksaan, berbicara secara padat, langsung, serta runtut. Penutur dan lawan tutur tidak boleh berbicara secara kabur dan taksa karena setiap tuturan hanya memiliki satu kemungkinan penafsiran di dalam setiap pemakaian sepanjang konteks pemakaiannya dipertimbaangkan secara cermat. Umumnya, peserta tutur me-langgar maksim cara dengan cara memberikan informasi yang berbelit-belit, tidak


(41)

singkat, sehingga mitra tutur tidak mendapatkan informasi sebagaimana di-inginkan. Contoh:

A : “Kamu ngasih apa sama mereka?”

B : “Pertama, kita awalnya itu ngumpul di rayon. Gitu ya sama anak-anak diajakin. Sampai di sana ternyata anaknya pemulung di sana itu ada yang sunat. Ya enggak ngasih apa- apa.

Pelanggaran yang dilakukan B dalam wavana di atas dapat dikategorikan sebagai pengabaian maksim tutur (opt out). Dikatakan demikian, karena B tampaknya sengaja menyampaikan tuturan yang berbelit-belit dan tidak langsung agar in-formasi yang disampaikan tidak dipahami dengan baik oleh A. B enggan mem-berikan informasi secara singkat karena dimotivasi oleh rasa malu jika diketahui A bahwa dia berkunjung ke tempat pemulung tanpa member apa pun kepada mereka.

2.2.3 Prinsip Sopan Santun

Berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi juga berhubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Untuk masalah-masalah yang bersifat interpersonal, prinsip kerja sama Grice tidak lagi digu-nakan, melainkan membutuhkan prinsip lain, yakni prinsip sopan santun.

Prinsip sopan santun merupakan komplemen yang perlu dalam menjelaskan im-plikatur percakapan dengan lebih baik. Untuk menjalin hubungan yang baik dan demi tercapainya tujuan dalam berkomunikasi perlu mempertimbangkan segi sopan santun dalam berbahasa. Sopan santun dalam berkomunikasi dapat di-pandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara penutur dan mitra tutur. Prinsip kesantunan bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia merupakan sebuah


(42)

21

kaidah berkomunikasi untuk menjaga keseimbangan sosial, psikologis, dan ke-ramahan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Hanya dengan hubungan yang demikian dapat diharapkan bahwa keberlangsungan percakapan akan dapat dipertahankan (Leech, dalam Rusminto, 2006: 83).

Kehadiran prinsip sopan santun ini diperlukan untuk menjelaskan dua hal berikut: (1) Mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung (indirect

speech acts) untuk menyampaikan pesan yang mereka maksudkan; dan

(2) Hubungan antara arti (dalam semantik konvensional) dengan maksud atau nilai (dalam pragmatik situasional) dalam kalimat-kalimat yang bukan per-nyataan (nondeclarative).

Oleh karena itu, prinsip sopan santun tidak dapat dianggap hanya sebagai prinsip pelengkap, tetapi lebih dari itu, prinsip sopan santun merupakan prinsip per-cakapan yang memiliki kedudukan yang sama dengan prinsip perper-cakapan yang lain. Leech mencontohkan pentingnya penerapan prinsip sopan santun tersebut sebagai berikut: “Kita harus sopan kepada tetangga kita. Jika tidak, hubungan kita dengan tetangga kita akan rusak dan kita tidak boleh lagi meminjam mesin

pemotong rumputnya”. Berikut maksim-maksim dalam prinsip kesantunan

menurut Leech.

2.2.3.1 Maksim Kearifan

Maksim kearifan mengandung prinsip sebagai berikut: (a) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin; (b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Gagasan dasar maksim kearifan/kebijaksanaan dalam prinsip kesopanan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu


(43)

mengurangi keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain. Orang yang betutur berpegang dan melaksanakan maksim kearifan akan dapat katakan sebagai orang santun. Untuk lebih memperjelas pernyataan ini dapat di-lihat pada contoh tuturan berikut ini.

Tuan rumah : Ayo dimakan kuenya.

Tamu : Wah, enak sekali. Siapa yang membuat kue ini, Bu? Di dalam tuturan di atas tampak jelas bahwa tuan rumah sungguh memaksimalkan keuntungan bagi tamu dengan menawarkan kue. Demikian sebaliknya, tamu ingin memaksimalkan keuntungan bagi tuan rumah dengan memuji rasa kue yang enak dan menanyakan siapa yang membuat kue itu. Dengan demikian, kedua penutur dan mitra tutur tersebut saling berusaha lebih mementingkan orang lain.

Contoh tuturan lain dapat dilihat di bawah ini. Tuturan ini dituturkan oleh seorang suami kepada istrinya yang mengenakan gaun barunya. Di dalam tuturan di bawah ini tampak jelas bagaimana mereka saling memaksimalkan keuntungan bagi mitra tuturnya.

Suami : Aduh. Cantik banget kamu pakai gaun hitam itu. Aku suka melihatnya.

Istri : Ah, papa. Istri siapa dulu?

2.2.3.2 Maksim Kedermawanan

Maksim kedermawanan mengandung prinsip sebagai berikut: (a) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; (b) buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Dengan maksim kedermawanan, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan


(44)

memak-23

simalkan keuntungan bagi pihak lain. Rahardi (2000:59) menjelaskan maksim ini dengan memberikan contoh tuturan berikut ini.

Anak kos A : Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok yang kotor.

Anak kos B : Tidak usah, mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.

Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya si B.

Contoh tuturan yang melanggar prinsip sopan santun dapat dilihat di bawah ini. Tuturan ini dianggap tidak sopan karena di dalamnya menyiratkan kerugian bagi mitra tutur dan keuntungan bagi penutur. Dalam tuturan tampak jelas bagaimana penutur memaksa mitra tutur untuk meminjamkan sepatunya kepada penutur.

Kamu harus meminjamkan sepatumu kepada saya.

2.2.3.3 Maksim Pujian

Maksim pujian berada dalam satu kelompok pasangan yang sama dengan maksim kerendahan hati, yakni sama-sama menggunakan skala pujian-kecaman sebagai dasar acuannya. Meskipun demikian, sama dengan maksim kearifan dan maksim kedermawanan, kedua maksim ini juga berbeda dari segi sasaran yang diacu. Maksim pujian mengacu pada mitra tutur, sementara maksim kerendahan hati mengacu pada diri penutur.


(45)

Maksim pujian berbunyi “kecamlah mitra tutur sesedikit mungkin; pujilah mitra

tutur sebanyak mungkin”. Hal ini berarti bahwa penutur sebaiknya tidak

me-ngatakan hal-hal yang tidak menyenangkan tentang orang lain terutama tentang mitra tutur kepada mitra tutur. Perhatikan contoh berikut.

(1) Masakanmu enak sekali. (2) Penampilannya bagus sekali.

(3) Masakanmu sama sekali tidak enak.

Contoh (1) merupakan wujud penerapan maksim pujian tentang mitra tutur, sedangkan contoh (2) merupakan wujud penerapan maksim pujian untuk orang lain. Di pihak lain, contoh (3) merupakan contoh ilokusi yang melanggar maksim pujian.

Di dalam maksim pujian dijelaskan bahwa orang akan dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar setiap penutur sedapat mungkin menghindari me-ngatakan sesuatu yang tidak mengenakan orang lain, terutama kepada orang yang diajak berbicara (mitra tutur) sehingga para peserta pertuturan tidak saling mengejek, mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Berikut ini dikemukakan contoh-contoh untuk memperjelas uraian tentang maksim pujian.

Contoh

1) A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Bussiness English.”

B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”

2) A : “Maaf, aku pinjam pekerjaan rumahmu. Aku tidak bisa mengerjakan tugas itu sendiri.”


(46)

25

Di dalam tuturan (1) merupakan wujud penerapan maksim pujian karena di atas tampak jelas bahwa di dalam pertuturan tersebut si B berperilaku santun terhadap si A. Hal ini berbeda dengan tuturan (2) si B bersikap tidak santun kepada si A karena terlihat dalam pertuturan si B mengejek si A yang ingin meminjam buku kepadanya sehingga melanggar maksim pujian.

2.2.3.4 Maksim Kerendahan Hati

Maksim kerendahan hati berbunyi “pujilah diri sendiri sesedikit mungkin;

ke-camlah diri sendiri sebanyak mungkin”. Hal ini berarti bahwa memuji diri sendiri merupakan pelanggaran terhadap prinsip sopan santun dan sebaliknya mengecam diri sendiri merupakan suatu tindakan yang sopan dalam percakapan. Lebih dari itu, sependapat dan mengiyakan pujian orang lain terhadap diri sendiri juga me-rupakan pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati ini.

Sementara itu, Rahardi (2000:62) menggunakan istilah maksim kesederhanaan untuk modesty maxim. Dalam maksim ini peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong bila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan meng-unggulkan diri sendiri. Untuk memperjelas maksim ini perhatikan tuturan berikut ini.

(1) A : Nanti kamu ya yang jadi MC. B : Ah, masa aku bisa.

(2) A : Rambutmu kok apik banget. B : Ah, ngenyek.


(47)

Pada tuturan (1) dan (2) tampak jelas bagaimana penutur (B) merendahkan dirinya sendiri demi kesopanan. Bandingkan, jika tuturan (1) dan (2) di atas diubah menjadi tuturan (3) dan (4) berikut ini.

(3) A : Nanti kamu ya yang jadi MC. B : Ya. Aku sering jadi MC kok. (4) A : Rambutmu kok apik banget.

B : Pancen kok. Akeh wong ngelem yen rambutku kaya Demi Moore. Pada tuturan (3) dan (4) terlihat jelas bagaimana penutur (B) memuji dan mengunggulkan diri sendiri sehingga terkesan sombong. Oleh karena itu, pada tuturan (3) dan (4) merupakan pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati.

2.2.3.5 Maksim Kesepakatan

Maksim kesepakatan berbunyi “usahakan agar ketidaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin; usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dan otang lain terjadi sebanyak mungkin”. Hal ini berarti, dalam sebuah percakapan sedapat mungkin penutur dan mitra tutur menunjukkan kesepakatan tentang topik yang dibicarakan. Jika itu tidak mungkin, penutur hendaknya ber-usaha kompromi dengan melakukan ketidaksepakatan sebagian, sebab bagai-manapun ketidaksepakatan sebagian sering lebih disukai daripada ketidak-sepakatan sepenuhnya. Perhatikan contoh berikut.

(1) A : Pestanya meriah sekali, bukan?

B : Tidak, pestanya sama sekali tidak meriah. (2) A : Semua orang menginginkan keterbukaan.

B : Ya pasti.

(3) A : Bahasa Indonesia sangat mudah dipelajari B : Betul, tetapi tata bahasanya cukup sulit.

contoh (1) memperlihatkan ketidaksepakatan antara penutur dan mitra tutur dan melanggar maksim kesepakatan. Contoh (2) merupakan contoh percakapan yang


(48)

27

menunjukkan penerapan maksim kesepakatan. Sementara itu, contoh (3) me-rupakan percakapan yang memperlihatkan adanya ketidaksepakatan sebagian.

2.2.3.6 Maksim Simpati

Maksim simpati berbunyi “kurangilah rasa antipasti antara diri sendiri dan orang

lain sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain

sebanyak mungkin”. Hal ini berarti, bahwa semua tindak tutur yang meng

-ungkapkan rasa simpati kepada orang lain merupakan sesuatu yang berarti untuk mengembangkan percakapan yang memenuhi prinsip sopan santun. Tindak tutur yang mengungkapkan rasa simpati tersebut misalnya ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, dan ucapan lain yang menunjukkan penghargaan terhadap orang lain. Berikut contoh untuk memperjelaskan pernyaataan tersebut.

Contoh Penaatan

Ani : “Tut, nenekku meninggal.”

Tuti : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Aku turut berduka cita.” Contoh Pelanggaran

Dwi : kemarin motorku hilang. Ari : Oh, kasian deh lu.

2.3 Wacana

2.3.1 Definisi Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi di atas satuan kalimat (Chaer, 2007: 62). Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk ka-rangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah


(49)

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 1265). Pengertian lain wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana, 2008: 259). Wacana ini direali-sasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dan sebagainya).

Halliday&Hasan mengemukakan bahwa wacana merupakan tuturan dalam bentuk lisan atau tulisan yang membentuk suatu kesatuan makna yang utuh (Pangaribuan, 2008: 54). Kesatuan makna yang dimaksud yaitu harus terdiri dari kesatuan ben-tuk atau kohesi, dan kesatuan isi atau koherensi. Hal itu berarti, suatu wacana adalah seperangkat kalimat atau tuturan yang kohesif dan koheren.

Pendapat-pendapat para ahli linguistik di atas memandang wacana dari sudut pandang penggunaan bahasa tulis, sehingga wacana berada pada tataran tertinggi setelah kedudukan kalimat yang menuntut adanya kohesif dan koheren. Selain kohesif dan koheren, wacana tulis biasanya lebih gramatikal. Wacana tulis lebih gramatikal, penuh penjelas, dan menggunakan bahasa yang baku dan formal dibandingkan dengan wacana lisan supaya tidak disalahtafsirkan oleh pembaca. Brown & Yule menyatakan wacana merupakan proses komunikasi secara lisan yang berupa rangkaian ujaran (Rani, 2006: 4). Pendapat tersebut memandang wacana dari penggunaan bahasa lisan, sehingga wacana berada di atas ujaran, yaitu rangkaian dari beberapa ujaran.

Penjelasan bahwa wacana adalah sebuah penggunaan bahasa baik tulis maupun lisan, ada pula ahli yang memandang wacana melalui dua sudut pandang, yaitu


(50)

29

penggunaan bahasa tulis maupun lisan dapat disebut sebagai wacana. Bahwa-sanya, wacana merupakan suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik se-cara lisan maupun tulisan (Rani, 2006: 5). Selain itu, wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan, seperti: pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen ter-tulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batin (dari segi makna) bersifat koheren (Sumarlan, 2003: 15).

2.3.2 Unsur-unsur Internal Wacana 2.3.2.1 Kata dan Kalimat

Kata merupakan bagian dari kalimat, sedangkan kalimat merupakan susunan yang terdiri dari beberapa kata (Mulyana, 2005: 7). Dengan melihat definisi tersebut, syarat terbentuknya kalimat adalah adanya susunan beberapa kata. Kemudian, apabila kata atau kalimat bergabung, akan terbentuk sebuah wacana.

Pada kenyatannya, tidak semua kalimat merupakan gabungan dari kata-kata. Akan tetapi, ada kalimat yang hanya terdiri dari satu kata saja. Jika terdapat kalimat yang terdiri dari satu kata, biasanya hanya muncul dalam komunikasi lisan, yang antarpeserta komunikasi sudah saling paham mengenai maksud pertuturan.

Kalimat yang hanya terdiri dari satu kata akan disebut sebagai kalimat jika dilihat dari konteks analisis wacana lisan. Hal itu disebabkan bahwa kata yang dianggap sebagai kalimat itu telah memiliki kelengkapan makna, informasi, dan konteks tuturan yang jelas. Wacana lisan yang memunculkan kata-kata yang pendek


(51)

karena wacana lisan diiringi oleh berbagai faktor termasuk faktor di luar keba-hasaan yang mempengaruhi makna tuturan. Tuturan yang pendek dalam wacana lisan terjadi karena adanya pemahaman yang sama antara penutur dan mitra tutur.

2.3.2.2 Teks dan Koteks

Terdapat perbedaan antara teks dan wacana, yaitu teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis, sedangkan wacana lebih dekat pemaknaannya dengan wacana lisan Oetomo (1993: 4). Berdasarkan penjelasan di atas, teks dapat di-pahami sebagai wacana yang berwujud tulisan atau naskah yang berisi materi tertentu (misalnya naskah pidato, naskah kuliah, dan sebagainya), sedangkan wacana dapat dipahami sebagai wacana yang berbentuk lisan. Misalnya terjadinya ujaran dalam suatu percakapan. Adapun perbedaan lain antara teks dan wacana terletak pada analisisnya, yaitu analisis teks mengandalkan objek kajian berupa kata dan kalimat, dan analisis wacana mengharuskan analisis konteks yang me-lingkupi terjadinya pertuturan.

Berkaitan dengan teks, ada pula istilah koteks dalam analisis wacana. Koteks adalah teks yang sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya Mulyana (2005: 10). Koteks adalah kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 598; Kridalaksana, 2008: 137). Keberadaan koteks dalam wacana menunjukkan bahwa teks tertentu memiliki hubungan dengan teks yang lain. Adanya koteks itulah menyebabkan wacana menjadi lengkap. Dengan kata lain, koteks berfungsi untuk membantu memahami dan menganalisis wacana


(52)

31

(Mulyana, 2005: 10). Di bawah ini merupakan contoh penggunaan koteks dalam analisis wacana.

Wacana 1: jalan pelan-pelan! Banyak anak-anak Wacana 2: terima kasih

Wacana (1) merupakan peringatan bagi pengguna jalan supaya berkendara dengan pelan-pelan karena terdapat banyak anak yang melintasi jalan tersebut. Wacana (2) merupakan ucapan terima kasih oleh masyarakat terhadap pengguna jalan karena telah memperhatikan dan menaati peringatan untuk pelan-pelan dalam berkendara. Hubungan antara wacana (1) dengan wacana (2) itulah yang dinama-kan adanya pertalian antara teks satu dengan teks lainnya, yaitu adanya salah satu teks yang menjadi penjelas atas teks lain.

2.3.3 Unsur-Unsur Eksternal Wacana 2.3.3.1 Konteks

Kehadiran konteks sangat diperlukan dalam kegiatan analisis wacana, khususnya pada wacana lisan, karena konteks berperan untuk membantu memahami dasar suatu tuturan dalam kegiatan berkomunikasi. Konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 591). Pengertian lain, konteks adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengkait dengan ujaran tertentu; penge-tahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara (Kridalaksana, 2008:134).

Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi (Mulyana, 2005: 21). Menurutnya, konteks dianggap sebagai sebab terjadinya suatu dialog, sehingga


(53)

segala sesuatu yang berkaitan dengan tuturan (arti, maksud, informasi) sangat ter-gantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa komunikasi. Halliday (1994: 6) mengemukakan konteks adalah teks yang menyertai teks itu. Teks yang menyertai teks itu menurutnya meliputi tidak hanya yang dilisankan dan ditulis, melainkan termasuk pula kejadian-kejadian yang nonverbal lainnya dan kese-luruhan lingkungan teks itu.

Menurut Halliday, struktur konteks sosial dibangun oleh tiga komponen, yaitu ranah (field), tenor dan modi (Pangaribuan, 2008: 62). Ranah merupakan rekanan tentang peristiwa apa yang terjadi, yaitu segala peristiwa atau tindak sosial yang sedang berlangsung; tenor merupakan unsur partisipan dan perannya dalam bentuk hubungan interpersonal, status, dan sifat hubungan persona di antara mereka sebagaimana direalisasikan dalam pilihan-pilihan piranti linguistik yang terdapat pada teks; modi merupakan realisasi yang diungkapkan oleh teks secara keseluruhan sebagai tindak sosial, baik bersifat lisan, maupun tulisan, baik dari aneka jenis wacana monolog, dialog, dan sebagainya.

Konteks terdiri atas delapan komponen tutur yang disingkat dengan akronim SPEAKING (Setting and Scene, Participant, Ends, Act Sequences, Key, Instru-mentalities, Norms of Interaction and Interpretation, dan Genre) Chaer&Loenie Agustina, (2004: 48-49). Adapun penjelasan kedelapan komponen tutur tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Setting and Scene: setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi, tempat dan waktu atau situasi psikologis terjadinya pembicaraan.


(54)

33

b. Participant adalah peserta tutur, dalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).

c. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.

d. Act Sequences, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.

e. Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.

f. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan,seperti bahasa, dialek, ragam, atau register. g. Norms of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Misalnya adalah yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya, juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

h. Genre mengacu pada bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3.3.2 Implikatur

Berkaitan dengan implikatur, Grice mengemukakan bahwa implikatur digunakan untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh pe-nutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Rani, 2006: 170). Selanjutnya, Grice menyatakan bahwa implikatur berfungsi untuk


(55)

memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak bisa diselesaikan oleh teori semantik biasa (Rani, 2006: 170). Implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”. Dengan demikian, suatu tuturan yang mengandung implikatur akan selalu me-libatkan penafsiran yang tidak langsung (Mulyana, 2005: 11).

Senada dengan itu, Chaer juga mengungkapkan hal yang serupa mengenai impli-katur. Menurutnya, implikatur atau implikatur percakapan adalah adanya keter-kaitan antara ujaran dari seorang penutur dan lawan tuturnya, namun keterketer-kaitan itu tidak tampak secara literal, tetapi dapat dipahami secara tersirat (Chaer, 2010: 33). Berdasarkan beberapa definisi tentang implikatur tersebut, dapat ditarik sim-pulan bahwa yang dinamakan implikatur yaitu makna tersirat atau tersembunyi di dalam ujaran yang diucapkan oleh penutur, dan penutur beranggapan bahwa mitra tutur telah mengetahui maksud/keinginan penutur.

2.4 Hakikat Komunikasi di Facebook

Komunikasi didefinisikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 585). Selanjutnya, komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antarindividu melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum (Chaer, 2004: 17). Komunikasi adalah penyampaian amanat dari sumber atau pengirim ke penerima melalui sebuah saluran (Kridalaksana, 2008: 13). Dalam berkomunikasi, terdapat tiga komponen yang selalu ada, yaitu (1) pihak yang berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima


(56)

35

informasi, yang disebut sebagai partisipan; (2) informasi yang dikomunikasikan; dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi (Chaer, 2004:17).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud komunikasi adalah kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih yang menggunakan alat sebagai media dalam berkomunikasi. Secara singkat, pihak pengirim pesan dinamakan sender, pihak penerima pesan disebut receiver; pesan yang disampaikan berupa ide, gagasan, keterangan; dan alat yang diguna-kan berupa simbol (gambar, gerak tubuh/gesture).

Media yang digunakan dalam berkomunikasi sangat beragam, salah satunya adalah komunikasi tertulis yang menggunakan jejaring sosial facebook. Komu-nikasi di facebook terdiri dari status dan komentar. Status dituliskan oleh peng-guna facebook untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dirasakan. Hal itu sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah alamat web, bahwa status facebook biasanya berupa ungkapan perasaan hati penggunanya, baik itu berupa ungkapan kebahagiaan, kesedihan, kekesalan, gurauan maupun berupa berita yang ingin disampaikan kepada kerabat dan pengguna facebook yang lain. (http://statusfacebook.com).

Status facebook menunjukkan informasi atau keadaan terakhir dari pemilik akun yang menulis status tersebut, dengan tujuan orang lain mengetahui keadaan pembuat status, dan seseorang yang memperbaharui statusnya di facebook selalu berharap akan adanya umpan balik dari pengguna yang lain. Menurut http://tentangfacebookdankeunggulannya, pemilik akun dapat menikmati berbagai


(57)

layanan di facebook, antara lain pemilik akun dapat mengupdate status tanpa dibatasi waktu, yaitu bisa kapan saja seseorang ingin membagikan informasi atau perasaannya di jejaring sosial tersebut. Berkaitan dengan status facebook yang dapat diperbaharui kapanpun, ada pula hal lain yang menarik, yakni status yang telah dituliskan oleh pemilik akun akan tersebar secara otomatis kepada teman-temannya yang telah terkait, atau pengguna lain yang telah menjadi teman di facebook (http://ptunikom.com).

Dengan adanya status tersebut akan menciptakan komunikasi yang meng-hubungkan para penggunanya, dalam hal ini yang berkomunikasi dengan pemilik status adalah pengomentar status. Adapun yang dinamakan komentar yaitu umpan balik yang diberikan dari pengguna facebook kepada status milik penulis status (http://tentangfacebookdankeunggulannya).

2.5 Facebook

2.5.1 Sejarah dan Definisi Facebook

Facebook merupakan salah satu jaringan sosial dimana para pengguna dapat ber-interaksi dengan orang lain di seluruh dunia. Penggunanya dapat bergabung dalam sebuah komunitas untuk melakukan koneksi dan berinteraksi. Facebook bisa juga diartikan sebagai media pertukaran informasi, karena di dalamnya berisi tentang kabar berita seputar penggunanya yang dapat dilihat orang lain.

Kemunculan situs jejaring sosial ini diawali dari adanya inisiatif untuk meng-hubungkan orang-orang dari seluruh belahan dunia. Saat ini, hampir setiap orang di seluruh belahan dunia termasuk juga Indonesia, telah terjangkit virus facebook.


(58)

37

Mulai dari anak muda, orang tua, bahkan anak-anak sudah mengetahui dan ke-canduan terhadap situs jejaring sosial facebook. Berikut ini akan dijelaskan ten-tang sejarah munculnya jejaring sosial facebook.

Situs jejaring sosial facebook diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk mengenal dan bersosialisasi bagi para mahasiswa Harvard. Zuckerberg membuat sebuah situs baru bernama “The Facebook” yang beralamat URL: http://www.thefacebook.com. Saat pertama

kali diluncurkan “The Facebook” hanya terbatas di kalangan kampus Harvard

saja. Selanjutnya, sejumlah rekan Zuckerberg turut bergabung memperkuat tim thefacebook.com. Mereka adalah Eduardo Saverin (analis usaha), Dustin Moskovitz (programmer), Andrew McCollum (desainer grafis), dan Chris Hughes. Bulan Maret 2004, thefacebook.com mulai merambah ke beberapa kampus lain di kota Boston, AS dan juga ke sejumlah kampus ternama seperti Stanford, Columbia, Yale, dan Ivy League. Tak butuh waktu lama, situs ini telah tersebar penggunaannya di hampir semua kampus di AS dan Kanada. Bulan Juni 2004, Zuckerberg, McCollum dan Moskovitz memindahkan markas ke Palo Alto, California. Di sini mereka turut dibantu juga oleh Adam D'Angelo dan Sean Parker.

Pertengahan 2004, thefacebook.com mendapat investasi pertamanya dari salah seorang pendiri PayPal, Pieter Thiel.Tanggal 23 Agustus 2005, thefacebook secara resmi membeli nama domain mereka dari Aboutface.com seharga USD 200.000 dan sejak saat itu penggalan frase “the” tidak dipakai lagi sehingga nama mereka resmi menjadi facebook.com. Pada tahun 2005 ini juga, facebook tidak


(59)

lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa, namun juga untuk siswa SMA. Beberapa waktu kemudian facebook juga membuka jaringannya untuk para pekerja kantoran. Akhirnya, pada September 2006 facebook membuka pen-daftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail minimal sudah berusia 13 tahun.

Selain menolak tawaran dari friendster seharga 10 juta US Dollar, Zuckerberg juga pernah menolak tawaran dari Viacom yang ingin membeli facebook seharga 750 juta US Dollar, dan tawaran dari Yahoo yang ingin membeli facebook seharga 1 milyar US Dollar. Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna ter-daftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat mengungguli situs publik lain seperti Flickr dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.

Facebook memiliki sejumlah fitur interaksi antarsesama pengguna yang di antaranya adalah

1. Home berfungsi untuk menuju halaman muka facebook, Profil berfungsi untuk mengetahui tentang profil Anda atau teman.

2. Friends berfungsi untuk melihat teman sekitar dan berdasarkan kriteria lainnya, Inbox untuk mengetahui jumlah surat yang masuk dari teman.

3. Wall/Dinding, ruang tempat sesama pengguna mengirimkan pesan-pesan terbuka.


(60)

39

4. Suggestions digunakan untuk menampilkan gambaran kegiatan pengguna facebook.

5. Poke/Colek, sarana untuk saling mencolek secara virtual.

6. Photos/Foto ruang untuk memasang foto, dan „status‟ yang menampilkan kondisi/ide terkini pengguna.

7. News Feed/rangkaian kabar berita yang berisi kilasan informasi dari masing-masing pengguna.

8. Fitur Catatan/Notes ,dalam fitur ini pengguna bisa mengimpor tulisannya di blog lain untuk ditampilkan di facebook.

9. Chat/Obrolan, tempat di mana para pengguna bisa saling berkirim pesan pribadi secara langsung.

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Facebook

Facebook ini ibarat seperti sebuah pisau, bisa bermanfaat bila digunakan untuk hal-hal bermanfaat, tetapi juga bisa membawa bahaya. Facebook bisa digunakan sebagai wadah silaturahmi di dunia maya, berdakwah, menimba ilmu, dan seba-gainya. Namun, sebaliknya facebook juga bisa digunakan sebagai ajang maksiat. Berikut ini penjelasan lebih terperinci:

2.5.2.1Manfaat atau Kelebihan Facebook Di antara manfaat facebook

a. Sebagai Sarana Dakwah

Facebook bisa digunakan sebagai sarana dakwah yang bagus di tengah ke-ringnya ilmu dan informasi tentang ilmu agama yang benar, sehingga betapa


(61)

banyak orang mendapatkan hidayah disebabkan membaca artikel di facebook atau diskusi di facebook.

b. Wadah Silaturrahmi

Facebook bisa digunakan sebagai wadah untuk menyambung silaturrahmi antara sesama teman, orang tua, kerabat, murid, atau guru dan ajang untuk mencari kawan lebih banyak lagi.

c. Menyimpan File/Tulisan

Tulisan yang disimpan di komputer bukan tidak mungkin akan hilang saat komputer terkena virus. Akan tetapi, jika disimpan di facebook, maka file tersebut tetap akan selamat selama account masih aktif.

2.5.2.2Kekurangan atau Keburukan Facebook Di antara kekurangan atau keburukan facebook a. Kecanduan

Banyak dari pengguna facebook merasa asyik berbalas atau chatting, sehingga mereka menjadi lupa pada waktu, tugas kewajibannya, bahkan ada yang sampai dibuat lalai dari aturan agama gara-gara kecanduan facebook.

b. Wadah Maksiat

Banyak dari para pengguna facebook tidak mengindahkan aturan agama se-hingga menjadikan facebook sebagai wadah maksiat, berupa ghibah, fitnah, gosip, pacaran, dan sebagainya.

c. Gambar foto

Di antara wabah facebook yang sangat perlu diperhatikan adalah budaya me-nampilkan foto-foto pribadi yang jelas akan dilihat banyak orang, bahkan ter-kadang yang ditampilkan adalah foto-foto seronok yang mengumbar nafsu.


(62)

41

Oleh karena itu, bagi para pengguna facebook hendaknya mengganti foto-foto tersebut dengan foto-foto lain yang tidak bermasalah seperti pemandangan alam dan sejenisnya.

2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha manusia agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui pro-ses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat (1) menye-butkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan bagian dari pendidikan. Oleh karena itu, segala aspek pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia harus diarahkan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pembelajaran bahasa di Indonesia, khususnya pembelajaran bahasa (dan sastra) Indonesia, tidak lepas dari pengaruh pembelajaran bahasa yang berlangsung di dunia. Berbagai metode dan pendekatan pembelajaran bahasa yang berkembang di dunia luar diadopsi ke dalam pem-belajaran bahasa Indonesia.


(63)

Keberhasilan sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan realitas yang dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pengajaran yang relatif tinggi, RPP dan silabus yang tepat guna. Sistem pengajaran tersebut yang selama ini dikenal dengan istilah kurikulum.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan kegiatan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang ada disempurnakan secara berkesinambungan disesuaikan de-ngan perkembade-ngan pengetahuan, masyarakat, teknologi, seni budaya, serta ber-dasarkan pertimbangan-pertimbangan para ahli di bidang pendidikan.

Di dalam kurikulum dijabarkan secara jelas tujuan pembelajaran secara umum, yang diimplementasikan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar. Setelah itu, dijabarkan lagi ke dalam silabus. Silabus merupakan rencana dan pe-ngaturan kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar. Silabus harus disusun secara sistematis dan berisikan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian kompetensi dasar.

Berdasarkan silabus Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama, tujuan umum mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki ke-mampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku. Secara tidak langsung, hal ini menyiratkan bahwa dalam membina ke-mampuan berkomunikasi, etika dalam berkomunikasi pun harus diperhatikan. Etika yang dimaksudkan berkaitan dengan penggunaan kerja sama dan kesantunan


(1)

jawaban terhadap isi teks rekaman percobaan Mengomunikasikan

Peserta didik

mempresentasikan hasil diskusi dengan penuh percaya diri

Peserta didik memajang hasil karyanya (rekaman percobaan)

Peserta didik saling menilai tulisan teman

3.6.Mengklasifikasi teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik

1. Klasifikasi teks tantangan

2. Aspek

Mengamati

Peserta didik Membaca dua buah teks rekaman

percobaan Menanya

Peserta didik menanya

Tugas

Tugas kelompok, menentukan klasifikasi teks rekaman percobaan

4 JP Buku

Siswa Bahasa Indo-nesia SMP


(2)

secara lisan maupun tulisan.

4.3 Menelaah dan merevisi teks eksemplum,

tanggapan kritis,

tantangan, dan rekaman percobaan sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

penelahaan teks rekaman

percobaan

3. Merevisi isi dan bahasa teks rekaman

percobaan

tentang klasifikasi teks rekaman percobaan Peserta didik menanya tentang cara menelaah teks rekaman percobaan

Mengeksplorasi Peserta didik

mendiskusikan klasifikasi teks rekaman percobaan Peserta didik membaca teks rekaman percobaan dengan cermat.

Peserta didik mendiskusikan

kelebihan/kekurangan teks rekaman percobaan yang ditemukan secara jujur Peserta didik merevisi kekurangan teks rekaman percobaan yang ditemukan Mengasosiasi Peserta didik Tes tertulis Membuat revisi teks rekaman percobaan Observasi Mengamati kegiatan peserta didik dalam proses membaca teks, menentukan klasifikasi teks tantangan

Mengamati sikap peserta didik untuk menilai rasa percaya diri, ketekunan, dan dalam menelaah dan merevisi teks

Portofolio Kelas IX Contoh teks rekaman percoba-an dari Internet Buku referensi tentang genre teks


(3)

membandingkan hasil klasifkasi teks rekaman percobaan antarteman untuk memperkuat pemahaman Peserta didik

membandingkan hasil diskusi tentang cara menelaah untuk

menemukan langkah yang tepat dalam menelaah teks rekaman percobaan untuk memperkuat pemahaman dan keterampilan tentang teks rekaman percobaan Mengomunikasikan

Peserta didik

mempresentasikan hasil diskusi dalam diskusi kelas dengan penuh rasa percaya diri

Hasil revisi peserta didik terhadap teks untuk melihat

perkembangan menulis melalui revisi teks


(4)

Peserta didik menanggapi presentasi teman/kelompok secara jujur dan santun

2.4Mengidentifikasi kekurangan teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan mupun tulisan. 4.4. Meringkas teks

eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan baik secara lisan maupun tulisan 1. Langkah-langkah menemukan kelebihan/kek urangan teks rekaman percobaan 2. Langkah menyusun ringkasan membaca teks rekaman percobaan mengidentifi kasi intisari teks rekaman percobaan menyusun Mengamati

Peserta didik membaca teks rekaman percobaan dengan cermat.

Menanya

Peserta didik menanya kelebihan dan kekurangan teks rekaman percobaan yang dibaca.

Peserta didik menanya tentang cara meringkas teks rekaman percobaan Mengeksplorasi

Peserta didik membaca contoh hasil identifikasi kelebihan/ kekurangan teks rekaman percobaan

Jenis Tagihan: Tugas individu, mengidentifikasi kelebihan/keku-rangan teks rekaman percobaan

Tugas kelompok, mendiskusikan kelebihan/keku-rangan teks rekaman percobaan

Tes tertulis

, Mengidentifikasi kekurangan teks rekaman percobaan dan merevisinya Observasi

4JP Buku

Siswa Bahasa Indo-nesia SMP Kelas IX Contoh teks rekaman percoba-an dari Internet Buku referensi tentang genre teks


(5)

teks rekaman percobaan dalam bentuk ringkasan

Peserta didik membaca teks rekaman percobaan dengan cermat.

Peserta didik

mengidentifikasi intisari teks

Peserta didik menyusun intisari teks dalam bentuk ringkasan

Mengasosiasi Peserta didik

membandingkan hasil diskusi dan menemukan cara tentang cara menelaah teks untuk memperkuat pemahaman dan

keterampilan tentang teks rekaman percobaan Peserta didik

membandingkan hasil revisi

antarteman/kelompok untuk memperkuat pemahaman tentang teks

Mengamati kegiatan peserta didik dalam proses membaca teks, menentukan mengidentifikasi kelebihan/kekurang an teks

Mengamati sikap peserta didik untuk menilai rasa percaya diri, ketekunan dalam meringkas teks


(6)

rekaman percobaan Mengomunikasikan

Peserta didik

mempresentasikan hasil diskusi dengan penuh rasa percaya diri Peserta didik

menanggapi presentasi teman/kelompok lain secara santun


Dokumen yang terkait

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

2 9 186

POLA SINTAKSIS PADA POSTER DI KABUPATEN PRINGSEWU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

3 30 69

PEMANFAATAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM KOMUNIKASI DISKUSI SEBAGAI ASPEK KETERAMPILAN BERBICARA Pemanfaatan Prinsip Kerja Sama Dalam Komunikasi Diskusi Sebagai Aspek Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 8 Di SMP Muhammadiyah 4 Surak

0 4 15

BAHASA GAUL PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU DALAM JEJARING SOSIAL FACEBOOK Bahasa Gaul Pada Siswa Smk Muhammadiyah Delanggu Dalam Jejaring Sosial Facebook.

0 2 12

BAHASA GAUL PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU DALAM JEJARING SOSIAL FACEBOOK Bahasa Gaul Pada Siswa Smk Muhammadiyah Delanggu Dalam Jejaring Sosial Facebook.

0 2 24

PENGARUH JEJARING SOSIAL FACEBOOK TERHADAP AKHLAK SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA Pengaruh Jejaring Sosial Facebook Terhadap Akhlak Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun 2013 / 2014.

0 1 16

PENGARUH JEJARING SOSIAL FACEBOOK TERHADAP AKHLAK SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA Pengaruh Jejaring Sosial Facebook Terhadap Akhlak Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun 2013 / 2014.

0 2 12

Jenis Tindak Tutur, Pelanggaran Prinsip Kerja Sama, dan Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Kepenuhan Riau.

0 0 17

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DI

0 0 8

HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK PADA SISWA DAN SISWI KELAS VII DI SMP MUHAMMADIYAH IMOGIRI BANTUL

0 0 18